Tumor Intrakranial


CNS merupakan tempat kedua yang paling umum sebagai tempat terjadinya tumor pada anak-anak. Yang paling banyak adalah jenis neurogenioc origin dan 70% terjadi pada infratentorial.
Penanganan tumor tergantung dari tipe tumor, keadaan klinik, perlunya terapi sebelum pembedahan, dan penanganan waktu operasi dan post operasi. Yang paling sering dijumpai adalah tumor glioma.
Neoplasma primer CNS diperkirakan jumlahnya 9% dari semua jenis tumor primer. Neoplasma yang timbul di intrakranial diperkirakan sekitar 85% kasus. Pada umumnya tumor otak primer adalah jenis neuroglial., tumor ini muncul dari parenkim dan umumnya berasal dari glioma. Kira-kira ada 6600 kasus baru dari malignan glioma yang dilaporkan tiap tahun.
Meningioma merupakan grup kedua terbesar yang terjadi intrakranial, kira-kira sekitar 15%. Pituitary gland merupakan tempat yang paling sering sebagai tempat pertumbuhan tumor, biasanya jenis adenoma. Kira-kira sekita 10% dari semua jenis tumor intrakranial. Neoplasma metastase sering terjadi. Angka kejadian tergantung umur, dan biasanya terjadi setelah dekade keempat. Diperkirakan 1/6 tumor otak akan terjadi metastase yang tidak ada gejalanya.

Glioma
Glioma secara umum diklasifikasikan menjadi 3 grup :
-          ASTROSITOMA
-          Anaplastik astrositoma
-          Glioblastoma multiform
Astrositoma menunjukkan relative benign dari akhir spectrum penyakit. Secara mikroskopis kelainan pada astrositoma sulit dibedakan dari bentuk yang normal. Mitosis terjadi jarang dan jumlah sel tidak nampak meningkat. Perubahan mikrosistik kadang-kadang muncul dan membantu dalam menentukan diagnose. Perubahan cerebral seringkali tidak terganggu dan prognosis umumnya baik.
Anaplastik astrositoma menunjukkan adanya keganasan. Jenis ini sering muncul pada umur pertengahan dan biasanya terjadi pada hemisper cerebral. Lesi menunjukkan tempat yang jelas untuk operasi, dan biasanya tidak ada batas kelainan yang nyata. Secara mikroskopis densitas sel meningkat. Sel pleomorfik dan mitosis tampak terjadi.
Glioblastoma multiform menunjukkan bentuk keganasan yang paling ganas dari glioma. Tumor terjadi pada umumnya di hemisfer cerebral tetapi mungkin sampai ke brainstem dan meskipun jarang sampai juga ke hemisfer cerebellar. Pada saat operasi, dibuat kontras antara tumor dan otak sekitar yang normal, karena tidak ada batas yang jelas. Sering pada area perdaraahan dan nekrosis, yang secara makroskopik menunjukkan gejala penyakit ini. Secara mikroskopis diagnosis ditegakkan dengan identifiaksi pada area yang cellularity tinggi, pleomorphisme ekstreme, proliferasi vascular dan nekrosis.

Pertimbangan Klinik Dan Evaluasi Pre Operasi
Sign dan symptom tumor supratentorial umumnya dikategorikan menjadi 2. Kategori pertama adalah tanda-tanda yang tidak spesifik akibat naiknya tekanan intracranial, antara lain nyeri kepala, mual, pandangan kabur atau diplopia, mual, muntah, dan kaku leher. Kategori kedua perubahan status mental diantaranya mengantuk, papiledema, dan terjadi palsy nerve VI.
Sakit kepala adalah keluhan yang paling umum pada dengan tumor kepala. Ini biasanya tanda awal 40%  pada pasien dengan Glioblastoma multiform. Headache biasanya memburuk pada pagi hari dan semakin menurun bila semakin siang. Pasien tersebut baisanya ada retensi CO2 dan kongesti vena dengan dengan posisi berbaring. Apabila tumor semakin membesar maka headache akan semakin jadi menetap. Adakalanya nyeri kepala hanya pada sisi dimana tumor berada.
Drowsiness (mengantuk/ kesadaran menurun) relative muncul terlambat pada pasien tumor otak dan menggambarkan kerusakan mayor di intracranial. Hal ini disebabkan tidak berfungsinya diencephalon (hypothalamus dan thalamus) mungkin disebabkan compresi atau kerusakan vascular. Masalah visual biasanya akibat
Kerusakan kedua pada CNS akibat brain tumor adalah karena efek langsung dari tumor itu sendiri. Efek fungsional disebabkan karena iritasi atau destruksi atau pergeseran otak.
Efek iritasi menyebabkan kejang, dan ini keluhan kedua yang paling umum dari pasien pada saat diagnosa. Secara umum, tumor yang berada di bagian motor atau subtansi di lobus temporal lebih sering meyebabkan kejang daripada tumor di tempat lain. Aktivitas kejang juga dikaitkan dengan tipe tumor glioma. Kejang lebih sering terjadi pada pasien dengan astrositoma dan oligodendroglioma dari pada pasien glioblastoma multiform. Frekuensi kejang, 75% merupakan pendekatan benign patologis.
Invasi atau displasment pada jaringan otak menimbulkan tanda sesuai dengan substansi otak yang terlibat atau atau fungsi otak yang terkait. Kekacauan fungsi umumnya sering terjadi pada pasien dengan malignant brain tumor dari pada jenis lainnya dari tumor glial. Ketika tumor berada pada sebagian besar hemisfer, tanda-tanda fungsional termasuk hemisfer kontralateral, hemianestesi, dan gangguan bicara dan hemianopsia. Tanda yang komplek mungkin dikaitkan dengan edema otak, dan beberapa dapat dikurangi dengan pemberian kortkosteroid (vide infra). Perubahan sifat, hilangnya ingatan, dan beberapa mental apati adalah tanda dari tumor malignan yang melibatkan daerah frontotemporal dan tidak perlu bagian yang mengatur itu yang terkena. Kejadian tumor pada silence area mungkin berespon hanya pada daerah yang terkena, tidak karen tumor itu sendiri, tetapi karena adanya edema otak. Pada pasien ini, penggunaan cortikosteroin pre operasi dapat menyembuhkan gejala-gejala, dan secara khas pembedahan tidak akan berakibat pada defisit yang baru.

Prinsip Penanganan Umum.
Penanganan pasien secara umum dengan glioma dimulai dengan diagnosis. Termasuk CT scan, MRI, dan angiographi. CT scan adalah teknik diagnosis awal, dilakuak dengan dan tanpa kontras iodin. Yang tanpa kontras dapat memberikan informasi tentang densitas tumor dibandingkan dengan daerah sekitarnya yang normal. Kemudian dibandingkan dengan yang menggunakan kontras, untuk membedakan derajat peningkatan kontras pada tumor. Secara umum, tumor dengan batas yang jelas dan densitas homogen dilihat dengan sedikit atau tanpa peningkatan kontras dan sedikit efek massa mempunya low-grade histologi sesuai dengan astrositoma. Massa dengan batas yang tidak jelas, densitas yang irregular, dan kontras yang tinggi dikaitkan dengan edema otak sekitarnya cenderung memiliki high-grade malignacy sesuai dengan anaplastic astrositoma atau glioblastoma multiform.
Informasi radiologik harus dikombinasikan dengan pemeriksaan klinik preoperative, anestettik, dan pembedahan pada pasien dengan glioma. Pasien brain tumor mungkin menunjukkan gambaran ECG yang bermacam-macam yang mungkin dikarenakan oleh peningkatan aktivitas simpatis dan peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan ECG yang sering tampak adalah takikardia, QT interval yang memanjang, gelombang U yang lebar, dan perubahan gelombang T dan ST. Sebelum operasi, pasien di beri obat glukokortikosteroid dan obat anticonvulsan. Jika memungkinkan, tergantung kondisi passien, terapi dimulai beberapa hari sebelum operasi. Biasanya, pasien suspek low-grade tumor diberi obat dexamethasone 16 mg per hari dan pasien dengan suspek high-grade tumor diberi 40 mg per hari. Metilprednisolone dengan dosis equivalen dapat diberikan sebagai pengganti dexametason. Pemberian steroid menyebabkan peningkatan volume intravaskular yang menyebabkan hipertensi dan hiperglikemia. Penitoin 3-5 mg/kgbb diberikan single dose untuk mencapai konsentrasi steady state dalam plasma sebelum operasi. Penitoin merupakan piluhan pertama karena kurang menyebabkan depresi CNS dan diberikan secara intravena, sehingga mungkin diberikan selama operasi jika diperlukan. Terapi anticonvulsan diharapkan untuk dapat mengurangi resiko kejang post operasi. Kejang yang dikombinasi dengan hipercapnea dan hipertensi, membahayakan hemostasis pada akhir operasi. Perdarahan yang banyak mungkin dapat terjadi yang memerlukan reoperasi.
Dibawah ini adalah hubungan antara cerebral malignancy dan komplikasi tromboembolik (TEC). Pasien dengan tumor suprasellar mempunyai insiden TEC yang lebih tinggi daripada tumor di tempat lain, diperkirakan tumor terpengaruh dengan hipothalamopituitary axis sebagai ‘center’ untuk kontrol kokagulasi darah. Pada study retrospektif, TEC terjadi lebih sering pada orang muda, pasien yang dapat beraktifitas, dan pasien noparetic.
Produkasi prokoagulan oleh tumor otak telah diungkapkan. Beberpa tumor tampak berisi substansi yang dapat menghambat sistem enzim fibrinolitic.
Tindak pencegahannya diantaranya ambulatory awal, membungkus kaki (leg wrapping), isovolemic hemodilusi, stimulasi listrik pada otot kaki selama operasi, secara aktive dicari pada pasien yang dilakukan kraniotomi. Penggunaan heparin pada saat operasi sudah selesai masih kontroversial.
Tronbositopenia dan DIC (disseminated intravascular coagulation) harus di identifikasi preoperasi pada pasien dengan malignancy. Transfusi platelet dan mungkin terapi heparin diindikasikan sebelum terapi pembedahan. Kemudian, evaluasi hemoststic secara hati-hati adalah penting pada semua pasien dengan lesi otak.

Anestetic Management

Premedication
Obat preoperasi yang menyebabkan sedasi dan depresi ventilasi seharusnya dihindari pada pasien dengan kenaikan TIK dan penurunan compliance. Sulit umtuk membedakan mual dan muntah selama pemberian narkotik preoperasi dengan mual dan muntah akibat kenaikan TIK progresif. Demikian juga, obat yang menyebabkan sedasi dapat menutupi penurunan tingkat kesadaran yang menyertai peningkatan progresif TIK. Tidak ada obat yang harus diberikan pada pasien yang mengalami penurunan sensorium.
Pada pasien dewasa yang sadar, diazepam 0.1 – 0.12 mg/kg diberikan per oral 1.5 – 2 jam preoperasi. Keputusan untuk memberikan obat antikolionergik atau cimetidin tidak ada kaitannya dengan peningkatan TIK. Mungkin lebi penting yang harus diingat bahwa hubungan dokter-pasien adalah lebih penting dalam menganalisa anxiety/kecemasan dan penurunan hipertensi preoperasi sebagai respon stress.

Monitoring
Monitoring teliti heart rate dan tekanan darah adalah penting untuk mendeteksi secara cepat perubahan CPP. Monitoring langsung tekanan darah intraarterial mampu menghasilkan analisa blood gas, hematokrit, dan SE. monitoring secara kontinu tekanan darah dengan alat yang sekarang ada yaitu finger plethysmograf dapat memantau hemodinamic secara tidak invasive pada pasien yang sadar. Monitoring ECG perlu untuk mendeteksi miocardial iskemia dan disritmia yang berhubungan dengan adanya tumor intrakranial (manipulasi pembedahan pada vital medullary center dapat menimbulkan disritmia).
Suhu dapat dengan mudah di monitor melalui stetoscope esofageal. Pulse oksimeter dan mass spectrometry atau capnography merupakan monitoring rutin pada banyak tempat. CVP monitor dilakukan jika pasien general medical dalam kondisi memerlukannya atau jika pasien dalam posisi duduk. Jika seorang pekerja, canul pada vena antecubiti lebih dianjurkan untuk mencegah berbagai resiko, namun sedikit sukar dalam melakukan drainase vena cerebral. Emboli udara venadideteksi lebih sensitive dengan precordial doppler (0.02 ml/kg/min) dan diawali denagn capnography dan tranesophageal echocardiography. Sebagai alternatif, peningkatan level end-tidal nitrogen diukur dengan spectrometry adalah indikator yang mayakinkan bahwa udara ada dalam intravaskular.
Kateter urine dipasang untuk membantu penanganan balance cairan, khususnya jika digunakan hiperosmotik diuresis. Peripheral nerve stimulator digunakan untuk monitoring keadaan relaksasi otot rangka. Jika ada hemiparesis, berakibat relative lebih resisten terhadap muscle relaksan nondepol, dan monitoring dilakukan pada otot yang normal. Timbulnya respon visual dan brainstem digunakan pada waktu operasi sebagai penunjuk ahli bedah dalam pemotongan.

Terapi Cairan
Cairan hipotonik seharusnya dihindari, karena terjadinya extravasasi ekstravaskular mungkin mendorong terjadinya edema otak (lihat bab 7). Stress, streroid, dan fenitoin cenderung menigkatkan kadar glukosa darh, yang akan menyebabkan neurologic outcome yang buruk setelah periode iskemia inkomplet. Cairan yang mengandung dextrose seharusnya dihindari dan kadar glukosa darah di cek intermiten dan dijaga < 200 mg/dl. Cairan RL atau yang lainnya yang tidak mengandung glukosa dipakai sebagai cairan maintenace dan replacement. Pemberian cairan seharusnya tidak melebihi 1-3 ml/kgbb/jam selama perioperasi untuk meminimalkan ekstravasasi cerebral.

Pemilihan Obat
Efek obat anestesi pada perubahan intrakranial telah dijelaskan pada bab 5.
Pada pasien dengan glioma, ICP dapat menjadi kembali ke normal dengan pemberian steroid, dan keadaan kritis menjadi berkurang. Namun, jika ada midline shift, setiap peningkatan ICP yang disebabkan karena hipertensi, penurunan drainage vena, vasodilatyasi cerebral, kekakuan dinding dada, atau hypercapnea mungkin membahayakan.
Induksi diberikan secara pelan dengan kombinasi barbiturat (thiopenthal 3-5 mg/kg), atracurium (0,3-0,5 mg/kg, lidocain 1-1,5 mg/kg, dan labetolol 5 -10 mg. Muscle relaksan non depol lebih dianjurkan, karena efek SCh pada peningkatan ICP tidak dapat dipastikan. Narkotik short-acting seperti fentanil dan sufentanil seharusnya tidak diberikan sampai muscle relaksan komplete mengeblok, seperti kekakuan dinding dada, karena dosis kecil dari obat ini dapat meningkatkan ICP. Propofol 2,5 mg/kg dapat secara significan menurunkan CPP karena menyebabkan penurunan tekanan arteri sistemik dan mungkin tidak ada manfaat pada pasien dengan tumor otak.
Isofluran pada konsentrasi kecilpun mempunyai efek pada semua obat inhalasi yang berpengaruh pada TIK. Namun, pada salah satu penelitian isoflurane sebesar 1,1% secara significan meningkatkan TIK (sekitar 5-13 mg/kg) pada pasien dengan tumur yang ada midline shift, meskipun ada keadaan hipocapnea. Pada rabbit dengan peningkatan TIK oleh karena cedera kepala akut cryogenic, penambahan isoflurane, 1 MAC, secara significan maningkatkan TIK, yang sesungguhnya terjadi sebelum keadaan hipocapnea didapatkan. Hal ini kelihatan bahwa efek isoflurane diubah oleh suatu patologi. Pada kasus dengan malignan edema otak, konsentrasi isofluran harus dikurangi dibawah 1 MAC. Infus narkotik dosis rendah (misal, fentanyl 1,5-2 mg/kg/jam) harus hati-hati. Pemberian sufentanyl harus hati-hati, khususnya jika terdapat hipokapnea, karena ada study yang menunjukkan penigkatan TIK bila digunakan pada pasien dengan tumor otak.
Lidokain dan dosis kecil barbiturat adalah obat yang sangat berguna pada penggunaan gawat darurat. Suction endotrakeal atau faringeal dilakukan sebelum obat reversal pelumpuh otot diberikan. Hemodinamik yang stabil harus dicapai, dengan memberikan efek minimal pada sirkulasi otak, dengan bolus titrasi atau infus labetolol atau obat vasoaktif lainnya yang sesuai. Sebagian besar pasien akan menunjukan respon simpatis pada stimuli pada saat emergency, dan kestabilan hemodinamik harus tetap dijaga.

Penanganan Bedah
Pretreatment yang adekuat, seperti yang dijelaskan diatas akan membuat jalannya operasi menjadi lebih lembut. Penambahan obat untuk relaksasi cerebral mungkin diperlukan, khususnya pada pasien dengan high-grade tumor. Infus manitol dengan dosis 0,5-1 mg/kg diberikan melalui infus pada saat kraniotomi dimulai akan menyebabkan otak relaksasi. Dianjurkan dilakukan moderate hiperventilasi dengan end-yidal CO2 30-35 mmHg.
Posisi pasien merupakan faktor penting dalam memindahkan tumor parenkimal. Tujuan utamanya yaitu menempatkan axis utama tumor pararel dengan dasar optimal akses dari operator. Sebagian besar glioma dapat dicapai dengan pasien diposisikan supine. Kadang kadang diperlukan posisi lateral atau ¾ posisi prone. Kepala seharusnya ditempatkan sedikit diatas garis level jantung untuk memfasilitasi drainage vena dan mengurangi kongesti otak. Secara umum, kepala ditempatkan pada 3 pin penahan kepala, yang mana terpasang erat pada meja operasi. Pin yang ditempatkan setelah induksi anestesi mungkin meningkatkan tekanan darah. Penggunaan lokal anestesi pada tempat pin dan level anestesi yang dalam mengurangi efek ini. Setelah kepala pasien diposisikan, tubuh dan ekstremitas secara hati-hati dilihat di inspeksi dan setiap titik tumpu dialas dengan busa. Yang beberapa terbuat dari alat pengatur suhu yang menjaga keadaan normovolemia. Kehilangan panas dan luka tekanan sering menjadi masalah dalam lamanya perawatan dan dapat dicegah dengan perhatian pada permukaan dan pemanasan caitan dan padding yang hati-hati.

Pengobatan Lainnya
Usaha telah dilakukan dan dikembangkan terus menerus untuk mengurangi komplikasi ini. Oldfield et.al. menjelaskan metoda cannulation untuk menghilangkan obat kemoterapi dari sirkulasi vena serebral sehingga tidak masuk ke sirkulasi sitemik. Studi klinik sedang dilakukan untuk mengevaluasi efek sistem implantible terhadap tumor. Sistem secara umum di implant pada waktu operasi citoreductive. Transplantasi autologous tulang belakang dapat di lakukan sebelum terapidosis tinggi yang dikuti dengan kemoterapi yang diinfuskan pada sumsum tulang belakang pasien selama perkiraan waktu blood count terendah yaitu beberap minggu setelah terapi.
Imunoterapi telah dikembangkan untuk digunakan pada pasien dengan glioma malignant. Secara rasional secara umum berdasarkan tumor expressing antigen yang merupakan benda asing bagi tubuh. Mekanisme dasar pertahanan imun terdiri dari elemen imun celular dan humoral. Dua sistem ini dapat bergabung secara efektif dalam merusak sel tumor. Terapi saat ini menggunakan host selular imune respon dengan mengaktifkan lymphokin activated killer cell (LAK) oleh IL2. Metode inin memerlukan leukophoresis yang diikuti olek inkubasi pada limphosit pasien dengan IL, kemudian disuntikkan sel LAK pada saat operasi setelah prosedur cytoreductive. Tidak seperti penyuntikan secara sistemik IL untuk tumor otak, cara ini lebih dapat ditolelir.

Meningioma
Seperti telah di jelaskan sebelumnya, meningioma merupakan 15% dari primer brain tumor. Sebagian besar jinak dan yang lainnya dapat di operasi secara komplet. Tumor ini terjadi khususnya pada orang dewasa dan pada dekade pertengahan. Sebagian besar merupakan lesi soliter, tapi multiple meningioma dapat terjadi dengan atau tanpa neurofibromatosis. Berdasrkan histologinya ada empat jenis utama meningioma : meningothelial, transitional, fibroblastic, dan angioblastic. Angioblastik merupakan pasling sedikit dan lebih agresif dari pada tipe yang lainnya. Lebih lanjut ini dibedakan menjadi 2 varietas yaitu hemangioblastic, yang mirip cerebellar hemangioblastoma, dan yang kedua hemangiopericytoma. Jenis ini sungguh mirip dengan hemangiopericytoma pada jaringan lain dan ditandai dengan kecil, sel yang terbungksu dengan pembuluh darah halus yang banyak. Mitosis umum terjadi. Tumor ini lebih agresif dengan kecenderungan kearah recurrence dan penyebaran metastase.

Perhatian Klinik Dan Evaluasi Pre Operasi
Gejala klinik dari meningioma tergantung pada lokasi tumor. Tempat yang paing sering untuk pertumbuhan meningioma diantaranya convexity, sphenoid wing, cerebellopontine angle, daerah parasagital, lekuk olfactory, dan tuberculum sellae. Lokasi yang tidak sering adalah cerebellar convexity, foramen magnum, dan clivus.
Convexity meningiomas mungkin tumbuh lebih besar sebelum menjadi gejala/simptomatik. Keluhan yang sering adalah sakit kepala. Tergantung pada area yang terkena, pasien mungkin kejang atau tanda fokal berupa kelemahan atau kehilangan sensoris.   Sphenoid wing meningiomas secara umum dibagi menjadi middle third dan medial (clinoid). Lateral spenoid wing dan middle third meningiomas memiliki persamaan dalam cara convexity meningiomas. Clinoidal meningiomas timbul dari medial spenoid wing dan melibatkan carotis dan arteri mddle cerebral seperti saraf optic dan tractus opticus. Pada tumor yang besar, lobus frontal dan temporal mungkin tertekan. Gejala pada saraf optik yang biasanya dijadikan acuan, tapi kejang dan atau hemiparesis mungkin bersamaan. Parasagittal tumor, sesuai namanya, ia mempengaruhi sinus sagitalis seperti dekatnya falx dan convexity. Tumor muncul dari mid position dari sinus sagitalis yang menyebabkan kejang dan kelemahan ekstremitas bawah atau kehilangan sensoris karena kompresi dasar dari korteks sensorimotor. Meningioma di spertiga anterior lebih sulit terdeteksi secara klinik meskipun lebih besar pada saat ditemukan pertama kalinya. Tanda dan gejala termasuk perubahan sikap dan mungkin demensia. Sakit kepala muncul pada keduanya dan pada meningioma pada umumnya. Meningioma pada tuberculum sellae ditunjukkan dengan kehilangan penglihatan. Biasanya terjadi unilateral. Dengan gejala progress yaitu kehilangan ketajaman dan gangguan lapangan panadng bilateral, yang diakitkan dengan atropi nervus opticus. Meningioma jalur olfactory berkembang pada midline fossa anterior. Area ini relative tenang dan sering kali tumor akan mencapai ukuran besar sebelum terdeteksi. Nyeri kepala merupakan gejala umum dan mungkin ada perubahan mental. Meningioma cerebellopontine angle menunjukkan gejala yang sama dengan acoustic tumor (vide infra). Gejala umum berupa hilangnya pendengaran, vertigo, dan tinnitus. Gejala lain pada lokasi ini secara langsung dipengaruhi oleh ukuran tumor yang mempengaruhi nervus lain pada basal cranial. Seperti tumor lainny ayng muncul pada fosa posterior, tumor ini mungkin menyebabkan hidrocephalus yang menyebabkan peningkatan TIK. CT scan preoperasi akan menyingkap hidrocephalus  sebagai tambahan pada meningioma.
CT scan merupakan alat radiologi yang sangat penting dalam konfirmasi diagnosis meningioma.
Lesi tampak sedikit lebih dense dan menyebar secara homogen setelah kontas disuntikkan. Perubahan seperti tulang gampang di evaluasi pada CT scan. Separuh dari pasien dengan meningioma terdapat edema cerebral yang berbatasan dengan tumor. Pada waktu ini edema mungkin ditandai dan dapat menyulitkan anestesi dan operasi. Angioraphy sering dilakukan pada pasien dengan dugaan meningioma. Garis luar yang mensuply tumor, yang seringkali dari karotis eksternal. Informasi ini berguna pada saat ekstirpasi.

Menegement Anestesi
Pada kasus pasien dengan tumor glioma, managemen anestesi harus tepat yang memerlukan manipulasi obat dan teknik untuk menjaga CPP stabil.
Meningioma terjadi lebih sering pada pasien tua dan mungkin ada perubahan mental. Diagnosis bandingnya adalah sindroma alzeimer dan parkinson. Sehingga, pasien harus diobati dengan levodopa. Ortostatik hipotensi dan disritmia mungkin menjadi komplikasi pada tindakan anestesi (lihat bab 20).
Tindakan radiologi seharusnya diberikan preoperasi untuk memastikan dua hal supply vascular untuk meningioma dan sinus vena. Mengetahui dua hal ini sebelunya membuat seorang ahli anestesi mendapat darah yang cukup dan nitroprusside diberikan jika terjadi intra operasi.

Management Operasi
Jika memungkinkan pasien dengan meningioma seharusnya diterapi dengan steroid dan antikonvulsan. Khususnya bila ada vasogenik edema, yang penanganan durante dan post operasinya sulit. Prinsip penanganan sama dengan tumor glioma. Three-point fiksasi kepala digunakan dan sumbu panjang tumor diletakkan parerel dengan dasar. Kepala sedikit elevasi dan hindari putaran dan terlalu fleksi yang mungkin menyebabkan menghambat aliran vena atau pembuntuan ETT atau menyebabkan pembengkaakn lidah. Kebanyakan pada operasi tumor supratentorial diposisikan supine. Namun kadang-kadang posisi semislopuch diperlukan, dan untuk resiko terjadinya emboli udara dipasang dopler precordial dan kateter vena sentral. Tergantung kondisi fisik pasien, keadaan dehidrasi di otak mungkin diperlukan. Manitol 20% di infus drip  intravena selama 20-30 menit selama tahap awal operasi. Dosisnya 0,5-1 g/kg. furosemid 10-20 mg dapat ditambahkan untuk membuat relaksasi otak.
Tipe operasi mirip pada glioma. Kadang memerlukan mikroskop. Craniotomy yang cukup dilakuakn untuk dapat mengeksisi tumor secara total. Jika memungkinkan otak yang terpapar seminimal mungkin dan lapangan operasi hanya pada meningioma saja.

Postoperasi
Kebanyakan pasien diekstubasi di ruang operasi. Selam post operasi kepala di elevasikan 30 derajat untuk membantu aliran vena dan mencegah kongesti otak. Steroid diberikan beberapa hari lalu di tapering. Pemberian antikonvulsan diteruskan. Jika dari pemeriksaan fisik dinyatakan kondisi pasien setelah pengangkatan meningioma memburuk, dialkukan CT scan untuk mengevaluasi keadaan edema otak, hematoma, atau hidrocephalus. Kasus yang biasanya menyebabkan penurunan sensorium adalah peningkatan pembengkakan otak pada area yang berbatasan dengan dasar tumor. Terapinya yaitu denagn mengelevasikan kepala dan peningkatan dosis steroid. Manitol diberika jika kondisi pasien tetap.
Seperti halnya dengan glioma, deep vein trombosis merupaakn komplikasi yang umum yeng terjadi post operasi pada pasien meningioma.

Terapi Lain
Setelah pengangkatan meningioma secara total, angka recurrent nya sedikit. Secara umum pada pengangkatan yang tidak komplit yan diperiksa dengan CT scan dan dipertimbangkan untuk operasi lagi jika tumor membesar lagi. Biji radiasi dipasang pada pasien dengan hemiangiopericytoma atau melignant meningioma dan pada pasien yang recurrence tidak dapat dilakukan operasi.

Tumor cerebellopontine angle
Sudut Cerebellopontin ( CP Angle ) dihubungkan dengan jenis tumor, yang paling umum adalah acoustic schwannoma, yang angka kejadiannya sekitar 8% dari semua tumor primer intrakranial. Selain itu tumor yang sering juga muncul di lokasi ini adalah meningioma. Dan tumor yang jarang adalah jenis dermoid dan epidermoid, yang berkembang dari embrionic sisa dari sel epitelial. Tumor yang muncul didekat CP angle dapat menunjukkan  tanda seperti tumor CP angle dan mungkin memerlukan penanganan operasi yang sama. Diantaranya termasuk tumor parenkimal seperti exophytic pontin glioma, fourth ventricle ependymomas, dan cerebellar hemangioblastoma. Juga tumor yang meluas dari luar skull termasuk chordomas, chemodectomas, dan metastatic carcinomas.
Tumor yang sering menimbulkan efek pada daerah ini adalah acoustic schwannoma. Tumor ini membahayakan baik bagi anestetis maupun neurosurgeon. Karena, acoustic schwannoma muncul dari bagian vestibular dari nervus VIII. Seperti pertumbuhan neoplasma lainnya tumor ini menekan pertama pada bagian cochlear kemudian mengikis porus acusticus kemudian berkembang menuju CP angle. Karena pembesaran ini, tumor ini mengisi daerah antara petrous pyramid, tentorium cerebelli, cerebellum dan brainstem. Jika massa tidak tampak secara klinik, massa ini akan berkembang dan menekan saraf kranial bawah yaitu nervus V, VII, IX, X dan kadang-kadang nervus XI. Tumor yang besar dapat menekan cerebellum, menyebabkan cerebellar tonsilar herniation dan mungkin membuntu aliran CSF, sehingga menyebabkan hidrosefalus. Secara histolohi tumor ini benign.



Gambaran Klinik Dan Preop Evaluation
Gambaran klinik dari acoustic tumor tergantung ukuran. Tinnitus tanda awal yang sering dan vertigo terjadi pada 75% kasus. Pasien mengeluh penurunan pendengaran secara progresif sampai bulanan atau tahunan. Dengan pembesaran tumor menyebabkan keadaan tidak tenang atau kehilangan keseimbangan akibat penekanan dari saraf kranial. Nervus facialis tidak sensitif lagi karena peregangan oleh acoustic tumor dan massa yang sudah besar sebelum fungsinya terpengaruh. Penekanan saraf trigeminal mungkin menyebabkan mati rasa di wajah dan menurunkan reflek kornea. Mungkin ada keterkaitan saraf kranial bawah terapi tidak sering. Penekanan cerebellar dan tanda seperti hidrosefalus terjadi jika ada massa yang besar sekali.
Penilaian diagnostik termasuk teknik audiologic dan radiographic. Telah banyak pemeriksaan audiologik yang dicoba. Sekarang sering digunakan impedance audiometri dan menimbulkan potensial brainstem. Secara radiografic, tumor acoustic yang besar lebih mudah diidentifikasi dengan menggunakan kontras CT intravena. Tumor intrakranial yang kecil telah dipelajari dengan menggunakan gas cisternografi dan thin slice high-resolution CT. Sekarang penggunaan enhanced thin slice MR telah digunakan secara luas.

Management Anestesi
Sama seperti sebelumnya, prinsip managemen dalam bidang anestesi dengan peningkatan ICP. Keterlibatan saraf kranialis bawah dapat mempengaruhi reflek faringeal dan laringeal. Aspirasi paru yang membahayakan dapat terjadi. Pre operasi seorang anestesiologist harus memeriksa kemampuan pasien dalam memproteksi airway mereka sendiri. Jika ada kelainan atau kelemahan, ekstubasi seharusnya dilakukan jika pasien sudah sadar penuh.
Prosedur ini lama. Perhatian yang teliti terhadap suhu tubuh tetap normotermia dan balans cairan dan elektrolit merupakan hal yang penting.

Management Pembedahan
Seperti diskusi tentang tumor otak sebelumnya, pasien diberi terapi steroid sebelumnya, biasanya dexamethason. Posisi sangat penting pada tumor CP angle. Volume fosa posterior lebih kecil jika dibandingkan dengan kompartemen supratentorial. Ada sedikit ruang untuk retraksi, sehingga jika ada retraksi akan disebarkan ke brainstem terdekat. Akses visual, perbesaran, akan susah untuk didapatkan.
Masih didiskusikan posisi pembedahan yang paling baik pada pasien yang akan dibedah (lihat bab9). Dulu digunakan posisi duduk pada pasien dengan tumor jenis ini. Kesulitan pada posisi ini dalam hal management anestesinya. Masalah pertama dan yang paling sering muncul adalah resiko emboli udara dan meski sedikit tapi pasti. Dengan koagulasi yang teliti dan waxing tepi tulang selama awal operasi dapat mengurangi resiko ini. Kewaspadaan harus tetap dilakukan selama prosedur ini. Anestesiologis memonitor end-tidal CO2 dan mendengarkan turbulensi dengan menggunakan prekordial doppler. Ketika udara ada, operasi harus dihentikan, luka diirigasi dengan cairan dan dibungkus dengan busa lembab, dan secara teliti mencari sumber kebocoran. Operasi dilanjutkan jika kebocoran sudah diamankan. Pada kasus yang ekstrim pasien dirubah dari posisi duduknya dan operasi diakhiri.
Masalah lain untuk menjaga keamanan pada posisi duduk  adalah outflow vena yang membahayakan dari kompresi jugular karena fleksi leher dan pengaruhnya dengan fungsi spinal cord. Mekanisme masalah ini masih belum jelas. Dua etiologi yang dapat dipertimbangkan adalah adanya penyakit spondilitis cervical spine yang menyebabkan penekanan langsung dan perfusi yang tidak adekuat pada cord pada posisi duduk. Anatomi tulang cervical spine dapat dievaluasi preoperasi dengan X-ray. Seharusnya diperiksa limitasi gerak leher sebelum pasien diinduksi. Pengukuran tekanan darah yang tidak adekuat dapat dihindari dengan meletakkan transducer arterial blood pressure pada dasar otak.
Penggunaan posisi berbaring dihindari, pada tempat yang luas, terjadi emboli udara. Beberapa posisi digunakan. Termasuk lateral, atau modified posisi lateral dan supine dengan kepala diarahkan kekontralateral. Perhatian pada posisi ini termasuk kenyamanan untuk dada dan limb dalam menghindari tekanan nekrosis dan strech injury pada pleksus brachialis atau saraf sciatic. Limb seharusnya sedikit fleksi dan tidak digantung atau ditarik. Semua titik-titik penekanan harus diberi alas.
Sepeti yang disebutkan sebelumnya, relaksasi cereballar yang cukup merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan pembedahan. Pada waktu insisi, pasien diberikan manitol 1-2 g/kg. Beberapa operator akan memasang kateter drainase lumbal subarachnoid untuk aspirasi LCS. Beberapa insisi kulit dapat digunakan untuk menampakkan area suboccipital lateral untuk craniectomy. Setelah craniectomy selesai, dura dibuka dan dilihat dan sisterna magna akan terlihat. Cisterna dibuka dan CSF di drainase, membantu dalam relaksasi area tersebut. Reractor penahan dipasang pada bagian lateral hemisfer cerebellar, yang kemudian dielevasikan lebih ke superior dan medial. Kebanyakan tumor CP angle akan terlihat. Dengan mikroskop tumor di dekompresi secara internal dan dikurangi ukurannya sampai selesai. Secepatnya, tumor yang berbatasan dengan brainstem ditengah dan saraf kranial bawah lateral di singkirkan. Khusus pada acoustic tumor, akan perlu usaha keras untuk menghindari injury pada saraf facialis. Teknik monitoring dikembangkan untuk membantu ini dijelaskan pada bab 4. Setelah tumor selesai diangkat, hemostasis diberikan, retractor dilepas, dan luka dijahit.

Perawatan Post Operasi
Seperti tumor otak lainnya, pasien dirawat di ICU dimana personilnya sudah  terbiasa dengan masalah neurologis. Umumnya, pasien di ekstubasi pada akhir operasi dan sudah sadar. Dilakukan monitoring untuk mengetahui tanda-tanda kenaikan TIK, yang dapat disebabkan perdarahan pada area yang di operasi atau karena akut hidrosefalus. Jika memungkinkan, CT scan dapat membedakan dua kondisi tersebut. Jika fungsi memburuk secara cepat, maka reeksplorasi dengan ventrikulotomy merupakan langkah yang bijaksana. Setelah 1 minggu post operasi maka dapat terjadi pertumbuhan bakterial meningitis. Diagnosa ditegakkan dengan kultur CSF. Menigitis bakterial harus dibedakan dari mengitis aseptic, yang dapat terjadi setelah pembedahan fosa posterior. Steroid diteruskan selama post operasi dan secara perlahan di tappering.

Tumor Kelenjar Pituitari
Sekresi hormon dari kelenjar pituitari mempengaruhi banyak organ.
Kelainan kelenjar pituitari biasanya ditandai dengan meningkat atau menurunnya sekresi hormon. Tumor pada pituitari dapat meluas sehingga menimbulkan gejala headache, kebutaan, atau hidrosefalus obstruksi.

Lokasi Dan Sruktur
Pituitari berada terlindung diantara sella turcica dari tulang spenoid pada dasar tengkorak. Kelenajar ini dibedakan menjadi lobus anterior (adenohipofisis), yang mensekresi 75% kelenjar, dan lobus posterior (neurohipofisis). Tangkai pituitari menghubungkan lobus posterior dengan hipotalamus, dan vaskularisasi batangnya menghubungkan dengan lobus anterior.
Dinding lateral sella secara tidak langsung menghubungkan dengan sinus cavernosus yang terdapat didalamnya arteri carotis interna dan nervus III, IV, V, dan VI. Ciasma opticus terdapat tepat diatas diafragma sella di depan tangkai pituitari. Hipotalamus mengkontrol fungsi pituitari anterior lewat sambungan pembuluh darah dan mengkontrol pituitari posterior melalui persarafan.

Hormon Pituitari
Lobus anterior pituitari mensekresi adrenocorticotropin hormon - ACTH, prolaktin, growth hormon - GH, TSH, dan gonadotropin (LH dan FSH). Beta endorfin, yang funsinya susah untuk dibedakan, mungkin juga disekresi pituitari yang berfungsi mengkontrol lipolisis.
ACTH mengatur pelepasan kortisol dan androgen dari korteks adrenal. Prolaktin sangat diperlukan untuk laktasi. GH menstimulasi pertumbuhan tulang, meningkatkan sintesis protein, dan menurunkan metabolisme karbohidrat. TSH mengatur sintesis dan pelepasan hormon tiroid aktif. LH menginduksi ovulasi dan manstimulasi testes memproduksi androgen. FSH menstimulasi pertumbuhan ovarium atau pematangan testes.
Sekresi hormon oleh adenohipofisis dikontrol oleh sel dalam hipotalamus. Hormon hipofisiotropik mencapai pituitari anterior melalui sirkulasi portal hipofiseal dan menstimulasi atau menghambat pelepasan hormon pituitari. Kontrol sekresi hipofisiotropic sangat kompleks dan berasal dari bagian dari neuronal dan input kimia dari pusat otak yang lebih tinggi. Prinsip neurotransmiter melibatkan kontrol neuron hipofisiotropic diantaranya dopamin, norepineprin, dan serotonin. Lobus posterior dari kelenjar pituitari adalah bagian dari hipotalamus dan ini terhubung melalui sistem axonal ke inti median eminence. Sehingga melepaskan oxytosin dan vasopressin (ADH). ADH berfungsi pada tubulus distalis ginjal dengan menigkatkan permeabilitas respon epitel terhadap air. Urine pekat karena air diabsorbsi. ADH merupakan bagian integral dari mekanisme homeostatis yang mengkontrol keseimbangan air dan volume darah.
Oxytocin disintesis sebagian besar oleh nucleus peraventricular. Hormon ini menstimulasi kontraksi sel myoepitelial dari breast dan membantu pengeluaran air susu.

