CNS merupakan
tempat kedua yang paling umum sebagai tempat terjadinya tumor pada anak-anak.
Yang paling banyak adalah jenis neurogenioc origin dan 70% terjadi pada
infratentorial.
Penanganan tumor tergantung dari tipe tumor, keadaan klinik, perlunya
terapi sebelum pembedahan, dan penanganan waktu operasi dan post operasi. Yang
paling sering dijumpai adalah tumor glioma.
Neoplasma primer
CNS diperkirakan jumlahnya 9% dari semua jenis tumor primer. Neoplasma yang
timbul di intrakranial diperkirakan sekitar 85% kasus. Pada umumnya tumor otak
primer adalah jenis neuroglial., tumor ini muncul dari parenkim dan umumnya
berasal dari glioma. Kira-kira ada 6600 kasus baru dari malignan glioma yang
dilaporkan tiap tahun.
Meningioma merupakan grup
kedua terbesar yang terjadi intrakranial, kira-kira sekitar 15%. Pituitary
gland merupakan tempat yang paling sering sebagai tempat pertumbuhan tumor,
biasanya jenis adenoma. Kira-kira sekita 10% dari semua jenis tumor
intrakranial. Neoplasma metastase sering terjadi. Angka kejadian tergantung
umur, dan biasanya terjadi setelah dekade keempat. Diperkirakan 1/6 tumor otak
akan terjadi metastase yang tidak ada gejalanya.
Glioma
Glioma secara
umum diklasifikasikan menjadi 3 grup :
-
ASTROSITOMA
-
Anaplastik astrositoma
-
Glioblastoma multiform
Astrositoma
menunjukkan relative benign dari akhir spectrum penyakit. Secara mikroskopis
kelainan pada astrositoma sulit dibedakan dari bentuk yang normal. Mitosis
terjadi jarang dan jumlah sel tidak nampak meningkat. Perubahan mikrosistik
kadang-kadang muncul dan membantu dalam menentukan diagnose. Perubahan cerebral
seringkali tidak terganggu dan prognosis umumnya baik.
Anaplastik
astrositoma menunjukkan adanya keganasan. Jenis ini sering muncul pada umur
pertengahan dan biasanya terjadi pada hemisper cerebral. Lesi menunjukkan
tempat yang jelas untuk operasi, dan biasanya tidak ada batas kelainan yang
nyata. Secara mikroskopis densitas sel meningkat. Sel pleomorfik dan mitosis
tampak terjadi.
Glioblastoma multiform
menunjukkan bentuk keganasan yang paling ganas dari glioma. Tumor terjadi pada
umumnya di hemisfer cerebral tetapi mungkin sampai ke brainstem dan meskipun
jarang sampai juga ke hemisfer cerebellar. Pada saat operasi, dibuat kontras
antara tumor dan otak sekitar yang normal, karena tidak ada batas yang jelas.
Sering pada area perdaraahan dan nekrosis, yang secara makroskopik menunjukkan
gejala penyakit ini. Secara mikroskopis diagnosis ditegakkan dengan
identifiaksi pada area yang cellularity tinggi, pleomorphisme ekstreme,
proliferasi vascular dan nekrosis.
Pertimbangan Klinik Dan Evaluasi Pre Operasi
Sign dan symptom tumor supratentorial umumnya
dikategorikan menjadi 2. Kategori pertama adalah tanda-tanda yang tidak spesifik
akibat naiknya tekanan intracranial, antara lain nyeri kepala, mual, pandangan
kabur atau diplopia, mual, muntah, dan kaku leher. Kategori
kedua perubahan status mental diantaranya mengantuk, papiledema, dan terjadi
palsy nerve VI.
Sakit kepala adalah keluhan yang paling umum pada dengan
tumor kepala. Ini biasanya tanda awal 40%
pada pasien dengan Glioblastoma multiform. Headache biasanya memburuk
pada pagi hari dan semakin menurun bila semakin siang. Pasien tersebut baisanya
ada retensi CO2 dan kongesti vena dengan dengan posisi berbaring. Apabila tumor
semakin membesar maka headache akan semakin jadi menetap. Adakalanya nyeri
kepala hanya pada sisi dimana tumor berada.
Drowsiness (mengantuk/ kesadaran menurun) relative muncul
terlambat pada pasien tumor otak dan menggambarkan kerusakan mayor di
intracranial. Hal ini disebabkan tidak berfungsinya diencephalon (hypothalamus
dan thalamus) mungkin disebabkan compresi atau kerusakan vascular. Masalah
visual biasanya akibat
Kerusakan kedua pada CNS akibat brain tumor adalah karena
efek langsung dari tumor itu sendiri. Efek fungsional disebabkan karena iritasi
atau destruksi atau pergeseran otak.
Efek iritasi menyebabkan kejang, dan ini keluhan kedua
yang paling umum dari pasien pada saat diagnosa. Secara umum, tumor yang berada
di bagian motor atau subtansi di lobus temporal lebih sering meyebabkan kejang
daripada tumor di tempat lain. Aktivitas kejang juga dikaitkan dengan tipe
tumor glioma. Kejang lebih sering terjadi pada pasien dengan astrositoma dan
oligodendroglioma dari pada pasien glioblastoma multiform. Frekuensi kejang,
75% merupakan pendekatan benign patologis.
Invasi atau displasment pada jaringan otak menimbulkan
tanda sesuai dengan substansi otak yang terlibat atau atau fungsi otak yang
terkait. Kekacauan fungsi umumnya sering terjadi pada pasien dengan malignant
brain tumor dari pada jenis lainnya dari tumor glial. Ketika tumor berada pada
sebagian besar hemisfer, tanda-tanda fungsional termasuk hemisfer
kontralateral, hemianestesi, dan gangguan bicara dan hemianopsia. Tanda yang
komplek mungkin dikaitkan dengan edema otak, dan beberapa dapat dikurangi
dengan pemberian kortkosteroid (vide infra). Perubahan sifat, hilangnya
ingatan, dan beberapa mental apati adalah tanda dari tumor malignan yang
melibatkan daerah frontotemporal dan tidak perlu bagian yang mengatur itu yang
terkena. Kejadian tumor pada silence area mungkin berespon hanya pada daerah
yang terkena, tidak karen tumor itu sendiri, tetapi karena adanya edema otak.
Pada pasien ini, penggunaan cortikosteroin pre operasi dapat menyembuhkan
gejala-gejala, dan secara khas pembedahan tidak akan berakibat pada defisit
yang baru.
Prinsip Penanganan Umum.
Penanganan pasien secara umum dengan glioma dimulai
dengan diagnosis. Termasuk CT scan, MRI, dan angiographi. CT scan adalah teknik
diagnosis awal, dilakuak dengan dan tanpa kontras iodin. Yang tanpa kontras
dapat memberikan informasi tentang densitas tumor dibandingkan dengan daerah
sekitarnya yang normal. Kemudian dibandingkan dengan yang menggunakan kontras,
untuk membedakan derajat peningkatan kontras pada tumor. Secara umum, tumor
dengan batas yang jelas dan densitas homogen dilihat dengan sedikit atau tanpa
peningkatan kontras dan sedikit efek massa mempunya low-grade histologi sesuai
dengan astrositoma. Massa dengan batas yang tidak jelas, densitas yang
irregular, dan kontras yang tinggi dikaitkan dengan edema otak sekitarnya
cenderung memiliki high-grade malignacy sesuai dengan anaplastic astrositoma
atau glioblastoma multiform.
