I.Pengertian
Benigna Prostat
Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh
karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ).
BPH adalah pembesaran
progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun
) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
1. Etiologi
1. Etiologi
Penyebab yang past
dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar
prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya
dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab
antara lain :
1).Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa
reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostat mengalami hiperplasi .
2).Perubahan
keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan
pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang
mengakibatkan hiperplasi stroma.
3).Interaksi stroma –
epitel
Peningkatan epidermal
gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth
factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4).Berkurangnya sel
yang mati
Estrogen yang
meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar
prostat.
5).Teori sel stem
Selstem yang
meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).
Patofisiologi
Peningkatan Sel Sterm
Peningkatan 5 Alfa reduktase Proses Menua Interaksi Sel Epitel dan Stroma
Berkurangnya sel yang mati
4. Gejala Benigne
Prostat Hyperplasia
Gejala klinis yang
ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma
Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif
yaitu :
a. Hesitansi yaitu
memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang
disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.
b.Intermitency yaitu
terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot
destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c.Terminal dribling
yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d.Pancaran lemah :
kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat
melampaui tekanan di uretra.
e.Rasa tidak puas
setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi
yaitu :
a. Urgency yaitu
perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu
penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari
(Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu
nyeri pada waktu kencing.
2. Diagnosis
2. Diagnosis
Untuk menegakkan
diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain:
1). Anamnesa
Kumpulan gejala pada
BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi,
pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah
miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi,
frekuensi serta disuria.
2) Pemeriksaan Fisik
* Dilakukan dengan
pemeriksaa tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapa meningka pada keadaan
kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pad retensi urin serta
urosepsis sampai syok – septik.
* Pemeriksaan abdomen
dilakuka denga tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan
pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol.
Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi.
Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
* Penis dan uretra
untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra,
karsinoma maupun fimosis.
* Pemeriksaan skrotum
untuk menentukan adanya epididimitis
* Rectal touch /
pemeriksaan colok dubu bertujuan untuk menentuka konsistensi sistim persarafan
unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui
derajat dari BPH, yaitu :
a). Derajat I =
beratnya ± 20 gram.
b). Derajat II =
beratnya antara 20 – 40 gram.
c). Derajat III =
beratnya > 40 gram.
3) Pemeriksaan
Laboratorium
* Pemeriksaan darah
lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk
memperoleh data dasar keadaan umum klien.
* Pemeriksaan urin
lengkap dan kultur.
* PSA (Prostatik
Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.
4) Pemeriksaan
Uroflowmetri
Salah satu gejala
dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat
diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
a).Flow rate maksimal
> 15 ml / dtk = non obstruktif.
b).Flow rate maksimal
10 – 15 ml / dtk = border line.
c).Flow rate maksimal
< 10 ml / dtk = obstruktif. 5) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik a).BOF
(Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang. b). USG
(Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar
prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat
dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik. c). IVP (Pyelografi
Intravena) Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya
hidronefrosis. d) Pemeriksaan Panendoskop Untuk mengetahui keadaan uretra dan
buli – buli. 3. Penatalaksanaan Modalitas terapi BPH adalah : 1).Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun
tergantung keadaan klien 2).Medikamentosa Terapi ini diindikasikan pada BPH
dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang
digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens,
dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen. 3). Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah : a).Klien yang mengalami retensi urin akut
atau pernah retensi urin akut. b).Klien dengan residual urin > 100 ml.
c). Klien dengan
penyulit.
d). Terapi
medikamentosa tidak berhasil.
e).Flowmetri
menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat
dilakukan dengan :
a).TURP (Trans
Uretral Reseksi Prostat ® 90 – 95 % )
b).Retropubic Atau
Extravesical Prostatectomy
c).Perianal Prostatectomy
c).Perianal Prostatectomy
d). Suprapubic Atau
Tranvesical Prostatectomy
4). Alternatif lain
(misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik .
B. Diagnosa keperawatan.
B. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan
yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :
Pre Operasi :
1).Obstruksi akut /
kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi
otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat.
