PENDAHULUAN
Diagnosis prenatal adalah ilmu dan
seni untuk mengidentifikasi kelainan struktur dan fungsi pada perkembangan
janin. Sekitar 2-3% bayi baru lahir mempunyai masalah dengan kelainan
kongenital mayor yang ditemukan pada saat lahir. Kelainan kongenital mayor
merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatus, dan kelainan genetik
merupakan empat besar kasus rawat inap di bagian anak.1
Banyak kelainan pada janin dapat
diidentifikasi saat prenatal dan kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan
telah memungkinkan untuk melakukan pengobatan prenatal, sehingga saat ini
diagnosis prenatal merupakan jembatan penting antara obstetri dan pediatrik.
Terapi prenatal saat ini meliputi optimalisasi lingkungan intrauteri dan
kondisi pada saat persalinan, transfusi darah, pemberian obat-obatan,
amnioreduksi, pemasangan shunt dan operasi. Utuk masa yang akan datang akan
memungkinkan untuk melakukan transplantasi hematopeitic stem cell dan metode
transfer gen yang lain.1-3
Diagnosis prenatal meliputi evaluasi
terhadap tiga kategori pasien berupa
yaitu :1
- Janin dengan risiko tinggi untuk kelainan genetik
dan kongenital
- Mereka dengan risiko yang tidak diketahui untuk
kelainan kongenital umum.
- Janin yang pada pemeriksaan ultrasonografi
ditemukan mempunyai kelainan struktur dan perkembangan
Kualitas
USG mempengaruhi kemampuannya untuk diagnostik prenatal dalam mendeteksi
kelainan-kelainan kongenital yang secara klinis
sudah jelas tampak, dan juga peningkatan kemampuannya mendeteksi
kelainan kongenital yang masih belum tampak jelas secara klinik, selain itu
dapat membantu atau sebagai pembimbing yang sangat akurat untuk berbagai prosedur seperti : pemeriksaan amniosintesis,
pemeriksaan villi khorialis, pemeriksaan darah janin dan pemeriksaan biopsi
Janin.
Upaya pencegahan cacat bawaan dapat dibedakan atas pencegahan primer dan
pencegahan sekunder. Pencegahan primer ditujukan pada upaya pencegahan
terjadinya kehamilan dengan cacat bawaan, kegiatan utamanya adalah penyaringan
atau deteksi dini golongan yang mempunyai risiko untuk mendapat keturunan
dengan cacat bawaan, yang meliputi kegiatan skrining, konseling prakonsepsi /
pranikah dan tindakan supportifnya berupa keluarga berencana, adopsi atau inseminasi
donor.2,
3
Pencegahan sekunder ditujukan pada
upaya pencegahan kelahiran bayi dengan cacat bawaan dengan melakukan kegiatan
pranatal antara lain: skrining genetika dalam kehamilan, konseling prenatal,
diagnosis prenatal dan tindakan suportif lainnya berupa terminasi kehamilan,
terapi gen maupun terapi janin in utero.2, 3
INDIKASI
DIAGNOSIS PRENATAL
Alasan
utama untuk melakukan diagnosis prenatal
adalah faktor usia maternal (>35 tahun), abnormalitas maternal serum
alfa fetoprotein (MSAFP) dan hasil skrining test lain yang positif. Secara singkat indikasi
untuk diagnosis prenatal adalah sebagai berikut :1-3
- Usia maternal 35 tahun atau lebih
- Riwayat keluarga dengan anomali kromosom
- Orang tua dengan karier translokasi
- Abnormalitas MSAFP atau multiple markers screen
- Riwayat keluarga dengan neural tube defect (NTD)
- Kelainan gen tunggal – riwayat keluarga atau karier yang didapat dari skrining populasi.
- Malformasi kongenital yang didiagnosis dengan USG
- Kecemasan.
Wanita yang berusia lebih dari 35
tahun perlu ditawarkan untuk menjalani pemeriksaan diagnosis prenatal karena
pada usia 35 tahun insidens trisomi mulai meningkat dengan cepat. Hal ini
berhubungan dengan non-disjunction pada miosis. Pada usia 35 tahun kemungkinan
untuk mendapat bayi lahir hidup dengan kelainan kromosom adalah 1:192, sehingga
ada beberapa ahli yang menawarkan diagnosis prenatal pada usia 33 tahun namun
hal ini belum menjadi konsensus.