Informasi radiologik harus dikombinasikan dengan pemeriksaan
klinik preoperative, anestettik, dan pembedahan pada pasien dengan glioma.
Pasien brain tumor mungkin menunjukkan gambaran ECG yang bermacam-macam yang
mungkin dikarenakan oleh peningkatan aktivitas simpatis dan peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan ECG yang sering tampak adalah takikardia, QT interval
yang memanjang, gelombang U yang lebar, dan perubahan gelombang T dan ST.
Sebelum operasi, pasien di beri obat glukokortikosteroid dan obat
anticonvulsan. Jika memungkinkan, tergantung kondisi passien, terapi dimulai
beberapa hari sebelum operasi. Biasanya, pasien suspek low-grade tumor diberi
obat dexamethasone 16 mg per hari dan pasien dengan suspek high-grade tumor
diberi 40 mg per hari. Metilprednisolone dengan dosis equivalen dapat diberikan
sebagai pengganti dexametason. Pemberian steroid menyebabkan peningkatan volume
intravaskular yang menyebabkan hipertensi dan hiperglikemia. Penitoin 3-5
mg/kgbb diberikan single dose untuk mencapai konsentrasi steady state dalam
plasma sebelum operasi. Penitoin merupakan piluhan pertama karena kurang
menyebabkan depresi CNS dan diberikan secara intravena, sehingga mungkin
diberikan selama operasi jika diperlukan. Terapi anticonvulsan diharapkan untuk
dapat mengurangi resiko kejang post operasi. Kejang yang dikombinasi dengan
hipercapnea dan hipertensi, membahayakan hemostasis pada akhir operasi.
Perdarahan yang banyak mungkin dapat terjadi yang memerlukan reoperasi.
Dibawah ini adalah hubungan antara cerebral malignancy
dan komplikasi tromboembolik (TEC). Pasien dengan tumor suprasellar mempunyai
insiden TEC yang lebih tinggi daripada tumor di tempat lain, diperkirakan tumor
terpengaruh dengan hipothalamopituitary axis sebagai ‘center’ untuk kontrol
kokagulasi darah. Pada study retrospektif, TEC terjadi lebih sering pada orang
muda, pasien yang dapat beraktifitas, dan pasien noparetic.
Produkasi prokoagulan oleh tumor otak telah diungkapkan.
Beberpa tumor tampak berisi substansi yang dapat menghambat sistem enzim
fibrinolitic.
Tindak
pencegahannya diantaranya ambulatory awal, membungkus kaki (leg wrapping),
isovolemic hemodilusi, stimulasi listrik pada otot kaki selama operasi, secara
aktive dicari pada pasien yang dilakukan kraniotomi. Penggunaan heparin pada
saat operasi sudah selesai masih kontroversial.
Tronbositopenia dan DIC (disseminated intravascular
coagulation) harus di identifikasi preoperasi pada pasien dengan malignancy.
Transfusi platelet dan mungkin terapi heparin diindikasikan sebelum terapi
pembedahan. Kemudian, evaluasi hemoststic secara hati-hati adalah penting pada
semua pasien dengan lesi otak.
Anestetic Management
Premedication
Obat preoperasi yang menyebabkan sedasi dan depresi
ventilasi seharusnya dihindari pada pasien dengan kenaikan TIK dan penurunan
compliance. Sulit umtuk membedakan mual dan muntah selama pemberian narkotik
preoperasi dengan mual dan muntah akibat kenaikan TIK progresif. Demikian juga,
obat yang menyebabkan sedasi dapat menutupi penurunan tingkat kesadaran yang
menyertai peningkatan progresif TIK. Tidak ada obat yang harus diberikan pada
pasien yang mengalami penurunan sensorium.
Pada
pasien dewasa yang sadar, diazepam 0.1 – 0.12 mg/kg diberikan per oral 1.5 – 2
jam preoperasi. Keputusan untuk memberikan obat antikolionergik atau cimetidin
tidak ada kaitannya dengan peningkatan TIK. Mungkin lebi penting yang harus
diingat bahwa hubungan dokter-pasien adalah lebih penting dalam menganalisa
anxiety/kecemasan dan penurunan hipertensi preoperasi sebagai respon stress.
Monitoring
Monitoring teliti heart rate dan tekanan darah adalah
penting untuk mendeteksi secara cepat perubahan CPP. Monitoring langsung
tekanan darah intraarterial mampu menghasilkan analisa blood gas, hematokrit,
dan SE. monitoring secara kontinu tekanan darah dengan alat yang sekarang ada
yaitu finger plethysmograf dapat memantau hemodinamic secara tidak invasive
pada pasien yang sadar. Monitoring ECG perlu untuk mendeteksi miocardial
iskemia dan disritmia yang berhubungan dengan adanya tumor intrakranial
(manipulasi pembedahan pada vital medullary center dapat menimbulkan
disritmia).
Suhu dapat dengan mudah di monitor melalui stetoscope
esofageal. Pulse oksimeter dan mass spectrometry atau capnography merupakan
monitoring rutin pada banyak tempat. CVP monitor dilakukan jika pasien general
medical dalam kondisi memerlukannya atau jika pasien dalam posisi duduk. Jika
seorang pekerja, canul pada vena antecubiti lebih dianjurkan untuk mencegah
berbagai resiko, namun sedikit sukar dalam melakukan drainase vena cerebral.
Emboli udara venadideteksi lebih sensitive dengan precordial doppler (0.02
ml/kg/min) dan diawali denagn capnography dan tranesophageal echocardiography.
Sebagai alternatif, peningkatan level end-tidal nitrogen diukur dengan
spectrometry adalah indikator yang mayakinkan bahwa udara ada dalam intravaskular.
Kateter urine dipasang untuk membantu penanganan balance
cairan, khususnya jika digunakan hiperosmotik diuresis. Peripheral nerve
stimulator digunakan untuk monitoring keadaan relaksasi otot rangka. Jika ada
hemiparesis, berakibat relative lebih resisten terhadap muscle relaksan
nondepol, dan monitoring dilakukan pada otot yang normal. Timbulnya respon
visual dan brainstem digunakan pada waktu operasi sebagai penunjuk ahli bedah
dalam pemotongan.
Terapi Cairan
Cairan hipotonik seharusnya dihindari, karena terjadinya
extravasasi ekstravaskular mungkin mendorong terjadinya edema otak (lihat bab
7). Stress, streroid, dan fenitoin cenderung menigkatkan kadar glukosa darh,
yang akan menyebabkan neurologic outcome yang buruk setelah periode iskemia inkomplet.
