ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA PASIEN DENGAN SYOK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syok
merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh
dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi
yang tidak adekuat. Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan
hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus
dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2
penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik
juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks
dan rongga abdomen. Penyebab utama perdarahan internal adalah
terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen.
Syok bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari
darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi
akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan
luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus
kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai
kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya.
Kebanyakan
trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah
memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan
resusitasi syok hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon
merekomendasikan untuk memperlambat pemberian resusitasi cairan sehingga
penyebab utama terjadinya syok diatasi secara pembedahan. Pemberian
kristalloid dan darah digunakan secara ekstensif ketika Perang Dunia II
untuk menangani pasien dengan keadaan yang tidak stabil. Pengalaman yang
di dapat semasa perang melawan Korea dan Vietnam memperlihatkan bahawa
resusitasi cairan dan intervensi pembedahan awal merupakan langkah
terpenting untuk menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan
syok hemoragik. Ini dan beberapa prisip lain membantu dalam perkembangan
garis panduan untuk penanganan syok hemoragik kaibat trauma. Akan
tetapi, peneliti-peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini,
dan hari ini telah timbul pelbagai kontroversi tentang cara penanganan
syok hemoragik yang paling optimal.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien syock
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa
dapat mengetahui : pengertian syock, penyebab terjadinya syok,
patofisiologi terjadinya syock, tanda dan gejala syock , manifestasi
kllinis syock, jenis-jenis syock, penatalaksanaan syock
bab II
tinjauan teori
ASUHAN KEPERAWATAN pada pasien dengan SYOK
A. Pengertian
Suatu
keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh sehingga
tidak terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan. (Rupii, 2005)
Keadaan
kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan
oksigen baik dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular
jaringan tubuh sehingga terjadi defisiensi akut oksigen akut di tingkat
sekuler.(Tash Ervien S, 2005)
Suatu
bentuk sindroma dinamik yang akibat akhirnya berupa kerusakan jaringan
sebab substrat yang diperlukan untuk metabolisme aerob pada tingkat
mikroseluler dilepas dalam kecepatan yang tidak adekuatoleh aliran darah
yang sangat sedikit atau aliran maldistribusi (Candido, 1996)
Bentuk
berat dari kekurangan pasokan oksigen dibanding kebutuhan. Keadaan ini
disebabkan oleh menurunnya oksigenasi jaringan atau perubahan dalam
sirkulasi kapiler. Kekurangan oksigen akan berhubungan dengan ASIDOSIS
LACTATE, dimana kadar lactat tubuh merupakan indikator dari tingkat
berat- ringannya syock
Syok yaitu
hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi
jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan
membuang sisa metabolisme ( Theodore, 93 ), atau suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna.
Langkah
pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal gejala
syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan
segera. Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya
perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Langkah
kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui kemungkinan
penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung
dengan mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada
pasien trauma dan yang tersering adalah syok hipovolemik karena
perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang
mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan
oleh trauma pada sistem saraf pusat
serta medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada
pasien-pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan
pertolongan.
B. Stadium Syock
- Kompensasi
Komposisi
tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu meningkatnya
resistensi sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada organ
penting. TD sistokis normal, dioshalik meningkat akibat resistensi
arterial sistemik disamping TN terjadi peningkatan skresi vaseprsin dan
aktivasi sistem RAA. menitestasi khusus talekicad, gaduh gelisah, kulit pucat, kapir retil > 2 dok.
- Dekompensasi
Mekanisme
komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan
memburuk, terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat menumpuk
terjadilah asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya asan
karbonat intrasel. Hal ini menghambat kontraklilitas jantung yang
terlanjur pada mekanisme energi pompo Na+K di tingkat sel. Pada syock juga terjadi pelepasan histamin akibat adanya smesvar namun bila syock berlanjut
akan memperburuk keadaan, dimana terjadi vasodilatasi disfori &
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volumevenous retwn berkurang
yang terjadi timbulnya depresi muocard. Maniftrasi klinis : TD menurun,
porfsi teriter buruk olyserci, asidosis, napus kusmail.
3. Irreversibel
Gagal
kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem
multiorgan, cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2
jam). terakhir kematian walau sirkulasi dapat pulih manifestasi klinis :
TD taktenkur, nadi tak teraba, kesadaran (koma), anuria.
C. Patofisiologi Terjadinya Syok
D. Tanda Dan Gejala
1. Sistem Kardiovaskuler
· Gangguan
sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena
perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
· Nadi cepat dan halus.
· Tekanan
darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya
mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi
darah.
· Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
· CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.
3. Sistem saraf pusat
Perubahan
mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai
menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
4. Sistem Saluran Cerna
Bisa terjadi mual dan muntah.
5. Sistem Saluran Kencing
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (1/5–1 ml/kg/jam).
E. Manifestasi Klinis
Secara
umum manifestasi klinis syock yang muncul antara lain : pucat, bingung,
coma tachicardy, Sianosis, Arithnia gagal jantung kongestif,
Berkeringat, takipneu, Perubahan suhu, Oedem paru, Gelisah,
Disorientasi. Sedang manifestasi klinis lain yang dapat muncul
1. Menurunnya filtrasi glomerulus
2. menurunnya urin out put
3. meningkatnya keeping darah
4. asidosis metabolic
5. hyperglikemi
F. Jenis Syok
1. Syok Hypovolemik
Syok
hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan
cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure
akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering
timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan
eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan
gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering
ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal
akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen
a. Faktor Penyebab
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan, sedang penyebab lain yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL). Syok
misalnya terjadi pada : patah tulang panjang, rupture spleen,
hematothorak, diseksi arteri, pangkreatitis berat. Sedang syok
hipovolemik yang terjadi karena berkumpulnya cairan di ruang
interstisiil disebabkan karena: meningkatnya permeabilitas kapiler
akibat cedera panas, reaksi alergi, toksin bekteri.
Penyebab
utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan
ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok hipovolemik bisa merupakan
akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam jumlah
yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan
cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat.
Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok
hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang
timbul seputar cara penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi syok hemoragik.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi syok hemoragik.
Ketika
Perang Dunia I, W.B. Cannon merekomendasikan untuk memperlambat
pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama terjadinya syok
diatasi secara pembedahan. Pemberian kristalloid dan darah digunakan
secara ekstensif ketika Perang Dunia II untuk menangani pasien dengan
keadaan yang tidak stabil. Pengalaman yang di dapat semasa perang
melawan Korea dan Vietnam memperlihatkan bahawa resusitasi cairan dan
intervensi pembedahan awal merupakan langkah terpenting untuk
menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan syok hemoragik. Ini
dan beberapa prisip lain membantu dalam perkembangan garis panduan untuk
penanganan syok hemoragik kaibat trauma. Akan tetapi, peneliti-peneliti
terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini, dan hari ini telah
timbul pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik yang
paling optimal.
b. Patofisiologi
Tubuh
manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4
sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem kardiovaskular,
sistem renal dan sistem neuroendokrin.system hematologi berespon kepada
perdarahan hebat yag terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade
pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan
thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber
perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan
kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan
stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan
untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur.
Sistem
kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan
meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan
mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat
peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang
diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus
aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga
merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan
membawa darah dari kulit, otot, dan GI.
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air.
System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle.
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air.
System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle.
Patofisiology
dari hipovolemik syok lebih banyak lagi dari pada yang telah disebutkan
. untuk mengexplore lebih dalam mengenai patofisiology, referensi pada
bibliography bias menjadi acuan. Mekanisme yang telah dipaparkan cukup
efektif untuk menjaga perfusi pada organ vital akibat kehilangan darah
yang banyak. Tanpa adanya resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada
penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi
kegagalan multiple organ
c. Tahap Syok Hipovolemik
1) Tahap I :
· terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)
· terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan darah masih dapat dipertahankan
2) Tahap II :
· terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
· tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik, gelisah, pucat.
3) Tahap III
· bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
· terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2, perfusi jaringan secara cepat
· terjadi iskemik pada organ
· terjadi ekstravasasi cairan
2. Syok Kardiogenik
a. Definisi
Syok
kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.
Syok kardiogenik
didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada
definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok
kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik
kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih
dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5
ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau
tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom
curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik. (www.fkuii.org)
Syok
kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang
luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan
penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke
organ vital (jantung,otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan
disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering
terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade
jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner &
Suddarth, 2001)
Syok
kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang
tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik
jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin,
nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran
Dorland, 1998)
b. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner. Koroner, disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Non-koroner disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan disritmia.
