askep pasien dengan kanker Paru


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Kanker paru merupakan penyebab kematian utama pada pria dan wanita. Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu peningkatan insidensi paru yang mengejutkan. America Cancer Society memperkirakan bahwa terdapat 1.500.000 kasus baru dalam tahun  1987 dan 136.000 meninggal. Prevalensi dinegara maju sangat tinggi, di USA tahun 1993 dilaporkan 173.000/tahun, di inggris 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat ke-4 kanker terbanyak. Di RS Kanker Dharmis Jakarta tahun 1998 tumor paru menduduki urutan ke-3 setelah kanker payudara dan leher rahim. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%), karena faktor kebiasaan merokok yang lebih banyak pada pria dimana insiden puncak kanker paru terjadi antara usia 55-65 tahun. Untuk itu sebagai perawat diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden kanker paru melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitative.













BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (price, patofisiologi, 1995) atau  Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam paru (underwood, patologi 2000).

B.      Etiologi
Seperti kanker yang lain penyebab pasti dari pada kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain-lain.
Lombard dan doering (1928) telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok. Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari dengan tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok berat ankan menderita kanker paru. Belakangan, dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok pasifpun akan beresiko  terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena resiko kanker paru 2 kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar dan perempuan yang hidup dengan suami/pasangan perokok juga terkena resiko kanker paru 2-3 kali lipat.
ada beberapa faktor yang bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
1.      Merokok
Tidak diragukan lagi merokok merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistic yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (>20 batang sehari) dari kanker paru. Perokok seperti ini mempunyai kecenderungan sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaanya akan kembali kepola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsiogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan dapat menimbulkan tumor. Selain itu diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat karsinogen (C), cocarsinogenik (CC), tumor promoter (TP), mutagen (M), yang telah dibuktikan terdapat dalam rokok dapat dilihat pada table :

Substance
Effect
Model
Particulate phase
a.      Neutral fraction
§  Benzo (a) pyrene
§  Dibenz (a) anthracene
b.      Basic fraction
§  Nicotine
§  Nitrosamine
c.       Acidic fraction
§  Cathecol
§  Unidentified
d.      Residu
§  Nickel
§  Cadmium
§  210po
§  Gaseous phase
§  Hydrazine
§  Vinyl chloride


C
C
C

C
CC + TP

TP
C
C
C
C
C + M
C
M


Rodents



Rodents








Mice
Ames

2.      Kanker paru akibat kerja (paparan zat karsinogen)
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbon nikel (pelebur nikel) ,arsenic , asbestos (sering menimbulkan mesotelioma), radiasi ion pada pekerja tambang uranium
3.       Polusi udara
Mereka yang tinggal dikota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa. Karena telah diketahui adanya karsinogen dari industry dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
4.      Diet
Redahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.


C.       Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO untuk neoplasma pleura dan paru-paru (1977) :
a.      Karsinoma epidermoid (skuamosa). Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia atau dysplasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus dan menonjol kedalam bronki besar, cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b.      Karsinoma sel kecil. Biasanya terletak ditengah sekitar percabangan utama bronki. Tumor ini timbul dari sel-sel khulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel-sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediatinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ-organ distal.
c.       Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar). Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mucus. Kebanyakan timbul pada bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru-paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini.
d.      Karsinoma sel besar. Merupakan sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel –sel ini cenderung akan timbul pada jaringan paru-paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ketempat-tempat yang jauh.

D.     Manifestasi klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
§  Lokal (tumor tumbuh setempat)
-          Batuk baru/lebih hebat pada batuk kronis. Batuk kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor.
-          Hemoptisis. Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
-          Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
-          Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
-          Atelektasis
§  Infasi lokal
-          Nyeri dada
-          Dispnea karena efusi pleura
-          Invasi kepericardium
-          Sindrom vena cava superior
-          Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
-          Sindrom pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis serfikalis
§  Gejala penyakit metastasis
-          Pada otak, tulang, hati, adrenal
-          Limfadenopati servikal dan supraklafikula (sering menyertai metastasis)
§  Sindrom paraneoplastik (terdapat pada 10 % kanker paru dengan gejala :
-          Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia dan demam
-          Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
-          Hipertrofi osteoartropati
-          Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
-          Neuromiopati
-          Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
-          Dermatologic : eritema multiform, hyperkeratosis
-          Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)

E.      Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia, dan dysplasia.
Bila lesi perifernya disebabkan oleh metaplasia,hyperplasia dan dysplasia menembus ruang pleura, biasanya timbul efusi pleura, dan biasa diikuti infasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan suprasi dibagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esophagus, pericardium, otak dan tulang rangka.


F.       Pemeriksaan diagnostic
Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi intra torakal tersebut sebagai tumor jinak atau ganas. Kemudian tentukan apakah letak lesi sentral atau perifer, yang bertujuan untuk menentukan bagaimana cara pengambilan jaringan tumor. Adapun jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu :
1.      Radiologi
a.      Foto thorax posterior-anterior (PA) dan lateral serta tomografi dada. Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan likasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleura, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra. Pada kanker paru, pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan juga untuk menilai dobling timenya. Doubling time antara 37-465 hari. Bila doubling time > 18 bulan, berarti tumornya benigna. Tanda-tanda tumor benigna lainnya adalah lesi berbentuk bulat konsentris, solid dan adanya klasifikasi yang tegas.
Pemeriksaan foto rontgen dada dengan cara tomografi lebih akurat menunjang kemungkinan adanya tumor paru, bila dengan cara foto dada biasa tidak dapat memastikan keberadaan tumor.
b.      Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2.      Laboratorium
a.      Sitologi. Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena tergantung dari :
-          Letak tumor terhadap bronkus
-          Jenis tumor
-          Teknik mengeluarkan sputum
-          Jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut.
-          Waktu pemeriksaan sputum ( sputum harus segar)
Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru. Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, bilasan dan sikatan bronkoskopi.
b.      Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c.       Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun pada kanker paru.
3.      Hispatologi. Adalah pemeriksaan standar emas diagnosis kanker paru untuk mendapatkan spesimennya dapat dengan cara biopsy melalui :
a.      Bronkoskopi. Untuk mengetahui besarnya karsinoma bronkogenik. Hasil positif dengan bronkoskopi ini dapat mencapai 95% untuk tumor yang letaknya sentral dan 70-80% untuk tumor yang letaknya perifer.
b.      Biopsy trans torakal (TTB). Biopsy dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran > 2cm snsitivitasnya mencapai 90-95%.
c.       Torakoskopi. Biopsy tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi dari pada cara membuta (blind).
d.      Mediastinoskopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e.      Torakotomi. Untuk diagnosis kanker paru dikerjakan jika berbagai prosedur non invasif dan invasive sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4.      Pencitraan
a.      Ct-scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura
b.      MRI untuk menunjukkan keadaan mediastinum.


G.     Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker yaitu :
1.      Kuratif. Dimana tenaga kesehatan berupaya memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
2.      Paliatif. Untuk mengurangi dampak kanker dan meningkatkan kualitas hidup.
3.      Rawat rumah (hospice care) pada kasus terminal. Untuk mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4.      Suportif. Untuk menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi serta obat-obatan.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu melakukan :
1.      Pembedahan. Tujuannya untuk mengangkat semua jaringan yang sakit dan mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru-paru yang tidak terkena kanker. Adapun jenis tindakannya yaitu :
-          Toraktomi eksplorasi.  Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru/thoraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
-          Pneumoktomi (pengankatan paru)
-          Lobektomi (pengangkatan lobus)
2.      Radioterapi. Pada beberapa kasus yang inoperable, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bias juga sebagai terapi paliatif pada tumor dengan komplikasi yang bertujuan untuk mengurangi efek obstruksi/penekanan terhadap pembuluh darah/bronkus.
3.      Kemoterapi. Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari stadium IIIA dan untuk pengobatan paliatif. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kegagalan target pencapaian pengobatan antara lain :
-          Resistensi terhadap sitostatika
-          Penurunan dosis sitostatika dimana penurunan dosis sebesar 20% akan menurunkan angka harapan sembuh sekitar 50%.
-          Penurunan intensitas obat dimana jumlah obat yang diterima selama kurun waktu tertentu kurang. Untuk mengatasi hal tersebut dosis obat harus diberikan secara optimal dan sesuai jadwal penmberian.

selanjutnya......

 

Link Kesehatan Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger