BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk yang
memiliki naluri untuk melangsungkan hidupnya di dunia ini, salah satu dari
sifat insaniahnya itu ialah melanjutkan keturunannya sebagai pewaris
peradabannya. Perkembangan sains dan teknologi berpengaruh juga pada cara
manusia mengembangkan keturunannya, sehingga bila kita perhatikan sekarang, ada
dua cara manusia melangsungkan dan memperoleh keturunannya. Pertama,
dilakukan melalui hubungan langsung antara lawan jenis (Coitus/Bersenggama).
Kedua, dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan teknologi berupa
inseminasi buatan (Bayi tabung).
Ilmu dan teknologi sekarang sangat
canggih, tapi sedikit sekali perhatian diberikan kepada studi mengenai
masalah-masalah etisnya. Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk
mengembangkan keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan
kesejahteraan manusia. Berdasarkan fenomena tersebut, saya akan membahas
tentang permasalahan etik yang terjadi karena teknologi, yaitu inseminasi
buatan / bayi tabung yang mana salah satu dari teknik tersebut adalah
penggunaan sewa rahim pinjaman. Di luar Indonesia, istilah sewa rahim ini
sering disebut dengan praktek surrogacy. Hal ini memang belum terjadi di
Indonesia tetapi bukan berarti Indonesia dapat menutup mata atas permasalahan
ini, karena permasalahan ini dilarang di Indonesia.
B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui sejauh mana masalah
sewa rahim ini terjadi di Indonesia, bagaimana pandangan secara etika dan hukum
di Indonesia serta pemecahan untuk masalah etis tersebut.
A. C. Manfaat
1. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang masalah etik yang
terjadi serta pemecahan masalah tersebut
2. Diharapkan dengan makalah ini, dapat dikembangkan ilmu
atau cara baru dalam dunia keperawatan untuk mengatasi masalah etik tersebut
sehingga praktek surrogacy tidak terjadi di Indonesia.
|
BABII
SURROGATE MOTHER
A. Pengertian
Sewa rahim / rahim pinjaman sering
disebut juga surrogate mother (Ibu pengganti), yaitu seorang wanita yang
mengadakan perjanjian dengan pasangan suami istri yang mana si wanita bersedia
mengandung benih dari pasangan suami istri infertil tersebut dengan imbalan
tertentu (oktavinola, 2009).
Sewa rahim yaitu menggunakan rahim
wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan
benih lelaki (sperma) (pasangan suami isteri), dan janin itu dikandung oleh
wanita tersebut sehingga dilahirkan. Pasangan suami istri, membayarkan sejumlah
uang kepada ibu tumpangan atau syarikat yang menguruskan kerja mencari ibu
tumpang yang sanggup mengandungkan anak percantuman benih mereka dan dengan
syarat ibu tumpang akan menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada
masa yang dijanjikan (saifxs, 2008).
B. Sebab
Atau Tujuan Penyewaan Rahim
Terdapat beberapa sebab yang akan
menyebabkan sewa rahim dilakukan, di karenakan Seseorang wanita tidak mempunyai
harapan untuk mengandung secara biasa karena ditimpa penyakit atau kecacatan
sehingga tidak bisa melahirkan, Rahim wanita tersebut dibuang karena
pembedahan, Wanita ingin memiliki anak tetapi tidak mau memikul beban
kehamilan, Wanita yang ingin memiliki anak tetapi telah putus haid (menopause),
Wanita yang ingin mencari pendapatan dengan menyewakan rahimnya kepada orang
lain. (saifxs,2008).
C. Bentuk-Bentuk
Penyewaan Rahim
1. Benih
isteri (ovum) disenyawakan dengan benih suami(sperma), kemudian dimasukkan ke
dalam rahim wanita lain. Kaedah ini digunakan dalam keadaan isteri memiliki
benih yang baik, tetapi rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan yang
teruk, akibat penyakit yang kronik atau sebab-sebab yang lain.
2. Sama
dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan dibekukan dan
dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian pasangan suami isteri
itu.
3. Ovum
isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan dimasukkan
ke dalam rahim wanita lain. Apabila suami mandul dan isteri ada gangguan
kehamilan.
4. Sperma
suami disenyawakan dengan ovum wanita lain, kemudian dimasukkan ke dalam rahim
wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila isteri ditimpa penyakit pada ovari dan
rahimnya tidak mampu memikul tugas kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap
putus haid (menopause).
5. Sperma
suami dan ovum isteri disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim isteri
yang lain dari suami yang sama.
D. Pandangan Hukum di Indonesia terhadap Sewa Rahim
Di indonesia, peraturan mengenai
bayi tabung diatur secara umum dalam pasal 16 UU No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan dan keputusan menteri kesehatan No. 72 / menkes / per / ii / 1999
tentang penyelenggaraan teknologi reproduksi buatan. dari kedua peraturan
tersebut dengan jelas dikatakan bahwa praktek surrogacy dilarang
pelaksanaannya di indonesia, hal ini dipertegas dengan adanya sangsi pidana
yang dapat dikenakan bagi yang melakukan ( pasal 82 UU No.23 tahun 1992 tentang
kesehatan). akan tetapi jika si pasangan suami isteri melakukan praktek surrogacy
di luar negeri yang mengizinkan praktek tersebut dan kemudian anak yang lahir
dari praktek surrogacy itu dibawa ke indonesia maka akan menimbulkan
permasalahan hukum mengenai status anak tersebut. UU No. 1 tahun 1974 tentang
perkawinan tidak mengatur mengenai status anak yang lahir dari praktek surrogacy,
dan tidak ada peraturan yang dapat mengakomodasi apabila terjadi konflik
(oktavinola, 2009)
E. Pandangan Hukum Islam terhadap Sewa Rahim
Dalam hal ini para ulama telah
sepakat tentang pengharaman sewa rahim dalam keadaan berikut: menggunakan rahim
wanita lain selain isteri, percampuran benih antara suami dan wanita lain,
percampuran benih isteri dengan lelaki lain, atau memasukkan benih yang
disenyawakan selepas kematian suami isteri, sebagaimana pendapat Syekh Jad
Al-Haq Ali Jad Al-Haq, Syekh Al-Azhar bahwa hal tersebut hukumnya haram, karena
akan menimbulkan percampuradukkan nasab.Argumen yang dikemukakan para ulama
antara lain:
1. Praktek di atas identik dengan nikah istibdha’ / zina
walaupun keadaan sperma sudah dibuahi (tidak menyendiri) seperti diungkapkan
oleh Dr. Jurnalis Udin: "Memasukan benih ke dalam rahim wanita lain sama
dengan bersetubuh dengan wanita itu.”
2. Qaidah usul mengatakan, "Al-Ashlu Fil Ibdha’
Al-Tahrim" (Pada dasarnya dalam urusan kelamin (percampuran) hukumnya
haram). Kontrak rahim termasuk meletakan sperma pada sebuah rahim yang tidak
halal baginya. Sedangkan perempuan yang rahimnya dikontrakkan jelas bukan
isterinya. Sperma dari siapapun kecuali sperma suaminya, haram dimasukkan ke
dalam rahimnya.
3. Dalam surat Al-Maarij ayat 31 Allah berfirman: "Maka
barangsiapa yang menghendaki selain yang demikian itu (bercampur kepada
isterinya atau hamba sahaya yang dimilikinya) maka mereka itu adalah
orang-orang yang melewati batas.”
Bagaimana jika alasannya dharurat
(terpaksa)? KH. Rusyad Nurdin berkomentar: "Itu bukan dharurat, tapi
memenuhi keinginan (bukan terpaksa tapi dipaksakan). Bila seorang wanita sakit
lalu harus dioperasi dan hanya ada dokter laki-laki, itu baru dharurat,
hukumnya tetap, tapi boleh dilakukan.”
F. Pandangan Etika terhadap Sewa Rahim
Masalah ini di indonesia memang
belum terlalu tenar. mungkin karena batasan-batasan dalam agama dan hukum yang
membuat hal ini kurang terdengar. dalam beberapa agama, kasus ibu pengganti /
rahim pinjaman ini oleh beberapa pendapat dianggap sebagai suatu hal yang haram
dan harus dilarang. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kasus ibu pengganti
sama dengan konsep “ibu penyusuan” yang memang diakui dalam agama. tetapi yang
diperbolehkan hanyalah jika donor sel sperma dan sel telur berasal dari
suami-istri yang sah. jika salah satu (sel telur atau sel sperma) bukan berasal
dari suami-istri, hal itu tidak diperbolehkan.
Hukum di indonesia sendiri tidak
mempersoalkan apakah benih itu berasal dari orang lain, tetapi lebih kepada
apakah anak itu lahir dari perkawinan yang sah. dengan kata lain seorang anak
yang lahir diakui hanya dari ikatan perkawinan yang sah, tanpa mempersoalkan
bagaimana terjadinya hal itu (dari siapa benihnya dan bagaimana caranya).
tetapi di lain pihak, analisis dan tes DNA sering dipakai juga untuk menentukan
siapa orangtua si anak. hal ini terjadi pada kasus laki-laki yang tidak mau
bertanggung jawab terhadap kehamilan seorang wanita.
Jika salah satu donor (sel sperma
atau sel telur) bukan berasal dari pasangan suami istri yang sah, di indonesia
hal itu masih dilarang. secara hukum, juga secara agama. secara moral itu
disamakan dengan perzinaan, dan anak yang lahir tidak diakui secara hukum dan
agama.
Di luar negeri (Usa, Inggris, dan
Negara-Negara Eropa) juga mendapatkan payung hukum. bahkan keberadaan bank
sperma / bank sel telur juga diakui oleh mereka. bahkan konstitusi Amerika
menjamin hak konstitusional tiap orang untuk menentukan cara mereka memiliki
anak kandung, baik melalui sanggama atau dengan cara lainnya. oleh karena itu
tidak boleh ada yang melarang atau membatasi penggunaan cara-cara lain dalam
memperoleh anak seperti ibu pengganti atau donor gamet dari orang lain. tetapi
pada umumnya yang dilarang adalah komersialisasi dari cara-cara
itu.(goldfriend, 2007)
G. Masalah Etik Keperawatan Terhadap Sewa Rahim
Bioetik adalah etika yang menyangkut
kehidupan dalam lingkungan tertentu atau etika yang berkaitan dengan pendekatan
terhadap asuhan kesehatan. Pada kasus sewa rahim, masalah etis yang mungkin
terjadi di lihat dari pendekatan teoretis, yaitu:
1. Perawat yang menggunakan pendekatan teologik terhadap isu
etis sewa rahim mempertimbangkan bahwa hal tersebut diperbolehkan untuk
menolong pasangan sumi istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara
ilmiah karena penyakit atau kelainan, dan mungkin bagi wanita yang secara
sengaja menggunakanya untuk menghindari kehamilan demi menjaga kecantikan dan
bentuk tubuhnya, yang mana hal tersebut merupakan hak pasien yang harus
dihargai oleh perawat.
2. Perawat yang menggunakn pendekatan deontologik terhadap sewa
rahim, mungkin akan mempertimbangkan bahwa secara moral penyewaan rahim tersebut
merupakan hal yang buruk untuk dilakukan karena bila dipandang dari segi agama,
hal tersebut mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan walaupun
tidak ada penetrasi langsung dari penis ke vagina, sehingga hukumnya haram
karena akan terjadi pencampuran nasab. Sedangkan dari segi hukum, dapat
menimbulkan masalah dalam kaitanya dalam hal kewarisan.
H. Pemecahan Masalah
Refleksi secara etis mengenai
kemajuan teknologi sudah mulai dikembagkan di beberapa negara dengan
dibentuknya komisi-komisi etis yang menjadi semacam “ hati nurani”, agar dapat
diberikan pelayanan yang lebih menusiawi pada pasien. komisi dapat
dikonsultasikan jika direksi dan staf etis mengalami keraguan etis dalam
menjalankan tugasnya, dan komisi sendiri dapat mengambil inisiatif juga, jika
menurut pendapatnya telah terjadi pristiwa yang dari segi moral menimbulkan
tanda tanya, sehingga diharapakan dengan ini kesulitan-kesulitan etis dapat
diatasi dengan memuaskan.
Menurut AB Loubis SH, dengan merujuk
pada Qararat Maj-lis Al-majma Al-fiqhi Al-Islami yang bersidang di Makkah
tanggal 19-28 Januari 1985 menunjukkan bahwa yang dibolehkan oleh Islam adalah:
1.
Jika sepasang suami isteri yang sama-sama subur tapi sperma suami tidak pernah
sampai secara tepat di dalam rahim isterinya, pemecahannya adalah: suami
disuruh masturbasi lalu sperma yang keluar ditanamkan ke dalam rahim isterinya
lewat tabung FIV.
2.
Jika sepasang suami isteri subur tapi ternyata sel yang menghubungkan telur
dengan rahim terblokade. Pemecahannya dilakukan di luar rahim. Setelah terjadi
pembuahan, segera ditanamkan kembali ke rahim si ibu.
3.
Jika rahim wanita lemah sedangkan suami subur dan isterinya juga, pemecahannya
adalah dengan melakukan pembuahan di luar rahim lalu menitipkan bakal bayi itu
ke rahim isteri lainnya yang sah (tentunya si laki-laki harus terlebih dahulu
beristeri lebih dari satu).
Langkah-langkah tersebut dapat
diterapkan pada situasi-situasi pasien dimana perawat dapat membantu pasien
dalam mengidentifikasi bidang-bidang konflik, memilih dan menentukan berbagai
alternative, menetapkan tujuan, dan melakukan tindakan. Khususnya dalam masalah
etis sewa rahim ini, perawat dapat menerapkan langkah-langkah tersebut dalam
memberkan konsultasi pada sorang yang akan melakukan tindakan tersebt.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2009. Surrogate Mother. http://oktavinola.blogspot.com./surrogate-
motheribu-pengganti_28.html(12 november 2009)
Goldfriend. 2009. Sewa Rahim Dari
Segi Etika Kesehatan. http://fertobhades.wordpress.com/bertanya dan etika
kedokteran.html(12 november 2009)
Ismani, nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta :
Widya Medika
Priharjo, Robert. 1995. Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarta
: Penerbit
Kanisius
Saifxs.2008. Makalah Bayi Tabung. http://docstoc.com./MOTHERdocINSEMINASI-BUATAN.html(12 november 2009)