Cairan yang mengandung dextrose seharusnya dihindari dan kadar glukosa darah di
cek intermiten dan dijaga < 200 mg/dl. Cairan RL atau yang lainnya yang
tidak mengandung glukosa dipakai sebagai cairan maintenace dan replacement.
Pemberian cairan seharusnya tidak melebihi 1-3 ml/kgbb/jam selama perioperasi
untuk meminimalkan ekstravasasi cerebral.
Pemilihan Obat
Efek obat anestesi pada perubahan intrakranial telah
dijelaskan pada bab 5.
Pada pasien dengan glioma, ICP dapat menjadi kembali ke normal dengan
pemberian steroid, dan keadaan kritis menjadi berkurang. Namun, jika ada
midline shift, setiap peningkatan ICP yang disebabkan karena hipertensi,
penurunan drainage vena, vasodilatyasi cerebral, kekakuan dinding dada, atau
hypercapnea mungkin membahayakan.
Induksi diberikan secara pelan dengan kombinasi
barbiturat (thiopenthal 3-5 mg/kg), atracurium (0,3-0,5 mg/kg, lidocain 1-1,5
mg/kg, dan labetolol 5 -10 mg. Muscle relaksan non depol lebih dianjurkan,
karena efek SCh pada peningkatan ICP tidak dapat dipastikan. Narkotik
short-acting seperti fentanil dan sufentanil seharusnya tidak diberikan sampai
muscle relaksan komplete mengeblok, seperti kekakuan dinding dada, karena dosis
kecil dari obat ini dapat meningkatkan ICP. Propofol 2,5 mg/kg dapat secara
significan menurunkan CPP karena menyebabkan penurunan tekanan arteri sistemik
dan mungkin tidak ada manfaat pada pasien dengan tumor otak.
Isofluran pada konsentrasi kecilpun mempunyai efek pada
semua obat inhalasi yang berpengaruh pada TIK. Namun, pada salah satu
penelitian isoflurane sebesar 1,1% secara significan meningkatkan TIK (sekitar
5-13 mg/kg) pada pasien dengan tumur yang ada midline shift, meskipun ada
keadaan hipocapnea. Pada rabbit dengan peningkatan TIK oleh karena cedera
kepala akut cryogenic, penambahan isoflurane, 1 MAC, secara significan
maningkatkan TIK, yang sesungguhnya terjadi sebelum keadaan hipocapnea
didapatkan. Hal ini kelihatan bahwa efek isoflurane diubah oleh suatu patologi.
Pada kasus dengan malignan edema otak, konsentrasi isofluran harus dikurangi
dibawah 1 MAC. Infus narkotik dosis rendah (misal, fentanyl 1,5-2 mg/kg/jam)
harus hati-hati. Pemberian sufentanyl harus hati-hati, khususnya jika terdapat
hipokapnea, karena ada study yang menunjukkan penigkatan TIK bila digunakan
pada pasien dengan tumor otak.
Lidokain dan dosis kecil barbiturat adalah obat yang
sangat berguna pada penggunaan gawat darurat. Suction endotrakeal atau
faringeal dilakukan sebelum obat reversal pelumpuh otot diberikan. Hemodinamik
yang stabil harus dicapai, dengan memberikan efek minimal pada sirkulasi otak,
dengan bolus titrasi atau infus labetolol atau obat vasoaktif lainnya yang
sesuai. Sebagian besar pasien akan menunjukan respon simpatis pada stimuli pada
saat emergency, dan kestabilan hemodinamik harus tetap dijaga.
Penanganan Bedah
Pretreatment yang adekuat, seperti yang dijelaskan diatas
akan membuat jalannya operasi menjadi lebih lembut. Penambahan obat untuk
relaksasi cerebral mungkin diperlukan, khususnya pada pasien dengan high-grade
tumor. Infus manitol dengan dosis 0,5-1 mg/kg diberikan melalui infus pada saat
kraniotomi dimulai akan menyebabkan otak relaksasi. Dianjurkan dilakukan
moderate hiperventilasi dengan end-yidal CO2 30-35 mmHg.
Posisi pasien merupakan faktor penting dalam memindahkan tumor parenkimal.
Tujuan utamanya yaitu menempatkan axis utama tumor pararel dengan dasar optimal
akses dari operator. Sebagian besar glioma dapat dicapai dengan pasien
diposisikan supine. Kadang kadang diperlukan posisi lateral atau ¾ posisi prone.
Kepala seharusnya ditempatkan sedikit diatas garis level jantung untuk
memfasilitasi drainage vena dan mengurangi kongesti otak. Secara umum, kepala ditempatkan pada 3 pin penahan kepala, yang mana
terpasang erat pada meja operasi. Pin yang ditempatkan setelah
induksi anestesi mungkin meningkatkan tekanan darah. Penggunaan lokal anestesi
pada tempat pin dan level anestesi yang dalam mengurangi efek ini. Setelah
kepala pasien diposisikan, tubuh dan ekstremitas secara hati-hati dilihat di
inspeksi dan setiap titik tumpu dialas dengan busa. Yang beberapa terbuat dari
alat pengatur suhu yang menjaga keadaan normovolemia. Kehilangan panas dan luka
tekanan sering menjadi masalah dalam lamanya perawatan dan dapat dicegah dengan
perhatian pada permukaan dan pemanasan caitan dan padding yang hati-hati.
Pengobatan Lainnya
Usaha telah dilakukan dan dikembangkan terus menerus
untuk mengurangi komplikasi ini. Oldfield et.al. menjelaskan metoda cannulation
untuk menghilangkan obat kemoterapi dari sirkulasi vena serebral sehingga tidak
masuk ke sirkulasi sitemik. Studi klinik sedang dilakukan untuk mengevaluasi
efek sistem implantible terhadap tumor. Sistem secara umum di implant pada
waktu operasi citoreductive. Transplantasi autologous tulang belakang dapat di
lakukan sebelum terapidosis tinggi yang dikuti dengan kemoterapi yang
diinfuskan pada sumsum tulang belakang pasien selama perkiraan waktu blood
count terendah yaitu beberap minggu setelah terapi.
Imunoterapi telah dikembangkan untuk digunakan pada
pasien dengan glioma malignant. Secara rasional secara umum berdasarkan tumor
expressing antigen yang merupakan benda asing bagi tubuh. Mekanisme dasar
pertahanan imun terdiri dari elemen imun celular dan humoral. Dua sistem ini
dapat bergabung secara efektif dalam merusak sel tumor. Terapi saat ini
menggunakan host selular imune respon dengan mengaktifkan lymphokin activated
killer cell (LAK) oleh IL2. Metode inin memerlukan leukophoresis yang diikuti
olek inkubasi pada limphosit pasien dengan IL, kemudian disuntikkan sel LAK
pada saat operasi setelah prosedur cytoreductive. Tidak seperti penyuntikan
secara sistemik IL untuk tumor otak, cara ini lebih dapat ditolelir.
