teknik relaksasi dan skala nyeri
A. Latar Belakang
Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan
teknologi. Tak luput juga kemajuan ilmu dibidang kesehatan dan semakin
canggihnya teknologi banyak pula ditemukan berbagai macam teori baru,
penyakit baru dan bagaimana pengobatannya. Manajemen nyeri merupakan
salah satu cara yang digunakan dibidang kesehatan untuk mengatasi nyeri
yang dialami oleh pasien. Pemberian analgesik biasanya dilakukan untuk
mengurangi nyeri. Teknik relaksasi merupakan salah satu metode manajemen
nyeri non farmakologi dalam strategi penanggulangan nyeri, disamping
metode TENS (Transcutaneons Electric Nerve Stimulation), biofeedack,
plasebo dan distraksi. Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik
dari ketegangan dan stress, karena dapat mengubah 2 persepsi kognitif
dan motivasi afektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat
mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress
fisik dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2005).
Pemberian
analgesik dan pemberian narkotik untuk menghilangkan nyeri tidak terlalu
dianjurkan karena dapat mengaburkan diagnosa (Sjamsuhidajat, 2005).
Perawat berperan dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pasien dan
membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan tersebut
termasuk dalam manejemen nyeri (Lawrence, 2002). Secara garis besar ada
dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan
manajemen non farmakologi.
Manajemen nyeri dengan melakukan teknik 3
relaksasi merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal
individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan relaksasi
mencakup latihan pernafasan diafragma, teknik relaksasi progresif,
guided imagery, dan meditasi, beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca
operasi (Brunner & Suddart, 2001).
BAB II
METODOLOGI
Metodologi
adalah cara yang digunakan dalam pengumpulan data-data yang bersifat
objektif dari berbagai sumber. Mencantumkan beberapa variable yang
berhubungan dengan permasalahan yang kita bahas. Dimana permasalahan
tersebut sedang dicari penyelesaianya. Dalam penyusunan laporan ilmiahn
ini, kami menggunakan metode sebagai berikut :
1. Metode telaah internet
Metode
internet adalah metode yang digunakan dalam mengumpulkan data atau
informasi yang dilakukan dengan browsing dan searching.
Alamat alamat yang kami gunakan adalah sebagagi berikut :
a. http://www.trinoval.web.id/2010/04/nyeri-post-operasi.html (Nyeri post Operasi)
b.
http://proquest.umi.com/pdf/588fe54b3bd9e978213aa44b643a739c/1295063666//share3/pqimage/pqirs104v/201101142224/26347/22939/out.pdf
c. http://qittun.blogspot.com/2008/10/konsep-dasar-nyeri.html
Pengertian nyeri
Nyeri
didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri,
2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP),
nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan
yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial,
atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
Fisiologi nyeri
Reseptor
nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara
potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara
anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga
yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya,
nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada
kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah
viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul
juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal
dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya
mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit
(kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan
serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen
lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang
lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur
reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada
tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya.
Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri
yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga
adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral
seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul
pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ,
tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)
Terdapat
berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat
menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori
yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori
gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007)
Teori
gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri
dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang
sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan
saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan
tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori
dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan.
Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk
mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat
mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang
melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan
berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan.
Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat
menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan
menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari
serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan
klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri
dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak
yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen,
seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal
dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan
menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan
pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter,
2005)
Respon Psikologis
respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.
Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
1) Bahaya atau merusak
2) Komplikasi seperti infeksi
3) Penyakit yang berulang
4) Penyakit baru
5) Penyakit yang fatal
6) Peningkatan ketidakmampuan
7) Kehilangan mobilitas
8) Menjadi tua
9) Sembuh
10) Perlu untuk penyembuhan
11) Hukuman untuk berdosa
12) Tantangan
13) Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
14) Sesuatu yang harus ditoleransi
15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
Pemahaman
dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan,
persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya
Respon fisiologis terhadap nyeri
1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart rate
c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan irreguler
e) Nausea dan vomitus
f) Kelelahan dan keletihan
Respon tingkah laku terhadap nyeri
1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
5)
Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,
Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd
aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan
awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang
berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat
menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih
atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien
dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir
dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase
ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini
bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang
belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut.
Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan
informasi pada klien.
2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase
ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat
subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda.
Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan
orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri
tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang
toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan
stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap
nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi
terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum
nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan
bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang
sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin
tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin
merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan
berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan
tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat
untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus
melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan
nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu
tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan
bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara
efektif.
3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase
ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien
masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis,
sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila
klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath)
dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam
membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan
kemungkinan nyeri berulang.
Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1) Usia
Anak
belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam
nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah
yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat
atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Gill
(1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak
pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3) Kultur
Orang
belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap
nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri
adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan,
jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat
seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided
imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang
yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri
yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu
dalam mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan
mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang
maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9) Support keluarga dan sosial
Individu
yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan
Intensitas Nyeri
Intensitas
nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual
dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat
berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda.
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,
pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1) skala intensitas nyeri deskritif
2) Skala identitas nyeri numerik
3) Skala analog visual
4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Karakteristik
paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri
sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini
berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini
juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat
pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala
pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah
garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun
dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking
dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat
menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih
intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan
seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri
terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih
sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik
(Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat
pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan
skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala
untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala
analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS
adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi
klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat
merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien
dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa
memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus
dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi
banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan
memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif
bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi
juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan
setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai
apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).
PENANGANAN NYERI
1. MANEJEMEN NYERI NON FARMAKOLOGIK
a. Dengan perilaku kognitif
Relaksasi
Relaksasi
merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri
kronis. Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi
oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot,
yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot (McCaffery,
1989).
Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam relaksasi, yaitu :
posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi
pasien diatur senyaman mungkin dengan semua bagian tubuh disokong
(misal; bantal menyokong leher),
Pasien menarik napas dalam dan
mengisi paru-paru dengan udara Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil
membiarkan tubuh menjadi kendor dan merasakan dan merasakan betapa
nyaman hal tersebut. Pasien bernapas beberapa kali dengan irama normal
Pasien
menarik napas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan membiarkan
hanya kaki dan telapak kaki yang kendor. Perawat minta pasien untuk
mengkonsentrasikan pikiran pasien pada kakinya yang terasa ringan dan
hangat
Pasien mengulang langkah ke-4 dan mengkonsentrasikan pikiran
pada lengan perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain. Setelah
pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernapas secara pelan-pelan.
Bila nyeri menjadi hebat, pasien dapat bernapas dangkal dan cepat.
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan, antara lain :
1. Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stress
2. Menurunkan nyeri otot
3. Menolong individu untuk melupakan nyeri
4. Meningkatkan periode istirahat dan tidur
5. Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
6. Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri
Distraksi
Tehnik
distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan
teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika seseorang
menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya
impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien).
Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif
individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu
dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran
dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding
stimulasi satu indera saja (Tamsuri, 2007)
Jenis-jenis distraksi:
1. Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visua
2. Distraksi pendengaran
Diantaranya
mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air,
individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang
seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan
irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti
irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri,
2007).
3. Distraksi pernafasan
Bernafas ritmik, anjurkan klien
untuk memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan
inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan
kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan
menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk
berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi
ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan
ritmik.Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan
pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada
bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan
memutar di area nyeri. Distraksi intelektualAntara lain dengan mengisi
teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur)
seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.
BAB IV
PENUTUP
A. PENUTUP
Demikianlah
laporan yang kami buat, tentunya dalam penulisan laporan ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, maka dari itu kami mohon
kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga laporan ilmiah ini
dapat berguna dan barmanfaat untuk semua orang. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
-----. 2010. Nyeri Post Operasi.
< http://www.trinoval.web.id/2010/04/nyeri-post-operasi.html> ( diakses tanggal 14 Januari 2011 pukul 15.30 wib ).
-----. 2010. Agroforestry Systems. .
( diakses tanggal 15Januari 2011 pukul 10.30 wib ).
http://qittun.blogspot.com/2008/10/konsep-dasar-nyeri.html
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63