Evaluasi
Farmakoekonomi
Evaluasi dalam
farmakoekonomi meliputi Cost-Minimization
Analysis (CMA), Cost-Effectiveness
Analysis (CEA), Cost-Benefit
Analysis (CBA), dan Cost-Utility
Analysis (CUA).
Cost-Minimization
Analysis
Cost-Minimization
Analysis adalah tipe analisis yang menentukan biaya program terendah dengan
asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Analisis ini digunakan untuk
menguji biaya relatif yang dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam bentuk
hasil yang diperoleh. Suatu kekurangan yang nyata dari analisis
cost-minimization yang mendasari sebuah analisis adalah pada asumsi pengobatan
dengan hasil yang ekivalen. Jika asumsi tidak benar dapat menjadi tidak akurat,
pada akhirnya studi menjadi tidak bernilai. Pendapat kritis analisis
cost-minimization hanya digunakan untuk prosedur hasil pengobatan yang sama.
Contoh
dari analisis cost-minimization adalah terapi dengan antibiotika generik dengan
paten, outcome klinik (efek samping dan efikasi sama), yang berbeda adalah
onset dan durasinya. Maka pemilihan obat difokuskan pada obat yang biaya per
harinya lebih murah.
Cost
minimisasi adalah yang paling simpel dari semua perangkat farmakoekonomi yang
mana membandingkan dua jenis obat yang sama efikasi dan toleransinya terhadap
satu pasien. Ekivalen terapeutik harus direferensikan oleh peneliti dalam
melaksanakan studi ini, yang mana harus dilampirkan sebelum cost minimisasi itu
diterapkan. Oleh karena efikasi dan toleransi adalah sama, maka tidak
diperlukan efikasi umum sebagai titik tolak pertimbangan (yang mana biasa
sering dipakai dalam studi cost effectiveness). Peneliti disini boleh
mengesampingkan harga/kesembuhan ataupun harga/tahun karena hal ini tidak
begitu berpengaruh. Yang penting dalam studi cost minimisasi ini adalah
menghitung semua harga termasuk penelitian dan penelusuran yang berhubungan
dalam pengantaran intervensi terapeutik itu. Dan yang terpenting yang berelevan
dengan sisi pandang farmakoekonomi.
Cost-Effectiveness
Analysis
Istilah analisis Cost-Effectiveness mengacu kepada jenis
evaluasi tertentu yang dimana manfaat (benefit) dari suatu pengobatan dapat
diukur dalam bentuk unit ‘natural’ dan segala biaya (cost) yang dikeluarkan
dapat diperhitungkan. Analisis Cost-Effectiveness
merupakan salah satu cara untuk memilih dan menilai program yang terbaik bila
terdapat beberapa program yang berbeda dengan tujuan yang sama. Aplikasi dari
CEA misalnya dua obat atau lebih digunakan untuk mengobati suatu indikasi yang
sama tetapi cost dan efikasi berbeda Contoh analisis Cost-Effectiveness dalam mengurangi gejala nyeri pada penderita
reflux esofagitis yang parah, kita membandingkan biaya yang dikeluarkan antara
penggunaan Proton Pump Inhibitor
(PPI) dan H2 receptor blocker.
Analisis jenis ini adalah analisis yang paling sering digunakan dalam analisis
ekonomi, tetapi tidak dapat digunakan bila ingin membandingkan 2 jenis obat
yang sangat berbeda dengan hasil yang diharapkan juga berbeda. Analisis cost-effectiveness mengkonversi cost dan benefit (efikasi) ke dalam rasio pada obat yang dibandingkan.
Cost-Benefit Analysis
Pendekatan analisis dengan metode ini
merupakan analisis yang paling sulit untuk diterapkan. Dimana pada sistem
analisis ini menghendaki adanya perhitungan secara ekonomi terhadap benefit yang diperoleh dari suatu
intervensi pengobatan, karenanya antara cost dan benefit dari suatu pengobatan
harus ekuivalen dalam ukuran nilai uang. Analisis ini sangat
bermanfaat pada kondisi antara manfaat dan biaya mudah dikonversi ke dalam
bentuk rupiah.
Kekurangan
dari analisis ini adalah pada analisis ini hal-hal yang termasuk dalam manfaat
(benefit) yang tidak dapat dihitung
dalam bentuk angka rupiah menjadi diabaikan, sementara hal-hal tersebut sering
kali menjadi hal yang paling penting untuk pasien, contohnya berkuranganya
kecemasan setelah terapi yang diberikan.
Meskipun
sulit dalam penerapannya, tetapi sistem analisis ini memiliki keuntungan yaitu
dapat digunakan untuk membandingkan cost
dan benefit pada kondisi-kondisi yang
berbeda. Cost benefit ini adalah
perangkat ekonomi yang digunakan untuk menentukan keinginan atau preferensi
akan dua jenis pilihan obat. Hal ini adalah menghitung kerelaan masyarakat
dalalm membayar sejumlah uang demi mendapatkan efek atau keuntungan dari suatu
intervensi
Cost-Utility Analysis
Analisis Cost-Utility adalah tipe analisis
yang mengukur manfaat dalam utility-beban lama hidup; menghitung biaya per
utility; mengukur ratio untuk membandingkan diantara beberapa program. Analisis
cost-utility mengukur nilai spesifik kesehatan dalam bentuk pilihan setiap
individu atau masyarakat. Seperti analisis cost-effectiveness, cost-utility
analysis membandingkan biaya terhadap program kesehatan yang diterima
dihubungkan dengan peningkatan kesehatan yang diakibatkan perawatan kesehatan.
Dalam cost-utility analysis, peningkatan kesehatan diukur dalam bentuk
penyesuaian kualitas hidup (quality adjusted life years, QALYs) dan hasilnya
ditunjukan dengan biaya per penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas dan
kuantitas hidup dapat dikonversi kedalam nilai QALYs, sebagai contoh jika
pasien dinyatakan benar-benar sehat, nilai QALYs dinyatakan dengan angka 1
(satu). Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui kualitas
hidup. Kekurangan analisis ini bergantung pada penentuan QALYs pada status
tingkat kesehatan pasien
Cost utility adalah bentuk dari analisa ekonomi yang
digunakan untuk membimbing keputusan sebelum tindakan penyembuhan. Cost utility
ini diperkirakan antara rasio dari harga yang menyangkut intervensi kesehatan
dan keuntungan yang dihasilkan dalam bagian itu yang dihitung dari jumlah orang
yang hidup dengan kesehatan penuh sebagai hasil dari penyembuhannya. Hal ini
menyebabkan cost utility dan cost effectiveness saling berhubungan dan timbal
balik.
III. Terminologi dalam Farmakoekonomi
Dalam
bidang farmakoekonomi terdapat beberapa terminologi yang penting untuk kita
ketahui antara lain biaya (cost) dan harga (price). Biaya (Cost) adalah
biaya yang dibutuhkan semenjak pasien mulai menerima terapi sampai pasien
sembuh. Sedangkan harga (Price) yaitu biaya per item obat yang
dikonsumsi pasien.
Selain itu
tedapat terminologi yang berkaitan dengan kegiatan dan evaluasi yang dilakukan
dalam farmakoekonomi. Kegiatan dalam farmakoekonomi meliputi survei berdasarkan
farmakoepidemologi, studi dan analisa, penggambaran trend/ prediksi/ model,
kebijakan dan regulasi, pelaksanaan kebijakan dan regulasi, evaluasi, dan
pengulangan siklus PDCA (Plan, Do, Check and Action).
IV. Manfaat dan Kekurangan
Farmakoekonomi
Manfaat yang dapat
diperoleh dengan penerapan farmakoekonomi antara lain:
1. Memberikan pelayanan maksimal dengan biaya
yang terjangkau.
Seiring dengan perkembangan zaman,
maka pengetahuan yang berkaitan dengan penyakit sudah semakin berkembang.
Pengetahuan tentang pengobatan terhadap penyakit-penyakit tertentu pun tidak
ketinggalan, dimana saat ini untuk suatu penyakit tertentu telah tersedia
berbagai macam obat untuk menyembuhkan ataupun sekedar meredakan simptom
penyakit tersebut.
Hal ini memberikan manfaat, yaitu
terdapat banyak pilihan obat yang dapat diberikan untuk tindakan terapi bagi
pasien. Namun, banyaknya pilihan terapi ini tidak akan bermanfaat apabila
ternyata pasien tidak sanggup membeli karena harganya yang mahal. Oleh karena
itu, pertimbangan farmakoekonomi dalam menentukan terapi yang akan diberikan kepada
pasien sangat diperlukan, misalnya dengan penggunaan obat generik. Di Indonesia
khususnya, telah terdapat 232 jenis obat generik yang diregulasi dan disubsidi
oleh pemerintah dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan obat
patennya.
2. Angka kesembuhan meningkat. Angka
kesehatan meningkat dan angka kematian menurun.
Terapi
yang diberikan oleh dokter akan berhasil apabila pasien patuh terhadap
pengobatan penyakitnya. Kepatuhan ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor
ekonomi. Misalnya saja harga obat yang diresepkan oleh dokter terlalu mahal
maka pasien tidak akan sanggup membeli dan tentu saja tidak dapat mengkonsumsi
obatnya. Dan sebaliknya apabila harga obat terjangkau, maka pasien dapat
mengkonsumsi obatnya dan mengalami kesembuhan.
Selain
itu ketepatan dokter dalam memilih terapi yang tepat untuk penyakit pasien atau
berdasarkan Evidense Based Medicine juga berpengaruh. Misalnya saja dokter
hanya memberikan obat yang sifatnya simptomatis kepada pasien, tentu saja
penyakit pasien tidak sembuh dan harus kembali berobat dan biaya yang
dikeluarkan untuk mencapai kesembuhan semakin besar.
3. Menghindari tuntutan dar pihak pasien dan
asuransi terhadap dokter dan rumah sakit karena pengobatan yang mahal.
Saat ini telah terjadi perubahan
paradigma dalam masyarakat, dimana jasa pelayanan kesehatan tidak berbeda
dengan komoditas jasa lain. Perubahan paradigma ini mengubah hubungan antara
pasien, dokter, dan lembaga pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Seorang
pasien menjadi semakin kritis dan ingin tahu untuk apa saja ia membayar,
termasuk dalam hal obat-obatan atau terapi serta pemeriksaan yang dilakukan.
Apabila ada kesan kelalaian dokter dan pihak rumah sakit, pasien berhak
mengajukan tuntutan ke pengadilan.
Apabila dokter telah memberikan obat-obat
generik dengan harga yang murah dengan syarat memang tepat indikasi untuk
penyakit pasien, dan rumah sakit selalu menyediakannya, maka dokter dan rumah
sakit akan terhindar dari tuntutan pasien dan pihak asuransi atas biaya
pengobatan yang mahal.
Sedangkan kekurangan atau kendala yang
mungkin dihadapi dalam penerapan farmakoekonomi antara lain:
1. Untuk mendapatkan manfaat dari
farmakoekonomi secara maksimal maka diperlukan edukasi yang baik bagi praktisi
medik termasuk dokter maupun masyarakat. Dokter harus memperdalam ilmu
farmakologi dan memberikan obat berdasarkan Evidence Based Medicine dari
penyakit pasien. Pendidikan masyarakat tentang kesehatan harus ditingkatkan
melalui pendidikan formal maupun informal, dan menghilangkan pandangan masyarakat
bahwa obat yang mahal itu pasti bagus. Hal ini belum tentu karena obat yang
rasional adalah obat yang murah tapi tepat untuk penyakitnya.
2.
Diperlukan peran pemerintah membuat regulasi obat-obat generik yang bermutu
untuk digunakan alam pelayanan kesehatan baik tingkat pusat sampai kecamatan
dan desa. Karena dalam banyak kasus, obat-obat non generik yang harganya jauh
lebih mahal terpaksa diberikan karena tidak ada pilihan obat lain bagi pasien.
Terutama bagi pasien yang menderita penyakit berat, seperti kanker. Seperti
contoh obat peningkatan protein jenis albumin dan antibiotik jenis botol ampul
yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah.
DAFTAR PUSTAKA
1.
http://cintalestari.wordpress.com/2008/11/26/kepentingan-farmakoeko
2.
http://www.isfinational.or.id/pt-isfi-penerbitan/125/449-aplikasi-farma
3.
http://www.ppge.ufrgs.br/ats/disciplinas/2/haycox-walley-1997.pdf
4.
http://www.iuphar.org/pdf/hum_67.pdf