Konsep Nyeri


Definisi

Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ).
Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk)
Ganong, (1998), mengemukakan proses penghantaran transmisi nyeri yang disalurkan ke susunan syaraf pusat oleh 2 (dua) sistem serat (serabut) antara lain:

(1).Serabut A – delta (Aδ) Bermielin dengan garis tengah 2 – 5 (m yang menghantar dengan kecepatan 12 – 30 m/detik yang disebut juga nyeri cepat (test pain) dan dirasakan dalam waktu kurang dari satu detik, serta memiliki lokalisasi yang dijelas dirasakan seperti ditusuk, tajam berada dekat permukaan kulit.
(2).Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah 0,4 –1,2 m/detik disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik atau lebih, bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar.

Transmisi nyeri dibawah oleh serabut A – delta maupun serabut C diteruskan ke korda spinalis, serabut – serabut syaraf aferen masuk kedalam spinal lewat dorsal “root” dan sinap dorsal “ horn” yang terdiri dari lapisan (laminae) yang saling berkaitan II dan III membentuk daerah substansia gelatinosa (SG). Substansi P sebagai nurotransmitter utama dari impuls nyeri dilepas oleh sinaps dari substansia gelatinosa. Impuls – impuls nyeri menyebrang sum – sum tulang belakang diteruskan ke jalur spinalis asendens yang utama adalah spinothalamic traet (STT) atau spinothalamus dan spinoroticuler traet (SRT) yang menunjukkan sistem diskriminatif dan membawa informasi mengenai sital dan lokasi dari stimulus ke talamus kemudian kemudian diteruskan ke korteks untuk diinterprestasikan, sedangkan impuls yangg melewati SRT, diteruskan ke batang otak mengaktifkan respon outonomik dari limbik (motivational affektive) effective yang dimotivasi (Long).
Pada tahun 1979, International Association for the Study of Pain mendefinisikan nyeri sebagai : Suatu pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan. Rasa nyeri selalu merupakan sesuatu yang bersifat subjektif. Setiap individu mempelajari nyeri melalui pengalaman yang berhubungan langsung dengan luka (injury), yang terjadi pada masa awal kehidupannya. Secara klinis, nyeri adalah apapun yang diungkapkan oleh pasien mengonai sesuatu yang dirasakannya sebagai suatu hal yang tidak menyenangkan / sangat mengganggu (Dharmady & Triyanto).
Defenisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat diidentiftkasi. Meskipun beberapa sensasi nyeri dihubungkan dengan status mental atau status psikologis, pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya membayangkannya saja. Kebanyakan sensasi nyeri adalah akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional. Oleh karna itu, mengkaji nyeri individu mencakup pengumpulan informasi tentang penyebab fisik dan juga faktor mental atau emosional yang mempengaruhi persepsi individu tentang nyeri. Intervensi keperawatan diarahkan pada kedua komponen tersebut (Smeltzer & Bare).
Beberapa pasien tidak dapat atau tidak akan melaporkan secara verbal bahwa mereka mengalami nyeri. Oleh karena itu, perawat juga bertanggung jawab terhadap pengamatan perilaku nonverbal yang dapat terjadi bersama dengan nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).


B.Fisiologi Nyeri
Diantara terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan hingga timbulnya pengalaman subyektif mengenai nyeri, terdapat rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu transduksi, transrmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius diubah menjadi aktivitas elektrik pada ujung saraf sensorik (reseptor) terkait. Proses berikutnya, yaitu transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex. Proses ketiga adalah modulasi yaitu aktivitas saraf yang bertujuan mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diternukan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto).
Proses terakhir adalah persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya (Dewanto).
Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mcngurangi nyeri di dacrah yang terluka (Taylor & Le Mone).
Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan menggaruk secara perlahan di dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga rnencegah transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang, misalnya perasaan sernbuh dapat mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang dirasakan (Patricia & Walker).
Kozier, dkk. (1995) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom (simpatis dan parasimpatis respon simpatis akibat nyeri seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, meningkatkan tegangan otot, dilatasi pupil, wajah pucat, diaphoresis, sedangkan respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat , berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah, kelemahan, kelelahan, dan pucat (Black M.J, dkk)
Pada nyeri yang parah dan serangan yang mendadak merupakan ancaman yang mempengaruhi manusia sebagai sistem terbuka untuk beradaptasi dari stressor yang mengancam dan menganggap keseimbangan. Hipotalamus merespon terhadap stimulus nyeri dari reseptor perifer atau korteks cerebral melalui sistem hipotalamus pituitary dan adrenal dengan mekanisme medula adrenal hipofise untuk menekan fungsi yang tidak penting bagi kehidupan sehingga menyebabkan hilangnya situasi menegangkan dan mekanisme kortek adrenal hopfise untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyediakan energi kondisi emergency untuk mempercepat penyembuhan (Long C.B.). Apabila mekanisme ini tidak berhasil mengatasi Stressor (nyeri) dapat menimbulkan respon stress seperti turunnya sistem imun pada peradangan dan menghambat penyembuhan dan kalau makin parah dapat terjadi syok ataupun perilaku yang meladaptif (Corwin, J.E.).

C.Klasifikasi Nyeri
Menurut Long C.B (1996) mengklasifikasi nyeri berdasarkan jenisnya, meliputi :
  1. Nyeri akut, nyeri yang berlangsung tidak melebihi enam bulan, serangan mendadak dari sebab yang sudah diketahui dan daerah nyeri biasanya sudah diketahui, nyeri akut ditandai dengan ketegangan otot, cemas yang keduanya akan meningkatkan persepsi nyeri.
  2. Nyeri kronis, nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih, sumber nyeri tidak diketahui dan tidak bisa ditentukan lokasinya. Sifat nyeri hilang dan timbul pada periode tertentu nyeri menetap.

