Definisi
Meningocele
atau dikenal juga dengan sebutan spina bifida (Latin: tulang belakang terbuka)
adalah sebuah jenis perkembangan kelainan bawaan. Proses kelainan ini biasanya
terjadi selama empat minggu pertama kehamilan dan terdiri dari abnormal atau
tidak lengkap penutupan tabung saraf (masa depan sistem saraf pusat).
Kelainan
kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab
penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir.
Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh
kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu
seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang
dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai
bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat,
kira-kira 20%
meninggal
dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologi dan
laboratorium untuk menegakkan diagnosa kelainan kongenital setelah bayi
lahir dikenal pula adanya diagnosis pre/- ante natal kelainan kongenital dengan
beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi,
pemeriksaan air ketuban dan darah janin.
Gejala Klinis Meningocele
Gejalanya
bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala
ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada
daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Terdapat
beberapa jenis spina bifida:
1. Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah.
1. Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah.
Gejalanya
berupa:
- penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
- jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
- kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
- penurunan sensasi
- inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
- korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
Gejala pada spina bifida okulta:
- seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
- lekukan pada daerah sakrum.
- penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
- jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
- kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
- penurunan sensasi
- inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
- korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
Gejala pada spina bifida okulta:
- seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
- lekukan pada daerah sakrum.
Angka Kejadian
Kelainan
kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau
dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai
kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum
ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan
beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi
kedokteran, kadang-kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama
kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru
lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain.
Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil,
kemungkinan ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15%
sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan
ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.
Angka
kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15/1000 kelahiran angka
kejadian ini akan menjadi 4-5% bila bayi diikuti terus sampai berumur 1 tahun.
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979), secara klinis ditemukan
angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara 19.832 kelahiran
hidup atau sebesar 11,61/1000 kelahiran hidup, sedangkan di Rumah Sakit Dr.
Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara 14.504 kelahiran
bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-1979) sebesar 1.64 dari
4625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat
berbeda-beda untuk berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula dapat tergantung
pada cara perhitungan besar keciInya kelainan kongenital.
Etiologi Meningocele
Penyebab
langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embrional
dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor
lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
1. Kelainan Genetik dan Kromosom.
Kelainan
genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan
kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti
hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan
sebagai unsur dominan (“dominant traits”) atau kadang-kadang sebagai unsur
resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan
kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah
selanjutya. Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran , maka
telah dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal
serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa
contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma down
(mongolism). Kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma turner.
2. Faktor Mekanik
Tekanan
mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan
hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor
predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya
deformitas suatu organ.
3, Faktor infeksi.
Infeksi
yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada
periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi
tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam
pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat
menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya
abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb
virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella
pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai
katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya
kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang
dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus
sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang
mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat
seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4. Faktor obat
Beberapa
jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan
diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada
bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan
tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara
pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini
kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum
obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu,
pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan
ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya
terhadap bayi.
5. Faktor umur ibu
Telah
diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir
Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan
angka kejadian mongolisme 1,08/100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif
sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan
yang ditemukan ialah 1:5500 untuk kelompok ibu berumur <35 tahun, 1:600 untuk
kelompok ibu
berumur 35-39 tahun, 1:75 untuk kelompok ibu berumur 40 – 44 tahun dan 1:15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
berumur 35-39 tahun, 1:75 untuk kelompok ibu berumur 40 – 44 tahun dan 1:15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
6. Faktor hormonal
Faktor
hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes
mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila
dibandingkan dengan bayi yang normal.
7. Faktor radiasi
Radiasi
pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua
dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali
dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi
untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa
kehamilan, khususnya pada hamil muda.
8. Faktor gizi
Pada
binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan
menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan,
adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan
lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.
9. Faktor-faktor lain
Banyak
kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri
dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.
Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi
faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidakdiketahui.
lanjutan...!!!!!!!!