2).Nyeri ( akut )
berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik
ginjal, infeksi urinaria.
3).Resiko tinggi
kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis..
4).Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah
5). Kurang
pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi
Post Operasi :
1) Nyeri berhubungan
dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
2) Resiko tinggi
infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter,
irigasi kandung kemih sering.
3) Resiko tinggi
cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
4) Resiko tinggi
disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
5) Kurang
pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
6) Gangguan pola
tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan
B. Perencanaan
1.Sebelum Operasi
a. Obstruksi akut /
kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi
otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara
adekuat.
1) Tujuan : tidak
terjadi obstruksi
3) Kriteria hasil :
Berkemih dalam jumlah
yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih
4) Rencana tindakan
dan rasional
1. Dorong pasien
untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R/ Meminimalkan
retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih
2. Observasi aliran
urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina
R / Untuk
mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi
3. Awasi dan catat
waktu serta jumlah setiap kali berkemih
R/ Retensi urine
meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi
ginjal
4. Berikan cairan
sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.
R / Peningkatkan
aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung
kemih dari pertumbuhan bakteri
5. Berikan obat
sesuai indikasi ( antispamodik)
R/ mengurangi spasme
kandung kemih dan mempercepat penyembuhan
b. Nyeri ( akut )
berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik
ginjal, infeksi urinaria.
1).Tujuan
Nyeri hilang /
terkontrol.
2).Kriteria hasil
Klien melaporkan
nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas
terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur /
istirahat dengan tepat.
3).Rencana tindakan
dan rasional
a) Kaji nyeri,
perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 – 10 ).
R / Nyeri tajam,
intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan
spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya
menurun dalam 48 jam ).
b) Pertahankan
patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan
bekuan.
R/ Mempertahankan
fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli –
buli.
c).Pertahankan tirah
baring bila diindikasikan R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut.
d) Berikan tindakan
kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung ) dan
aktivitas terapeutik.
R / Menurunkan
tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
f) Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.
f) Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.
R/ Meningkatkan
perfusi jaringan dan perbaikan edema serta meningkatkan penyembuhan (
pendekatan perineal ).
f) Kolaborasi dalam
pemberian antispasmodik
R / Menghilangkan
spasme
c. Resiko tinggi
kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.
1). Tujuan
Keseimbangan cairan
tubuh tetap terpelihara.
2). Kriteria hasil
Mempertahankan
hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer
teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat.
3). Rencana tindakan
dan rasional
a). Awasi keluaran
tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/.
R/ Diuresisi yang
cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium
diabsorbsi tubulus ginjal.
b).Pantau masukan dan
haluaran cairan.
R/ Indikator
keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.
c). Awasi tanda-tanda
vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah,
diaforesis, pucat,
R/ Deteksi dini
terhadap hipovolemik sistemik
d).Tingkatkan tirah
baring dengan kepala lebih tinggi
R/ Menurunkan kerja
jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.
g).Kolaborasi dalam
memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh:
Hb / Ht, jumlah sel
darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi
R/ Berguna dalam
evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan
terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah,
d.Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
1).Tujuan
Pasien tampak rileks.
2).Kriteria hasil
Menyatakan
pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat
tentang perasaan dan penurunan rasa takut.
3).Rencana tindakan
dan rasional
a).Dampingi klien dan
bina hubungan saling percaya
R/ Menunjukka
perhatian dan keinginan untuk membantu
b). Memberikan
informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R / Membantu pasien
dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
c). Dorong pasien
atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.
R/ Memberikan
kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah
e. Kurang pengetahuan
tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi
1). Tujuan :
Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya.
2). Kriteria hasil
Melakukan perubahan
pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan.
3). Rencana tindakan
dan rasional
a). Dorong pasien
menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.
R / Membantu pasien
dalam mengalami perasaan.
b) Kaji ulang proses
penyakit,pengalaman pasien
R/ Memberikan dasar
pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.
hasil selanjutnya silahkan klik di bawah,,,,!!!
hasil selanjutnya silahkan klik di bawah,,,,!!!