Lab/SMF Anestesiologi FKUA/RSUP Dr. M. Djamil, Padang mengklasifikasikan penyebab syok kardiogenik sebagai berikut :
· Penyakit jantung iskemik (IHD)
· Obat-obatan yang mendepresi jantung
· Gangguan Irama Jantung.
c. Manifestasi Klinis
Syok
kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri
yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang
disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih
jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh
ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
miokardium. Gmbaran klinis gagal jantung kiri :
· Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
· Pernapasan cheyne stokes
· Batuk-batuk
· Sianosis
· Suara serak
· Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
· Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
· BMR mungkin naik
· Kelainan pada foto rontgen
d. Patofisiologi
Tanda
dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi
gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung,
yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ
vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen
ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan
penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya
terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan
darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi
dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit
yang dingin dan lembab.
Disritmia
sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal
jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan
ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya
masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan.
Peningkatan tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan
(LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa
jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.
e. Pemeriksaan Diagnostik
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
· Electrocardiogram (ECG)
· Sonogram
· Scan jantung
· Kateterisasi jantung
· Roentgen dada
· Enzim hepar
· Elektrolit oksimetri nadi
· AGD
· Kreatinin
· Albumin / transforin serum
· HSD
3. Syock Distributif
a. Pengertian
Syok
distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal
berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam
pembuluh darah perifer.
b. Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik
oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh pelepasan mediator kimia ke
dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok
distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik
seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi
sengatan lebah (3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim
yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi
Berbagai
mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif
lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
1) Syock Neurogenik
a) Pengertian
Syok neurogenik
disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, Syok
neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya
tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels).
Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini
diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala,
cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Syok
neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi
vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak
berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang
panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan
biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan
berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma
kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada
trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula
spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis.
Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi
atau vasokonstriksi perifer.
b) Etiologi
· Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
· Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang.
· Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
· Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
· Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
c) Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi
tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang
disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau
paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak
sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan
darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat
dan cepat berwarna kemerahan.
2) Syock anafilaktik
a) Pengertian
Anaphylaxis
(Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis
berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi
umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular,
respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis
yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah
tersensitisasi. Syok anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi
anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan
kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang
terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan
gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
Syock
anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya
sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami
reaksi anti gen- anti bodi sistemik
b) Patofisiologi
Oleh
Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam
hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera (Immediate type
reaction). Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
· Fase
Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan
di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
· Fase
Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen
yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula
yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk
alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat
oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan
mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan
beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah
Preformed mediators.
Ikatan
antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel
yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang
terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed
mediators. Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks
(anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil
dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin
memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler
yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi.
Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan
kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan
neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi,
demikian juga dengan Leukotrien.
3) Syok Septik
a) Pengertian
Syok
septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh
infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan
melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang
cermat, melakukan debriden luka ntuk membuang jarinan nekrotik,
pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan
secara menyeluruh
b) Etiologi
Mikroorganisme
penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika mikroorganisme
menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon imun.
Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang
mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan
permeabilitas kapiler, yang engarah pada perembesan cairan dari kapiler
dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
c) Tanda dan Gejala
Sepsis
merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat bakteriemia
menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan penurunan perfusi
jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien sepsis disebabkan
oleh mikroorganisme gram-positive dan 60% disebabkan mikroorganisme
gram-negative. Pada orang dewasa infeksi saluran kencing merupakan
sumber utama terjadinya infeksi. Di rumah sakit kemungkinan sumber
infeksi adalah luka dan kateter atau kateter intravena. Organisme yang
paling sering menyebabkan sepsis adalah staphylococcus aureus dan
pseudomonas sp
Pasien
dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit akut. Pengkajian dan
pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis.
Gejala umum adalah:
· Demam
· Berkeringat
· Sakit kepala
· Nyeri otot
G. Penatalaksanaan Syock
Target utama, pengelolaan syock adalah mencukupi penyediaan oksigen oleh darah, untuk jantung (oksigen deliverip)
1. Oksigenasi adekuat, hindari hyroksemia.
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
a. Membebaskan jalan nafas.
b. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg.
c. Kurangi rasa sakit & auxietas.
2. Suport cadiovaskuler sistem.
a. Therapi cairan untuk meningkatkan preload
· pasang akses vaskuler secepatnya.
· resusitasi
awal volume di berikan 10 – 30 ml/Kg BB cairan kastolord atau kalois
secepatnya (< 20 menit). dapat diulang 2 – 3 kali sampai tekanan
darah dan perfusi perifer baik.
Menurut konsesus Asia Afrika I (1997).
Ø cairan kaloid lebih dianjurkan sebagai therapi intiab yang dianjurkan kaloid atau kristoloid.
Ø therapi dopaadv berdasarkan respon klinis, perfusi perifer, cup, mep sesuai unsur.
b. Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas jantung tanpa menambah konsumsi oksigen miocard.
· Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
· Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
· Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
· Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
· Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung, menurunkan tekanan pembuluh darah sitemik.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi :
a. Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun
b. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi)
c. Tekanan ventrikel kiri peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan baji arteri pulmonal (PCWP)
d. Curah jantung 2,2 l/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks jantung
e. Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm-5
f. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kanan adanya distensi vena jugularis, peningkatan CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular meningkat
g. Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang
h. Terdengar bunyi gallop S3, S4 atau murmur
i. Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia
j. Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma
k. Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis
l. Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat
m. Sangat kehausan
n. Mual, muntah
o. Status ginjal haluaran urine di bawah 20 ml/jam, kreatinin serum meningkat, nitrogen urea serum meningkat
p. Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel
q. Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubungan dengan penurunan curah jantung.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterload dan kontraktilitas miokard)
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler pulmonal
d. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
3. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubungan dengan penurunan curah jantung
1) Tujuan :
Perfusi jaringan dipertahankan dengan kriteria :
o Tekanan darah dalam batas normal
o Haluaran urine normal
o Kulit hangat dan kering
o Nadi perifer > 2 kali suhu tubuh
2) Rencana tindakan
o Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan gangguan perfusi jaringan
o Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total) dengan posisi ekstremitas memudahkan sirkulasi
o Pertahankan terapi parenteral sesuai dengan program terapi, seperti darah lengkap, plasmanat, tambahan volume
o Ukur intake dan output setiap jam
o Hubungkan kateter pada sistem drainase gravitasi tertutup dan lapor dokter bila haluaran urine kurang dari 30 ml/jam
o Berikan obat-obatan sesuai dengan program terapi dan kaji efek obat serta tanda toksisitas
o Pertahankan klien hangat dan kering
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterload dan kontraktilitas miokard)
1) Tujuan
Klien memperlihatkan peningkatan curah jantung dengan kriteria :
o Tanda-tanda vital dalam batas normal
o Curah jantung dalam batas normal
o Perbaikan mental
2) Rencana tindakan
o Pertahankan posisi terbaik untuk meningkatkan ventilasi optimal dengan meninggikan kepala tempat tidur 30 – 60 derajat
o Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total)
o Pantau EKG secara kontinu
o Pertahankan cairan parenteral sesuai dengan program terapi
o Pantau vital sign setiap jam dan laporkan bila ada perubahan yang drastis
o Berikan oksigen sesuai dengan terapi
o Berikan obat-obatan sesuai dengan terapi
o Pertahankan klien hangat dan kering
o Auskultasi bunyi jantung setiap 2 sampai 4 jam sekali
o Batasi dan rencanakan aktifitas ; berikan waktu istirahat antar prosedur
o Hindari konstipasi, mengedan atau perangsangan rektal
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler pulmonal
1) Tujuan
Klien memperlihatkan peningkatan ventilasi dengan kriteria :
o Klien bernafas tanpa kesulitan
o Paru-paru bersih
o Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas normal
2) Rencana tindakan
o Kaji pola pernafasan, perhatikan frekwensi dan kedalaman pernafasan
o Auskultasi paru-paru setiap 1 – 2 jam sekali
o Pantau seri AGDA
o Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan klien
o Lakukan penghisapan bila ada indikasi
o Bantu dan ajarkan klien batuk efektif dan nafas dalam
d. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
1) Tujuan
Ansietas / rasa takut klien terkontrol dengan kriteria :
o Klien mengungkapkan penurunan ansietas
o Klien tenang dan relaks
o Klien dapat beristirahat dengan tenang
2) Rencana tindakan
o Tentukan sumber-sumber kecemasan atau ketakutan klien
o Jelaskan seluruh prosedur dan pengobatan serta berikan penjelasan yang ringkas bila klien tidak memahaminya
o Bila ansietas sedang berlangsung, temani klien
o Antisipasi kebutuhan klien
o Pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak penuh dengan stress
o Biarkan keluarga dan orang terdekat untuk tetap tinggal bersama klien jika kondisi klien memungkinkan
o Anjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan dan ketakutan akan kematian
o Pertahankan sikap tenang dan menyakinkan
bab IV
penutup
A. Kesimpulan
1. Berhasil
tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal
gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta
efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama
pasien mengalami syok.
2. Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler
(jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh
tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya
perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi)
B. Saran
1. Dengan
mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi
seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan
gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat
melakukan pertolongan segera.
2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syock.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course for Physicians. USA, 1993 ; 75 - 94
Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.
Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.
Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku: Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia, 1989 ; 993 - 1002.
Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia, August 30 - September 1, 1996 ; 1 - 4.
Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.