A. LATAR BELAKANG
Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari
glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti
sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus (agen infeksius atau proses penyakit
sistemik yang menyertai) hospes (ginjal) mengenal antigen sebagai benda asing
dan mulai membentuk antibody untuk menyerangnya. Respon peradangan ini
menimbulkan penyebaran perubahan patofisiologis, termasuk menurunnya laju
filtrasi glomerulus (LFG), peningkatan permeabilitas dari dinding kapiler
glomerulus terhadap protein plasma (terutama albumin) dan SDM, dan retensi
abnormal natrium dan air yang menekan produksi renin dan aldosteron (Glassok,
1988; Dalam buku Sandra M. Nettina, 2001).
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula dan
jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit
(paling umum adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari kandung kemih ke
ureter dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis
mencakup obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah,
penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan metabolik (Sandra M. Nettina,
2001).
Penyebab
glomerulonefritis yang lazim adalah streptokokkus beta nemolitikus grup A tipe
12 atau 4 dan 1, jarang oleh penyebab lainnya. Tanda dan gejalanya adalah
hematuria, proteinuria, oliguria, edema, dan hipertensi (Sylvia A. Price dan
Lorraine M. Willson, 2005).
Penyebab
Penyebab pielonefritis yang paling sering adalah Escherichia Coli. Tanda dan gejalanya adalah demam timbul mendadak, menggigil, malaise, nyeri tekan daerah kostovertebral, leukositosis, dan bakteriuria (Sylvia A. Price dan M. Willson, 2005).
Penyebab pielonefritis yang paling sering adalah Escherichia Coli. Tanda dan gejalanya adalah demam timbul mendadak, menggigil, malaise, nyeri tekan daerah kostovertebral, leukositosis, dan bakteriuria (Sylvia A. Price dan M. Willson, 2005).
Berdasarkan
hasil penelitian glomerulonefritis dan pielonefritis lebih sering terjadi pada
anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Karena bentuk uretranya yang
lebih pendek dan letaknya berdekatan dengan anus. Studi epidemiologi
menunjukkan adanya bakteriuria yang bermakna pada 1% sampai 4% gadis pelajar.
5%-10% pada perempuan usia subur, dan sekitar 10% perempuan yang usianya telah
melebihi 60 tahun. Pada hampir 90% kasus, pasien adalah perempuan.
Perbandingannya penyakit ini pada perempuan dan laki-laki adalah 2 : 1.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang asuhan keperawatan glomerulonefritis dan pielonefritis.
1. Tujuan Umum
Menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang asuhan keperawatan glomerulonefritis dan pielonefritis.
2.
Tujuan Khusus
- Agar mampu melakukan pengkajian pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
- Agar mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
- Agar mampu melakukan intervensi pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
- Agar mampu melaksanakan implementasi pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
- Agar mampu melakukan evaluasi pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
- Agar mampu melakukan pengkajian pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
- Agar mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
- Agar mampu melakukan intervensi pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
- Agar mampu melaksanakan implementasi pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
- Agar mampu melakukan evaluasi pada pasien glomerulonefritis dan pielonefritis.
BAB II PEMBAHASAN
I.
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. GLOMERULONEFRITIS
1.
Pengertian
Glomerulonefritis
adalah peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah sekaligus kapiler
ginjal (glomerulus) (Sandra M. Nettina, 2001).
Glomerulonefritis
adalah sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti
pembentukan beberapa antigen (Barbara Engram, 1999).
Glomerulonefritis
akut adalah istilah yang sering secara luas digunakan yang mengacu pada
sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus (Brunner
& Suddarth, 2001).
2.
Etiologi
a.
Kuman streptococcus.
b. Berhubungan dengan penyakit autoimun lain.
c. Reaksi obat.
d. Bakteri.
e. Virus.
(Sandra M. Nettina,2001).
b. Berhubungan dengan penyakit autoimun lain.
c. Reaksi obat.
d. Bakteri.
e. Virus.
(Sandra M. Nettina,2001).
3.
Manifestasi Klinis
a.
Faringitis atau tansiktis.
b. Demam.
c. Sakit kepala.
d. Malaise.
e. Nyeri panggul.
f. Hipertensi.
g. Anoreksia.
h. Muntah.
i. Edema akut.
j. Oliguria, proteinuria, dan urine berwarna cokelat.
(Sandra M. Nettina, 2001).
b. Demam.
c. Sakit kepala.
d. Malaise.
e. Nyeri panggul.
f. Hipertensi.
g. Anoreksia.
h. Muntah.
i. Edema akut.
j. Oliguria, proteinuria, dan urine berwarna cokelat.
(Sandra M. Nettina, 2001).
4.
Patofisiologi
Prokferusi
seluler (peningkatan produksi sel endotel ialah yang melapisi glomerulus).
Infiltrasi leukosit ke glomerulus atau membran basal menghasilkan jaringan
perut dan kehilangan permukaan penyaring. Pada glomerulonefritis ginjal
membesar, bengkak dan kongesti. Pada kenyataan kasus, stimulus dari reaksi
adalah infeksi oleh kuman streptococcus A pada tenggorokan, yang biasanya
mendahului glomerulonefritis sampai interval 2-3 minggu. Produk streptococcus
bertindak sebagai antigen, menstimulasi antibodi yang bersirkulasi menyebabkan
cedera ginjal (Sandra M. Nettina, 2001).
5.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Urinalisis (UA).
b. Laju filtrasi glomerulus (LFG).
c. Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum.
d. Pielogram intravena (PIV).
e. Biopsi ginjal.
f. Titer antistrepsomisin O (ASO).
(Sandra M. Nettina, 2001).
b. Laju filtrasi glomerulus (LFG).
c. Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum.
d. Pielogram intravena (PIV).
e. Biopsi ginjal.
f. Titer antistrepsomisin O (ASO).
(Sandra M. Nettina, 2001).
6.
Penatalaksanaan
a.
Manifestasi diet:
- Pembatasan cairan dan natrium.
- Pembatasan protein bila BUN sangat meningkat.
b. Farmakoterapi
- Terapi imunosupresif seperti agen sitoksit dan steroid untuk glomerulonefritis progresif cepat.
- Diuretik, terutama diuretik loop seperti furosemid (lasix), dan bumex.
- Dialisis, untuk penyakit ginjal tahap akhir.
(Sandra M. Nettina, 2001).
- Pembatasan cairan dan natrium.
- Pembatasan protein bila BUN sangat meningkat.
b. Farmakoterapi
- Terapi imunosupresif seperti agen sitoksit dan steroid untuk glomerulonefritis progresif cepat.
- Diuretik, terutama diuretik loop seperti furosemid (lasix), dan bumex.
- Dialisis, untuk penyakit ginjal tahap akhir.
(Sandra M. Nettina, 2001).
7.
Komplikasi
a.
Hipertensi.
b. Dekopensasi jantung.
c. GGA (Gagal Ginjal Akut).
(Sandra M. Nettina, 2001).
b. Dekopensasi jantung.
c. GGA (Gagal Ginjal Akut).
(Sandra M. Nettina, 2001).
B. PIELONEFRITIS
1.
Pengertian
Pielonefritis
merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstinal
dari salah satu atau kedua ginjal ( Brunner & Suddarth, 2002).
Pielonefritis
merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau
retrograd aliran ureterik (J.C.E. Underwood, 2007).
2.
Etiologi
a.
Bakteri (Escherichia Coli, Klebsiella Pneumoniac, Streptococcus Fecalis).
b. Obstruksi urinari track.
c. Refluks.
d. Kehamilan.
e. Kencing manis.
f. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk melawan infeksi.
(Barbara Engram, 1988).
3. Manifestasi Klinis
b. Obstruksi urinari track.
c. Refluks.
d. Kehamilan.
e. Kencing manis.
f. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk melawan infeksi.
(Barbara Engram, 1988).
3. Manifestasi Klinis
Gejala
yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba, kemudian dapat disertai
menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual dan muntah (Barbara Engram, 1988).
4.
Patofisiologi
Bakteri
naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra.
Flora normal fekal seperti E. Coli, Streptococcus Fecali, Pseudomonas
Aeruginosa, dan Staphilococcus Aureus adalah bakteri paling umum yang
menyebabkan pielonefritis akut, E. Coli menyebabkan sekitar 85% infeksi. Pada
pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim.
Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kulit dan pelvis ginjal juga
akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghasilkan fibrosis dan scarring
pielonefritis kronik muncul setelah periode berulang dari pielonefritis akut.
Ginjal mengalami perubahan degeneratik dan menjadi kecil serta atrophic. Jika
destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal (Barbara Engram,
1988).
5.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Whole Blood.
b. Urinalisis.
c. USG dan Radiologi.
d. BUN.
e. Kreatinin.
f. Serum Selectrolytes.
(Barbara Engram, 1988).
b. Urinalisis.
c. USG dan Radiologi.
d. BUN.
e. Kreatinin.
f. Serum Selectrolytes.
(Barbara Engram, 1988).
6.
Komplikasi
a. Nekrosis papila ginjal.
b. Fionefrosis.
c. Abses perinefrit.
(Barbara Engram, 1988).
7. Penatalaksanaan
a. Nekrosis papila ginjal.
b. Fionefrosis.
c. Abses perinefrit.
(Barbara Engram, 1988).
7. Penatalaksanaan
a.
Terapi antimikroba spesifik organisme:
- Biasanya dimulai segera untuk mencakup prevalen patogen gram negatif, kemudian disesuaikan berdasarkan hasil kultur urine.
- Pengobatan dilakukan 2 minggu atau lebih.
b. Pengobatan pasien rawat inap dengan terapi antimikroba parenteral jika pasien tidak dapat mentoleransi asupan oral dan mengalami dehidrasi atau penyakit akut.
c. Drainase perkutan atau terapi antibiotik yang lama diperlukan untuk mengobati abses renal atau abses perinefrik.
(Barbara Engram, 1988).
- Biasanya dimulai segera untuk mencakup prevalen patogen gram negatif, kemudian disesuaikan berdasarkan hasil kultur urine.
- Pengobatan dilakukan 2 minggu atau lebih.
b. Pengobatan pasien rawat inap dengan terapi antimikroba parenteral jika pasien tidak dapat mentoleransi asupan oral dan mengalami dehidrasi atau penyakit akut.
c. Drainase perkutan atau terapi antibiotik yang lama diperlukan untuk mengobati abses renal atau abses perinefrik.
(Barbara Engram, 1988).
pengkajian dan askep silahkan klik di bawah...!!!!!!!!!!