BAB 4 PEMBAHASAN
Setelah penulis menerapkan asuhan keperawatan pada pasien An. J.S. Dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Post Apendiktomy Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang, maka dalam bab ini penulis membahas beberapa hal, baik yang mendukung maupun yang menghambat kelancaran proses keperawatan serta alternative pemecahan masalah agar tindakan keperawatan selanjutnya dapat lebih terarah dan mencapai tujuan seoptimal mungkin. Dalam pembahasan ini penulis menemukan beberapa kesenjangan antara tinjauan kasus dengan tinjauan teoritis yang nyata di dalam proses keperawatan mulai dari pengkajian, diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
4.1.Tahap Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pada tahap ini penulis mendapat data yang nyata dengan cara melaksanakan komunikasi dengan pasien (autoanamnese) dan dengan keluarga pasien (allowanamnese), mengobservasi keadaan pasien, melakukan pemeriksaan fisik dan membaca dokumen pasien sehingga permasalahan yang mencakup bio-psiko, spiritual dapat digali dan ikumpulkan secara komprehensif. Adapun kesenjangan dan persamaan yang didapatkan pada tahap pengkajian antara teoritis dengan kasus adalah
a. Aktivitas istirahat Gejala : Malaise, hal ini juga terdapat dalam kasus.
b. Sirkulasi Tanda : Tacikardia, pada kasus tidak ditemukan takikardi (nadi pasien 88 x/menit). Hal ini kemungkinan disebabkan karena pasien tidak mengalami nyeri hebat dan tidak mengaalami komplikasi perforasi, di mana pada saat timbul gejala akut, langsung dilaksanakan appendektomy, sehingga tidak sempat timbul komplikasi.
c. Integritas ego Gejala : Perasaan cemas, takut, apatis berhubung dengan krisis situasional, faktor-faktor, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : Tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang Pada kasus hal ini tidak terjadi, disebabkan adanya sistim dukungan yang adekuat dari keluarga, perawat dan dokter.
d. Eliminasi Gejala : Konstipasi kemungkinan karena immobilisasi Tanda : Penurunan atau tak ada bising usus Pada kasus tidak terjadi masalah eliminasi fekal, berhubung pasien menggunakan anastesi spinal, sehingga mobilisasi dapat lebih cepat dilaksanakan, pada hari kedua post operasi, pasien sudah defekasi.
e. Makanan/cairan. Gejala : Anoreksia, mual/muntah Tanda : Membrane mukosa kering (pembatasan pemasukan periode puasa/periode puasa pra operasi) Pada pra operasi hal ini memang terjadi yang kemungkinan disebabkan nyeri hebat sehingga meningkatkan tekanan intraabdominal dan menimbulkan muntah, tetapi pada saat penulis mengkaji post operasi pasien tidak mengalami muntah lagi, karena fase akut nyeri akibat inflamasi appendiks telah selesai, nyeri yang timbul adalah nyeri akibat pembedahan dan skala nyerinya sedang sehingga tidak menimbulkan muntah.
f. Nyeri/kenyamanan Gejala : Nyeri abdomen pada insisi pembedahan meningkat karena berjalan, bersin, batuk Tanda : Perilaku berhati-hati, melindungi daerah insisi pembedahan (area nyeri) Hal ini juga terjadi pada kasus sehingga tidak terjadi kesenjangan.
g. Keamanan Tanda : Demam (biasa rendah) karena pembatasan pemasukan oral dan invasi bakteri pathogen. Peningkatan suhu/demam tidak tidak terjadi karena pembatasan cairan pra operasi dalam kurun waktu singkat (hanya 3 jam), dan setelah operasi hanya 8 jam, di samping itu cairan parenteral telah diberikan dari sejak pre operasi, sehingga tidak timbul demam. Invasi pathogen mungkin tidak ada, karena prosedure operasi dilaksanakan dan perawatan luka dilaksanakan dengan teknik aseptik dan steril, dan di samping itu telah dilakukan pemberian antibiotik profilaksis sehingga perkembangan kuman patogen dapat dicegah.
h. Pernafasan Gejala : Takipnea, pernafasan dangkal Tidak terjadi pada pasien takhipnoe dan pernafasan dangkal karena nyeri yang dialami pasien tergolong nyeri sedang, kemungkinan juga disebabkan anastesi yang dipergunakan pasien adalah anastesi spinal sehingga tidak ada penekanan pada pusat pernafasan. i. Penyuluhan pembelajan Gejala : Penggunaan alangetik, antiinflamasi dan antibiotic. Pada kasus, pasien juga menggunakan antibiotik, anti inflamasi dan analgetik, pasien meminta penjelasan mengenai pengobatannya, artinya tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.
4.2. Tahap Diagnosa Keperawatan
Pada tahap dignosa keperawatan, penulis menemukan beberapa perbedaan antara tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan teoritis ditemukan beberapa diagnosa keperawatan yang tidak ditemukan pada tinjauan kasus, yaitu :
1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah pra operasi, pembatasan pasca operasi, contoh puasa, status hipermetabolik, contoh demam, proses penyembuhan. Pada kasus, pasien memang mengalami muntah pada pre operasi, tetapi hanya dalam kurun waktu singkat, pembatasan cairan juga hanya singkat, tidak terdapat demam, pemberian cairan parenteral segera diberikan sehingga tidak menimbulkan adanya indikasi kekurangan volume cairan. Adapun diagnosa yang terdapat pada kasus tetapi tidak dijumpai pada teoritis yaitu :
1. Gangguan ADL (Activity Daily Life) berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan pasien mengatakan tidak dapat melakukan kegiatan seperti bergerak kebersihan tubuh pasien tampak lemah aktivitas pasien di tolong dengan bantuan sebagian seperti ke kamar mandi. Masalah ini ditemukan pada kasus karena pasien mengalami gangguan mobilisasi berhubung adanya kelemahan fisik, efek anastesi dan juga tujuan pengobatan mengusahan percepatan penyembuhan luka sehingga aktivitas dibatasi.
4.3. Tahap Perencanaan Keperawatan
Pada tahap perencanaan penulis tidak banyak menemukan kesulitan dan hambatan karena adanya kerjasama yang baik antara penulis, pasien dan keluarga pasien serta tim kesehatan lainnya. Ada beberapa intervensi yang ditemukan pada teori tetapi tidak diaplikasikan di dalam kasus antara lain :
DK : 1
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive, insisi bedah.
Intervensi – Rasional
I : Ambil contoh drainase bila diindikasikan, intervensi ini tidak diterapkan berhubung pasien tidak ada menggunakan selang drainage, selama perawatan drainase dari luka tidak ada, karena perawatan luka dilakukan dengan teknik aseptik dan steril, dibarengi juga pemberian antibiotik profilaksis yang adekuat.
I : Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan. Tidak dilakukan dalam kasus karena pasien tidak dipasanga drainage. Ada satu buah intervensi yang tidak ada di dalam teori tetapi penulis menerapkannya di dalam kasus yaitu I : Lakukan perawatan personal hygiene. Hal ini penulis terapkan dengan alasan dengan personal hygiene yang baik terutama kebersihan tubuh disekitar daerah luka bekas operasi akan meminimalkan kontaminasi kuman patogen terhadap insisi pembedahan,
I : Kolaborasi pemberian vitamin
C. intervensi ini didasartkan pada konsep mempercepat pertumbuhan jaringan insisi pembedahan sehingga otomatis mengurangi resiko infeksi
DK : 3
Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah ditandai dengan laporan nyeri, wajah mengkerut, otot tegang, perilaku distraksi, respons otomatis. Intervensi I : Berikan kantong es pada abdomen. Menurut penulis, intervensi ini kurang tepat diterapkan pada pasien, karena pasien dipuasakan, cuaca dingin sehingga berpotensi menimbulkan masalah baru yaitu akumulasi gas dalam gaster dan menimbulkan pasien kedinginan. Sementara ada juga satu buah intervensi yang diterapkan dalam kasus tetapi tidak ada dalam teori : kolaborasi dengan dokter pemberian obat anti spasmodic. Hal ini dipandang perlu oleh tim moedis untuk mencegah spasme otot saluran pencernaan yang dapat meningkatkan nyeri.
DK :
4 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi, informasi, tidak mengenal sumber informasi ditandai dengan pertanyaan meminta informasi, menyatakan masalah/perhatian, menyatakan salah konsepsi, tidak tepat mengikuti instruksi, terjadi konflikasi yang dapat dicegah. Intervensi I : Anjurkan penggunaan laksatif/pelembek feces ringan bila perlu dan hindari enema. Intervensi ini tidak diterapkan pada kasus karena pasien tidak mengalami obstipasi/konstipasi
4.4. Tahap Evaluasi Keperawatan
Pada tahap evaluasi tujuan dari semua diagnosa keperawatan tidak seluruhnya tercapai, hanya ada 1 (satu) diagnosa keperawatan yang tujuannya tercapai yaitu :
- kurang pengetahuan mengenai prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi. Diagnosa ini tercapai pada hari pertama setelah dilakukan intervensi. Sementara diagnosa keperawatan yang tujuannya hanya tercapai sebagian ada 3 (tiga) buah, yaitu : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan ditandai dengan pasien mengatakan nyeri seperti disayat pada luka bekas operasi, pasien mengatakan dia menjalani operasi appendiktomy 8 jam yang lalu, pasien tampak meringis kesakitan sampai menutup mata menahan nyeri, pasien tampak gelisah, perilaku berhati-hati melindungi luka bekas operasi, skala nyeri 7 (sedang).
- Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
- Gangguan ADL (Activity Daily Life) berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan Pasien mengatakan tubuh lemas, tubuh belum bisa digerakkan, pasien tampak lemah aktivitas pasien di tolong dengan bantuan sepenuhnya, kekuatan otot ekstremitas bawah 2, kaki tidak mampu digerakkan. Ketiga diagnosa di atas hanya tercapai sebagian karena keluarga pasien minta pulang sementara masa pemulihan belum maksimal, intervensi selanjutnya dijelaskan kepada keluarga pasien.