Askep Pada pasien Dengan Mastoiditis



BAB. I
PENDAHULUAN.
1.1  Latar Belakang.
Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel sel – sel mastoid udara yang melekat ditulang temporal.
Mastoiditis kronis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol dibelakang telinga)yang berlangsung cukup lama. Mastoiditis marupakan peradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan komplikasi dari otitis media kronis.
Setiap individu berhak atas taraf hidup yang memadahi bagi kesejaghteraan dirinya maupun keluarganya, termasuk diantaranya sandang pangan, perumahan dan perawatan kesehatan.pelayanan dirumah sakit di upayakan menuju stsndsr mutu yang telah ditetapkan. Demakian halnya ntuk masing – masing bidang pelayanan, salah satunya adalah bagian bedah, sehingga komplikasi pasca pembedahan dapat dihindari. Kondisi kesehatan masyarakat saat ini memungkinkan terjadinya perubahan pada pola penyakit. Salah satunya adalah penyakit yang menyerang telinga atau bias disrbut mastoiditis kronis.
Pengobatan biaanya diawali dengan pemberian suntikan atibiotik lalu disambung dengan antibiotic per oral minimal selama 2 minggu. Jika pemberian antibiotic tidak memberikan hasil untuk mengatasi masalah ini, dilakukan mastoidiktomi (pengsngkatan sebagian tulang dan pembuangan nanah). Sumber (www.wikipedia.com).

1.2  Tujuan.
   1.   Untuk mengetahui tentang penyakit mastoiditis.
   2.   Untuk mengetahui cara-cara pengobatannya.
   3.   Untuk mengetahui asuhan keperawatan dan memberikan asuhan keperawatan yang benar.

1.3  Manfaat
Dengan mempelajari tentang mastoiditis maka kita dapat mengantisipasi agar tidak terserang penyakit mastoiditis dengan cara lebih menjaga kebersihan.




BAB. II
 TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Konsep Teori.
2.1.1  Pengertian.
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada  sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal tidak adeku. Mastoiditis addalah penyakit sekunder dari otitis media yang tidak dirawat atau perawatannya at (H. Nurbaiti Iskandar, 1997).
2.1.2  Etiologi.
Mastoiditis terjadi karena Streptococcus ß hemoliticus / pneumococcus. Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi traktus respiratorius. Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada infeksi telinga tengah. Bakteri gram negative dan streptococcus aureus adalah beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah disebutkan diatas, bahwa keadaan-keadaan yang menyebabkan penurunan dari system imunologi dari seseorang juga dapat menjadi faktor predisposisi mastoiditis. Pada beberapa penelitian terakhir, hampir sebagian dari anak-anak yang menderita mastoiditis, tidak memiliki penyakit infeksi telinga tengah sebelumnya. Bakteri yang berperan pada penderita anak-anak ini adalah S. Pnemonieae.
2.1.3  Anatomi fisiologi.
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Dalam perkembangannya telinga dalam merupakan organ yang pertama kali terbentuk mencapai konfingurasi dan ukuran dewasa pada trimester pertengahan kehamilan. Sedangkan telinga tengah dan luar belum terbentuk sempurna saat kelahiran, akan tumbuh terus dan berubah bentuk sampai pubertas. Secara embriologi telinga luar dan tengah berasal dari celah brankial pertama dan kedua, sedangkan telinga dalam berasal dari plakoda otik. Sehingga suaru bagian dapat mengalami kelainan, sementara bagian lain berkembang normal. Pada kebanyakan kasus telinga luar dan tengah mengalami kelainan kongenital bersama-sama, sedangkan koklea berkembang normal. Hal ini memungkinkan.rehabilitasi pendengaran pada kebanyakan kelainan telinga kongenital.


a)      Telinga Dalam
Labirin mulai berdiferensiasi pada akhir minggu ketiga dengan munculnya plakoda otik (auditori). Dalam waktu kurang dari satu minggu plakoda tersebut mengalami invaginasi membentuk lekuk pendengaran, kemudian berdilatasi membentuk suaru kantong, selanjutnya tumbuh menjadi vesikula auditorius. Suatu proses migrasi,
pertumbuhan dan elongasi vesikula kemudian berlangsung dan segera membuat lipatan pada dinding kantong yang secara jelas memberi batas tiga divisi utama vesikula auditorius yaitu sakus dan duktus endolimfarikus, utrikulus dengan duktus semi sirkuler dan sakulus dengan duktus koklea. Dari utrikulus kemudian timbul tiga tonjolan mirip gelang. Lapisan membran yang jauh dari perifer gelang diserap meninggalkan tiga kanalis semisirkularis pada perifer gelang. Sakulus kemudian membentuk duktus koklearis berbenruk spiral.Secara filogenetik organ-organ akhir khusus berasal dari neuromast yang tidak terlapisi yang berkembang dalam kanalis semisirkularis untuk membentuk krista. Di dalam utrikulus dan sakulus membentuk makula dan dalam koklea membentuk organon koiti. Diferensiasi ini berlangsung dari minggu keenam sampai ke 10 fetus, pada saat itu hubungan definitive seperfi telinga orang dewasa telah siap.