Meningioma
Seperti telah di jelaskan sebelumnya, meningioma
merupakan 15% dari primer brain tumor. Sebagian besar jinak dan yang lainnya
dapat di operasi secara komplet. Tumor ini terjadi khususnya pada orang dewasa
dan pada dekade pertengahan. Sebagian besar merupakan lesi soliter, tapi
multiple meningioma dapat terjadi dengan atau tanpa neurofibromatosis. Berdasrkan
histologinya ada empat jenis utama meningioma : meningothelial, transitional,
fibroblastic, dan angioblastic. Angioblastik merupakan pasling sedikit dan
lebih agresif dari pada tipe yang lainnya. Lebih lanjut ini dibedakan menjadi 2
varietas yaitu hemangioblastic, yang mirip cerebellar hemangioblastoma, dan
yang kedua hemangiopericytoma. Jenis ini sungguh mirip dengan
hemangiopericytoma pada jaringan lain dan ditandai dengan kecil, sel yang
terbungksu dengan pembuluh darah halus yang banyak. Mitosis umum terjadi. Tumor
ini lebih agresif dengan kecenderungan kearah recurrence dan penyebaran
metastase.
Perhatian Klinik Dan Evaluasi Pre
Operasi
Gejala klinik dari meningioma tergantung pada lokasi
tumor. Tempat yang paing sering untuk pertumbuhan meningioma diantaranya
convexity, sphenoid wing, cerebellopontine angle, daerah parasagital, lekuk
olfactory, dan tuberculum sellae. Lokasi yang tidak sering adalah cerebellar
convexity, foramen magnum, dan clivus.
Convexity meningiomas mungkin tumbuh lebih besar sebelum
menjadi gejala/simptomatik. Keluhan yang sering adalah sakit kepala. Tergantung
pada area yang terkena, pasien mungkin kejang atau tanda fokal berupa kelemahan
atau kehilangan sensoris. Sphenoid wing
meningiomas secara umum dibagi menjadi middle third dan medial (clinoid).
Lateral spenoid wing dan middle third meningiomas memiliki persamaan dalam cara
convexity meningiomas. Clinoidal meningiomas timbul dari medial spenoid wing
dan melibatkan carotis dan arteri mddle cerebral seperti saraf optic dan
tractus opticus. Pada tumor yang besar, lobus frontal
dan temporal mungkin tertekan. Gejala pada saraf optik yang biasanya dijadikan
acuan, tapi kejang dan atau hemiparesis mungkin bersamaan. Parasagittal tumor,
sesuai namanya, ia mempengaruhi sinus sagitalis seperti dekatnya falx dan
convexity. Tumor muncul dari mid position dari sinus sagitalis yang menyebabkan
kejang dan kelemahan ekstremitas bawah atau kehilangan sensoris karena kompresi
dasar dari korteks sensorimotor. Meningioma di spertiga anterior lebih sulit
terdeteksi secara klinik meskipun lebih besar pada saat ditemukan pertama
kalinya. Tanda dan gejala termasuk perubahan sikap dan mungkin demensia. Sakit
kepala muncul pada keduanya dan pada meningioma pada umumnya. Meningioma pada
tuberculum sellae ditunjukkan dengan kehilangan penglihatan. Biasanya terjadi
unilateral. Dengan gejala progress yaitu kehilangan ketajaman dan gangguan
lapangan panadng bilateral, yang diakitkan dengan atropi nervus opticus.
Meningioma jalur olfactory berkembang pada midline fossa anterior. Area ini
relative tenang dan sering kali tumor akan mencapai ukuran besar sebelum
terdeteksi. Nyeri kepala merupakan gejala umum dan mungkin ada perubahan
mental. Meningioma cerebellopontine angle menunjukkan gejala yang sama dengan
acoustic tumor (vide infra). Gejala umum berupa hilangnya pendengaran, vertigo,
dan tinnitus. Gejala lain pada lokasi ini secara langsung dipengaruhi oleh
ukuran tumor yang mempengaruhi nervus lain pada basal cranial. Seperti tumor
lainny ayng muncul pada fosa posterior, tumor ini mungkin menyebabkan
hidrocephalus yang menyebabkan peningkatan TIK. CT scan preoperasi akan
menyingkap hidrocephalus sebagai
tambahan pada meningioma.
CT scan
merupakan alat radiologi yang sangat penting dalam konfirmasi diagnosis
meningioma.
Lesi tampak sedikit lebih dense dan menyebar secara
homogen setelah kontas disuntikkan. Perubahan seperti tulang gampang di
evaluasi pada CT scan. Separuh dari pasien dengan meningioma terdapat edema
cerebral yang berbatasan dengan tumor. Pada waktu ini edema mungkin ditandai
dan dapat menyulitkan anestesi dan operasi. Angioraphy sering dilakukan pada
pasien dengan dugaan meningioma. Garis luar yang mensuply tumor, yang
seringkali dari karotis eksternal. Informasi ini berguna pada saat ekstirpasi.
Menegement Anestesi
Pada
kasus pasien dengan tumor glioma, managemen anestesi harus tepat yang
memerlukan manipulasi obat dan teknik untuk menjaga CPP stabil.
Meningioma
terjadi lebih sering pada pasien tua dan mungkin ada perubahan mental. Diagnosis
bandingnya adalah sindroma alzeimer dan parkinson. Sehingga, pasien harus
diobati dengan levodopa. Ortostatik hipotensi dan disritmia mungkin menjadi
komplikasi pada tindakan anestesi (lihat bab 20).
Tindakan
radiologi seharusnya diberikan preoperasi untuk memastikan dua hal supply
vascular untuk meningioma dan sinus vena. Mengetahui dua hal ini sebelunya
membuat seorang ahli anestesi mendapat darah yang cukup dan nitroprusside
diberikan jika terjadi intra operasi.
Management Operasi
Jika
memungkinkan pasien dengan meningioma seharusnya diterapi dengan steroid dan
antikonvulsan. Khususnya bila ada vasogenik edema, yang penanganan durante dan
post operasinya sulit. Prinsip penanganan sama dengan tumor glioma. Three-point
fiksasi kepala digunakan dan sumbu panjang tumor diletakkan parerel dengan
dasar. Kepala sedikit elevasi dan hindari putaran dan terlalu fleksi yang
mungkin menyebabkan menghambat aliran vena atau pembuntuan ETT atau menyebabkan
pembengkaakn lidah. Kebanyakan pada operasi tumor supratentorial diposisikan
supine. Namun kadang-kadang posisi semislopuch diperlukan, dan untuk resiko
terjadinya emboli udara dipasang dopler precordial dan kateter vena sentral.
Tergantung kondisi fisik pasien, keadaan dehidrasi di otak mungkin diperlukan. Manitol
20% di infus drip intravena selama 20-30
menit selama tahap awal operasi. Dosisnya 0,5-1 g/kg. furosemid 10-20 mg dapat
ditambahkan untuk membuat relaksasi otak.
Tipe
operasi mirip pada glioma. Kadang memerlukan mikroskop. Craniotomy yang cukup
dilakuakn untuk dapat mengeksisi tumor secara total. Jika memungkinkan otak
yang terpapar seminimal mungkin dan lapangan operasi hanya pada meningioma saja.
Postoperasi
Kebanyakan
pasien diekstubasi di ruang operasi. Selam post operasi kepala di elevasikan 30
derajat untuk membantu aliran vena dan mencegah kongesti otak. Steroid diberikan beberapa hari lalu di tapering. Pemberian antikonvulsan
diteruskan. Jika dari pemeriksaan fisik dinyatakan kondisi pasien setelah
pengangkatan meningioma memburuk, dialkukan CT scan untuk mengevaluasi keadaan
edema otak, hematoma, atau hidrocephalus. Kasus yang biasanya menyebabkan
penurunan sensorium adalah peningkatan pembengkakan otak pada area yang
berbatasan dengan dasar tumor. Terapinya yaitu denagn mengelevasikan kepala dan
peningkatan dosis steroid. Manitol diberika jika kondisi pasien tetap.
Seperti
halnya dengan glioma, deep vein trombosis merupaakn komplikasi yang umum yeng
terjadi post operasi pada pasien meningioma.
Terapi Lain
Setelah
pengangkatan meningioma secara total, angka recurrent nya sedikit. Secara umum
pada pengangkatan yang tidak komplit yan diperiksa dengan CT scan dan
dipertimbangkan untuk operasi lagi jika tumor membesar lagi. Biji radiasi
dipasang pada pasien dengan hemiangiopericytoma atau melignant meningioma dan
pada pasien yang recurrence tidak dapat dilakukan operasi.
Tumor cerebellopontine angle
Sudut Cerebellopontin ( CP Angle ) dihubungkan dengan
jenis tumor, yang paling umum adalah acoustic schwannoma, yang angka
kejadiannya sekitar 8% dari semua tumor primer intrakranial. Selain itu tumor
yang sering juga muncul di lokasi ini adalah meningioma. Dan tumor yang jarang
adalah jenis dermoid dan epidermoid, yang berkembang dari embrionic sisa dari
sel epitelial. Tumor yang muncul didekat CP angle dapat menunjukkan tanda seperti tumor CP angle dan mungkin
memerlukan penanganan operasi yang sama. Diantaranya termasuk tumor parenkimal
seperti exophytic pontin glioma, fourth ventricle ependymomas, dan cerebellar
hemangioblastoma. Juga tumor yang meluas dari luar skull termasuk chordomas,
chemodectomas, dan metastatic carcinomas.
Tumor yang sering menimbulkan efek pada daerah ini adalah
acoustic schwannoma. Tumor ini membahayakan baik bagi anestetis maupun
neurosurgeon. Karena, acoustic schwannoma muncul dari bagian vestibular dari
nervus VIII. Seperti pertumbuhan neoplasma lainnya tumor ini menekan pertama
pada bagian cochlear kemudian mengikis porus acusticus kemudian berkembang
menuju CP angle. Karena pembesaran ini, tumor ini mengisi daerah antara petrous
pyramid, tentorium cerebelli, cerebellum dan brainstem. Jika massa tidak tampak
secara klinik, massa ini akan berkembang dan menekan saraf kranial bawah yaitu
nervus V, VII, IX, X dan kadang-kadang nervus XI. Tumor yang besar dapat
menekan cerebellum, menyebabkan cerebellar tonsilar herniation dan mungkin
membuntu aliran CSF, sehingga menyebabkan hidrosefalus. Secara histolohi tumor
ini benign.
Gambaran Klinik Dan Preop
Evaluation
Gambaran klinik dari acoustic tumor tergantung ukuran.
Tinnitus tanda awal yang sering dan vertigo terjadi pada 75% kasus. Pasien
mengeluh penurunan pendengaran secara progresif sampai bulanan atau tahunan.
Dengan pembesaran tumor menyebabkan keadaan tidak tenang atau kehilangan
keseimbangan akibat penekanan dari saraf kranial. Nervus facialis tidak
sensitif lagi karena peregangan oleh acoustic tumor dan massa yang sudah besar
sebelum fungsinya terpengaruh. Penekanan saraf trigeminal mungkin menyebabkan
mati rasa di wajah dan menurunkan reflek kornea. Mungkin ada keterkaitan saraf
kranial bawah terapi tidak sering. Penekanan cerebellar dan tanda seperti
hidrosefalus terjadi jika ada massa yang besar sekali.
Penilaian diagnostik termasuk teknik audiologic dan
radiographic. Telah banyak pemeriksaan audiologik yang dicoba. Sekarang sering
digunakan impedance audiometri dan menimbulkan potensial brainstem. Secara
radiografic, tumor acoustic yang besar lebih mudah diidentifikasi dengan
menggunakan kontras CT intravena. Tumor intrakranial yang kecil telah
dipelajari dengan menggunakan gas cisternografi dan thin slice high-resolution
CT. Sekarang penggunaan enhanced thin slice MR telah digunakan secara luas.
Management Anestesi
Sama
seperti sebelumnya, prinsip managemen dalam bidang anestesi dengan peningkatan
ICP. Keterlibatan saraf kranialis bawah dapat mempengaruhi reflek faringeal dan
laringeal. Aspirasi paru yang membahayakan dapat terjadi. Pre operasi seorang
anestesiologist harus memeriksa kemampuan pasien dalam memproteksi airway
mereka sendiri. Jika ada kelainan atau kelemahan, ekstubasi seharusnya
dilakukan jika pasien sudah sadar penuh.
Prosedur
ini lama. Perhatian yang teliti terhadap suhu tubuh tetap normotermia dan
balans cairan dan elektrolit merupakan hal yang penting.
Management Pembedahan
Seperti
diskusi tentang tumor otak sebelumnya, pasien diberi terapi steroid sebelumnya,
biasanya dexamethason. Posisi sangat penting pada tumor CP angle. Volume fosa
posterior lebih kecil jika dibandingkan dengan kompartemen supratentorial. Ada
sedikit ruang untuk retraksi, sehingga jika ada retraksi akan disebarkan ke
brainstem terdekat. Akses visual, perbesaran, akan susah untuk didapatkan.
Masih didiskusikan posisi pembedahan yang paling baik
pada pasien yang akan dibedah (lihat bab9). Dulu digunakan posisi duduk pada
pasien dengan tumor jenis ini. Kesulitan pada posisi ini dalam hal management
anestesinya. Masalah pertama dan yang paling sering muncul adalah resiko emboli
udara dan meski sedikit tapi pasti. Dengan koagulasi yang teliti dan waxing
tepi tulang selama awal operasi dapat mengurangi resiko ini. Kewaspadaan harus
tetap dilakukan selama prosedur ini. Anestesiologis memonitor end-tidal CO2 dan
mendengarkan turbulensi dengan menggunakan prekordial doppler. Ketika udara
ada, operasi harus dihentikan, luka diirigasi dengan cairan dan dibungkus
dengan busa lembab, dan secara teliti mencari sumber kebocoran. Operasi
dilanjutkan jika kebocoran sudah diamankan. Pada kasus yang ekstrim pasien
dirubah dari posisi duduknya dan operasi diakhiri.
