ASUHAN
KEPERAWATAN PADA
TRAUMA
THORAX
I. KONSEP DASAR
A.
Pengertian
Trauma thorax adalah semua ruda
paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau
tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).
Anatomi Thorax
Dinding dada merupakan bungkus untuk argan yg ada didalamnya
yang terbesar adalah jantung dan paru-paru.
Tulang iga tulang iga bersama dengan tulang sternum
membentuk rangka dada.otot-otot inercostal serta diafragma pada bagian caodal
menutup rongga dada shg terbentuk rongga dada.
Dinding dada meliputi:
·
Sternum
·
Costae dan cartilagocostalis
·
Parsthoracicacolumna vertebralis
Sternum
Ad/tulang pipih,berbentuk panjang,terletak dalam subkutan
pada garis tengah bagian depan dada yg terdiri dari 3 bag:
·
Manubrium
·
Corpus
·
Processus xipoideus
Costae
Terdiri dari 12 pasang tulang yang melindungi dinding dada
dan berartikulasi/melekat dgn columna vertebralis, dan di dpn melalui cartilago
costalis dengan sternum.
Cartilago costalis berhubungan dng costae 1-10 dngn
sternum.sedang yg 11 dan12 tdk mencapai sternum.costae ada 12 pasang
ka/ki.Tulang iga /costa dibagi 3 bagian:
·
T.Iga sejati/os costae vera,ada 7 pasang
·
T.Iga tdk sejati/oscostaspura,3psng
·
T.iga melayang/oscostafluitantes
Organ bagian
dalam thorak
1.anatomi
paru
Paru-paru terdiri 2 lapisan
·
Lap.parietalis:bag.luar yang melekat rongga dada
ka/ki.
·
Lap.pleura viseralis:melapisi sluruh paru
ka/ki.dan antara lapisan itu ada rongga disebut cavum pleura.yg memiliki
tekanan negatif/menar
·
Pleura yg bertekanan negatif/menghisap sehingga
tdk bersinggungan kedua lapisan.jika ada hubungan dengan udara luar terjadi
tekanan positif masuk ke rongga paru dpt terjadi pneumothorak.
Fisiologi paru.
Pernafasan terdiri dari inspirasi dan ekspirasi. Dengan
tujuan untuk memasukkan oksigen dalam tubuh lalu berdifusi dlm darah.jika
terjadi gangguan dpt terjadi tachipnoe dan dispnoe.
Jenis trauma thorak
1. Obsruksi:penekanan
pd trakea didaerah thorak o/k fr.sternum
2. Gangguan
breathing
·
Pneumothorak:adanya luka terbuka pd dinding dada
menyebabkan udara masuk.
·
Tension pneumotorak:karna udara memenuhi rongga
dada terjadi sesak.
·
Haemo thorak:perdarahan di rongga dada
3. flail
ches
Fr.iga multiple pd dua atau lbih dngan dua
atau lebih gris fraktur.
Fisiologi jantung
Letak
Pada mediastenum dirongga dada antara paru-paru.
Lapisan perikardium
·
Viseralis/dalam melekat pada jantung
·
Parietalis/luar,melekat pada tulang dada bag.dpan,dibawah
diafragma,di columna vertebralis bag,blakang
Lapisan jantung:
·
Epicardium/luar
·
Miokardium/tengah
·
Endokardium/dalam
Ruang jantung
Atrium/ruangbag.atas dan ventrikel/r.r.bag.bawah
Anatomi aliran darah di jantung
Vena cava---atr,ka---ventr,ka----arteriapulmonalis----paru-paru---vena
pulmonalis---atr,ki---ventr,ki----aorta---arteri---arteriola---kapilervenula—seluruh
tbh.
B. Pemeriksaan Penunjang :
a.
Photo toraks (pengembangan paru-paru).
b.
Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).
C.
Penatalaksanaan
1.
Bullow Drainage / WSD
Pada
trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan
perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan
perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan
darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga
pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan
udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" tetap baik.
2.
Perawatan
WSD dan pedoman latihanya :
a.
Mencegah
infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana
masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan
agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh
dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b.
Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang.
Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c.
Dalam
perawatan yang harus diperhatikan :
-
Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin,
sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
-
Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa
enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang,
melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau
menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong
berkembangnya paru-paru.
ò Dengan
WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
ò Latihan
napas dalam.
ò Latihan
batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang
diklem.
ò Kontrol
dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan
keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah
operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam,
harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang,
perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction
harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit
selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah
operasi.
ò
Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan,
keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
ò
Perlu sering dicek, apakah tekanan negative
tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari
terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di
bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah,
slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena
perlekatanan di dinding paru-paru.
g. Perawatan
"slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan
dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau
ada dicatat.
2) Setiap
hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara
yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian
botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu
meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap
penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus
tetap steril.
5) Penggantian
harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung
tangan.
6) Cegah
bahaya yang menggangu tekanan negatif dalam rongga dada, misal : slang
terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h.
Dinyatakan
berhasil, bila :
a. Paru
sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b. Darah
cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak
ada pus dari selang WSD.
3. Pemeriksaan
penunjang
a.
X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
b.
Diagnosis fisik :
Ø Bila
pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
Ø Bila
pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura
dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
Ø Pada
keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan
thorakotomi
Ø Pada
hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc
segera thorakotomi.
4.
Terapi :
a.
Antibiotika..
b.
Analgetika.
c.
Expectorant.
D.
Komplikasi
1. tension
penumototrax
2. penumotoraks
bilateral
3. emfiema
II. KONSEP
KEPERAWATAN
A. Pengkajian :
Point yang penting dalam riwayat keperawatan
:
1.
Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2.
Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3.
Pengobatan terakhir.
4.
Pengalaman pembedahan.
5.
Riwayat penyakit dahulu.
6.
Riwayat penyakit sekarang.
7.
Dan Keluhan.
B. Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :
ò
Sesak napas
ò
Nyeri, batuk-batuk.
ò
Terdapat retraksi klavikula/dada.
ò
Pengembangan paru tidak simetris.
ò
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang
lain.
ò
Pada perkusi ditemukan Adanya suara
sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
ò
Pada auskultasi suara nafas menurun, bising
napas yang berkurang/menghilang.
ò
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak
jelas.
ò
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
ò
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
ò
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan
batuk.
ò
Takhikardia, lemah
ò
Pucat, Hb turun /normal.
ò
Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
ò
Tidak ada kelainan.
4.
Sistem
Perkemihan.
ò
Tidak ada kelainan.
- Sistem Pencernaan :
ò
Tidak ada kelainan.
- Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
ò
Kemampuan sendi terbatas.
ò
Ada
luka bekas tusukan benda tajam.
ò
Terdapat kelemahan.
ò
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya
kripitasi sub kutan.
- Sistem Endokrine :
ò
Terjadi peningkatan metabolisme.
ò
Kelemahan.
- Sistem Sosial / Interaksi.
ò
Tidak ada hambatan.
- Spiritual :
ò
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
10.
Pemeriksaan
Diagnostik :
ò
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan
pada area pleural.
ò
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
ò
Pa O2 normal / menurun.
ò
Saturasi O2 menurun (biasanya).
ò
Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
ò
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
Diagnosa Keperawatan :
1.
Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan
ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2.
Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan.
3.
Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan
trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5.
Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran
Mediatinum.
6.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
mekanik terpasang bullow drainage.
7.
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat
masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
E.
Intevensi
Keperawatan :
1. Ketidakefektifan
pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena
trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
ò
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang
efektive.
ò
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada
paru.
ò
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
a. Berikan
posisi yang nyaman, biasanya dengan
peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk
duduk sebanyak mungkin.
R/
Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada
sisi yang tidak sakit.
b.
Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi
pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/
Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan
dengan hipoksia.
c.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan
untuk menjamin keamanan.
R/
Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus
adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/
Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
e.
Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol
diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/
Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
f.
Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek
setiap 1 - 2 jam :
1)
Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang
benar.
R/
Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2)
Periksa batas
cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air
penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk
ke area pleural.
3)
Observasi gelembung udara botol penampung.
R/
gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari
penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan
ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat
menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4)
Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal,
yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke
tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi
tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan
negative yang diinginkan.
5)
Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna
untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan
upaya intervensi.
g.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1)
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
ò
Pemberian antibiotika.
ò
Pemberian analgetika.
ò
Fisioterapi dada.
ò
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2.
Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
ò
Menunjukkan batuk yang efektif.
ò
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal.
pernapasan.
ò
Klien nyaman.
Intervensi :
a.
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan
mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/
Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
b.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan
batuk.
R/ Batuk
yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
1)
Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/
Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2)
Lakukan pernapasan diafragma.
R/
Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
3)
Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan,
keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4)
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada
dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/
Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
c.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan
upaya batuk klien.
d.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas
sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000
sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi
kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
e.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah
batuk.
R/
Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
f.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan
dokter, radiologi dan fisioterapi.
ò
Pemberian expectoran.
ò
Pemberian antibiotika.
ò
Fisioterapi dada.
ò
Konsul photo toraks.
R/
Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.
3.
Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan
trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
ò
Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
ò
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang
meningkatkan/menurunkan nyeri.
ò
Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
a.
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan non invasif.
R/
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1)
Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan
ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga
tingkatkan relaksasi masase.
R/
Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan
terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2)
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/
Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
b.
Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri
dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal
kecil.
R/
Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
c.
Tingkatkan pengetahuan
tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan
berlangsung.
R/
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d.
Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/
Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
e.
Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik
untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1 - 2 hari.
R/
Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Depkes. RI.
(1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan
Kasus-Kasus Bedah. Jakarta
: Pusdiknakes.
Doegoes, L.M.
(1999). Perencanaan Keperawatan dan
Dokumentasian keperawatan. Jakarta
: EGC.
Hudak, C.M.
(1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Pusponegoro,
A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.