b)     Telinga Luar dan Tengah
Ruang telinga tengah, mastoid, permukaan dalam membijana timpani dan tuba. Eustachius berasal dari kantong faring pertama. Perkembangan prgan ini dimulai pada minggu keempat dan berlanjut sampai minggu ke 30 fetus, kecuali pneumatisasi mastoid yang terus berkembang sampai pubertas. Osikel berasal dari mesoderm celah brankial pertama dan kedua, kecuali basis stapes yang berasal dari kapsul otik. Osikel berkembang mulai minggu kedelapan sampai mencapai bentuk- komplet pada minggu ke 26 fetus. Liang telinga luar berasal dari ektoderm celah brankial pertama.Membrana timpani mewakili membran penutup celah tersebut. Pada awalnya liang telinga luar tertutup sama sekali oleh suatu sumbatan jaringan padat, akan tetapi akan mengalami rekanalisasi.
Telinga tengah



2.1.4  Gejela Klinis.
Menurut H. Nurbaiti Iskandar (1997), manifestasi klinis dari mastoiditis adalah :
1. Febris/subfebris
2. Nyeri pada telinga
3. Hilangnya sensasi pendengaran
4. Bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya)
5.Kemerahan pada kompleks mastoid
6. Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir.
7. Matinya jaringan keras (Tulang, Tulang Rawan).
8. Adanya abses (Kumpulan jaringan mati dan nanah)

2.1.5  Patofisiologi.

2.1.6  Komplikasi.
Komplikasi mastoiditis meliputi kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf kranial wajah (syaraf-syaraf kranial VI dan VII), menurunnya kemampuan klien untuk melihat ke arah sam-ping/lateral (syaraf kranial VI) dan menyebabkan mulut mencong, seolah-olah ke samping (syaraf kranial VII). Komplikasi-komplikasi lain meliputi vertigo, meningitis, abses otak, otitis media purulen yang kronis dan luka infeksi.
2.1.7  Penatalaksanaan.
Pengobatan dengan obat-obatan seperti antibiotik, anti nyeri, anti peradangan dan lain-lainnya adalah lini pertama dalam pengobatan mastoiditis.  Tetapi pemilihan anti bakteri harus tepat sesuai dengan hasil test kultur dan hasil resistensi. Pengobatan yang lebih invasif adalah pembedahan pada mastoid. Bedah yang dilakukan berupa bedah terbuka, hal ini dilakukan jika dengan pengobatan tidak dapat membantu mengembalikan ke fungsi yang normal.
Biasanya gejala umum berhasil, diatasi dengan pemberian antibiotik, kadang diperlukan miringotomi.
Jika terdapat kekambuhan akibat nyeri tekan persisten, demam, sakit kepala, dan telinga mungkin perlu dilakukan mastoidektomi.
TatalaksanaPengobatan dengan obat-obatan seperti antibiotik, anti nyeri, anti peradangan dan lain-lainnya adalah lini pertama dalam pengobatan mastoiditis. Tetapi pemilihan anti bakteri harus tepat sesuai dengan hasil test kultur dan hasil resistensi. Pengobatan yang lebih invasif adalah pembedahan pada mastoid. Bedah yang dilakukan berupa bedah terbuka, hal ini dilakukan jika dengan pengobatan tidak dapat membantu mengembalikan ke fungsi yang normal
2.1.8  Pasca bedah dan pre operasi.
ü  Pasca bedah.
                1    Tidurkan px selama 4 jam dengan telinga yang baru dibedah disebelah atas.
                2    Berikan obat jika ada rasa tidak nyaman dan vertigo.
                3    Pasan penghalang tempat tidur (jika vertigo).
                4    Amati px setelah ambulatory bila ada gejala verigo atau pusing.