Masalah lain untuk menjaga keamanan pada posisi
duduk adalah outflow vena yang
membahayakan dari kompresi jugular karena fleksi leher dan pengaruhnya dengan
fungsi spinal cord. Mekanisme masalah ini masih belum jelas. Dua etiologi yang
dapat dipertimbangkan adalah adanya penyakit spondilitis cervical spine yang
menyebabkan penekanan langsung dan perfusi yang tidak adekuat pada cord pada
posisi duduk. Anatomi tulang cervical spine dapat dievaluasi
preoperasi dengan X-ray. Seharusnya diperiksa limitasi gerak leher sebelum
pasien diinduksi. Pengukuran tekanan darah yang tidak adekuat dapat dihindari
dengan meletakkan transducer arterial blood pressure pada dasar otak.
Penggunaan
posisi berbaring dihindari, pada tempat yang luas, terjadi emboli udara.
Beberapa posisi digunakan. Termasuk lateral, atau modified posisi lateral dan
supine dengan kepala diarahkan kekontralateral. Perhatian pada posisi ini
termasuk kenyamanan untuk dada dan limb dalam menghindari tekanan nekrosis dan
strech injury pada pleksus brachialis atau saraf sciatic. Limb seharusnya
sedikit fleksi dan tidak digantung atau ditarik. Semua titik-titik penekanan
harus diberi alas.
Sepeti yang disebutkan sebelumnya, relaksasi cereballar
yang cukup merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan pembedahan. Pada
waktu insisi, pasien diberikan manitol 1-2 g/kg. Beberapa operator akan
memasang kateter drainase lumbal subarachnoid untuk aspirasi LCS. Beberapa
insisi kulit dapat digunakan untuk menampakkan area suboccipital lateral untuk
craniectomy. Setelah craniectomy selesai, dura dibuka dan dilihat dan sisterna
magna akan terlihat. Cisterna dibuka dan CSF di drainase, membantu dalam
relaksasi area tersebut. Reractor penahan dipasang pada
bagian lateral hemisfer cerebellar, yang kemudian dielevasikan lebih ke
superior dan medial. Kebanyakan tumor CP angle akan terlihat. Dengan mikroskop
tumor di dekompresi secara internal dan dikurangi ukurannya sampai selesai.
Secepatnya, tumor yang berbatasan dengan brainstem ditengah dan saraf kranial
bawah lateral di singkirkan. Khusus pada acoustic tumor, akan perlu usaha keras
untuk menghindari injury pada saraf facialis. Teknik monitoring dikembangkan
untuk membantu ini dijelaskan pada bab 4. Setelah tumor selesai diangkat,
hemostasis diberikan, retractor dilepas, dan luka dijahit.
Perawatan Post Operasi
Seperti tumor otak lainnya, pasien dirawat di ICU dimana personilnya
sudah terbiasa dengan masalah
neurologis. Umumnya, pasien di ekstubasi pada akhir operasi dan sudah sadar.
Dilakukan monitoring untuk mengetahui tanda-tanda kenaikan TIK, yang dapat
disebabkan perdarahan pada area yang di operasi atau karena akut hidrosefalus.
Jika memungkinkan, CT scan dapat membedakan dua kondisi tersebut. Jika fungsi
memburuk secara cepat, maka reeksplorasi dengan ventrikulotomy merupakan
langkah yang bijaksana. Setelah 1 minggu post operasi maka dapat
terjadi pertumbuhan bakterial meningitis. Diagnosa ditegakkan dengan kultur
CSF. Menigitis bakterial harus dibedakan dari mengitis aseptic, yang dapat
terjadi setelah pembedahan fosa posterior. Steroid diteruskan selama post
operasi dan secara perlahan di tappering.
Tumor Kelenjar Pituitari
Sekresi hormon dari kelenjar pituitari mempengaruhi
banyak organ.
Kelainan
kelenjar pituitari biasanya ditandai dengan meningkat atau menurunnya sekresi
hormon. Tumor pada pituitari dapat meluas sehingga menimbulkan gejala headache,
kebutaan, atau hidrosefalus obstruksi.
Lokasi Dan Sruktur
Pituitari berada terlindung diantara sella turcica dari
tulang spenoid pada dasar tengkorak. Kelenajar ini dibedakan menjadi
lobus anterior (adenohipofisis), yang mensekresi 75% kelenjar, dan lobus
posterior (neurohipofisis). Tangkai pituitari menghubungkan lobus posterior
dengan hipotalamus, dan vaskularisasi batangnya menghubungkan dengan lobus
anterior.
Dinding lateral sella secara tidak langsung menghubungkan
dengan sinus cavernosus yang terdapat didalamnya arteri carotis interna dan
nervus III, IV, V, dan VI. Ciasma opticus terdapat tepat diatas diafragma sella
di depan tangkai pituitari. Hipotalamus mengkontrol fungsi pituitari anterior lewat
sambungan pembuluh darah dan mengkontrol pituitari posterior melalui
persarafan.
Hormon Pituitari
Lobus anterior pituitari mensekresi adrenocorticotropin
hormon - ACTH, prolaktin, growth hormon - GH, TSH, dan gonadotropin (LH dan
FSH). Beta endorfin, yang funsinya susah untuk dibedakan, mungkin juga
disekresi pituitari yang berfungsi mengkontrol lipolisis.
ACTH
mengatur pelepasan kortisol dan androgen dari korteks adrenal. Prolaktin sangat
diperlukan untuk laktasi. GH menstimulasi pertumbuhan tulang, meningkatkan
sintesis protein, dan menurunkan metabolisme karbohidrat. TSH mengatur sintesis
dan pelepasan hormon tiroid aktif. LH menginduksi ovulasi dan manstimulasi
testes memproduksi androgen. FSH menstimulasi pertumbuhan ovarium atau
pematangan testes.
Sekresi hormon oleh adenohipofisis dikontrol oleh sel
dalam hipotalamus. Hormon hipofisiotropik mencapai pituitari anterior melalui
sirkulasi portal hipofiseal dan menstimulasi atau menghambat pelepasan hormon
pituitari. Kontrol sekresi hipofisiotropic sangat kompleks dan berasal dari
bagian dari neuronal dan input kimia dari pusat otak yang lebih tinggi. Prinsip
neurotransmiter melibatkan kontrol neuron hipofisiotropic diantaranya dopamin,
norepineprin, dan serotonin. Lobus posterior dari kelenjar pituitari adalah
bagian dari hipotalamus dan ini terhubung melalui sistem axonal ke inti median
eminence. Sehingga melepaskan oxytosin dan vasopressin (ADH). ADH berfungsi
pada tubulus distalis ginjal dengan menigkatkan permeabilitas respon epitel
terhadap air. Urine pekat karena air diabsorbsi. ADH merupakan bagian integral
dari mekanisme homeostatis yang mengkontrol keseimbangan air dan volume darah.
Oxytocin
disintesis sebagian besar oleh nucleus peraventricular. Hormon ini menstimulasi
kontraksi sel myoepitelial dari breast dan membantu pengeluaran air susu.
Kelainan Fungsi Pituitari
Panhipopituitarism
Kekurangan pituitari total pada manusia mungkin tidak
berhubungan daya tahan tubuh kecuali terapi pengganti diberikan cepat. Tampilan
klinik dari panhipopituitarism mungkin didominasi oleh hipotiroidism lainnya
atau kekurangan kortisol. Jika sindroma ini muncul sebelum pubertas, maka akan
mengakibatkan badan pendek. Fungsi adrenal gagal dalam seminggu setelah fungsi
pitutari berhenti. Hipotensi, hipotermia, muntah, collpase, dan kematian dapat
terjadi jika tidak diberikan kortikosteroid. Jika hipotalamus dan tangkainya
masih utuh/normal, pemulihan sekresi ADH dapat terjadi dan diabetes insipidus
berkurang.
Panhipopituitarism
paling sering terjadi akibat operasi hipofisectomy. Neoplasma pitutari,
hypotalamic injury, ‘syndroma sella kosng, prolonged shock, terapi radiasi, dan
trauma juga membuat hipopitutarism dan kondisi kekurangan.
Penyebab Kelainan Oleh Neoplasma
Neoplasma pituitari mungkin menyebabkan produksi endokrin
terganggu. Diagnosis secepatnya dilakukan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, dan pengetahuan anatomi dan fungsi nya. Secara anatomi termasuk foto
skull, sellar tomogram, tes lapangan pandang, CT scan. Adakalanya pengetahuan
kontras termasuk angigrafi dan pneumoencephalografi mungkin diperlukan untuk
diagnosis. Penilaian fungsi pitutari dan evaluasi paratiroid dan fungsi
endokrin pankreas juga penting.
Tampilan
klinik tergantung sel mana yang terlibat dalam proses tumor.
Cushing Diseassse Dan Syndroma
Pasien dengan penyakit chusing terjadi hiperplasia
adrenal bilateral sekunder untuk sekresi ACTH dengan basofilik atau kromofobik
adenoma pitutari. Cushing syndroma merupakan akibat dari tumor kelenjar adrenal
atau produksi ektopic ACTH oleh tumor nonpitutari : kelenjar pitutari merupakan
tersangka pertama sumber patologik sekresi hormon pada awal mula penjelasan
penyakit oleh Harvey Cushing pada tahun 1932.
Penampakan
‘cushing syndroma’ adalah obesitas truncal, ekstremitas kurus, striae kulit,
hirsutism, moon facies, amenorhoe, osteoporosis, hipertensi, hipokalemia, dan
hiperglikemia. Diagnosis ditegakkan dengan hilangnya variasi diurnal pada ACTH
dan kehilangan supresi ACTH dengan dexxamethason dosis rendah atau tinggi. Tes
metyrapone membantu membedakan antara kasus oleh tumor adrenal dan yang
disebabkan oleh pitutari.
Neoplasma Sekresi Prolaktin
Gejala umum dari tumor sekresi prolaktin adalah
amenorhoe, terjadi pada 75% kasus untuk wanita. Galaktorrhea terjadi pada 50%
pasien, dan biasanya berobat karena nyeri kepala. Beberapa wanita
hiperprolaktinemic memiliki galaktorrhea dan kebanyakan mengeluh dengan berat
badan lebih, penurunan libido, kulit berminyak, hirsutism, dan tidak dapat
mengandung. Pada pria biasa mengeluh impotensi dan libido kurang.
Kadar
sssrum prolaktin dapat ditingkatkan dengan terapi fenotiazin dan hipotiroidism.
Tumor sekresi FH dan FSH jarang ada, tumor sekresi thyrotropin juga sangat
jarang.
Akromegali
Akromegali terjadi akibat sekresi GH yang berlebih,
biasanya dari microadenoma dari pitutari anterior, menyebabkan pertumbuhan
lebih dari semua tulang, jaringan ikat dan jaringan lunak. Penampilan wajah
menjadi kasar dan kaki melebar.
Tes
diagnosis spesifik dengan mengukur kadar GH sebelum dan sesudah pemberian
glukosa. Normalnya, glukosa menekan kadar GH. Pada pasien dengan akromegali,
kadar GH sedikit atau tanpa supresi atau kadang-kadang meningkat paradoxic.
Sekresi GH normalnya distimulasi oleh sdrenergik yang dipengaruhi oleh
norefinefrin atau dopamin.
Manifestasi akromegali menyebabkan ekstensi parasellar
pada adenoma pitutari anterior (macroadenoma) dan efek perifer yang ditimbulkan
oleh kelebihan GH. Kardiomegali sering terjadi, kadang-kadang dengan gejala
gagal jantung kongestif. Intoleransi glukosa dapat memperburuk cardiovaskular
dan mempercepat kematian.
Tumor Nonsekresi
Tumor nonsekresi pada kelenjar pituitari sering lebih
besar daripada tumor sekresi dalam menyebabkan headache, visual disturbance,
dan peningkatan TIK. Tumor yang paling umum dari kategori ini adalah
craniofaringioma dan adenoma cromophobe. craniofaringioma dapat berkembang
sebagai massa cystic atau solid dan dapat terjadi pada semua umur tetapi lebih
sering terjadi pada anak-anak.
Ayan pitutari adalah kondisi mengancam jiwa yang
disebabkan karena perubahan tiba-tiba pada neoplasma pitutari. Perdarahan
spontan atau infark pada tumor ditunjukkan
dengan headache tiba-tiba, hilang kesadran, deficit saraf cranialis,
tanda-tanda meningeal. Harus dibedakan antara ruptur aneurysm, sebagai
kekurangan pitutari dan kematian dapat terjadi sewaktu-waktu pada ayan
pituitari. Terapi termasuk pemberian steroid cepat dan pembedahan untuk
dekompresi dari ciasma optik dan saraf.
Management Anestesi
Perawatan Pre Anestesi
Dari segi anatomi dan endokrinologi penyakit
hipotalamic-pitutari harus diperkirakan.
Jika
endokrin dinilai mengindikasikan kebutuhan untuk terapi pengganti, hal ini
seharusnya dimulai 2 minggu sebelum pembedahan. Prosedur pembedahan biasanya
melibatkan pemindahan atau manipulasi pada pitutari anterior. Untuk alasan ini,
pasien harus mendapatkan steroid untuk menyediakan kadar glukokortikoid selama
periode perioperatif.
Teknik Anestesi
Premedikasi harus tepat untuk mengurangi anxiety tanpa
menyebabkan sedasi yang tidak biasa. Diazepam (5 – 10 mg oral) pada pagi
sebelum pembedahan sering digunakan tanpa adanya masalah pada pasien yang
obtunded. Juga penting menyiapkan pasien untuk post operasinya, ketika pasien
sudah sadar dengan peralatan di nasal dan diperlukan untuk bernapas melalui
mulut dan mengikuti perintah.
Pseudotumor Cerebri
Sindroma kenaikan tekanan intracranial pada keadaan
dimana tidak ditemukan massa atau secara jelas , dapat dengan segera
diidentifikasi sebabnya ( seperti pada luka baru atau infeksi) telah dikenali
sejak akhir abad ke 19 .laporan Quinkes pad 1897 yang mendiskusikan tentang “serious meningitis”mungkin adalah referensi paling awal(53) dan
warington pada 1914 mungkin yang pertama menggunakan terminology Pseudotumor
cerebri(54). Dan itu yang kemudian dapat diterima dengan baik secara klinis
sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada meskipun kebingungan mengenai etiologi dan
menegeman yang benar masih tetap ada .
Pseudotumor dapat muncul
pada anak kecil sebagaimana muncul pada
dewasa, dan bentukan infantile mungkin
juga ada…
Pertimbangan Klinis
Yang tampak secara klinis adlah kenaikan tekanan
intracranial dengan disertai pusing, gangguan penglihatan termasuk diplopia dan
kebutaan, muntah, pening, telinga berdenging, parestesi yang ganjil, dan
kadang-kadang gangguan penglihatan. Pada orang dewasa , gangguan itu secara
primer terjadi pada wanita terutama pada tipe wanita muda dengan kegemukan ,
hal ini sudah dikenal luas tapi tidak menunjukkan gambaran klinis yang
istimewa. Pada anak-anak perbedaan distribusi berdasarkan jenis kelamin ataupun
bentuk tubuh tidak didapatkan. Secara fisik yang ditemukan pada kedua populasi
di atas adalah papil edema, lapangan pandang dan tajam penglihatan yang tidak
normal , oculomotor palsies dan tanda neurologic lain yang jarang ditemukan. Tanda dan gejala yang Nampak secara umum dan juga distribusi populasi
terdapat pada table 10.3, 10.4 dan 10.5 dan ditunjukkan oleh diagram 10.4 dan
10.5.
Perubahan patofisiologi
belum bisa dmengerti dengan pasti. Tahun 1956 Sahs dan Joynt mendemonstrasikan
hasil biopsy pada pasien tersebut(57). Yang terbaru , Moser dan kawan-kawan
secara hati-hati meneliti gambaran MR dan menunjukkan peningkatan kandungan air
pada White Mater.
Banyak sekali kondisi
yang dihubungkan dengan pseudotumor (lihat table 10.6)> selanjutnya selalu
saja ada kondisi lain yang ditambahkan pada daftar. Namun demikian tidak ada
satupun penyakit yang pernah menunjukkan posisi yang signifikan secara
statistic. Perbeaan paling penting yang harus dibuat adalah mendiagnosa para pasien yang secara
nyata menderita Low grade neoplasma. Dandy ( 59) meramalkan pada 50 tahun yang lalu bahwa
nantinya peningkatan CBV akan secara mengejutkan memegang peranan yang penting.
Beberapa bukti terbatas mendukung pernyataan tersebut (60,61). Bagaimanapun ,
Hemodinamik cerebral dan metabolism telah menunjukkan batasan normal(61).
Hammer(62) menunjukkan
bukti tentang meningkatnya level cairan cerebrospinal dari vasopressin pada
pasien dengan pseudotumor
Terbaru, teori yang
menarik dan melebihi teori sebelumnya dan
dikemukakan oleh Johnston dan
Paterson (63,64). Mereka beralasan bahwa
sindrom berkurangnya CSF terjadi
sebagai akibat dari peningkatan tekanan pada sinus sagittal atau berkurangnya tekanan CSF subarachnoid. Mereka
mereka menggambarkan teorinya dalam rumus :
Fcsf=Pcsf-Pss
Dimana Fcsf menggambarkan aliran CSF melalui vili arachnoid, Pcsf adalh
tekanan di arachnoid space ,Pss adalah tekanan vena di sinus sagital dan Rav
adalah hambtan melalui vili arachnoid. Seperti yang bisa dilihat , kondisi yang
menurunkan tekanan CSF subarachnoid (ketidakseimbangan hormonal), kondisi yang
meningkatkan tekanan di sinus sagital ( otitis, thrombosis, trauma) dan kondisi
yang meningkatkan hambtan melalui
membrane arachnoid ( intoksikasi vitamin A, menelan tetrasiklin dan
mungkin withdrowel karena steroid), semuanya bisa berperan pada
pseudotumor berdasarkan persamaan di
atas. Penulis lain menggunakan bukti seperti penelitian tentang transport RISA
intra tecal(65) dan Penelitian CSF
dinamik untuk mendukung anggapan tersebut.Argumen sering dibuat berlawanan
dengan kesulitan resorbsi CSF adalah pasien tidak berkembang menjadi
ventriculomegali. Johston dan Paterson beralasan bahwa pada populasi muda ,
ruang subarachnoid bisa meluas untuk mengakomodasi cairan tambahan. Lebih jauh
, pengarang beralasan bahwa efek dari
tekanan pada vena cortical dan subependymal vena mungkin berbeda pada pasien tersebut. Hal ini,
kemudian, menyebabkan redistribusi
cairan dan tekanan sehingga mengurangi
ventrikulomegali. Hal ini diterima secara luas, apalagi terdapat juga elemen
dari cairan interstitial.
Managemen
Yang lebih penting dari persoalan tersebut tentu saja adalah pertanyaan
mengenai bagaimana terapinya. Hal itu secara luas telah dipikirkan bahwa
kondisi tersebut self limiting
dan terapi harus diberikan secra langsung untuk mengurangi gejala selama
masa eksaserbasi. Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa semua pasien bisa
diobati secara konservatif dengan menggunakan diuretic(67,68). Mereka menjadi
bagian minoritas dalam hal ini. Nama jinak intracranial hypertension yang
diperkenalkan oleh Foley pada tahun 1955 secara nyata telah menjadi suatu
pertanyaan(67.68). Laporan dari klinil Mayo pada tahun1980 menunjukkan bahwa
11% dari pasien menderita visual loss yang signifikan(69). Data ini, diantara
yang lainnya , membisikkan Hoffman untuk berpendapat agar lebih agresif dalam melakukan pendekatan
bedah,berdasarkan fakta bahwa kehilangan penglihatan bisa terjadi secara
permanen, , bisa dihindari dan sekarang
ini tidak ada predictor sebagaiman pada pasien yang akan mengalamikeuntungan
dari menegemen konservatif dan mereka yang menerima segera, vision saving
surgery(70)
Batasan modalitas
terapi yangbisa dan secara umum digunakan diringkas pada tabel10.7, Berlawanan
dengan penelitian Mayo klinik. Steroid dan diuretic menjadi modalitas awal yang
digunakan. Diikuti dengan pungsi lumbal secara serial. Lumboperitoneal
shunting adalah jenis pendekatan bedah
yang paling sering dipakai. Dekompresi bitemporal yang diperkenalkan oleh
Frazier(71) dan digunakan dengan lebih luas oleh Dandy(59), tampaknya menjadi
terapi yang efektif tapi jarang digunakan. Tantangan yang dihadapi oleh klinisi
termasuk mendefinisi etiologi dan patofisiologi, lebih penting lagi
mengembangkan indicator yang sensitive untuk mengukur pasien mana yang akan berespon terhadap pengobatan
konservatif dan dalam kasus ini teknik Hoffman yang agresif bisa mencegah kehilangan penglihatan permanen . Perhatian
anestesi tergantung oleh penyakit yang mendasari dan adanya tekanan
intrakranial.