askep hypertiroid

askep hypertiroid

BAB I
PENDAHULUAN
 
1.1 Latar Belakang
Kelainan tiroid merupakan kelainan endokrin tersering kedua yang ditemukan selama kehamilan. Berbagai perubahan hormonal dan metabolik terjadi selama kehamilan, menyebabkan perubahan kompleks pada fungsi tiroid maternal. Hipertiroid adalah kelainan yang terjadi ketika kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan dari kebutuhan tubuh. Wanita hamil dengan eutiroid memunculkan beberapa tanda tidak spesifik yang mirip dengan disfungsi tiroid sehingga diagnosis klinis sulit ditegakkan. Sebagai contoh, wanita hamil dengan eutiroid dapat menunjukkan keadaan hiperdinamik seperti peningkatan curah jantung, takikardi ringan, dan tekanan nadi yang melebar, suatu tanda-tanda yang dapat dihubungkan dengan keadaan hipertiroid.
Disfungsi tiroid autoimun umumnya menyebabkan hipertiroidisme dan hipotiroidisme pada wanita hamil. Kelainan endokrin ini sering terjadi pada wanita muda dan dapat mempersulit kehamilan, demikian pula sebaliknya. Penyakit Graves terjadi sekitar lebih dari 85 % dari semua kasus hipertiroid, dimana Tiroiditis Hashimoto adalah yang paling sering untuk kasus hipotiroidisme. Tiroiditis postpartum adalah penyakit tiroid autoimun yang terjadi selama tahun pertama setelah melahirkan. Penyakit ini memberikan gejala tirotoksikosis transien yang diikuti dengan hipotiroidisme yang biasanya terjadi pada 8-10% wanita setelah bersalin.
1.2 Rumusan Masalah
1.    Apa definisi hipertiroid ?
2.    Apa penyebab hipertiroid ?
3.    Klasifikasi tentang hipertiroid
1.3 Tujuan Penulisan
1.    Mengetahui definisi hipertiroid
2.    Mengetahui penyebab dari hipertiroid
1.4 Manfaat Penulisan
1.    Mahasiswa mampu menjelaskan tentang hipertiroid
2.    Mahasiswa patofisiologi dan pathogenesis hipertiroid
3.    Menjelaskan komplikasi yang timbul dari penyakit hipertiroid

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Dan Fisiologi Tiroid
2.1.1   Anatomi
Kelenjar tiroid terdiri dari lobus kanan dan kiri dimana kedua lobus tersebut dihubungkan oleh istmus. Kelenjar ini terdapat pada bagian inferior trakea dan beratnya diperkirakan 15-20 gram. Lobus kanan bisasanya lebih besar dan lebih vascular dibandingkan lobus kiri. Kelenjar ini kaya akan pembuluh darah dengan aliran darah 4-6 ml/menit/gram. Pada keadaaan hipertiroid, aliran darah dapat meningkat sampai 1 liter/menit/gram sehingga dapat didengar menggunakan stetoskop yang disebut bruit.Kelenjar tiroid mendapatkan persarafan adrenergik dan kolinergik yang berasal dari ganglia servikal dan saraf vagus. Kedua system saraf ini mempengaruhi aliran darah pada kelenjar tiroid yang akan mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid seperti TSH dan iodid.
Selain itu, serabut saraf adrenergik mencapai daerah folikel sehingga persarafan adrenergik diduga mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid secara langsung. Folikel atau acini yang berisi koloid merupakan unit fungsional kelenjar tiroid. Dinding folikel dilapisi oleh sel kuboid yang merupakan sel tiroid dengan ukuran bervariasi tergantung dari tingkat stimulasi pada kelenjar. Sel akan berbentuk kolumner bila dalam keadaaan aktif, dan berbentuk kuboid bila dalam keadaan tidak aktif. Setiap 20-40 folikel dibatasi oleh jaringan ikat yang disebut septa yang akan membentuk lobulus. Di sekitar folikel terdapat sel parafolikuler atau sel C yang menghasilkan hormon kalsitonin. Di dalam lumen folikel, terdapat koloid dimana tiroglobulin yang merupakan suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh sel tiroid yang akan disimpan.
Kelenjar tiroid memelihara tingkat metabolisme dari sebagian besar sel dalam tubuh dengan menghasilkan dua hormon tiroid di dalam sel folikelnya, yaitu triiodothyronin (T3) dan tetraiodohyronin (T4) atau tirosin. Iodin (I2) memilki berat atom sebesar 127 dan berat molekulnya 254. T4 memilki berat molekul sebesar 777 Dalton yang 508 didalamya merupakan iodida. Hormon tiroid sangat penting dalam perkembangan saraf normal, pertumbuhan tulang, dan pematangan seksual. Sel parafolikel yang disebut sel C berada di dekat sel folikuler yang menghasilkan suatu hormon polipeptida, kalsitonin.
2.1.2   Fisiologi
Hormon tiroid adalah hormon amina yang disintesis dan dilepaaskan dari kelenjar tiroid. Hormon ini dibentuk ketika satu atau dua molekul iodin disatukan dengan glikoprotein besar yang disebut tiroglobulin, yang disintesis di kelenjar tiroid dan mengandung asam amino tirosin. Kompleks yang mengandung iodin ini disebut iodotirosin. Dua iodotirosin kemudian menyatu untuk membentuk dua jenis HT yang bersirkulasi, disebut T3 dan T4. T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodin yang dikandungnya (3 untuk T3 dan 4 untuk T4). Sebagian besar (90%) HT yang dilepaskan dalam aliran darah adalah T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih poten. Melalui hati dan ginjal, kebanyakan T4 diubah menjadi T3. T3 dan T4 dibawa kesel targetnya dalam darah yang berikatan dengan protein plasma, namun masuk kesel sebagai hormon bebas. T3 dan T4 secara kolektif disebut sebagai TH.
Sel target untuk TH adalah hampir semua sel tubuh. Efek primer TH adalah menstimulasi laju metabolisme semua sel target dengan meningkatkan metabolisme protein, lemak dan kerbohidrat. TH juga tampak menstimulasi kecepatan pompa natrium-kalium disel targetnya. Kedua fungsi bertujuan meningkatkan penggunaan energi oleh sel sehingga meningkatkan laju metabolisme basal (BMR), membakar kalori, meningkatkan panas oleh setiap sel.
Hormon tiroid juga meningkatkan sensitivitas sel target terhadap katekolamin sehingga meningkatkan frekuensi jantung dan meningkatkan keresponsifan emosi. TH meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan kecepatan kontaraksi otot rangka sehingga sering menyebabkan tremor halus. TH sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal semua sel tubuh dan dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan.
2.1.2.1 Ada 4 macam kontrol faal kelenjar tiroid :
a.    TRH (Thyrotrophin relasing hormon) : Hormon ini disintesa dan dibuatØ di hipotalamus. TRH ini dikeluarkan lewat sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.
b.   TSH (Thyroid Stimulating Hormone): Suatu glikoprotein yang terbentukØ oleh sub unit (alfa dan beta). Sub unit alfa sama seperti hormon glikoprotein (TSH, LH, FSH, dan human chronic gonadotropin/hCG) dan penting untuk kerja hormon secara aktif. Tetapi sub unit beta adalah khusus untuk setiap hormon. TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor dipermukaan sel tiroid TSH-receptor (TSH-r) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat.
c.   Umpan balik sekresi hormon. Kedua ini merupakan efek umpan balikØ ditingkat hipofisis. Khususnya hormon bebaslah yang berperan dan bukannya hormon yang terikat. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.
d.   Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Gangguan yodinasiØ tirosin dengan pemberian yodium banyak disebut fenomena Wolf-Chaikoff escape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas trap yodium sehingga kadar intratiroid akan mengurang. Escape ini terganggu pada penyakit tiroid autoimun.
2.1.2.2 Efek metabolik hormon tiroid adalah:
ü  Kalorigenik.
ü  Termoregulasi.
ü  Metabolisme protein: Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik.
ü  Metabolisme karbohidrat: Bersifat diabetogenik, karena resorpsiØ intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi, dan degradasi insulin meningkat.
ü  Metabolisme lipid: T4 mempercepat sintesis kolesterol,tetapi prosesØ degradasi kolesterol dan eksresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid, kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
ü  Vitamin A: Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid.
ü  Hormon ini penting untuk pertumbuhan saraf otak dan perifer, khususnya 3 tahun pertama kehidupan.
ü  Lain-lain : Pengaruh hormon tiroid yang meninggi menyebabkan tonusØ traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare.
ü  Efek pada perkembangan janin: Sistem TSH dan hipofisis anterior mulaiØ berfungsi pada janin manusia di dalam 11 minggu.Sebagian T3 dan T4 maternal diinaktivasi pada plasenta. Dan sangat sedikit hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri.
ü  Efek pada konsumsi oksigen dan produksi panas,Ø
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+ K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien dan testis. Hal ini berperan pada peningkatan percepatan metabolisme basal dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme.
ü  Efek Skeletal: Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorbsi tulang dan hingga tingkat yang lebih kecil pembentukan tulang.
2.2Hipertiroid
2.2.1   Pengertian
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.Bentuk yang umum dari masalah ini adalah penyakit graves,sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma, tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat,tiroditis subkutan dan berbagai bentuk kenker tiroid (arief mansjoer, 1999).
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid yang terlalu aktif menghasilkan suatu jumlah yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid yang beredar dalam darah. Gangguana ini dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hippofisis atau hipotalamus.
Mengingat apa yang terjadi dalam tubuh kita merupakan hubungan timbal balik antara organ maupunsistem kerja organ, maka faktor yang memungkinkan terjadinya kelebihan hormone tiroid tidak hanya terdiri dari satu macam saja (hipertiroid bisa terjadi karena infeksi ataupun tumor, dan bisa karena yang lainnya).
2.2.2   Etiologi
Penyakit garaves, penyebab tersering penyakit hipertiroidisme, adalah gangguan auto imun yang biasanya ditandai dengan produksi autoantibodi yang mirip kerja TSH pada kelenjar tiroid. Autoantibodi IgG ini, yang disebut tyriod stimilating immunoglobulin, menstimulasi porduksi TH, namun tidak dihambat oleh kadar TH yang meningkat. Kadar TSH dan TRH rendah karena keduanya dihambat oleh kadar TH yang tinggi. Penyebab penyakit graves tidak diketahui; akan tetapi, tampak terdapat predisposisi genetik pada penyakit autoimun. Wanita yang berusia 20-an dan 30-an paling sering terdiagnosa penyakit ini walaupun penyakit ini mulai terjadi selama usia belasan tahun.
Goiter nodular adalah peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid. Peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid terjadi selama peride pertumbuhan atau kebutuhan metabolik yang tinggi misalnya pubertas atau kehamilan. Dalam kasus ini, peningkatan TH disebabkan oleh aktifitas hipotalamus yang didorong oleh proses metabolisme sehingga disertai oleh peningkatan TRH dan TSH. Apabila kebutuhan akan hormon tiroid berkurang, ukuran kelenjar tiroid biasanya kembali keukuran sebelumnya. Kadang-kadang terjadi perubahan yang ierversibel dan kelenjar tidak mengalami regresi. Tiroid yang membesar dapat terus memproduksi TH dalam jumlah yang berlebihan. Apabila individu tetap mengalami hipertiroid, keadaan ini disebut goiter noduler tosik. Adenoma hipofisis pada sel-sel penghasil TSH atau penyakit hipotalamus jarang terjadi.
Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
ü  Toksisitas pada strauma multinudular.
ü  Adenoma folikular fungsional, atau karsinoma (jarang).
ü  Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis).
ü  Tomor sel benih, missal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan mirip TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional).
ü  Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato) yang keduanya dapat berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal.
ü  Pembesaran kelenjar tiroid.
ü  Hiperfungsi kelenjar tiroid.
ü  Peningkatan metabolisme basal15-20% (F. Gary Cunningham, 2004).
2.2.3   Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan-bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot  ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.
2.2.4   Manifestasi klinis
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat.
Keluhan yang sering timbul antara lain adalah :
1.      Peningkatan frekuensi denyut jantung.
2.      Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin.
3.      Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan.
4.      Penurunan berat badan (tampak kurus), peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik).
5.      Peningkatan frekuensi buang air besar.
6.      Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid.
7.      Gangguan reproduksi.
8.      Tidak tahan panas.
9.      Cepat letih.
10.  Tanda bruit.
11.  Haid sedikit dan tidak tetap.
12.  Mata melotot (exoptalmus).
2.2.5   Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini:
1.    Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid.
2.    TSH (Tiroid Stimulating Hormone).
3.    Bebas T4 (tiroksin).
4.    Bebas T3 (triiodotironin).
5.    Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrasound untuk memastikan pembesaran kelenjar tiroid.
6.    Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum.
7.    Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan hiperglikemia.
2.2.6   Penatalaksanaan
2.2.6.1 Konservatif
·         Tata laksana penyakit Graves
Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien mengalami gejala hipotiroidisme. Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid seperti PTU atau methimazol, yang diberikan paling sedikit selama 1 tahun. Obat-obat ini menyekat sintesis dan pelepasan tiroksin.
Penyekat beta seperti propranolol diberikan bersamaan dengan obat-obat antitiroid. Karena manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat dari pengaktifan simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid, maka manifestasi klinis tersebut akan berkurang dengan pemberian penyekat beta; penyekat beta manurunkan takikardia, kegelisahan dan berkeringat yang berlebihan. Propranolol juga menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triiodotironin.
·         Indikasi :
1)     Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tiroktosikosis.
2)    Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif.
3)     Persiapan tiroidektomi.
4)    Pasien hamil, usia lanjut.
5)    Krisis tiroid
Penyekat adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps.
Lama terapi dengan obat-obat antitiroid pada penyakit Graves cukup bervariasi dan dapat berkisar dari 6 bulan sampai 20 tahun. Remisi yang dipertahankan dapat diramalkan dengan karakteristik sebagai berikut:
1.    Kelenjar tiroid kemabali normal ukurannya.
2.    Pasien dikontrol dengan obat antitiroid dosis yang relative kecil
3.    TSH R Ab [stim] tidak lagi dideteksi dalam serum
4.    Jika kelenjar tiroid kembali secara normal bisa disupresi setelah pemberian liotironin.
2.2.6.2 Surgical
·         Radioaktif iodine
Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif, kontraindikasi untuk anak-anak dan wanita hamil.
·         Tiroidektomi
Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar.
2.2.7  Komplikasi
Kematian meningkat dan dapat mencapai 50%. Pembedahan adalah terapi yang dianjurkan, tetapi mungkin timbul hipokalsemia pasca bedah. Kalau perlu dilakukan pemeriksaan kalsium berkala dan bila nyata harus dilakukan koreksi dengan kalsium glokonat 2-3 x 20 ml cairan 10%, bila ketuban menjadi ringan, diet makanan kalsium 4 gelas susu / hari dapat dianjurkan. Dalam kenyataan tetani neonatal sering membantu dan memerlukan hiperparatiriodisme ibu, yang kemudian dioperasi untuk mengangkat adenomanya (F. Gary Cunningham, 2004). Hipertiroid yang terjadi pada anak-anak juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.    Identitas Pasien :
Umur : mempengaruhi tingkat keparahan penyakit, orang yang lebih tua lebih beresiko.
Jenis kelamin : Terjadi lebih banyak pada wanita dari pada laki-laki Pendidikan : tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan
tentang  hipertiroid
2.    Kebiasaan pola makan, pola tidur, dan pola aktifitas
3.    Keluhan utama pasien : keadaan yang dirasakan oleh pasien.
4.    Riwayat penyakit sekarang
5.    Riwayat penyakit dahulu
6.    Riwayat penyakit keluarga
7.    Pemeriksaan fisik :
a.    Kulit
o   Panas, lembab, banyak keringat, halus, licin, mengkilat, kemerahan.
o   Erythema, pigmentasi, mixedema local.
o   Kuku terjadi onicholosi terlepas, rusak.
o   Ujung/jari terjadi Aerophacy, yaitu perubahan ujung jari tabuh/clubbing finger disebut Plumer Nail.
o   Kalau ada peningkatan suhu lebih dari 37,8 C indikasi Krisis Tyroid.
b.   Mata (opthalmoptik)
o   Retraksi kelopak mata atas mata membelalak / tanda Dalrymle.
o   Proptosis (eksoptalmus), karena jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh limfosit.
o   Iritasi conjunction dan hemosis.
o   Lakrimasi : sekresi air mata yang berlebihan.
o   Oftalmoplegia : kelumpuhan otot-otot mata.
o   Tanda Jefrey : kulit tidak dapat mengkerut pada waktu kepala sedikit menunduk dan mata melihat objek yang digerakkan ke atas.
o   Tanda Rosenbach : tremor pada kelopak mata pada waktu mata menutup.
o   Tanda Stelwag : mata jarang berkedip.
o   Tanda Dalrymple : retraksi kelopak mata bagian atas sehingga memberi kesan mata membelalak.
o   Tanda Van Graefe : kelopak mata terlambat turun dibandingkan bola mata.
o   Tanda Molbius : kelemahan dalam akomodasi / konvergensi mata / gagal konvergensi.
c.   Cardio vaskuler
o   Peningkatan tekanan darah.
o   Takanan nadi meningkat.
o   Takhikardia : denyut nadi terlalu cepat.
o   Berdebar-debar : diakibatkan karena jantung memompa terlalu keras.
o   Gagal jantung : jantung tidak bisa memompa darah ke seluruh tubuh.
d.   Respirasi
o   Perubahan pola napas.
o   Dyspnea : kesulitan bernapas atau sesak napas.
o   Pernapasan dalam : pernapasan menjadi lebih lambat dan dalam.
o   Respirasi rate meningkat.
e.    Gastrointestinal
o   Poliphagia : nafsu makan meningkat.
o   Diare : bising usus hyperaktif / feses terlalu encer.
o   Enek : terasa rasa tidak enak dalam lambung atau kurang napsu makan.
o   Berat badan menurun.
f.    Otot
o   Kekuatan menurun.
o   Kurus.
o   Atrofi : otot mengecil.
o   Tremor : akibat kekuatan otot menurun badan menjadi bergetar.
o   Cepat lelah
o   Hyperaktif reflex tendon : otot lebih cepat berkontraksi.
g.    System persyarafan
o   Iritabilitas : gelisah.
o   Tidak dapat berkonsentrasi.
o   Amnesia : pelupa.
o   Mudah pindah perhatian.
o   Insomnia : susah tidur.
o    Gemetar.
h.   Status mental dan emosional
o   Emosi labil : lekas marah, menangis tanpa sebab.
o   Iritabilitas : terlalu sensitive.
o   Perubahan penampilan : manjadi kurang percaya diri.
i.     Status ginjal
o   Polyuri (banyak dan sering kencing).
o   Polidipsi (rasa haus berlebihan banyak minum).
j.     Status reproduksi
o   Pada wanita :
Hypomenorrhoe : keterlambatan menstruasi.
Amenorrhoe : karena kelenjar tiroid mempengaruhi LH.
o   Pada laki-laki :
Kehilangan libido : kehilangan gairah seks.
Penurunan potensi : tidak berfungsinnya alat kelamin pria.
k.    Leher
o   Teraba adanya pembesaran tyroid (goiter).
o   Bruit (+).
8.    Pemeriksaan diagnostic
o   Serum T3 dan T4 meningkat (Normal : T3 : 8 – 16g. T4 4-11 g.)
o   TSH serum menurun.
o   Tyroid radio aktif iodine up take ( RAIU ) meningkat (Normal : 10-35%).
o   BMR meningkat.
o   PBI meningkat (Normal : 4g-8g, hypertiroid > 8g).
3.2  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut :
1.    Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung
2.    Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi
3.    Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penurunan berat badan)
4.    Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan
perubahan mekanisme perlindungan dari mata : kerusakan penutupan kelopak mata/eksoftalmus.
5.    Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis; status hipermetabolik.
6.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
7.    Risiko tinggi perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologik, peningkatan stimulasi SSP/mempercepat aktifitas mental, perubahan pola tidur.
3.3  Perencanaan / Intervensi.
1.    Dx 1: Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung.
Tujuan :Klien akan mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan kriteria :
1)     Nadi perifer dapat teraba normal.
2)    Vital sign dalam batas normal
RR : 20-24x/menit
Nadi : 60-100x/menit
TD : 120/80 mmHg
3)     Pengisian kapiler normal
4)    Status mental baik.
5)    Tidak ada disritmia.
Intervensi :
a.    Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika
memungkinkan. Perhatikan besarnya tekanan nadi.
R/: Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat dari
vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi.
b.   Periksa kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan
pasien.
R/: Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh
otot jantung atau iskemia.
c.   Auskultasi suara nafas. Perhatikan adanya suara yang tidak normal (seperti krekels).
R/: S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah
jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik.
d.   Observasi tanda dan gejala haus yang hebat, mukosa membran kering, nadi lemah, penurunan produksi urine dan hipotensi.
R/: Dehidrasi yang cepat dapat terjadi yang akan menurunkan
volume sirkulasi dan menurunkan curah jantung.
e.    Catat masukan dan haluaran.
R/: Kehilangan cairan yang terlalu banyak dapat menimbulkan
dehidrasi berat.
2.    Dx 2: Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi.
Tujuan : Klien akan mengungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat energi.
Intervensi :
a.    Pantau tanda vital dan catat nadi baik istirahat maupun saat aktivitas.
R/: Nadi secara luas meningkat dan bahkan istirahat , takikardia
mungkin ditemukan.
b.   Ciptakan lingkungan yang tenang.
R/: Menurunkan stimulasi yang kemungkinan besar dapat menimbulkan agitasi, hiperaktif, dan imsomnia.
c.   Sarankan pasien untuk mengurangi aktivitas.
R/: Membantu melawan pengaruh dari peningkatan metabolisme.
d.   Berikan tindakan yang membuat pasien merasa nyaman seperti massage.
R/: Meningkatkan relaksasi.
3.    Dx 3: Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penurunan berat badan).
Tujuan : Klien akan menunjukkan berat badan stabil dengan kriteria :
1)     Nafsu makan baik.
2)    Berat badan normal.
3)     Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
a.    Catat adanya anoreksia, mual dan muntah.
R/: Peningkatan aktivitas adrenergic dapat menyebabkan gangguan
sekresi insulin/terjadi resisten yang mengakibatkan hiperglikemia.
b.   Pantau masukan makanan setiap hari, timbang berat badan setiap hari.
R/: Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan
kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi antitiroid.
c.   kolaborasi untuk pemberian diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin.
R/: Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin pemasukan zat-zat
makanan yang adekuat dan mengidentifikasi makanan pengganti yang sesuai.
4.    Dx 4: Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan mekanisme perlindungan dari mata: kerusakan penutupan kelopak mata/eksoftalmus.
Tujuan : Klien akan mempertahankan kelembaban membran mukosa mata, terbebas dari ulkus.
Intervensi :
a.    Observasi adanya edema periorbital.
R/: Stimulasi umum dari stimulasi adrenergik yang berlebihan.
b.   Evaluasi ketajaman mata.
R/: Oftalmopati infiltratif adalah akibat dari peningkatan jaringan retroorbita.
c.   Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap.
R/: Melindungi kerusakan kornea.
d.   Bagian kepala tempat tidur ditinggikan.
R/: Menurunkan edema jaringan bila ada komplikasi.
5.    Dx 5 : Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis: status hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi dengan kriteria : Pasien tampak rileks.
Intervensi :
a.    Observasi tingkah laku yang menunjukkan tingkat ansietas.
R/: Ansietas ringan dapat ditunjukkan dengan peka rangsang dan
imsomnis.
b.   Bicara singkat dengan kata yang sederhana.
R/: Rentang perhatian mungkin menjadi pendek, konsentrasi
berkurang, yang membatasi kemampuan untuk mengasimilasi informasi.
c.   Jelaskan prosedur tindakan.
R/: Memberikan informasi yang akurat yang dapat menurunkan
kesalahan interpretasi.
d.   Kurangi stimulasi dari luar.
R/: Menciptakan lingkungan yang terapeutik.
6.    Dx 6: Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan kriteria : Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya.
Intervensi :
a.    Tinjau ulang proses penyakit dan harapan masa depan.