ü  Pre opersi.
               1.   Biasanya diberikan antibiotic untuk menghilangkan infeksi.
               2.   Puasa, untuk menghindari efek anastesi.
               3.   Membersihkan area sekitar mastoiditis.
               4.   Jika sudah sembuh dari infeksi baru dilakukan mastoidiktomi (pengangkatan tulang mastoid).
               5.   Istirahat yang cukup.
               6.   Diet seimbang TKTP (tinggi kallori dan tinggi protein)

2.2  Konsep Asuhan Keperawatan.
2.2.1  Pengkajian.
               1.   Umur : Rata-rata usia yang terkena penyakit mastoiditis antara 6-13 bulan. Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan sama-sama bisa terkena penyakit mastoiditis.
               2.   Keluhan Utama. Nyeri di belakang telinga.
               3.   Riwayat Penyakit Sekarang Sedang menderita otitis media akut / kronik.
               4.   Riwayat penyakit Dahulu. Pernah menderita otitis media akut, maupun kronik.
               5.   Pola Fungsi Kesehatan
è Pola istirahat dan tidur.
Nyeri yang diderita klien dapat mengakibatkan pola istirahat dan tidurnya terganggu.
è Pola aktivitas.
Nyeri yang dialami klien dapat membatasi gerak.
               6.   Pemeriksaan Anamnesis. Otoskopi terlihat infeksi TT.
               7.   Pemeriksaan Penunjang
è Pemeriksaan darah.
è Foto Mastoid.
è Kultur bakteri telinga
2.2.2  Diagnosa keperawatan.
1.   Nyeri akut yang berhubungan dengan bedah mastoid.
2.   Gangguan berkomunikasi b/d efek kehilangan pendengaran.
3.   gangguan penurunan harga diri b/d memandang diri sendiri sebagai yang buruk.


2.2.3  Intervensi.
Dx 1 : Kurang pengetahuan tentang penyakit mastoid, prosedur bedah, dan perawatan pascaoperatif dan harapan.
Ø  Tujuan :
      menurunkan ansietas pasien dan mengetahui tingkat ansietas pasien.
Ø  Kriteria Hasil :
      individu akan menunjukkan bebas dari rasa taknyamanan dan mengetahui faktor ansietas
  • I/ : Memberikan dorongan pada pasien untuk membahas setiap ansietas   atau beban yang dirasakan.R/Menambah pengetahuan untuk mengatasi.ansietas
  • I/ : Kolaborasi dengan ahli bedah otologi tentang prosedur bedah mastoidektomi.R/Untuk mengangkat sebagian tulang sekitar mastoid dan  pembuangan nanah.
  • I/ : Berikan suasana dan lingkungan yang tenang.
    R/Agar pasien merasa nyaman.


Dx 2 : Gangguan berkomunikasi b/d efek kehilangan pendengaran.
Ø  Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang atau hilang.
Ø  Kriteria Hasil : Klien akan memakai alat Bantu dengar jika sesuai. Menerima pesan melalui metoda pilihan (missal : komunikasi lambing, tulisan, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik).
I/    : Dapatkan apa metoda komunikasi yang iinginkan dan catat pada rencana perawatan metode yang digunakan pada staf dan klien seperti: tulisan,Berbicara bahasa isyarat.
R/  : Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan klien maka komunikasi dapat disesuaikan denga kemempuan dan keterbatasan klien.
I/    : Lihat kemempuan menerima pesan secara verbal.
R   : jika  dapat mendengar padasatu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas langsung ketelinga yang baik.
I/    :  Tegaskan komunikasi yang penting dengan menuliskannya, jika mampu bahasa isyarat sediakan penerjemah.
R/  : Pesan yang ingin disampaikan kepadaklien dapat diterima dengan baik oleh klien
I/    : Gunakan nfaktor – factor yang meningkatkan pemahaman dan pendengaran.
R/  : Memungkinkan komunikasi 2 arah antara perawat dan klien dapat berjalan dengan baik dan px dapat menerima pesan dari perawat secara tepat.

Dx 3 : gangguan penurunan harga diri b/d memandang diri sendiri sebagai yang buruk.
I/       :  Kaji tingkat asieetas klien dan kaji persepsi klien tentang realita situasi
R/     : Identifikasi bagaimana anggota keluarga mamandang situasi dan peran mereka dalam apa yang sedang terjadi sangat penting untuk mengembangkan rencana asuhan kaperawatan.
I/       :  Diskusikan persepsi orang tua tentang keterampilan dan peran mereka sebagai orang tua.
R/     :  Klien dapat melihat diri sendiri sebagai seseorang yang buruk ketika memiliki masalah dan tidak dapat mencapai harapan.
I/       :  Dengarkan ekspresi masalah reaksi orang lain terhadap masalah klien, rasa control diri.
R/     :  Klien mungkin membiarkan diri mereka terbawa oleh apa yang dipikirkan orang lain, bukan membangun control diri sendiri, kepercayaan dan membangun tindakan.
I/       :  Cata tingkat prilaku adaptif / mekanisme pertahanan dahulu dan saat ini
R/     :  Meningkatkan keterampilan positif / negatif dan membangun dasar untuk membantu klien mengidentifikasi hal – hal yang telah mereka lakukan dengan baik dan belejar untuk menjadi diri sendiri.
I/       :  Dorong diskusi terbuka tentang situasi / ekspresi perasaan.
R/     :  Membantu individu mengidentifikasi masalah, mendegar maslah sendiri dan berbagi dengan anggota kelarga lain.
I/       :  Akui perasaan marah dan bermusuhan.
R/     :  Klien mungkin percaya bahwa expresi perasaan negative tidak dapat diterima, namun perasaan tersebut normal dan merupakan tanda suatu perlu diakui dan diatasi
I/       :  Dorong individu untuk peka terhadap tanggung jawab sendiri untuk mengatasi apa yang sedang terjadi.
R/     :  Setiap orang memiliki control terhadap diri sendiri dan tidak dapat mengontrol atau membuat orang lain berbuat Sesutu.
I/       :  Bantu klie menghindari membandingkan diri dengan orang lain.
R/     :  Setiap individu terlibat memiliki cara yang unik untuk mengatasi masalah sendiri, dan pembandingan biasanya dengan cara negative untuk membuktikan kekurangan nilai diri.
I/       :  Bantu klien mempelajari komunikasi terapeutik, diskusikan penggunaan pesan positif srbagai ganti penghargaan.
R/     :  Pengembangan eterampilan untuk berbicara dengan orang lain memberikan kesempatan untuk membina hubungan. Pesan positif menolong individu untuk mengembangkan perasaan internal dari harga diri, percaya diri.
I/       :  Berikan rasa empati bukan simpati.
R/     :  Empati bersifat obyektif dan mengkomunikasikan suatu pemahaman tentang masalah orang lain.
I/       :  Gunakan kata – kata positif untuk menguatkan perkembangan yang dilihat.
R/     :  Dapat membantu mendorong perkembangan perilaku koping positif.
I/       :  Diskusikan ketidakakuratan dalam persepsi ketika terjadi.
R/     :  Mndorong klien untuk mengidentifikasi area yang perlu mendapat tindakan.

Implementasi.
 Dx 1:
  • Menerangakan pd px tentang asietas
  • Beri suasana tenang

Dx 2:
  • Ajarkan cara mengurangi nyeri
  • Catat skala nyeri

Dx 3:
  • Ajarkan klien menggunakan alat pendengaran secara tepat
  • Catat perkembangan pendengaran


2.2.4  Evaluasi.
Dx 1:
  • Pasien dapat mengerti tentang penyakit mastoiditis
  • Px dapat merasakan nyaman

Dx 2:
  • Rasa nyeri sudah berkurang
  • Mengetahui tingkat nyeri yang dirasa

Dx 3:
  • Px bias meningkatkan persepsi pendengaran
  • Bisa menggunakan dan merawat alat pendengaran



BAB III
 PENUTUP
3.1  Kesimpulan.
Mastoiditis adalah penyakit pada telinga yang bias berupa push penyakit ini diderita oleh orang dewasa tetapi juga bias derita oleh anak. Penyakit ini bisa dicegah dengan cara menjaga kebersihan.

3.2  Saran.
Mastoiditis merupakan penyakit yang rawan menyerang kita. Maka dari itu disarankan agar setiap individu waspada terhadap timbulnya mastoiditis dengan cara lebih menjaga kebersihan diri terutama telinga. Jika timbul gejala – gejala mastoiditis segeralah periksa kedokter.

DAFTAR PUSTAKA

Francis, Mary moorhouse, dkk. 1996. Buku Rencana Asuhan Keperawatan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Donna.  1995.  Medical Surgical Nursing; 2nd Edition.  WB Saunders.
Iskandar, H. Nurbaiti,dkk  1997.  Buku Ajar Ilmu Penyakit THT.  Balai Penerbit FKUI.  Jakarta.
Mukmin, Sri; Herawati, Sri.  1999.  Teknik Pemeriksaan THT.  Laboratorium Ilmu Penyakit THT, FK UNAIR.  Surabaya.
www.wikipedia.com




 

Link Kesehatan Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger