BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Identitas
1. Nama pasien
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Suku /Bangsa
5. Pendidikan
6. Pekerjaan
7. Alamat
8. Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul
adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Peritinotis dapat terjadi pada
seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali terkontaminasi
material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan
sirosis hepatis dengan asites.
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Seseorang dengan peritonotis pernah
ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi yang tidak steril dan
akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
1. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak
diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh bakterial primer,
seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.
1. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernafasan (B1)
Pola nafas irregular (RR>
20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta menggunakan otot
bantu pernafasan.
1. Sistem kardiovaskuler (B2)
Klien mengalami takikardi karena
mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit.
Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik,
hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat.
1. Sistem Persarafan (B3)
Klien dengan peritonitis tidak
mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran.
1. Sistem Perkemihan (B4)
Terjadi penurunan produksi urin.
1. Sistem Pencernaan (B5)
Klien akan mengalami anoreksia dan
nausea. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis organ visceral (seperti
obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi
distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun
(<12x/menit).
1. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
(B6)
Penderita peritonitis mengalami
letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi
terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun
akibat kekurangan volume cairan.
G. Pengkajian Psikososial
Interaksi sosial menurun terkait
dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering dilakukan.
H. Personal Hygiene
Kelemahan selama aktivitas perawatan
diri.
1. Pengkajian Spiritual
2. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan
Laboratorium
1. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan
infeksi intra abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL)
dengan adanya pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count.
Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan beberapa
tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak
ditemukan atau malah leucopenia
2. PT, PTT dan INR
3. Test fungsi hati jika diindikasikan
4. Amilase dan lipase jika adanya
dugaan pancreatitis
5. Urinalisis untuk mengetahui adanya
penyakit pada saluran kemih (seperti pyelonephritis, renal stone disease)
6. Cairan peritoneal, cairan peritonitis
akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH dan glukosa yang rendah serta
peningkatan protein dan nilai LDH
2) Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos
2. USG
3. CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan,
indium In 111–labeled autologous leucocyte scan, technetium Tc 99m-iminoacetic
acid derivative scan).
4. Scintigraphy
5. MRI
Pemeriksaan radiologis merupakan
pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan
abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu:
1. Tiduran telentang (supine), sinar
dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP).
2. Duduk atau setengah duduk atau
berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral
decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan
memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya.
Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35 x 43 cm. Sebelum terjadi
peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif
maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara
lain:
1. Posisi tidur, untuk melihat
distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang
diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dnding
usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance).
2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid
level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga
gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak
tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran
yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3. Posisi setengah duduk atau berdiri.
Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step ladder
appearance. Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya
distensi usus partial, air fluid level, dan herring bone appearance.
Sedangkan pada ileus paralitik
didapatkan gambaran radiologis yaitu:
1. Distensi usus general, dimana
pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang-kadang susah membedakan anatara
intestinum tenue yang melebar atau intestinum crassum.
2. Air fluid level.
3. Herring bone appearance.
Bedanya dengan ileus obstruktif:
pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid level ada yang pendek-pendek (usus
halus) dan panjang-panjang (kolon) karena diameter lumen kolon lebih lebar
daripada usus halus. Ileus obstruktif bila berlangsung lama dapat menjadi ileus
paralitik.
Pada kasus peritonitis karena
perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos abdomen. Gambaran akan
lebih jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Gambaran radiologis peritonitis
karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi.
Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau
karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah:
1. Posisi tiduran, didapatkan
preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen.
2. Posisi duduk atau berdiri,
didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit (semilunair shadow).
3. Posisi LLD, didapatkan free air
intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi. Letaknya antara hati
dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.
3) X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi
(anterior, posterior, lateral), didapatkan :
1. Illeus merupakan penemuan yang tak
khas pada peritonitis.
2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
3. Udara bebas dalam rongga abdomen
terlihat pada kasus perforasi.
3.2 Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan proses
inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan
dengan trauma jaringan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan volume cairan aktif.
5. Ketidakefektifan pola nafas b.d
penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi abdomen dan menghindari nyeri.
6. Ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan.
3.3 Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan proses
inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
Tujuan: Nyeri klien berkurang
Kriteria hasil :
1. Laporan nyeri hilang/terkontrol
2. Menunjukkan penggunaan ketrampilan
relaksasi.
3. Metode lain untuk meningkatklan
kenyamanan
Intervensi Keperawatan
Tindakan/Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Selidiki laporan nyeri, catat
lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan karakteristiknya (dangkal, tajam,
konstan)
1. Pertahankan posisi semi Fowler
sesuai indikasi
1. Berikan tindakan kenyamanan,
contoh pijatan punggung, napas dalam, latihan relaksasi atau visualisasi.
1. Berikan perawatan mulut dengan
sering. Hilangkan rangsangan lingkunagan yang tidak menyenangkan
|
1. Perubahan pada lokasi/intensitas
tidak umum tetapi dapat menunjukkan terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung
menjadi konstan, lebih hebat, dan menyebar ke atas, nyeri dapat lokal bila
terjadi abses.
2. Memudahkan drainase cairan/luka
karena gravutasi dan membantu meminimalkan nyeri karena gerakan.
3. Meningkatkan relaksasi dan mungkin
meningkatkan kemampuan koping pasien denagn memfokuskan kembali perhatian.
4. Menurunkan mual/muntah yang dapat
meningkatkan tekanan atau nyeri intrabdomen.
|
Kolaborasi:
Berikan
obat sesuai indikasi:
1. Analgesik, narkotik
2. Antiemetik, contoh hidroksin
(Vistaril)
3. Antipiretik, contoh asetaminofen
(Tylenol)
|
Menurunkan
laju metabolik dan iritasi usus karena toksin sirkulasi/lokal, yang membantu
menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.
Catatan:
Nyeri biasanya berat dan memerlukan pengontrol nyeri narkotik, analgesik
dihindari dari proses diagnosis karena dapat menutupi gejala.
Menurunkan
mual/munta, yang dapt meningkatkan nyeri abdomen
Menurunkan
ketidaknyamanan sehubungan dengan demam atau menggigil.
|
\is
1. Risiko tinggi infeksi berhubungan
dengan trauma jaringan.
Tujuan: Mengurangi infeksi yang
terjadi, meningkatkan kenyamanan pasien.
Kriteria hasil:
1. Meningkatnya penyembuhan pada
waktunya, bebas drainase purulen atau eritema, tidak demam.
2. Menyatakan pemahaman penyebab
individu / faktor resiko.
Intervensi Keperawatan:
Tindakan Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Catat faktor risiko individu
contoh trauma abdomen, apendisitis akut, dialisa peritoneal.
2. Kaji tanda vital dengan sering, catat
tidak membaiknya atau berlanjutnya hipotensi, penurunan tekanan nadi,
takikardia, demam, takipnea.
3. Catat perubahan status mental
(contoh bingung, pingsan).
1. Catat warna kulit, suhu,
kelembaban.
1. Awasi haluaran urine.
1. Pertahankan teknik aseptik ketat
pada perawatan drein abdomen, luka insisi/terbuka, dan sisi invasif.
Bersihkan dengan Betadine atau larutan lain yang tepat kemudia bilas dengan
PZ.
2. Observasi drainase pada luka.
1. Pertahankan teknik steril bila
pasien dipasang kateter, dan berikan perawatan kateter/ atau kebersihan
perineal rutin.
2. Awasi/batasi pengunjung dan staf
sesuai kebutuhan. Berikan perlindungan isolasi bila diindikasikan.
|
1. Mempengaruhi pilihan intervensi
1. Tanda adanya syok septik,
endotoksin sirkulasi menyebabkan vasodilatasi, kehilangan cairan dari
sirkulasi, dan rendahnya status curah jantung.
2. Hipoksemia, hipotensi, dan
asidosis dapat menyebabkan penyimpangan status mental.
3. Hangat, kemerahan, kulit kering
adalah tanda dini septikemia. Selanjutnya manifestasi termasuk dingin, kulit
pucat lembab dan sianosis sebagai tanda syok.
4. Oliguria terjadi sebagai akibat
penurunan perfusi ginjal, toksin dalam sirkulasi mempengaruhi antibiotik.
5. Mencegah meluas dan membatasi
penyebaran organisme infektif/kontaminasi silang.
1. Memberikan informasi tentang
status infeksi.
2. Mencegah penyebaran, membatasi
pertumbuhan bakteri pada traktus urinarius.
1. Menurunkan resiko terpajan
pada/menambah infeksi sekunder pada pasien yang mengalami tekanan imun.
|
Kolaborasi:
1. Ambil contoh/awasi hasil
pemeriksaan seri darah, urine, kultur luka.
1. Bantu dalam aspirasi peritoneal,
bila diindikasikan.
1. Berikan antibiotik, contoh
gentacimin (Garamycyin), amikasin (amikin), Klindamisin (Cleocin). Lavase
pritoneal/IV
1. Siapkan untuk intervensi bedah
bila diindikasikan
|
1. Mengidentifikasikan mikroorganisme
dan membantu dalam mengkaji keefektifan prigram antimikrobial.
2. Dilakukan untuk membuang cairan
dan untuk mengidentifikasi organisme infeksi sehingga tetapi antibiotik yang
tepat dapat diberikan.
3. Terapi ditujukan pada bakteri
anaerob dan basil aerob gram negatif.Lavase dapat digunakan untuk membuang
jaringan nekrotik dan mengobati inflamasi yang terlokalisasi/menyebar dengan
buruk.
4. Pengobatan pilihan (kuratif) pada
peritonitis akut atau lokal, contoh untuk drainase abses lokal, membuang
eksudat peritoneal, membuang rupturapendiks/kandung empedu, mengatasi
perforasi ulkus, atau reseksi usus.
|
1. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan nafsu makan dapat timbul kembali dan status nutrisi
terpenuhi.
Kriteria Hasil:
1. Status nutrisi terpenuhi
2. Nafsu makan klien timbul kembali
3. Berat badan normal
4. Jumlah Hb dan albumin normal
Intervensi Keperawatan :
Tindakan Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Awasi haluan selang NG, dan catat
adanya muntah atau diare.
1. Timbang berat badan tiap hari.
1. Auskultasi bising usus, catat
bunyi tak ada atau hiperaktif.
1. Catat kebutuhan kalori yang
dibutuhkan.
2. Monitor Hb dan albumin
1. Kaji abdomen dengan sering untuk
kembali ke bunyi yang lembut, penampilan bising usus normal, dam kelancaran
flatus.
|
1. Jumlah besar dari aspirasi gaster
dan muntah atau diare diduga terjadi obstruksi usus, memerlukan
evaluasi lanjut.
2. Kehilangan atau peningkatan dini
menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada defisit
nutrisi.
3. Meskipun bising usus sering tak
ada, inflamasi atau iritasi usus
dapat
menyertai hiperaktivitas usus, penurunan absorpsi air dan diare.
4. Adanya kalori (sumber energi) akan
mempercepat proses penyembuhan.
5. Indikasi adekuatnya protein untuk
sistem imun.
6. Menunjukan kembalinya fungsi usus
ke normal
|
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemasangan NGT jika
klien tidak dapat makan dan minum peroral.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
diet.
1. Berikan informasi tentang
zat-zat makanan yang sangat penting bagi keseimbangan metabolisme
tubuh
|
1. Agar nutrisi klien tetap
terpenuhi.
1. Tubuh yang sehat tidak mudah untuk
terkena infeksi (peradangan).
2. Klien dapat berusaha untuk
memenuhi kebutuhan makan dengan makanan yang bergizi.
3. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
|
Tujuan: Mengidentifikasi intervensi
untuk memperbaiki keseimbangan cairan dan meminimalisir proses peradangan untuk
meningkatkan kenyamanan.
Kriteria hasil:
1. Haluaran urine adekuat dengan berat
jenis normal,
2. Tanda vital stabil
3. Membran mukosa lembab
4. Turgor kulit baik
5. Pengisian kapiler meningkat
6. Berat badan dalam rentang normal.
Intervensi keperawatan:
Tindakan Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Pantau tanda vital, catat adanya
hipotensi (termasuk perubahan postural), takikardia, takipnea, demam. Ukur
CVP bila ada.
2. Pertahankan intake dan output yang
adekuat lalu hubungkan dengan berat badan harian.
3. Rehidrasi/ resusitasi cairan
1. Ukur berat jenis urine
1. Observasi kulit/membran mukosa
untuk kekeringan, turgor, catat edema perifer/sacral.
2. Hilangkan tanda bahaya/bau dari
lingkungan. Batasi pemasukan es batu.
3. Ubah posisi dengan sering berikan
perawatan kulit dengan sering, dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas
lipatan.
|
1. Membantu dalam evaluasi derajat
defisit cairan/keefektifan penggantian terapi cairan dan respons terhadap
pengobatan.
2. Menunjukkan status hidrasi
keseluruhan.
1. Untuk mencukupi kebutuhan cairan
dalam tubuh (homeostatis).
2. Menunjukkan status hidrasi dan
perubahan pada fungsi ginjal.
3. Hipovolemia, perpindahan cairan,
dan kekurangan nutrisi mempeburuk turgor kulit, menambah edema jarinagan.
4. Menurunkan rangsangan pada
gaster dan respons muntah.
1. Jaringan edema dan adanya gangguan
sirkulasi cenderung merusak kulit
|
Kolaborasi:
1. Awasi pemerikasaan laboratorium,
contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin.
2. Berikan plasma/darah, cairan,
elektrolit.
1. Pertahankan puasa dengan aspirasi
nasogastrik/intestinal
|
1. Memberikan informasi tentang
hidrasi dan fungsi organ.
1. Mengisi/mempertahankan volume
sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. Koloid (plasma, darah) membantu
menggerakkan air ke dalam area intravaskular dengan meningkatkan tekanan
osmotik.
2. Menurunkan hiperaktivitas usus dan
kehilangan dari diare.
|
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d
penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi abdomen dan menghindari nyeri.
Tujuan: Pola nafas efektif, ditandai
bunyi nafas normal, tekanan O2 dan saturasi O2 normal.
Kriteria Hasil:
1. Pernapasan tetap dalam batas normal
2. Pernapasan tidak sulit
3. Istirahat dan tidur dengan tenang
4. Tidak menggunakan otot bantu napas
Intervensi Keperawatan:
Tindakan
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Pantau hasil analisa gas darah dan
indikator hipoksemia: hipotensi, takikardi, hiperventilasi, gelisah, depresi
SSP, dan sianosis.
1. Auskultasi paru untuk mengkaji
ventilasi dan mendeteksi komplikasi pulmoner.
2. Pertahankan pasien pada posisi
semifowler.
1. Berikan O2 sesuai program
|
1. Indikator hipoksemia; hipotensi,
takikardi, hiperventilasi, gelisah, depresi SSP, dan sianosis penting untuk
mengetahui adanya syok akibat inflamasi (peradangan).
2. Gangguan pada paru (suara nafas
tambahan) lebih mudah dideteksi dengan auskultasi.
3. Posisi membantu memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan, ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk
dikeluarkan.
4. Oksigen membantu untuk bernafas
secara optimal.
|
1. Ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan.
Tujuan: Mengurangi ansietas klien
Kriteria hasil:
1. Mengakui dan mendiskusikan masalah
2. Penampilan wajah tampak rileks
3. Mampu menerima kondisinya
Intervensi:
Tindakan/Intervensi
|
Rasional
|
1. Evaluasi tingkat pemahaman
klien/orang terdekat tentang diagnosa.
1. Akui rasa takut/masalah klien dan
dorong mengekspresikan perasaan.
1. Berikan kesempatan untuk bertanya
dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa klien dan perawat mempunyai pemahaman
yang sama.
2. Terima penyangkalan klien tetapi
jangan dikuatkan.
1. Catat komentar perilaku yang
menunjukkan menerima dan/atau mengurangi strategi efektif menerima situasi
2. Libatkan klien/orang terdekat
dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan pengobatan.
1. Berikan kenyamanan fisik klien
2. Pasien dan orang terdekat
mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada
gambaran diri dan pola hidup.
3. Dukungan memampukan klien mulai
membuka/menerima kenyataan infeksi peritonium dan pengobatannya. Klien
mungkin perlu waktu untuk mengidentifikasi perasaan maupun
mengekspresikannya.
4. Membuat kepercayaan dan menurunkan
kesalahan persepsi/interpretasi terhadap informasi.
|
1. Bila penyangkalan ekstem atau
ansietas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi itu klien perlu
dijelaskan dan membuka cara penyelesaiannya.
2. Takut/ansietas menurun klien mulai
menerima secara positif kenyataan dan memiliki kemauan untuk ‘hidup lagi’.
3. Dapat membantu memperbaiki
beberapa perasaan kontrol/kemandirian pada klien yang merasa tak berdaya
dalam menerima diagnosa dan pengobatan
4. Klien sulit berfikir dengan baik
bila berada dalam kondisi yang tidak nyaman
|