Pemantauan perkembangan motorik halus anak adalah hal
penting untuk mengetahui penyimpangan secara dini sehingga diperlukan upaya
pencegahan, upaya stimulasi, dan upaya penyembuhan dan pemulihan dalam
pelayanan kesehatan anak. Upaya tersebut dilakukan sesuai umur perkembangan
anak sehingga dapat tercapai kondisi optimal. Pada umumnya terdapat pola-pola
tertentu dalam perkembangan anak, namun pada hakikatnya perkembangan pada
masing-masing anak adalah unik dan bersifat individu. Akibatnya tidak mungkin
untuk mengukur perkembangan anak secara keseluruhan, namun yang dapat diukur
hanyalah gejala / tanda-tanda tertentu dari perkembangan anak (Sachrin (1996)
dalam Hidayat (2008).
Kegiatan pemantauan perkembangan motorik halus anak dapat
dilakukan di pusat pelayanan kesehatan seperti puskesmas, posyandu atau bahkan
di lingkungan keluarga. Pemantauan yang dilakukan di pusat-pusat pelayanan
kesehatan dapat dilakukan menggunakan skirining perkembangan menurut DENVER II
(Denver Developmental Screening test /DDST II), di dalam DDST (deteksi
perkembangan) ini mencakup empat aspek menurut Frankerburg (1981) yang dikutip
oleh Soetjiningsih (1995) Empat aspek tersebut salah satunya adalah
perkembangan motorik halus.
Dalam penilaian status perkembangan anak dengan DDST II ada
beberapa hal yang harus dipersiapkan terlebih dahulu, antara lain peralatan
yang digunakan dan prosedur cara penilaian. Peralatan yang digunakan adalah
spidol warna atau pensil dan skala DDST II. Sementara itu prosedur dapat
dilakukan dengan urutan sebagai berikut, yaitu menentukan usia anak, memberi
garis atau tanda pada usia anak dan tarik atas dan bawah pada skala DDST II,
melakukan penilaian tingkat pencapaian pada masing-masing komponen (motorik
halus, motorik kasar, personal social, dan bahasa) pada batasan usia yang
ditentukan, dan menentukan hasil penilaian sebagai berikut. Hasil penilaian
berdasarkan DDST II dibedakan atas pertumbuhan anak terlambat (abnormal)
apabila terdapat 2 keterlambatan / lebih pada 2 sektor atau bila 1 sektor
didapat lebih dari 2 keterlambatan ditambah 1 sektor atau lebih terdapat 1
keterlambatan, dan pertumbuhan meragukan apabila dalam 1 sektor terdapat 2
keterlambatan atau lebih didapat 1 keterlambatan. Selain itu juga dengan
menentukan ada tidaknya keterlambatan pada masing-masing sektor bila menilai
setiap sektor (tidak menyimpulkan ganngguan perkembangan secara keseluruhan).
Sementara itu pemantauan yang dilakukan di posyandu dan lingkungan keluarga
misalnya dengan menggunakan kartu perkembangan anak dan menggunakan keluarga
balita.
Berdasarkan buku pedoman Deteksi Tumbuh Kembang yang disusun
oleh Departemen Kesehatan tersebut, tes perkembangan yang dapat dilakukan
adalah Kuesioner Pra Skirining. Tes KPSP hanya ditujukan pada orang tua dan
diperguankan sebagai alat untuk melakukan skrining pendahuluan untuk
perkembangan anak usia 3 bulan sampai 6 tahun. Pertanyaan dalan KPSP harus
dijawab dengan ‘ya’ atau ‘tidak’ oleh orang tua. Setelah semua pertanyaan
dijawab, selanjutnya hasil KPSP dinilai dengan criteria sebagai berikut, yaitu
apabila jawaban ‘ya’ berjumlah 9-10, berarati anak tersebut normal
(perkembangan baik), dan apabila jawaban ‘ya’ kurang dari 9, maka perlu
diteliti lebih lanjut mengenai apakah cara menghitung usia dan kelompok
pertanyaaanya sudah sesuai,atau kesesuaian jawaban orang tua dengan maksud
pertanyaan. Apabila ada kesalahan, maka pemeriksaan harus diulang. Apabila
setelah diteliti, jawaban ‘ya’ berjumlah 7-8, berarti hasilnya adalah meragukan
dan perlu diperiksa ulang 1 minggi kemudian. Apabila jawaban ‘ya’ berjumlah 6
atau kurang, berarti hasilnya kurang atau positif untuk perlu dirujuk guna
pemerikasaan lebih lanjut.