Kelainan Fungsi Pituitari
Panhipopituitarism
Kekurangan pituitari total pada manusia mungkin tidak berhubungan daya tahan tubuh kecuali terapi pengganti diberikan cepat. Tampilan klinik dari panhipopituitarism mungkin didominasi oleh hipotiroidism lainnya atau kekurangan kortisol. Jika sindroma ini muncul sebelum pubertas, maka akan mengakibatkan badan pendek. Fungsi adrenal gagal dalam seminggu setelah fungsi pitutari berhenti. Hipotensi, hipotermia, muntah, collpase, dan kematian dapat terjadi jika tidak diberikan kortikosteroid. Jika hipotalamus dan tangkainya masih utuh/normal, pemulihan sekresi ADH dapat terjadi dan diabetes insipidus berkurang.
Panhipopituitarism paling sering terjadi akibat operasi hipofisectomy. Neoplasma pitutari, hypotalamic injury, ‘syndroma sella kosng, prolonged shock, terapi radiasi, dan trauma juga membuat hipopitutarism dan kondisi kekurangan.

Penyebab Kelainan Oleh Neoplasma
Neoplasma pituitari mungkin menyebabkan produksi endokrin terganggu. Diagnosis secepatnya dilakukan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pengetahuan anatomi dan fungsi nya. Secara anatomi termasuk foto skull, sellar tomogram, tes lapangan pandang, CT scan. Adakalanya pengetahuan kontras termasuk angigrafi dan pneumoencephalografi mungkin diperlukan untuk diagnosis. Penilaian fungsi pitutari dan evaluasi paratiroid dan fungsi endokrin pankreas juga penting.
Tampilan klinik tergantung sel mana yang terlibat dalam proses tumor.

Cushing Diseassse Dan Syndroma
Pasien dengan penyakit chusing terjadi hiperplasia adrenal bilateral sekunder untuk sekresi ACTH dengan basofilik atau kromofobik adenoma pitutari. Cushing syndroma merupakan akibat dari tumor kelenjar adrenal atau produksi ektopic ACTH oleh tumor nonpitutari : kelenjar pitutari merupakan tersangka pertama sumber patologik sekresi hormon pada awal mula penjelasan penyakit oleh Harvey Cushing pada tahun 1932.
Penampakan ‘cushing syndroma’ adalah obesitas truncal, ekstremitas kurus, striae kulit, hirsutism, moon facies, amenorhoe, osteoporosis, hipertensi, hipokalemia, dan hiperglikemia. Diagnosis ditegakkan dengan hilangnya variasi diurnal pada ACTH dan kehilangan supresi ACTH dengan dexxamethason dosis rendah atau tinggi. Tes metyrapone membantu membedakan antara kasus oleh tumor adrenal dan yang disebabkan oleh pitutari.

Neoplasma Sekresi Prolaktin
Gejala umum dari tumor sekresi prolaktin adalah amenorhoe, terjadi pada 75% kasus untuk wanita. Galaktorrhea terjadi pada 50% pasien, dan biasanya berobat karena nyeri kepala. Beberapa wanita hiperprolaktinemic memiliki galaktorrhea dan kebanyakan mengeluh dengan berat badan lebih, penurunan libido, kulit berminyak, hirsutism, dan tidak dapat mengandung. Pada pria biasa mengeluh impotensi dan libido kurang.
Kadar sssrum prolaktin dapat ditingkatkan dengan terapi fenotiazin dan hipotiroidism. Tumor sekresi FH dan FSH jarang ada, tumor sekresi thyrotropin juga sangat jarang.

Akromegali
Akromegali terjadi akibat sekresi GH yang berlebih, biasanya dari microadenoma dari pitutari anterior, menyebabkan pertumbuhan lebih dari semua tulang, jaringan ikat dan jaringan lunak. Penampilan wajah menjadi kasar dan kaki melebar.
Tes diagnosis spesifik dengan mengukur kadar GH sebelum dan sesudah pemberian glukosa. Normalnya, glukosa menekan kadar GH. Pada pasien dengan akromegali, kadar GH sedikit atau tanpa supresi atau kadang-kadang meningkat paradoxic. Sekresi GH normalnya distimulasi oleh sdrenergik yang dipengaruhi oleh norefinefrin atau dopamin.
Manifestasi akromegali menyebabkan ekstensi parasellar pada adenoma pitutari anterior (macroadenoma) dan efek perifer yang ditimbulkan oleh kelebihan GH. Kardiomegali sering terjadi, kadang-kadang dengan gejala gagal jantung kongestif. Intoleransi glukosa dapat memperburuk cardiovaskular dan mempercepat kematian.

Tumor Nonsekresi
Tumor nonsekresi pada kelenjar pituitari sering lebih besar daripada tumor sekresi dalam menyebabkan headache, visual disturbance, dan peningkatan TIK. Tumor yang paling umum dari kategori ini adalah craniofaringioma dan adenoma cromophobe. craniofaringioma dapat berkembang sebagai massa cystic atau solid dan dapat terjadi pada semua umur tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak.
Ayan pitutari adalah kondisi mengancam jiwa yang disebabkan karena perubahan tiba-tiba pada neoplasma pitutari. Perdarahan spontan atau infark pada tumor ditunjukkan  dengan headache tiba-tiba, hilang kesadran, deficit saraf cranialis, tanda-tanda meningeal. Harus dibedakan antara ruptur aneurysm, sebagai kekurangan pitutari dan kematian dapat terjadi sewaktu-waktu pada ayan pituitari. Terapi termasuk pemberian steroid cepat dan pembedahan untuk dekompresi dari ciasma optik dan saraf.

Management Anestesi
Perawatan Pre Anestesi
Dari segi anatomi dan endokrinologi penyakit hipotalamic-pitutari harus diperkirakan.
Jika endokrin dinilai mengindikasikan kebutuhan untuk terapi pengganti, hal ini seharusnya dimulai 2 minggu sebelum pembedahan. Prosedur pembedahan biasanya melibatkan pemindahan atau manipulasi pada pitutari anterior. Untuk alasan ini, pasien harus mendapatkan steroid untuk menyediakan kadar glukokortikoid selama periode perioperatif.

Teknik Anestesi
Premedikasi harus tepat untuk mengurangi anxiety tanpa menyebabkan sedasi yang tidak biasa. Diazepam (5 – 10 mg oral) pada pagi sebelum pembedahan sering digunakan tanpa adanya masalah pada pasien yang obtunded. Juga penting menyiapkan pasien untuk post operasinya, ketika pasien sudah sadar dengan peralatan di nasal dan diperlukan untuk bernapas melalui mulut dan mengikuti perintah.