RIWAYAT KELUARGA
Pasangan yang pernah mempunyai anak trisomi mempunyai kemungkinan
rekurens sebesar 1% sehingga perlu ditawari untuk diagnosis prenatal. Saudara
kandung dan keluarga dekat (tingkat kedua) dari penderita sindroma Down juga
mempunyai sedikit peningkatan risiko untuk mendapat keturunan yang menderita
sindroma Down, namun banyak penelitian yang tidak menemukan peningkatan insiden
sindroma Down dalam keluarga pada tingkat kedua dan ketiga.2
Translokasi dan rearrangement struktur kromosom yang lain merupakan
predisposisi untuk mendapat keturunan dengan kelainan kromosom. Pasangan yang
salah satu partnernya adalak karier translokasi berimbang resiprocal mempunyai
risiko tinggi untuk mendapat abortus berulang. Diagnosis prenatal pada
keturunannya menemukan hampir 10-12% dengan translokasi kromosom yang tidak
berimbang. Turunan dari penderita karier translokasi Robertsonian berisiko
untuk mendapat turunan dengan trisomi dan monosomi, bahkan pada karier
translokasi robertsonian 21-21 seluruh keturunannya diprediksi akan menjadi
trisomi atau monosomi (lethal) kromosom 21.1, 2
Riwayat keluarga dengan defek gen tunggal, yang memerlukan diagnosis
prenatal tergantung dari banyak faktor,
seperti berapa jauh hubungan kekerabatan antara anggota keluarga yang sakit
dengan individu yang meminta konseling, demikian juga halnya frekuensi dari
penyakit tersebut dalam populasi.
Pasangan keluarga yang mempunyai
anak dengan kelanan gen, akan mempunyai risiko berulang, tetapi risiko ini akan
menurun dengan bertambah jauhnya jarak dengan individu yang berisiko. Sebagai
contoh orang tua dengan anak kelainan
autosomal resesif mempunyai risiko kelainan berulang 25% setiap kehamilannya,
sebaliknya keturunan dari saudara
kandungnya mempunyai risiko 2/3 x risiko bila partnernya karier (frekuensi
karier dalam populasi bila tidak ada riwayat dalam keluarga) x risiko untuk
mendapat keturunan yang sakit bila kedua orang tuanya karier( 1/4). Untuk
penyakit kistik fibrosis dengan
frekuensi karier dikalangan kaukasian Amerika adalah 1 dari 25, maka risiko
untuk saudara kandung yang tidak sakit dari penderita kistik fibrosis adalah:
2/3 X 25 X ¼ = 1/150. Skrining karier saat ini telah digunakan secara luas
terhadap beberapa penyakit resesif,
seperti sickle cell anemia, penyakit Tay-Sachs dan terakhir penyakit
Canavan. 2
PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI
Sejak Donald
memperkenalkan ultrasonografi (USG) dalam bidang obstetri pada akhir
tahun 1950an telah terjadi banyak kemajuan dalam teknologi USG ini. Dengan semakin
baiknya resolusi dan sensitifitas pemeriksaan dengan USG, maka telah terjadi
peningkatan penggunaan USG untuk diagnosis prenatal dalam mememukan
abnormalitas morfologi janin terutama setelah 18 minggu, dengan penggunaan
transduser transvaginal memungkinkan deteksi abnormalitas morfologi janin mulai
kehamilan 13 minggu.1, 4
Informasi
yang dapat diperoleh dari pemeriksaan ultrasonografi antenatal meliputi :4
- Konfirmasi kehidupan janin
- Penentuan umur kehamilan yang akurat
- Diagnosis kehamilan ganda dan penentuan korionisitas
- Deteksi anomali pada janin
- Pemantauan pertubuhan janin
- Penilaian kesejahteraan janin
- Penentuan lokasi plasenta dan tepinya
- Pemantauan real time untuk prosedur invasif
- Deteksi kelainan uterus dan adneksa
RCOG
pada tahun 1997 membuat rekomendasi untuk pemakaian USG sebagai berikut :4
- Skrining universal lebih dapat dipercaya untuk menentukan kelainan pada janin dibanding dengan pemeriksaan scanning selektif.
- Skrining kelainan pada janin menurunkan angka kematian perinatal karena mampu mengidentifikasi kelainan dan melakukan terminasi kehamilan.