Corwin J.E (1997) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan sumbernya meliputi :
  1. Nyeri kulit, adalah nyeri yang dirasakan dikulit atau jaringan subkutis, misalnya nyeri ketika tertusuk jarum atau lutut lecet, lokalisasi nyeri jelas disuatu dermatum.
  2. Nyeri somatik adalah nyeri dalam yang berasal dari tulang dan sendi, tendon, otot rangka, pembuluh darah dan tekanan syaraf dalam, sifat nyeri lambat.
  3. Nyeri Viseral, adalah nyeri dirongga abdomen atau torak terlokalisasi jelas disuatu titik tapi bisa dirujuk kebagian-bagian tubuh lain dan biasanya parah.
  4. Nyeri Psikogenik, adalah nyeri yang timbul dari pikiran pasien tanpa diketahui adanya temuan pada fisik (Long, 1989 ; 229).
  5. Nyeri Phantom limb pain, adalah nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah satu ekstremitas yang telah diamputasi (Long, 1996 ; 229).


D.Nyeri Pasca Bedah
Pembedahan merupakan suatu kekerasan atau trauma bagi penderita. Anestesi maupun tindakan pembedahan menyebabkan kelainan yang dapat menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Keluhan dan gejala yang sering dikemukakan adalah nyeri, demam, takikardia, sesak nafas, mual, muntah dan memburuknya keadaan umum (Syamsuhidajat).
Para dokter dalam pengalamannya sering kali terkejut akan beratnya nyeri yang dialami oleh pasien setelah pembedahan. Kendati pun tersedia obat-obat yang efektif, namun nyeri pasca bedah tidak dapat diatasi dengan baik. Sekitar 50% pasien tetap mengalami nyeri (Walsh).
Menurut Benedetti (1990), nyeri yang hebat menstimulasi reaksi stress yang secara merugikan mempengaruhi sistem jantung dan imun. Ketika impuls nyeri ditransmisikan, tegangan otot meningkat, seperti halnya pada vasokonstriksi lokal. Iskemia pada tempat yang sakit rnenyebabkan stimulasi lebih jauh dari reseptor nyeri. Bila impuls yang menyakitkan ini menjalar secara sentral, aktivitas simpatis diperberat, yang meningkatkan kebutuhan miokardium dan konsumsi oksigen. Penelitian telah menunjukkan bahwa insufisiensi kardiovaskular terjadi tiga kali lebih sering dan insiden infeksi lima kali lebih besar pada individu dcngan kontrol nyeri yang buruk (Smeltzcr & Bare).

Pada luka operasi, analgetik sebaiknya diberikan dengan rencana sesuai dengan letak dan sifat luka, bukan “diberikan kalau perlu”. Dosis yang diberikan pun bergantung pada reaksi penderita (Sjamsuhidajat).
Peredaan nyeri komplit pada daerah dari insisi bedah dapat tidak terjadi selama beberapa minggu, tergantung pada letak dan sifat pembedahan. Namun demikian, perubahan posisi pasien, penggunaan distraksi, pemasangan washcloths dingin pada wajah, dan pemijatan punggung dengan losion yang menyegarkan dapat sangat membantu dalam menghilangkan ketidaknyamanan temporer dan meningkatkan medikasi lebih efektif ketika diberikan (Smeltzer & Bare).


E.Bedah Laparatomi
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen (Spencer), Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (1997), bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu: herniotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepateroktomi, splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau fistulektomi.
Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatorni adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium (Prawirohardjo), yaitu: histerektomi baik itu histerektoini total, histerektomi sub total, histerektomi radikal, eksenterasi pelvic dan salpingo­-coforektomi bilateral.
Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi pada bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan organ lain, menurut Spencer (1994) antara lain ginjal dan kandung kemih.

Ada 4 (empat) cara, yaitu :
a.Midline incision
b.Paramedian, yaitu ;  2,5 cm), panjang (12,5 cm).±sedikit ke tepi dari garis tengah (
c.Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
d.Transverse lower abdomen incision, yaitu;  4 cm di atas anterior spinal iliaka,±insisi melintang di bagian bawah  misalnya; pada operasi appendictomy. (Sjamsuhidajat R, Jong WD)

1. Indikasi
  1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur Hepar.
  2. Peritonitis
  3. Perdarahan saluran pencernaan.(Internal Blooding)
  4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
  5. Masa pada abdomen (Sjamsuhidajat R, Jong WD, 1997)
2. Komplikasi
  • Ventilasi paru tidak adekuat
  • Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung.
  • Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
  • Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan
3.Post Laparatomi
a.Perawatan post Laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. (Long B.C, 1996)
b.Tujuan perawatan post Laparatomi
  1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
  2. Mempercepat penyembuhan.
  3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
  4. Mempertahankan konsep diri pasien.
  5. Mempersiapkan pasien pulang.
c.Komplikasi post Laparatomi (Himawan, S, 1996)
(1)Tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
(2)Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
(3)Dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
d.Proses penyembuhan luka (Long B.C, 1996)
(1)Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
(2)Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
(3)Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
(4)Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
e.Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan
  1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.
  2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
  3. Pencegahan infeksi.

selanjutnya klik di samping... F. Pengembalian Fungsi fisik.






 

Link Kesehatan Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger