PROSES PEMASARAN/PENJUALAN
1. Distribusi /Pemasaran Produk Obat-Obatan
Penjualan hasil produksi obat-obatan dari perusahaan farmasi di Indonesia
pada umumnya untuk konsumsi/pasaran dalam negeri. Namun ada juga sebagian hasil
produksi yang dijual ke luar negeri/diekspor. Jalur distribusi pemasaran
obat-obatan untuk penjualan lokal dilakukan melalui distributor atau Pedagang
Besar farmasi (PBF) dengan cara penjualan putus yang didukung dengan kontrak.
PBF kemudian akan menyalurkannya ke apotek-apotek dan atau toko obat yang
kemudian dijual kepada konsumen. Sedangkan untuk penjualan ekspor biasanya
dikirimkan kepada perusahaan induknya atau groupnya, disamping juga diekspor kepada
pihak ketiga.
Dalam kontrak jasa perantara dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) pada
umumnya berisi tentang hak dan kewajiban. Ada suatu klausul tertentu yang cukup
unik yaitu adanya kewajiban bagi PBF untuk mengiklankan atau mengenalkan produk
produsen obat dengan beberapa cara salah satunya berupa pemberian suatu bonus
atau imbalan kepada toko obat dan apotek bila dapat menjual produk tertentu
dalam jumlah tertentu.
Proses pemasaran produk obat-obatan mempunyai karakteristik
tertentu. Untuk pemasaran atau
memperkenalkan produk obat-obatan yang dijual bebas dapat dilakukan secara umum
kepada publik baik melalui media cetak maupun media elektronika. Namun
pemasaran untuk obat-obatan yang termasuk dalam daftar G sesuai dengan kode
etik kedokteran, tidak boleh diiklankan secara langsung kepada umum.
Karena pemasaran atau memperkenalkan produk obat-obatan yang termasuk
daftar G tidak dapat dilakukan secara langsung, maka produsen obat dalam
kegiatan pemasarannya biasanya melakukan beberapa hal sebagai berikut:
- Menggunakan jasa PBF dalam mendistribusikan dan memasarkan produknya.
- Membuat acara launching/peluncuran produk baru baik dengan seminar maupun acara simposium.
- Menggunakan jasa detailer untuk memperkenalkan produknya kepada para dokter.
Selain berhubungan dengan jasa PBF, perusahaan farmasi dalam memasarkan
produknya juga berhubungan dengan rumah sakit, apotek dan toko obat. Kepada
apotek, perusahaan farmasi biasanya memberikan bonus bilamana rumah sakit atau
apotek yang bersangkutan mampu menjual obat-obatan tertentu sesuai dengan
target yang telah ditentukan. Namun karena yang berhubungan langsung dengan apotek
atau rumah sakit adalah PBF, maka tidak semua bonus yang diberikan kepada Apotek/Rumah
Sakit ditanggung oleh perusahaan farmasi saja. Biasanya, bonus dibebankan juga
kepada PBF sesuai perjanjian yang telah disepakati. Selain itu biasanya produsen
obat juga dibebani pengeluaran-pengeluaran tertentu yang dilakukan oleh PBF
dalam rangka pemasaran produk, seperti pemasangan umbul-umbul maupun sebagai
sponsor event-event tertentu.
Penggunaan jasa detailer untuk
memasarkan/memperkenalkan produk obat-obatan sudah umum dilaksanakan pada industri
farmasi. Para detailer merupakan pegawai
tidak tetap perusahaan, walaupun ada juga detailer
yang menjadi pegawai tetap perusahaan produsen obat. Wilayah kerja detailer dibagi-bagi menurut suatu
kebijaksaan tertentu dari perusahaan, biasanya per propinsi atau per kota Dati
II. Para detailer inilah sebagai
perpanjangan tangan produsen obat mendekati para dokter guna memperkenalkan
produknya. Semua pengeluaran yang dilakukan detailer dalam rangka memasarkan
produknya dapat dibebankan kepada produsen obat. Para detailer diberikan uang
muka atau istilahnya kas kecil untuk melakukan kegiatan pemasarannya. Metode
yang biasanya digunakan adalah Imprest
Fund. Dalam melakukan pendekatan kepada para dokter untuk menggunakan
obat-obatan ditawarkan, adakalanya para detailer ini menjanjikan suatu imbalan
tertentu kepada para dokter tersebut dalam bentuk uang maupun natura/kenikmatan
lainnya dengan persetujuan dari manajemen produsen obat.
2. Biaya Pemasaran
Di dalam proses pemasaran obat-obatan akan timbul biaya-biaya baik yang
terkait langsung maupun tidak langsung dalam penjualan hasil produksi. Biaya
pemasaran untuk produk obat-obatan yang penggunaannya dapat dibeli bebas (obat
OTC) biasanya berupa biaya iklan melalui media massa antara lain : koran,
majalah, televisi, radio dan billboard.
Biaya pemasaran atas produk obat-obatan yang dipakai/dibeli berdasarkan resep dokter (obat
daftar G) biasanya meliputi antara lain:
Biaya
Simposium dan Ekshibisi
Biaya ini merupakan pengeluaran untuk memperkenalkan produk perusahaan
baik produk baru maupun produk lama, seperti antara lain :
o
Honor dan akomodasi para dokter yang
mengikuti simposium/ekshibisi
o
Sewa tempat, sewa stan dan pemasangan banner/baliho
o
Biaya presentasi dan lain-lain.
Biaya promosi
Biaya ini merupakan pembayaran kepada dokter-dokter yang telah menuliskan
resep obat hasil produksi perusahaan kepada pasiennya, biaya ini dibayarkan
melalui Medical Representative.
Bonus
Bonus merupakan penghargaan berupa uang (black bonus) kepada distributor yang telah berprestasi dalam
pencapaian target yang telah ditetapkan. Biaya ini tidak sesuai dengan Surat
Dirjen Pajak No : SE-02/PJ.33/1998 tanggal 16 Maret 1998.
Promotion Materials
Biaya ini merupakan contoh obat yang diberikan kepada dokter-dokter dalam
rangka memperkenalkan produknya.
3. Perusahaan Yang Terkait Dalam Pemasaran
Obat-Obatan
Sebagaimana telah diuraikan dimuka, rantai usaha industri farmasi di
Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut :
Rantai produk/obat-obatan yang
dihasilkan oleh produsen obat tidak langsung didistribusikan ke konsumen akhir (pemakai)
tetapi melalui jalur pemasaran yang melibatkan unit pemasaran baik yang berasal
dari internal perusahaan maupun dari pihak lain. Khusus untuk obat-obatan
daftar G, pemakaiannya harus memalui resep dokter sehingga konsumen juga tidak
bisa langsung membelinya di apotek.
Peranan dari masing-masing unit pemasaran obat-obatan tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut.
3.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan suatu perusahaan berbentuk badan
hukum yang melakukan kegiatan distribusi obat-obatan secara partai besar,
berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Berbagai fungsi /
jenis Pedagang Besar Farmasi, antara lain:
- PBF Biasa, yaitu PBF yang membeli obat dari pabrik/PBF lainnya dan mendistribusikan kepada Apotek/PBF lainnya atas obat-obatan yang tergolong dalam daftar G, daftar W, dan bebas, dan kepada Toko Obat Berizin atas obat-obatan yang tergolong dalam daftar W dan bebas.
- PBF Penyalur Bahan Baku Obat, yaitu PBF Biasa yang juga memiliki izin khusus untuk mengimpor dan menyalurkan bahan baku obat kepada industri farmasi atau PBF bahan baku lainnya, sebagaimana diatur dalam Surat-Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 287/Men.Kes/SK/XI/76 Tanggal 18 November 1976.
- PBF Penyalur Bahan Baku Obat Khusus kepada Apotek, yaitu PBF Biasa yang memiliki izin khusus untuk menyalurkan bahan baku obat khusus kepada Apotek (Catatan : sampai saat ini yang mendapat izin baru PBF PT. Kimia Farma).
- PBF Penyalur Narkotika, yaitu PBF Biasa yang diberi izin khusus untuk menyalurkan obat-obat berbahaya.
- PBF Penyalur Obat Keras Tertentu, yaitu PBF Biasa yang diberi izin khusus untuk menyalurkan Obat Keras Tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 213/Men.Kes/Per/IV/1985 Tanggal 22 April 1985.
- PBF Terbatas, yaitu PBF Biasa yang diberi izin hanya menyalurkan obat-obat keluaran suatu pabrik farmasi yang ditentukan dalam izin yang bersangkutan.
3.2 Apotek
Apotek merupakan suatu perusahaan/sarana tempat pengabdian apoteker, yang
melakukan distribusi obat langsung kepada pasien/apotek lainnya/poliklinik,
untuk obat-obat yang termasuk Golongan G atas resep dokter, dan obat-obat bebas
terbatas (W) maupun obat bebas. Apotek tersebut didirikan berdasarkan peraturan
Pemerintah No.26/1965, jo PP. 25 Tahun 1980, jo Permenkes No.
26/MenKes/Per/I/1981 jo Surat Keputusan Menteri Kesehatan masing-masing: No. 278/Men.Kes/SK/V/1981,
No.279/Men.Kes/SK/V/1981, dan No. 280/Men.Kes/SK/V/1981 tertanggal 30 Mei 1981.
Selanjutnya dalam Paket Kebijaksanaan Deregulasi Tanggal 28 Mei 1990
dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 244/Men.Kes /SK/V/1990.
3.3 Toko Obat
Toko Obat dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu :
a.
Toko Obat Berizin, ialah suatu usaha tempat
mendistribusikan obat secara eceran langsung kepada konsumen, yaitu obat-obat
yang termasuk dalam daftar W (bebas terbatas) dan obat bebas. Toko Obat Berizin
tersebut didirikan berdasarkan Permenkes No. 167/Kab/B. VII/72 Tanggal 28
Agustus 1972. Penanggung-jawab teknis farmasi Toko Obat Berizin adalah Asisten
Apoteker.
Toko Obat Biasa, ialah suatu usaha yang sebagian besar
kegiatannya mendistribusikan obat secara eceran langsung kepada para konsumen,
yaitu obat-obat bebas saja.