- Berdasarkan bukti terkini, scanning pada usia kehamilan 18-20 minggu merupakan metode yang paling efektif untuk mendeteksi kelainan pada janin.
- Walaupun tidak memerlukan persetujuan tertulis sebelum pemeriksaan namun wanita perlu diberi kesempatan untuk memilih apakah mau diperiksa. Harus tersedia informasi tertulis dan lisan sebelum pemeriksaan. Ketetapan mengenai konseling dan informasi yang memadai harus merupakan bagian dari program skrining.
- Bila terdeteksi adannya suatu kelainan maka harus diskusi mengenai dampaknya. Orang tua mendapat manfaat dari diskusi yang melibatkan ahli lain selain ultrasonografer dan spesialis kebidanan seperti ahli anak, ahli genetik dan ahli bedah anak.
- Pemeriksaan ultrasonografi hanya dilakukan oleh tenaga yang sudah terlatih. Pemeriksaan skrining rutin harus dilakukan dengan dengan menggunakan protokol atau daftar tilik yang telah disetujui.
Diagnosis kelainan janin dilakukan dengan tiga cara
yaitu :
- Dengan visualisasi langsung dari defek struktural, misalnya tidak adanya tulang tengkorak pada anencephali.
- Dengan menunjukkan disproporsi ukuran atau pertumbuhan dari bagian tubuh tertentu pada janin misalnya, anggota gerak yang pendek pada dwarfism.
- Dengan mengenali dampak dari anomali terhadap organ yang berdekatan, misalnya adanya katup pada uretra posterior terdiagnosis dengan adanya dilatasi pada saluran ginjal.
RCOG
merekomendasikan program pemeriksaan dua tahap; pertama pada saat ibu mendaftar
dan pemeriksaan kedua pada sekitar atau saat kehamilan 20 minggu, minimal pada
kehamilan 20 minggu. Bila ditemukan adanya kelainan maka harus dirujuk untuk
diperiksa oleh tenaga yang terampil untuk pemeriksaan yang lebih rinci dan
menentukan penanganan selanjutnya yang sesuai. Keputusan penanganan harus
dilakukan dengan mendapat masukan dari tim dengan keahlian yang multidisplin.
Orang tua harus terlibat langsung dan mendapat informasi yang memadai untuk
mengambil keputusan.4
Beberapa anomali yang banyak
ditemukan antara lain : defek pada jantung, defek dinding perut, kelainan SSP,
kelainan gastro intestinal, kelainan ginjal dan nuchal translucency. Kelainan
ini dapat tersendiri atau berhubungan
dengan anomali kromosom atau bagian dari sindroma mendelian. Dengan
demikian pemeriksan dengan USG akan memberikan manfaat yang besar.2
Standar RCOG untuk pemeriksaan USG
pada kehamilan 20 minggu adalah sebagai berikut :4
Umur
kehamilan : dengan mengukur diameter biparietal (BPD), lingkar kepala (HC) dan
panjang femur (FL)
Nomalitas
janin
Bentuk
kepala dan struktur di dalamnya : midline echo, kavum pellucidum,
cerebellum, ukuran ventrikel dan atrium (< 10 mm)
Spina
: longitudinal dan transversal
Bentuk
abdomen dan isinya ( setinggi lambung)
Bentuk
abdomen dan isinya (setinggi umbilikus)
Pelvis
ginjal (jarak anterior-posterior < 5 mm)
Aksis
longitudinal : tampak toraks – abdominal (diafragma / buli-buli)
Toraks
(setinggi 4 chamber view)
Lengan
– 3 tulang dan tangan (tidak termasuk jari-jari)
Tungkai
– 3 tulang dan kaki (tidak termasuk jari-jari)
Optional
: pembuluh darah yang keluar dari jantung, muka dan bibir
DIAGNOSIS PRENATAL INVASIF
Dengan makin meluasnya indikasi
untuk melakukan diagnosis prenatal maka metode yang tersedia untuk mendeteksi
kelainan-kelainan genetik juga meningkat
dengan cepat. Selain amniosintesis, metode diagnostik invasif yang lain
meliputi pemeriksaan villi korialis (CVS), pemeriksaan darah janin (FBS) dan biopsi
janin untuk indikasi yang spesifik. Sampel yang diperoleh dengan metode ini
digunakan untuk analisis sitogenetik (karyotipe dan FISH), diagnosis DNA
molekuker (deteksi mutasi langsung, lingkage analysis) dan atau evalusi
biokimia, tergantung pada apa yang diinginkan. Tiap prosedur invasif ini
mempunyai keuntungan dan kerugian yang perlu dipertimbangkan saat menawarkan
pemeriksaan diagnosis prenatal.2,
3
AMNIOSINTESIS
MIDTRIMESTER
Amniosintesis adalah tindakan
mengeluarkan cairan amnion yang mengandung sel-sel janin dan unsur biokimia
dari rongga amnion. Pertama kali
dilakukan pada tahun 1880 untuk dekompresi polihidramnion. Pada tahun 1950
amniosintesis menjadi alat diagnostik ketika mulai dilakukan pengukuran kadar
bilirubin dalam cairan amnion untuk memantau isoimunisasi rhesus. Amniosintesis
untuk deteksi kelainan kromosom prenatal pertama kali dilaporkan pada tahun
1967. Sejak itu amniosintesis diterima secara luas menjadi metode untuk
diagnosis prenatal untuk kelainan kromosom, penyakit-penyakit yang diturunkan,
dan beberapa infeksi kongenital.2, 3
Indikasi utama untuk tindakan
amniosintesis adalah pemeriksaan karyotype janin. Sel-sel dalam cairan amnion
berasal dari kulit janin yang mengalami deskuamasi dan dikeluarkan dari saluran
gastrointestinal, urogenital, saluran
pernafasan dan amnion. Sel-sel ini dipersiapkan untuk analisis pada tahap
metafase maupun untuk pemeriksaan FISH. Namun laboratorium lebih senang bila
mendapat sampel dari darah atau villi korialis karena banyak mengandung DNA
yang diperlukan untuk kultur.5
Dahulu cairan amnion juga dipakai
untuk pemeriksaan kadar enzym untuk menentukan adanya gangguan metabolisme dan
analisis metabolit untuk mendeteksi penyakit kistik fibrosis, namun saat ini
telah digantikan dengan pemeriksaan yang lebih akurat yaitu dengan pemeriksaan
mutasi DNA yang bertanggung jawab
tehadap kondisi ini.5
Amniosintesis midtrimester untuk pemeriksaan genetik umumnya dilakukan
pada usia kehamilan antara 15-18 minggu. Pada saat itu jumlah air ketuban sudah
memadai (sekitar 150 ml) dan perbandingan antara sel yang viable dan non viable
mencapai rasio terbesar.3, 5
Sebelum amniosintesis terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan USG untuk menentukan jumlah janin, konfirmasi usia
kehamilan, memastikan viabilitas janin, deteksi anomali pada janin dan
menentukan lokasi plasenta dan insersi tali pusat serta memperkirakan jumlah
air ketuban. Dilakukan tindakan antisepsis pada kulit perut ibu dan operator
memakai sarung tangan steril. Dengan tuntunan USG, tusukkan jarum ukuran 20-22
pada kantong amnion yang tidak berisi bagian kecil janin atau tali pusat.
Sebaiknya dilakukan pada daerah fundus untuk mengurangi risiko robekan selaput
ketuban, dan sedapat mungkin menghindari daerah plasenta. Bila terpaksa harus
melakukan tusukan pada daerah plasenta sebaiknya dibantu dengan color doppler
untuk mengidentifikasi pembuluh darah dan lakukan tusukan pada daerah yang
paling tipis jauh dari tepi plasenta. Prosedur ini biasanya tidak memerlukan
anestesi lokal.3,
5
Dapat dilakukan dengan teknik “free
hand” dimana tangan operator yang satu memegang tranduser dan tangan
lainnya memegang jarum, atau dapat dipasang pengantar jarum pada tranduser.
Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat menghindari gerakan jarum ke arah
lateral yang dapat meningkatkan ukuran tusukan jarum. Cairan amnion yang
pertama diaspirasi dibuang sebanyak 1-2 ml untuk menghindari kontaminasi dengan
sel-sel maternal. Dilakukan aspirasi cairan amnion sebanyak 15 ml ke dalam
tabung untuk analisa sitogenetika.3, 5
Bila pada kesempatan pertama gagal
untuk mengaspirasi cairan maka dapat dilakukan pada lokasi lain setelah terlbih
dahulu menilai kembali keadaan janin dan letak plasenta. Tenting pada
selaput ketuban atau kontraksi uterus sering menjadi penyebab kegagalan. Bila
tindakan kedua gagal maka tunda tindakan amniosintesis untuk beberapa hari
kemudian, jangan melakukan dua kali tindakan pada satu kesempatan yang sama.3, 5
Walaupun dengan pengalaman selama
kurang lebih tiga dekade dengan amniosintesis midtrimester namun masih sulit untuk menentukan risiko prosedur
ini yang berhubungan dengan abortus. Pada penelitian prospektif, multisenter
yang luas diperkirakan risiko abortus berkisar 0,5 – 1%.
Selain abortus risiko lain pada
janin dan ibu juga perlu untuk dipertimbangkan. Sudah ada laporan mengenai
terjadinya scar pada tubuh janin akibat
tusukan jarum namun jarang terjadi. Amniosintesis yang dilakukan dengan
tuntunan USG dapat mengurangi risiko tersebut dan juga risiko perlukaan yang
lain. Komplikasi lain dari amniosintesis midtrimester meliputi korioamnionitis,
robekan selaput ketuban dan perdarahan pervaginam. Insidens korioamnionitis
< 1 per 1000 prosedur, robekan selaput ketuban terjadi pada 1-2% penderita,
namun biasanya sembuh sendiri dan terjadi reakumulasi cairan dan pada umumnya
luaran kehamilan normal. Insiden perdarahan pervaginam juga sekitar 1% dan
berhubungan dengan ukuran jarum yang dipakai.2, 5
Sudah pernah dilaporkan kasus
sensitasi pada wanita dengan rhesus negatif setelah amniosintesis, risikonya
sekitar 1%. Risiko ini dapat dikurangi dengan menghindari pendekatan
transplasenta, memakai jarum berukuran kecil dan pemberian anti-D
immunoglobulin intramuskuler sesudah
tindakan amniosintesis terhadap pasien Rh-negatif yang belum tersensitasi.
AMNIOSITESIS DINI
Amniosintesis dini adalah
amniosintesis yang dilakukan pada usia kehamilan sebelum 15 minggu (11-14
minggu). Kesulitan teknisnya lebih besar karena jumlah air ketuban belum banyak
dan fusi antara amnion dan korion belum sempurna sehinngga sering menyebabkan tenting
pada selaput ketuban. Selain itu targetnya lebih kecil, uterus belum berbatasan
dengan dinding perut sehingga meningkatkan kemungkinan perlukaan pada usus atau
masuknya kuman dari usus ke uterus.2, 3
Tindakan amniosintesis dini
dilakukan dengan maksud untuk melakukan diagnosis prenatal yang lebih dini dan
menjadi tindakan alternatif untuk pemeriksaan villi korialis yang tekniknya
relatif lebih sulit dan mempunyai lebih banyak komplikasi. Dengan tuntunan USG
dilakukan pengambilan cairan amnion sebanyak 10-12 ml. Walaupun jumlah sel yang
terambil lebih sedikit namun persentasi sel yang viable lebih besar dibanding
dengan pada usia kehamilan yang lebih lanjut. Keberhasilan kultur pada
kehamilan 12-14 minggu lebih dari 95% dengan waktu panen rata-rata 12 hari (1-2
lebih lama ) daripada kehamilan 16 minggu. Dibanding dengan CVS, amniosintesis
dini mempunyai frekuensi kontaminasi sel maternal dan mosaicsm yang lebih
rendah.5
Beberapa penelitian melaporkan
peningkatan risiko abortus pada tindakan amniosintesis dini dibanding dengan
amniosintesis midtrimester dan CVS, namun Johnson dkk tidak menemukan adanya
perbedaan kejadian abortus antara kelompok amniosintesis dini dan midtrimester.
Penelitian lain di Kanada menemukan perbedaan yang bermakna pada kejadian
abortus (7,6% vs 5,9%), robekan selaput ketuban (3,5% vs 1,7%) dan deformitas
tulang, khususnya talipes equinovarus (1,4% vs 0,4%) antara kelompok
amniosintesis dini dan midtrimester, sehingga peneliti ini menganjurkan untuk
tidak melakukan amniosisntesis dini kecuali tidak ada alternatif lain.3, 5
selanjkutnya klik di bwah..