Pseudotumor Cerebri
Sindroma kenaikan tekanan intracranial pada keadaan dimana tidak ditemukan massa atau secara jelas , dapat dengan segera diidentifikasi sebabnya ( seperti pada luka baru atau infeksi) telah dikenali sejak akhir abad ke 19 .laporan Quinkes pad 1897 yang mendiskusikan  tentang “serious meningitis”mungkin  adalah referensi paling awal(53) dan warington pada 1914 mungkin yang pertama menggunakan terminology Pseudotumor cerebri(54). Dan itu  yang kemudian  dapat diterima dengan baik secara klinis sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada meskipun  kebingungan mengenai etiologi dan menegeman  yang  benar masih tetap ada .
            Pseudotumor dapat muncul pada anak kecil  sebagaimana muncul pada dewasa, dan  bentukan infantile mungkin juga ada…

Pertimbangan Klinis
Yang tampak secara klinis adlah kenaikan tekanan intracranial dengan disertai pusing, gangguan penglihatan termasuk diplopia dan kebutaan, muntah, pening, telinga berdenging, parestesi yang ganjil, dan kadang-kadang gangguan penglihatan. Pada orang dewasa , gangguan itu secara primer terjadi pada wanita terutama pada tipe wanita muda dengan kegemukan , hal ini sudah dikenal luas tapi tidak menunjukkan gambaran klinis yang istimewa. Pada anak-anak perbedaan distribusi berdasarkan jenis kelamin ataupun bentuk tubuh tidak didapatkan. Secara fisik yang ditemukan pada kedua populasi di atas adalah papil edema, lapangan pandang dan tajam penglihatan yang tidak normal , oculomotor palsies dan tanda neurologic lain yang jarang ditemukan. Tanda dan gejala yang Nampak secara umum dan juga distribusi populasi terdapat pada table 10.3, 10.4 dan 10.5 dan ditunjukkan oleh diagram 10.4 dan 10.5.
            Perubahan patofisiologi belum bisa dmengerti dengan pasti. Tahun 1956 Sahs dan Joynt mendemonstrasikan hasil biopsy pada pasien tersebut(57). Yang terbaru , Moser dan kawan-kawan secara hati-hati meneliti gambaran MR dan menunjukkan peningkatan kandungan air pada White  Mater.
            Banyak sekali kondisi yang dihubungkan dengan pseudotumor (lihat table 10.6)> selanjutnya selalu saja ada kondisi lain yang ditambahkan pada daftar. Namun demikian tidak ada satupun penyakit yang pernah menunjukkan posisi yang signifikan secara statistic. Perbeaan paling penting yang harus dibuat  adalah mendiagnosa para pasien yang secara nyata menderita Low grade neoplasma. Dandy ( 59)  meramalkan pada 50 tahun yang lalu bahwa nantinya peningkatan CBV akan secara mengejutkan memegang peranan yang penting. Beberapa bukti terbatas mendukung pernyataan tersebut (60,61). Bagaimanapun , Hemodinamik cerebral dan metabolism telah menunjukkan batasan normal(61).
            Hammer(62) menunjukkan bukti tentang meningkatnya level cairan cerebrospinal dari vasopressin pada pasien dengan pseudotumor
            Terbaru, teori yang menarik dan melebihi teori sebelumnya dan  dikemukakan  oleh Johnston dan Paterson (63,64). Mereka beralasan bahwa  sindrom berkurangnya CSF  terjadi sebagai akibat dari peningkatan tekanan pada sinus sagittal atau  berkurangnya tekanan CSF subarachnoid. Mereka mereka menggambarkan teorinya dalam rumus :
                          Fcsf=Pcsf-Pss
Dimana Fcsf menggambarkan aliran CSF melalui vili arachnoid, Pcsf adalh tekanan di arachnoid space ,Pss adalah tekanan vena di sinus sagital dan Rav adalah hambtan melalui vili arachnoid. Seperti yang bisa dilihat , kondisi yang menurunkan tekanan CSF  subarachnoid  (ketidakseimbangan hormonal), kondisi yang meningkatkan tekanan di sinus sagital ( otitis, thrombosis, trauma) dan kondisi yang meningkatkan hambtan melalui  membrane arachnoid ( intoksikasi vitamin A, menelan tetrasiklin dan mungkin withdrowel karena steroid), semuanya bisa berperan pada pseudotumor  berdasarkan persamaan di atas. Penulis lain menggunakan bukti seperti penelitian tentang transport RISA intra tecal(65) dan        Penelitian CSF dinamik untuk mendukung anggapan tersebut.Argumen sering dibuat berlawanan dengan kesulitan resorbsi CSF adalah pasien tidak berkembang menjadi ventriculomegali. Johston dan Paterson beralasan bahwa pada populasi muda , ruang subarachnoid bisa meluas untuk mengakomodasi cairan tambahan. Lebih jauh , pengarang  beralasan bahwa efek dari tekanan pada vena cortical dan subependymal vena  mungkin berbeda pada pasien tersebut. Hal ini, kemudian, menyebabkan  redistribusi cairan dan tekanan  sehingga mengurangi ventrikulomegali. Hal ini diterima secara luas, apalagi terdapat juga elemen dari cairan interstitial.

Managemen
Yang lebih penting dari persoalan  tersebut tentu saja adalah pertanyaan mengenai bagaimana terapinya. Hal itu secara luas telah dipikirkan  bahwa  kondisi tersebut self limiting  dan terapi harus diberikan secra langsung untuk mengurangi gejala selama masa eksaserbasi. Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa semua pasien bisa diobati secara konservatif dengan menggunakan diuretic(67,68). Mereka menjadi bagian minoritas dalam hal ini. Nama jinak intracranial hypertension yang diperkenalkan oleh Foley pada tahun 1955 secara nyata telah menjadi suatu pertanyaan(67.68). Laporan dari klinil Mayo pada tahun1980 menunjukkan bahwa 11% dari pasien menderita visual loss yang signifikan(69). Data ini, diantara yang lainnya , membisikkan Hoffman untuk berpendapat  agar lebih agresif dalam melakukan pendekatan bedah,berdasarkan fakta bahwa kehilangan penglihatan bisa terjadi secara permanen, , bisa  dihindari dan sekarang ini tidak ada predictor sebagaiman pada pasien yang akan mengalamikeuntungan dari menegemen konservatif dan mereka yang menerima segera, vision saving surgery(70)
            Batasan modalitas terapi yangbisa dan secara umum digunakan diringkas pada tabel10.7, Berlawanan dengan penelitian Mayo klinik. Steroid dan diuretic menjadi modalitas awal yang digunakan. Diikuti dengan pungsi lumbal secara serial. Lumboperitoneal shunting  adalah jenis pendekatan bedah yang paling sering dipakai. Dekompresi bitemporal yang diperkenalkan oleh Frazier(71) dan digunakan dengan lebih luas oleh Dandy(59), tampaknya menjadi terapi yang efektif tapi jarang digunakan. Tantangan yang dihadapi oleh klinisi termasuk mendefinisi etiologi dan patofisiologi, lebih penting lagi mengembangkan indicator yang sensitive untuk mengukur pasien mana  yang akan berespon terhadap pengobatan konservatif dan dalam kasus ini teknik Hoffman yang agresif bisa mencegah  kehilangan penglihatan permanen . Perhatian anestesi tergantung oleh penyakit yang mendasari dan adanya tekanan intrakranial.
 

Link Kesehatan Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger