INSOMNIA
NURSING CARE IN INSOMNIA
PENGERTIAN
Tidur adalah bagian
dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina. Kebutuhan tidur
bervariasi pada masing-masing orang, umumnya 6-8 jam per hari. Agar
tetap sehat, yang perlu diperhatikan adalah kualitas tidur
(www.depkes.go.id).
Insomnia
adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur yang bisa
bersifat sementara atau persisten (Kaplan & Sadock, 1997).
Insomnia
adalah salah satu fenomena umum dalam gangguan pola tidur. Jangka
panjang dapat menyebabkan menderita gejala somatic dan perkembangan
penyakit. Ia bahkan dapat menimbulkan penyakit mental dengan dimensi
(www.ncbi.nlm.nih.gov).
Insomnia
insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur, tetap tidur, atau merasa
segar dengan tidur. Akut dan sementara selama periode stres, insomnia
dapat menjadi kronis, konstan menyebabkan kelelahan, kegelisahan ekstrim
sebagai pendekatan sensasi, dan gangguan kejiwaan
(www.wrongdiagnosis.com).
PENYEBAB
1.
karena kondisi medis : tiap kondisi yang menyakitkan atau tidak
menyenangkan,sindroma apnea tidur, restless leggs syndrome,faktor diet,
parasomnia, efek zat langsung (drugs/alcohol), efek putus zat, penyakit
endokrin/metabolik, penyakit infeksi, neoplastic,
nyeri/ketidaknyamanan,lesi batang otak/hipotalamus, akibat penuaan.
2. sekunder karena kondisi psikiatri
kecemasan,
ketegangan otot-otot, perubahan lingkungan, gangguan tidur irama
sirkadian, depresi primer, stress pascatraumatik, skizofrenia (Kaplan
& Sadock, 1997).
Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSM-IV), menunjukkan
beberapa gejala dimana seseorang dapat didiagnosis sedang menderita
insomnia karena faktor psikologis, yaitu:
1.
Kesulitan untuk memulai, mempertahankan tidur, dan tidak dapat
memperbaiki tidur selama sekurangnya satu bulan merupakan keluahan yang
paling banyak terjadi.
2. Insomnia
ini menyebabkan penderita menjadi stres sehingga dapat mengganggu
fungsi sosial,pekerjaan atau area fungsi penting yang lain.
3.
Insomnia karena faktor psikologis ini bukan termasuk narkolepsi,
gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan, gangguan ritme
sirkadian atau parasomnia.
4. Insomnia karena faktor psikologis tidak terjadi karena gangguan mental lain seperti gangguan depresi, delirium.
5.
Insomnia karena faktor psikologis tidak terjadi karena efek fisiologis
yang langsung dari suatu zat seperti penyalahgunaan obat atau kondisi
medis yang umum.
Dengan adanya
gejela-gejala yang disebutkan oleh Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders-IV (DSM-IV), maka insomnia karena faktor psikologis
dapat mengganggu berbagai fungsi sosial. (www.e-psikologi.com).
SIKLUS INSOMNIA KRONIS
Jika
seseorang mengalami insomnia sementara karena faktor psikologis
(mengalami kesulitan tidur dengan nyenyak selama kurang lebih satu malam
dan kurang dari empat minggu) tetapi tidak dapat beradaptasi dengan
penyebab insomnia (tidak mampu mengelola stres tersebut secara sehat)
maka akan mengakibatkan seseorang mengalami insomnia jangka pendek
(kesulitan tidur nyenyak selama empat minggu hingga enam bulan). Jika
insomnia jangka pendek ini tetap tidak dapat diatasi oleh si penderita
maka akan mengakibatkan insomnia kronis. Jika terjadi insomnia kronis
maka akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk penyembuhannya
(www.e-psikologi.com).
Keadaan
jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending
Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang
tersebut dalam keadaan terjaga. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut
akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh
aktifitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik,
kholonergik, histaminergik.
• Sistem serotonergik
Hasil
serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah
serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan
mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya,
maka terjadikeadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti
lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe
dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas
serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
• Sistem Adrenergik
Neuron-neuron
yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus
cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat
mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang
mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergic akan menyebabkan
penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
• Sistem Kholinergik
Sitaram
et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat
mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini,
mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga.
Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan
tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan
latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang
menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk
gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
• Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
• Sistem hormon
Pengaruh
hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormone seperti
ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara
teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway.
Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter
norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas menagtur mekanisme tidur
dan bangun (perawat-jiwatiga.blogspot.com).
DAMPAK INSOMNIA
Insomnia dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan, yaitu:
1. Depresi
2. Kesulitan untuk berkonsentrasi
3. Aktivitas sehari-hari menjadi terganggu
4. prestasi kerja atau belajar mengalami penurunan
5. Mengalami kelelahan di siang hari
6. Hubungan interpersonal dengan orang lain menjadi buruk
7. Meningkatkan risiko kematian
8. Menyebabkan kecelakaan karena mengalami kelelahan yang berlebihan
9. Memunculkan berbagai penyakit fisik
Dampak
insomnia tidak dapat di anggap remeh, karena bisa menimbulkan kondisi
yang lebih serius dan membahayakan kesehatan dan keselamatan. Oleh
karenanya, setiap penderita insomnia perlu mencari jalan keluar yang
tepat (www.e-psikologi.com).
THERAPY
1. CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
CBT
digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita dalam
memandang dirinya, lingkungannya, masa depannya, dan untuk meningkatkan
rasa percaya dirinya sehingga si penderita merasa berdaya atau merasa
bahwa dirinya masih berharga.
2. Sleep Restriction Therapy
Sleep restriction therapy digunakan untuk memperbaiki efisiensi tidur si penderita insomnia.
3. Stimulus Control Therapy
Stimulus
control therapy berguna untuk mempertahankan waktu bangun pagi si
penderita secara reguler dengan memperhatikan waktu tidur malam dan
melarang si penderita untuk tidur pada siang hari meski hanya sesaat.
4. Relaxation Therapy
Relaxation Therapy berguna untuk membuat si penderita rileks pada saat dihadapkan pada kondisi yang penuh ketegangan.
5. Cognitive Therapy
Cognitive Therapy berguna untuk mengidentifikasi sikap dan kepercayaan si penderita yang salah mengenai tidur.
6. Imagery Training
Imagery
Training berguna untuk mengganti pikiran-pikiran si penderita yang
tidak menyenangkan menjadi pikiran-pikiran yang menyenangkan.
Banyak
di antara para penderita insomnia karena factor psikologis yang
menggunakan obat tidur untuk mengatasi insomnianya. Namun penggunaan
yang terus menerus tentu menimbulkan efek samping yang negative, baik
secara fisiologis (efek terhadap organ dan fungsi organ tubuh) serta
efek psikologis. Logikanya, insomnia yang disebabkan factor psikologis,
berarti factor psikologis itu lah yang harus di atasi, bukan symtomnya.
Kalau kita hanya focus mengatasi simtom-nya dengan minum berbagai obat
tidur, maka ketika mata terbuka, masalah akan datang kembali, bahkan
akan dirasa lebih berat karena dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi
pada akar masalah.
Perlu
diketahui, bahwa keberhasilan terapi tergantung dari motivasi si
penderita untuk sembuh sehingga si penderita harus sabar, tekun dan
bersungguh-sungguh dalam menjalani sesi terapi. Selain itu, sebaiknya
terapi yang dilakukan juga diiringi dengan pemberian terapi keluarga.
Hal ini disebabkan, dalam terapi keluarga, anggota keluarga si penderita
dilibatkan untuk membantu kesembuhan si penderita. Dalam terapi
keluarga, anggota keluarga si penderita juga diberi tahu tentang seluk
beluk kondisi si penderita dan diharapkan anggota keluarganya dapat
berempati untuk membantu kesembuhan si penderita.
ASKEP
kaji efek samping pengobatan pada pola tidur klien.
pantau
pola tidur klien dan catat hubungan faktor-faktor fisik (misalnya :
apnea saat tidur, sumbatan jalan nafas, nyeri/ketidaknyamanan, dan
sering berkemih).
jelaskan pada klien pentingnya tidur adekuat (selama kehamilan, sakit, stress psikososial).
ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari faktor penyebab (misal : gaya hidup, diet, aktivitas, dan faktor lingkungan).
ajarkan klien dan kelurga dalam teknik relaksasi (pijat/urut sebelum tidur, mandi air hangat, minum susu hangat).
Solusi mencegah insomnia
Insomnia
karena faktor psikologis dapat dicegah dengan cara memanage stres
secara positif dan jika ada mengalami masalah sebaiknya sharing pada
seseorang yang dapat Anda percaya. Semoga dengan pembahasan tentang
insomnia ini, dapat memberikan manfaat bagi Anda. Dengan informasi ini,
diharap kita pun bisa memahami penderita insomnia dan dapat memberikan
bantuan yang tepat. Perhatian dan empati terhadap penderita insomnia,
bisa sedikit mengobati kegalauan emosi jiwanya. Semoga bermanfaat.
KEPUSTAKAAN
http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=483
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18836979?ordinalpos=2&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DefaultReportPanel.Pubmed_RVDocSum
http://www.wrongdiagnosis.com/symptoms/insomnia/causes.htm
Kaplan, Harold I. & Sadock, Benjamin J. 1997. Sinopsis Psikiatri Jilid 2 edisi 7. Jakarta : Binarupa Aksara.
Wilkinson, Judit M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.