FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
IMUNISASI
1. Status imun penjamu
- Adanya antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi, misalnya: (1.Campak pada bayi; 2.Kolostrum ASI – Imunoglobulin A polio)
- Maturasi imunologik : neonatus fungsi makrofag, kadar komplemen,
- Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen kurang, hasil vaksinasi ditunda sampai umur 2 tahun.
- Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi.
- Frekuensi penyakit : dampaknya pada neonatus berat imunisasi dapat diberikan pada neonatus.
- Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang.
2. Genetik
- Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu baik, cukup, rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak 100%.
3. Kualitas vaksin
1. Cara
pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan
sistemik.
2. Dosis
vaksin (1.Tinggi hambatan respon, menimbulkan efek samping; 2.Jika rendah, maka
tidak merangsang sel imunokompeten)
3. Frekuensi
pemberian. Respon imun sekunder Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi
produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian
mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada
saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, sedangkan antigen dinetralkan oleh
antibodi spesifik maka tidak merangsang sel imunokompeten.
4. Ajuvan (1.Zat yang meningkatkan respon imun
terhadap antigen; 2.Mempertahankan antigen agar tidak cepat hilang;
3.Mengaktifkan sel imunokompeten)
5. Jenis
vaksin. Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.
6. Kandungan
vaksin (1.Antigen virus; 2.Bakteri; 3.Vaksin yang dilemahkan seperti polio,
campak, BCG.; 4.Vaksin mati : pertusis.; 5.Eksotoksin : toksoid, difteri,
tetanus.; 6.Ajuvan : persenyawaan aluminium.; 7.Cairan pelarut : air, cairan
garam fisiologis, kultur jaringan, telur.)
KONTRAINDIKASI IMUNISASI
1. Analfilaksis
atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan
kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam
dan panas lebih
dari 38oC merupakan kontraindikasi pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak.
2. Jangan berikan vaksin BCG kepada
bayi yang menunjukkan tanda dan gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.
3. Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi
kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu
kembali lagi ketika bayi sudah sehat. (Proverawati, 2010)
MITOS-MITOS IMUNISASI
- Usia dan pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pemberian imunisasi akibat kurangnya pemahaman terhadap imunisasi. Dan di masyarakat sering terdengar pendapat yang salah mengenai imunisasi. Tidak jarang dijumpai orang tua yang ragu atau bahkan menolak imunisasi dengan berbagai alasan. Ketakutan atau penolakan imunisasi mungkin berdasarkan pandangan religi, filosofis tertentu, anggapan imunisasi sebagai intervensi pemerintah.
- Keraguan tentang manfaat dan keamanan imunisasi perlu ditanggapi secara aktif. Apabila orang tua mendapat jawaban akurat dan informasi yang benar, maka orang tua dapat membuat keputusan yang benar tentang imunisasi. (IDAI, 2008)
- Mitos-mitos imunisasi yang sering dijumpai :
1. Vaksin MMR (meales, mumps dan
rubella) bisa menyebabkan anak autis.
- Tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan perkembangan autis, ini sudah dibuktikan melalui penelitian ilmiah. Biasanya gejala autis pertama kali terlihat saat bayi berusia 12 sampai 18 bulan, dimana hamper bersamaaan dengan diberikannya vaksin MMR. Kebanyakan autis disebabkan oleh faktor genetik, jadi jangan takut untuk memberikan vaksin MMR pada anak.
2. Terlalu banyak vaksin akan
membebani system imun.
- Mitos ini tidak benar, karena meskipun jumlah suntikan vaksin meningkat tapi jumlah antigen telah menurun. Selain itu sistem imun manusia memberikan respon terhadap ratusan antigen dalam kehidupan setia hari. Berbagai penelitian tidak memperlihatkan meningkatnya penyakit infeksi setelah adanya imunisasi.
3. Lebih baik memberi natural
infeksi dibandingkan dengan vaksinasi.
- Mitos ini tidak benar. Suatu penyakit bisa mengakibatkan kematian serta kecacatan yang permanen, dan dengan melakukan vaksinasi dapat memberikan perlindungan tanpa efek samping yang berat.
4. Sesudah imunisasi tidak akan
tertular penyakit tersebut.
- Tidak ada vaksinasi yang memberikan perlindungan terhadap suatu penyakit secara 100%. Bayi atau anak yang telah melakukan imunisasi masih ada kemungkinan yang sangat kecil untuk bisa tertular penyakit tersebut, namun akan jauh lebih ringan dibandingkan dengan anak yang tidak diimunisasi. Sehingga kemungkinan untuk bisa sembuh jauh lebih besar.
5. Imunisasi dapat menyebabkan
penyakit yang seharusnya dicegah dengan vaksin tersebut.
- Hal ini tidak benar, mustahil anak memperoleh penyakit dari imunisasi yang dibuat dari kuman mati atau dilemahkan. Imunisasi yang dibuat dari kuman hidup dan dilemahkan termasuk imunisasi campak, Gabak (rubella), gondong, cacar air, BCG dan polio.
6. Imunisasi sepertinya tidak
efektif 100%, sia-sia saja anak diberlakukan imunisasi.
- Fakta : jarang ada keberhasilan 100% di dunia kesehatan. Namun, kini imunisasi yang diberikan 85-99% berhasil merangsang tubuh membuat antibodi. Lebih baik bayi menangis 1 menit karena disuntik imunisasi daripada anak meninggal karena difteri, tetanus, campak atau penyakit lain dalam kategori imunisasi.
7. Mungkin anak akan menderita
reaksi terhadap imunisasi yang menyakiti.
- Reaksi umum terhadap imunisasi ringan saja seperti demam, kemerahan dan rasa sakit pada tempat suntikan, ruam ringan. Jarang sekali terjadi kejang-kejang atau reaksi alergi berat.
8. Anak tidak perlu imunisasi
asalkan dia sehat, aktif, dan makan cukup banyak yang bergizi.
- Imunisasi diberikan untuk menjaga anak tetap sehat, bukan memberi sehat. Tujuan imunisasi adalah melindungi tubuh sebelum diserang penyakit. Saat yang paling tepat memberikan vaksin adalah saat anak sehat.
9. Pada seri vaksinasi, apabila
seri satu kali terlambat, seri harus dimulai lagi dari semula.
- Hal ini tidak benar. Kalau anak tidak diberi vaksinasi pada saat dijadwalkan, memang dia kurang dilindungi terhadap penyakit. Akan tetapi seri vaksinasi tidak perlu diulang dari semula. Vaksinasi yang terlambat diberi saja dan jadwal dimulai lagi dari tahap itu, bukan dari semula.
- Oleh karena itu, jangn langsung percaya terhadap semua kabar burung yang beredar mengenai imunisasi, sebaiknya cari tahu penjelasannya melalui situs-situs ilmiah di internet atau berkonsultasi dengan dokter. (Proverawati, 2010)