BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.
Identitas
pasien
1.
Nama
2.
Umur
Terjadi pada segala umur, sering pada anak umur 2-9 tahun.
1.
Suku/
bangsa
2.
Agama
3.
Alamat
4.
Pendidikan
5.
Pekerjaan
6.
Keluhan
utama
Batuk, mual, demam, sesak, dypsnea
1.
Riwayat
penyakit sebelumnya
Klien dengan riwayat penyakit masa
lalu yang berkaitan dengan riwayat penyakit saat ini misalnya batuk yang
lama dan tidak sembuh sembuh akibat infeksi.
1.
Riwayat
keluarga
Riwayat penyakit keluarga, misalnya
asma ( genetik ) memeiliki peluang besar untuk terserang empiema
1.
Riwayat
lingkungan
Lingkungan kurang sehat (polusi,
limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang juga berperan dalam
memperburuk keadaan klien dengan empiema.
3.2 OBSERVASI
1.
Keadaan
umum
1.
Suhu
2.
Nadi
3.
Tekanan
darah
4.
B1
( Breathing )
1.
Pemeriksaan
persistem
Nafas pendek batuk menetap dengan
produksi sputum, riwayat pneumoni berulang, episode batuk hilang timbul.
1.
B2
( Blood )
2.
B3
( Brain )
normal
1.
B4
( Bladder )
normal
1.
B5
( Bowel )
Anoreksia
1.
B6
(Bone )
normal
1.
Aspek
Psikososial
hubungan ketergantungan, kurang
sistem pendukung, penyakit lama
1.
Aspek
perawatan Diri
penurunan kemampuan melakukan ADL
1.
Sistem
Endokrin
pembengkakan pada ekstremitas bawah.
3.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
foto
thorak
2.
kultur
darah
3.
USG
4.
Sampel
sputum
5.
Torakosenstesis
6.
Pemeriksaan
cairan Pleura :
·
Hitung
sel darah dan deferensiasi
·
Protein,
LDH, glucose, dan pH
·
Kultur
bakteri aerob dan an aerob, mikobakteri, fungi dan mikoplasma
3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Gangguan
pertukaran gas akibat kerusakan alveoli.
2.
Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
3.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
4.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan,
anoreksia.
5.
Kurangnya
pengetahuan, tentang kondisi, pengobatan, pencegahan,
berhubungan dengan kurangnya informasi atau tidak
mengenal sumber individu.
6.
PK
sepsis
3.5 INTERVENSI
1.
Ganguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar kapiler
Tujuan
: Pertukaran gas jadi optimal
kriteria
hasil : - ( RR = 16-20
x/menit).
- pH = 7,35-7,45
- pO2 = 81-100 mmHg
- pCO2= 35-45 mmHg
- SO2 > 98 %.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kolaborasikan
untuk pemberian O2
1.
Kolaborasikan
untuk pemeriksaan Blood Gas Analisis
1.
Kaji
status mental.
1.
Monitor
nadi.
1.
Pertahankan
istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas senggang.
1.
Terapi
oksigen bertujuan untuk mempertahankan PaO2 diatas 60mmHg. Oksigen
diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi
klien.
2.
Untuk
mengukur kadar ion hidrogen , kadar asam dan basa tubuh.
|
1.
Gelisah,
mudah terangsang, bingung , somnolen, dapat menunjukkan hipoksemia
1.
Takikardia
ada sebagai akibat demam, dehidrasi, tetapi dapat sebagai respon hipoksemia.
2.
Mencegah
terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan oksigen untuk memudahkan perbaikan
infeksi.
|
1.
Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret,
kelemahan.
Tujuan
: Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria
Hasil : 1. Menunjukkan perilaku untuk
memperbaiki bersihan jalan nafas,
misal batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
2. tidak ada ronchi
3. tidak ada wheezing
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Bantu
klien latihan nafas dalam dengan keadaan semifowler. Tunjukkan cara batuk
efektif dengan cara menekan dada dan batuk .
1.
Berikan
cairan sedikitnya 2500 ml/ hari ( kecuali kontra indikasi ) tawarkan yang
hangat dari pada dingin.
2.
Berikan
obat sesuai indikasi ( Mukolitik, ekspektoran, bronkodilator).
3.
Auskultasi
adanya bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti wheezing, ronchi.
1.
Observasi
batuk dan sekret.
|
1.
Nafas
dalam memudahkan ekspansi maksimum paru atau jalan lebih kecil. Batuk adalah
mekanisme pembersihan jalan nafas yang alami, membantu silia untuk
mempertahankan jalan nafas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada
dan posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.
2.
Cairan
( khususnya yang hangat ) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
1.
Alat
untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
2.
Bunyi
nafas menurun atau tak ada bila jalan nafas obstruksi terhadap kolaps jalan
nafas kecil. ronchi dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas.
3.
Kongesti
alveolar mengakibatkan batuk kering. Sputum darah dapat diakibatkan oleh
kerusakan jaringan.
|
3. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan : intoleransi aktivitas dapat
teratasi.
Kriteria hasil : melaporkan
peningkatan toleransi aktivitas terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak
adanya dypsnea, kelemahan berlebihan, dan tanda – tanda vital dalam rentan
norma ( RR: 16-20 x /menit Nadi : 60-100 x/ meit ).
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri :
|
|
1.
Evaluasi
respon pasen terhadap aktivitas. Catat laporan dypsnea, peningkitan
kelemahan, dan perubahan tanda-tanda vital.
2.
Bantu
pasien memilih posisi yang nyaman untuk aktivitas dan istirahat.
1.
Berikan
lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi .
dorong penggunaan manajemen stress dan pengalihan yang tepat.
2.
Jelaskan
pentingnya istirahat dlam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat.
3.
Menetapkan
kemampuan dan kebutuhan pasiendan memudahkan pemilihan intervensi.
|
1.
Pasien
mungkin nyaman dengan posisi kepala tinggi, tidur di kursi atau menunuduk ke
depan meja.
2.
Menurunkan
stress dan rangsangan berlebih, meningkatkan istirahat.
1.
Tirah
baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan
respon individual terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernafasan.
|
4. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan, anoreksia.
Tujuan
: kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria
Hasil :
a. Nafsu makan meningkat
b. BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Mendiskusikan
dan menjelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak
dan air terlalu panas atau dingin).
2.
Menciptakan
lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah,
sajikan makanan dalam keadaan hangat.
3.
Memberikan
jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
4.
Memonitor
intake dan out put dalam 24 jam.
5.
Berkolaborasi
dengan tim kesehtaan lain :
a.Terapi
gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b.Obat-obatan atau vitamin
|
1.
Serat
tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung
dan sluran usus.
2.
Situasi
yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3.
Mengurangi
pemakaian energi yang berlebihan.
4.
Mengetahui
jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5.
Mengandung
zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
|
5. Kurangnya pengetahuan,
tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, sehubungan dengan
kurangnya informasi atau tidak mengenal sumber
individu.
Kriteria hasil :
Pengetahuan klien meningkat
Tujuan
: - pasien
mampu melakukan perubahan gaya hidup dan mau
berpartisipasi
dalam program pengobatan.
- Pasien
mampu menyatakan pemahaman tentang kondisi penyakitnya ( dapat
menjelaskan pengertian atelektasis, menyebutkan beberapa penatalaksanaannya).
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
:
|
|
1.
Tentukan
tingkat pengetahuan dan kesiapan belajar klien.
1.
Jelaskan
atau kuatkan penjelasan proses penyakit,penatalaksanaan,pencegahan pada
ateletaksis.dorong pasien atau orang terdekat untuk bertanya
1.
Kaji
ulang informasi tentang etiologi atelektasis, efek hubungan perilaku pola
hidup. Dorong untuk bertanya.
2.
Belajar
lebih mudah bila mulai dari pengetahuan kilen.
|
1.
Menurunkan
ansietas dan pasien mampu berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
1.
Memberikan
pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan informasi/ keputusan
tentang kontrol masalah kesehatan.
|
6. PKP Sepsis
Kriteria
hasil : Tidak adanya infeksi pada klien
Tujuan
: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko
infeksi
Kriteria
Hasil : -Suhu = Normal (36,5oC-37,5oC)
-WBC = 4500-11000/mm3
-CRP = <15 mmHg
-RR = 16-20 x /menit
-Nadi = 60-100/ menit
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Awasi
suhu
2.
Observasi
warna, bau sputum
3.
Dorong
keseimbangan antar aktifitas dan istirahat
4.
Diskusi
masukan nutrisi adekuat
5.
Kolaborasi
pemeriksaan sputum
6.
Kolaborasi
antibiotic
7.
Perawatan
luka WSD
8.
Kultur
sputum
|
1.
Demam
dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi
2.
berbau,
kuning atau kehijauan menujukkan adanya infeksi paru
3.
Menurunkan
konsumsi / kebutuhan kesimbangan oksigen dan memperbaiki pertahan pasien
terhadapa infeksi, peningkatan penyembuhan
4.
Malnutrisi
dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi
5.
Dilakukan
untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap anti
microbial
6.
Dapat
menurunkan beban pernafasan akibat nyeri pleura dan infeksi
7.
Mencegah
infeksi port de entry mikroorganisme
8.
Bertujuan
untuk mencegah penumpukan sputum akibat infeksi bakteri dan untuk mengetahui
sensifitas/kepekaan bakteri
|
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Empiema
adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya rongga
pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali
berlanjut menjadi yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru
meluas sampai rongga pleura. Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi
paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam
paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal, tetapi
dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.
Empiema sendiri diklasifikasikan
menjadi Empiema akut dan Empiema kronis. Bisa disebabkan oleh bakteri
Stapilococcus, Pnemococcus, Streptococcus.
DAFTAR PUSTAKA
Somantri, Irman.2008.Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba
Medika.
Amin, Muhammad dkk.1989.Ilmu
Penyakit Paru.Surabaya: Airlangga University Press
Price, Sylvia A.1995.Patofisiologi:Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Ed4.Jakarta : EGC.