Askep Chusing Sindrom
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kelenjar adrenal terdiri dari medula
dan korteks. Korteks terdiri atas zona glomerulosa, fasikulata, dan
retikularis. Zona glomerulosa mensekresikan aldosteron dan dikendalikan oleh
mekanisme renin-angiotensin dan tidak bergantung pada hipofisis. Zona
fasikulata dan retikularis mensekresikan kortisol dan hormon androgenik dan
dikendalikan oleh hipofisis melalui ACTH. Sekresi ACTH oleh hipofisis
dikendalikan oleh (1) faktor pelepas kortikotropin hipotalamus, dan (2) efek
umpan balik kortisol. Ketika terjadi suatu gangguan pada pembentukan
hormon-hormon tersebut baik berlebih maupun kekurangan, akan mempengaruhi tubuh
dan menimbulkan keabnormalan. Sindrom cushing adalah terjadi akibat kortisol
berlebih.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Cushing
Sindrom
Harvey cushing pada tahun 1932
menggambarkan suatu keadaan yang disebabkan oleh adenoma sel-sel basofil
hipofisis. Keadaan ini disebut “penyakit cushing”.
Sindrom cushing adalah suatu keadaan
yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar
glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi
secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa
glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, hal. 1088)
Syndrome cushing gambaran klinis yang
timbul akibat peningkatan glukokortikoid plasma jangka panjang dalam dosis
farmakologik (latrogen). (Wiliam F. Ganang , Fisiologi Kedokteran, Hal 364).
Syndrome cushing disebabkan oleh sekret
berlebihan steroid adrenokortial terutama kortisol. (IDI). Edisi III Jilid I,
hal 826).
Syndrome cuhsing akibat rumatan dari
kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks
adrenal. (Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15 Hal 1979).
2.2 Etiologi
Sindroma cushing dapat disebabkan oleh
:
1. Meningginya kadar ACTH ( tidak
selalu karena adenoma sel basofil hipofisis).
2. Meningginya kadar ATCH karena
adanya tumor di luar hipofisis, misalnya tumor paru, pankreas yang mengeluarkan
“ACTH like substance”.
3. Neoplasma adrenal yaitu
adenoma dan karsinoma.
4. Iatrogenik.
Pemberian glukokortikoid jangka panjang
dalam dosis farmakologik. Dijumpai pada penderita artitis rheumatoid, asma,
limpoma dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai
agen antiinflamasi.
2.3 Manifestasi
Klinis
Dapat digolongkan menurut faal hormon
korteks adrenal yaitu : cortisol, 17 ketosteroid, aldosteron dan estrogen.
1. Gejala hipersekresi kortisol
(hiperkortisisme) yaitu :
a.
Obesitas
yang sentrifetal dan “moon face”.
b.
Kulit
tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosis.
c.
Otot-otot
mengecil karena efek katabolisme protein.
d.
Osteoporosis
yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis.
e.
Aterosklerosis
yang menimbulkan hipertensi.
f.
Diabetes
melitus.
g.
Alkalosis,
hipokalemia dan hipokloremia.
2. Gejala hipersekresi 17
ketosteroid :
a.
Hirsutisme
( wanita menyerupai laki-laki ).
b.
Suara
dalam.
c.
Timbul
akne.
d.
Amenore
atau impotensi.
e.
Pembesaran
klitoris.
f.
Otot-otot
bertambah (maskulinisasi)
3. Gejala hipersekresi
aldosteron.
a.
Hipertensi.
b.
Hipokalemia.
c.
Hipernatremia.
d.
Diabetes
insipidus nefrogenik.
e.
Edema
(jarang)
f.
Volume
plasma bertambah
Bila gejala ini yang menyolok, terutama
2 gejala pertama, disebut penyakit Conn atau hiperaldosteronisme primer.
4. Gejala hipersekresi estrogen
(jarang)
Pada sindrom cushing yang paling
karakteristik adalah gejala hipersekresi kortisol, kadang-kadang bercampur
gejala-gejala lain. Umumnya mulainya penyakit ini tidak jelas diketahui, gejala
pertama ialah penambahan berat badan. Sering disertai gejala psikis sampai
psikosis. Penyakit ini hilang timbul, kemudian terjadi kelemahan, mudah
infeksi, timbul ulkus peptikum dan mungkin fraktur vertebra. Kematian
disebabkan oleh kelemahan umum, penyakit serebrovaskuler (CVD) dan jarang-jarang
oleh koma diabetikum.
2.4 Klasifikasi
Sindrom cushing dapat dibagi dalam 2
jenis:
1. Tergantung ACTH
Hiperfungsi korteks adrenal mungkin
dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan.
Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh oleh Hervey Cushing pada tahun 1932, maka
keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing.
2. Tak tergantung
ACTH
Adanya adenoma hipofisis yang
mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-bukti histologi hiperplasia
hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas apakah kikroadenoma maupum hiperplasia
timbal balik akibat gangguan pelepasan CRH (Cortikotropin Realising hormone)
oleh neurohipotalamus. (Sylvia A. Price; Patofisiologi. hal 1091).
2.5 Komplikasi
·
Krisis Addisonia
·
Efek yang merugikan
pada aktivitas koreksi adrenal
·
Patah tulang akibat
osteoporosis
2.6 Diagnosis
pembanding
Diagnosis klinis dapat dibuat bila
terdapat tiga atau lebih dari tanda-tanda dibawah ini :
1. Kelelahan
yang hebat dan otot-otot yang kecil
2. Obesitas
sentripetal dan penghentian pertumbuhan.
3. Strie
yang kemerah-merahan.
4. Ekhimosis
tanpa kelainan trombosit.
5. Hipertensi.
6. Osteoporosis.
7. Diabetes
melitus.
2.7 Pemeriksaan
Penunjang
1. Pada
pemeriksaan laboratorium sederhana, didapati limfositofeni, jumlah netrofil
antara 10.000 – 25.000/mm3. eosinofil 50/ mm3
hiperglekemi (Dm terjadi pada 10 % kasus) dan hipokalemia.
2. Pemeriksaan
laboratorik diagnostik.
Pemeriksaan kadar kortisol dan
“overnight dexamethasone suppression test” yaitu memberikan 1 mg dexametason
pada jam 11 malam, esok harinya diperiksa lagi kadar kortisol plasma. Pada
keadaan normal kadar ini menurun. Pemerikaan 17 hidroksi kortikosteroid dalam
urin 24 jam (hasil metabolisme kortisol), 17 ketosteroid dalam urin 24 jam.
3. Tes-tes
khusus untuk membedakan hiperplasi-adenoma atau karsinoma :
a. Urinary
deksametasone suppression test. Ukur kadar 17 hidroxi kostikosteroid dalam urin
24 jam, kemudian diberikan dexametasone 4 X 0,5 mg selama 2 hari, periksa lagi
kadar 17 hidroxi kortikosteroid bila tidak ada atau hanya sedikit menurun,
mungkin ada kelainan. Berikan dexametasone 4 x 2 mg selama 2 hari, bila kadar
17 hidroxi kortikosteroid menurun berarti ada supresi-kelainan adrenal itu
berupa hiperplasi, bila tidak ada supresi kemungkinan adenoma atau karsinoma.
b. Short
oral metyrapone test. Metirapone menghambat pembentukan kortisol sampai pada 17
hidroxikortikosteroid. Pada hiperplasi, kadar 17 hidroxi kortikosteroid akan
naik sampai 2 kali, pada adenoma dan karsinoma tidak terjadi kenaikan kadar 17
hidroxikortikosteroid dalam urine.
c. Pengukuran
kadar ACTH plasma.
d. Test
stimulasi ACTH, pada adenoma didapati kenaikan kadar sampai 2 – 3 kali, pada
kasinoma tidak ada kenaikan.
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan sindrom cushing tergantung
ACTH tidak seragam, bergantung apakah sumber ACTH adalah hipofisis / ektopik.
a. Jika dijumpai tumor hipofisis.
Sebaiknya diusahakan reseksi tumor tranfenoida.
b. Jika terdapat bukti hiperfungsi
hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat
dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis.
c. Kelebihan kortisol juga dapat
ditanggulangi dengan adrenolektomi total dan diikuti pemberian kortisol dosis
fisiologik.
d. Bila kelebihan kortisol disebabkan
oleh neoplasma disusul kemoterapi pada penderita dengan karsinoma/ terapi
pembedahan.
e. Digunakan
obat dengan jenis metyropone, amino gluthemide o, p-ooo yang bisa mensekresikan
kortisol (Silvia A. Price ; Patofisiologi Edisi 4 hal 1093 )
2.9 Web of Causation
Cushing Syndrome
Terlampir.
BAB 3
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis
kelamin, tempat/tgl lahir , umur, pendidikan, agama, alamat, tanggal masuk RS.
Lebih lazim sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dan mempunyai
insiden puncak antara usia 20 dan 30 tahun.
B. Keluhan
Utama
Adanya memar pada kulit, pasien
mengeluh lemah, terjadi kenaikan berat badan.
C. Riwayat
penyakit dahulu
Kaji apakah pasien pernah mengkonsumsi
obat-obatan kartekosteroid dalam jangka waktu yang lama.
D. Riwayat penyakit
keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita
penyakit cushing sindrom.
E. Pemeriksaan
Fisik
1. B1
(Breath)
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung
kadang terlihat, pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal premitus teraba rate,
tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas
normal, tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
2. B2
(Blood)
Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal
, hipertensi, TD meningkat.
3. B3
(Brain)
Composmentis (456), kelabilan alam
perasaan depresi sampai mania
4. B4
(Bladder)
Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal,
retensi natrium.
5. B5
(Bowel)
Terdapat peningkatan berat badan, nyeri
pada daerah lambung, terdapat striae di daerah abdomen, mukosa bibir kering,
suara redup.
6. B6
(muskuloskeletal dan integumen)
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi,
mudah memar, atropi otot, ekimosis, penyembuhan luka lambat, kelemahan otot,
osteoporosis, moon face, punguk bison, obesitas tunkus.
3.2 Diagnosa
Keperawatan
1.
Resiko
cedera berhubungan dengan kelemahan dan menurunnya matriks tulang.
2.
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya kekebalan tubuh.
3.
Gangguan
intregritas kulit berhubungan dengan kulit tipis daan rapuh.
4.
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, keletihan, pengurusan masa otot.
5.
Gangguan
citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
6.
Nyeri
berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung.
7.
Gangguan
proses berpikir berhubungan dengan fluktuasi emosi dan depresi
3.3 Intervensi
1.
Resiko
cedera berhubungan dengan kelemahan dan menurunnya matriks tulang.
Tujuan : menurunkan resiko cidera
Kriteria Hasil : Klien bebas dari
cedera jaringan lunak atau fraktur
Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan yang
protektif
Rasional : Mencegah jatuh, fraktur dan
cedera lainnya pada tulang dan jaringan lunak.
2. Bantu klien ambulasi
Rasional : Mencegah terjatuh atau
terbentur pada sudut furniture yang tajam.
3. Kolaborasi dengan tim gizi
dengan pemberian diet tinggi protein, kalsium, dan vitamin D
Rasional : Meminimalkan penipisan massa
otot dan osteoporosis.
2.
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya kekebalan tubuh.
Tujuan : menurunkan resiko infeksi
Kriteria Hasil : Klien tidak mengalami
kenaikan suhu tubuh, kemerahan, nyeri, atau tanda-tanda infeksi dan inflamasi
lainnya.
Intervensi :
1. Kaji TTV ( TD, Nadi, suhu
tubuh dan tanda gejala infeksi lainnya setiap 4 jam)
Rasional : untuk mengetahui tanda
infeksi sedini mungkin
2. Menjelaskan pada pasien
penyebab terjadinya infeksi
Rasional : Pasien mengerti dan
kooperatif tentang penyebab infeksi
3. Tempatkan pada ruang khusus
dan batasi pengunjung
Rasional menghindari atau mengurangi
kontak sumber infeksi, untuk menjaga klien dari agent patogen yang dapat
menyebabkan infeksi
3.
Gangguan
intregritas kulit berhubungan dengan kulit tipis daan rapuh.
Tujuan : Menurunkan resiko terjadinya
lesi/ penurunan integritas pada kulit
Kriteria Hasil : Klien mampu
mempertahankan keutuhan kulit, menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah
kerusakan/cedera kulit.
Intervensi :
1.
Inspeksi
kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular.
Rasional : menandakan area sirkulasi
buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan infeksi.
2.
Pantau
masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.
Rasional : mendeteksi adanya
dehidrasi/hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas
jaringan pada tingkat seluler.
3.
Inspeksi
area tergantung edema.
Rasional : jaringan edema lebih
cenderung rusak/robek.
4.
Berikan
perawatan kulit. Berikan salep atau krim.
Rasional : lotion dan salep mungkin
diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit.
5.
Anjurkan
menggunakan pakaian katun longgar.
Rasional : mencegah iritasi dermal
langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
6.
Kolaborasi
dalam pemberian matras busa.
Rasional : menurunkan tekanan lama pada
jaringan.
4.
Gangguan
citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
Tujuan : klien dapat menerima situasi
dirinya.
Kriteria hasil:
Klien mengungkapkan perasaan dan metode
koping untuk persepsi negatif tentang perubahan penampilan, dan tingkat
aktivitas. Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri.
Intervensi :
1. Kaji
tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan.
Rasional : mengidentifikasi luas
masalah dan perlunya intervensi.
2. Diskusikan
arti perubahan pada pasien.
Rasional : beberapa pasien memandang
situasi sebagai tantangan, beberapa sulit menerima perubahan hidup/penampilan
peran dan kehilangan kemampuan control tubuh sendiri.
3. Anjurkan
orang terdekat memperlakukan pasien secara normal dan bukan sebagai orang
cacat.
Rasional : menyampaikan harapan bahwa
pasien mampu untuk mangatur situasi dan membantu untuk mempertahankan perasaan harga
diri dan tujuan hidup.
3.4 Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat
setelah rencana keperawatan dilakukan sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai
dengan kriteria keberhasilan pada tujuan rencana keparawatan. Dengan demikian
evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan kriteria / susunan rinci ditulis pada
lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R ( Data subyek, Obyek,
Asesment, Implementasi, Evaluasi, Revisi).
DAFTAR PUSTAKA
Ben gray. 2010. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/.
diakses pada tanggal 2 maret 2010 pukul 13.15 WIB
Budiyanto, Carko . 2009 . Cushing
Syndrom. http://medicastore.com/penyakit_kategori/1/index.html.
diakses pada tanggal 9 maret 2010 pukul 16. 30 WIB
De belto, Dasto. 2010. Askep Cushing
Sindrom. http ://dastodebelto.blogspot.com/2010/02/judul-skripsi.html
. diakses pada tanggal 4 maret 2010 pukul 20.30 WIB
Ganong, William F. 1998. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. 17th . Jakarta: EGC.
Guyton, AC. 1997. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. 9th . Jakarta: EGC.
Hadley, Mac E. 2000. Endocrinology.
5th . New Jersey: Prentice Hall, inc.
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita
Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Phatoelisme. 2010. Askep Sindrom
Cushing. http://baioe.wordpress.com/about.
html. diakses pada tanggal 4 maret pukul 20.30 WIB
Sylvia A. Price. 1994. Patofisiolgi
Konsep klinis Proses-Proses Penyakit . Jakarta : EGC
Susanne C. Smeltzer. 1999 . Buku
Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart. Jakarta: EGC