R/: Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat menentukan
pilihan berdasarkana informasi.
b.   Berikan informasi yang tepat.
R/: Berat ringannya keadaan, penyebab, usia dan komplikasi yang
muncul akan menentukan tindakan pengobatan.
c.   Identifikasi sumber stress.
R/: Faktor psikogenik sering kali sangat penting dalam memunculkan/ eksaserbasi dari penyakit ini.
d.   Tekankan pentingnya perencanaan waktu istirahat.
R/: Mencegah munculnya kelelahan.
e.    Berikan informasi tanda dan gejala dari hipotiroid.
R/: Pasien yang mendapat pengobatan hipertiroid besar kemungkinan
mengalami hipotiroid yang dapat terjadi segera setelah pengobatan selama 5 tahun kedepan.
7.    Dx 7: Risiko tinggi perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologik, peningkatan stimulasi SSP/ mempercepat aktifitas mental, perubahan pola tidur
Tujuan: Mempertahankan orientasi realitas umumnya, mengenali perubahan dalam berpikir/ berprilaku dan faktor penyebab.
Intervensi :
a.    Kaji proses pikir pasien seperti memori, rentang perhatian, orientasi terhadap tempat, waktu dan orang.
R/: Menentukan adanya kelainan pada proses sensori.
b.   Catat adanya perubahan tingkah laku.
R/:Kemungkinan terlalu waspada, tidak dapat beristirahat, sensitifitas
meningkat atau menangis atau mungkin berkembang menjadi psikotik yang sesungguhnya.
c.   Kaji tingkat ansietas.
R/: Ansietas dapat merubah proses pikir.
d.   Ciptakan lingkungan yang tenang, turunkan stimulasi lingkungan.
R/: Penurunan stimulasi eksternal dapat menurunkan hiperaktifitas/refleks, peka rangsang saraf, halusinaso pendengara.
e.    Orientasikan pasien pada tempat dan waktu.
R/: Membantu untuk mengembangkan dan mempertahankan kesadaran
pada realita/lingkungan.
f.    Anjurkan keluarga atau orang terdekat lainnya untuk mengunjungi klien.
R/: Membantu dalam mempertahankan sosialisasi dan orientasi pasien.
g.    Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti sedatif/tranquilizer, atau obat anti psikotik.
R/: Meningkatkan relaksasi, menurunkan hipersensitifitas saraf/agitasi
untuk meningkatkan proses pikir.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.Bentuk yang umum dari masalah ini adalah penyakit graves,sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma, tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat,tiroditis subkutan dan berbagai bentuk kenker tiroid (arief mansjoer, 1999).
Penyakit garaves, penyebab tersering penyakit hipertiroidisme, adalah gangguan auto imun yang biasanya ditandai dengan produksi autoantibodi yang mirip kerja TSH pada kelenjar tiroid.
Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
ü  Toksisitas pada strauma multinudular.
ü  Adenoma folikular fungsional, atau karsinoma (jarang).
ü  Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis).
ü  Tomor sel benih, missal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan mirip TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional).
ü  Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato) yang keduanya dapat berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal.
ü  Pembesaran kelenjar tiroid.
ü  Hiperfungsi kelenjar tiroid.
ü  Peningkatan metabolisme basal15-20% (F. Gary Cunningham, 2004).
Tanda dan gejala dari penyakit hipertiroid
ü  Eksoftalmus : penonjolan bola mata yang membuat tampak melotot.
ü  Tremor : gerakan otot diluar kemauan yang dapat terjadi akibat keletihan, emosi dan penyakit.
ü  Takikardia : denyut nadi terlalu cepat.
ü  Pembesaran kelenjar tiroid.
ü  Hiperkinesis : aktivitas motorik yang berlebihan.
ü  Kenaikan BMR sampai 25%.
ü  Aneroksia : kurang nafsu makan.
ü  Lekas letih.
ü  Kesulitan dalam menelan.
ü  Mual dan muntah.
Daftar Pustaka
Doenges. E. Marylin. 1992.Nursing Care Plan. EGC: Jakarta
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC, Jakarta.
 

Link Kesehatan Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger