2.4 Manifestasi klinis
Anamnesis yang terperinci merupakan
hal terpenting untuk mengungkapkan adakah konstipasi dan faktor resiko
penyebabnya. Konstipasi merupakan suatu keluhan klinis yang umum dengan
berbagai tanda dan keluhan lain yang berhubungan.
Pasien yang mengeluh konstipasi
tidak selalu sesuai dengan patokan-patokan yang obyektif. Misalnya jika dalam
24 jam belum BAB atau ada kesulitan dan harus mengejan serta perasaan tidak
tuntas untuk BAB sudah mengira dirinya menderita konstipasi.
Beberapa keluhan yang mungkin
berhubungan dengan konstipasi adalah :
1.
Kesulitan
memulai dan menyelesaikan BAB
2.
mengejan
keras saat BAB
3.
Massa
feses yang keras dan sulit keluar
4.
Perasaan
tidak tuntas saat BAB
5.
Sakit
pada daerah rektum saat BAB
6.
Rasa
sakit pada perut saat BAB
7.
Adanya
perembesen feses cair pada pakaian dalam
8.
Menggunakan
jari-jari untuk mengeluarkan feses
9.
Menggunakan
obat-obatan pencahar untuk bisa BAB
Pemeriksaan fisis pada konstipasi
sebagian besar tidak didapatkan kelainan yang jelas. Walaupun demikian,
pemeriksaan fisis yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan
kelainan-kelainan yang berpotensi mempengaruhi khususnya fungsi usus besar.
Diawali dengan pemerikssaan rongga mulut meliputi gigi gerigi, adanya lesi
selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses
menelan.
Pemeriksaan daerah perut dimulai
dengan inspeksi adakah pembesaran abdomen, peregangan atau tonjolan.
Selanjutnya palpasi pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-otot
perut. Palpasi lebih dalam dapat meraba massa feses di kolon, adanya tumor atau
aneurisma aorta. Pada perkusi dicari antara lain pengumpulan gas berlebihan,
pembesaran organ, asietes, atau adanya massa feses. Auskultasi antara lain
untuk mendengarkan suara gerakan usus besar, normal atau berlebihan misalnya
pada jembatan usus. Pemeriksaan daerah anus memberikan petunjuk penting,
misalnya adakah wasir, prolaps, fisur, fistula, dan massa tumor di daerah anus
dapat mengganggu proses BAB.
Pemeriksaan colok dubur harus
dikerjakan antara lain untuk mengetahui ukuran dan kondisi rektum serta besar
dan konsistensi feses.
Colok dubur dapat memberikan
informasi tentang :
1.
Tonus
rektum
2.
Tonus
dan kekuatan sfingter
3.
Kekuatan
otot pubo-rektalis dan otot-otot dasar pelvis
4.
Adakah
timbunan massa feses
5.
Adakah
massa lain (misalnya hemoroid)
6.
Adakah
darah
7.
Adakah
perlukaan di anus
Pemeriksaan laboratorium dikaitkan
dengan upaya mendeteksi faktor-faktor resiko penyebab konstipasi, misalnya
glukosa darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia yang berhubungan dengan
keluarnya darah dari rektum, dan sebagainya. Prosedur lain misalnya anuskopi
dianjurkan dikerjakan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi untuk
menemukan adakah fisura, ulkus, wasir dan keganasan.
Foto polos perut harus dikerjakan
pada penderita konstipasi, terutama yang terjadinya akut. Pemeriksaan ini dapat
mendeteksi adakah impaksi feses dan adanya massa feses yang keras yang dapat
menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon,
dapat dilanjutkan dengan barium Enema untuk memastikan tempat dan sifat
sumbatan. Pemeriksaan intensif ini dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan
pengobatan konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan
konstipasi tertentu.
Uji yang dikerjakan dapat bersifat
anatomik (enema, proktosigmoidoskopi, kolonoskopi) atau fisiologik (waktu
singgah di kolon, cinedefecografi, menometri, dan elektromiografi).
Proktosigmoidoskopi bisanya dikerjakan pada konstipasi yang baru tejadi sebagai
pprosedur penapisan adanya keganasan kolon-rektum. Bila ada penurunan berat
badan, anemia, keluarnya darah dari rektum atau adanya riwayat keluarga dengan
kanker kolon perlu dikerjakan kolonoskopi.
Waktu persinggahan suatu bahan
radio-opak di kolon dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan radioologis
setelah menelan bahan tersebut. Bila timbunan zat ini terutama ditemukan di
rektum menunjukkan kegagalan fungsi ekspulsi, sedangkan bila di kolon
menunjukkan kelemahan yang menyeluruh.
Sinedefecografi adalah pemeriksaan
radiologis daerah anaorektal untuk menilai evakuasi feses secara tuntas,
mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi serta relaksasi
otot rektum. Uji ini memakai semacam pasta yang konsistensinya mirip feses,
dimasukkan ke dalam rektum. Kemudian penderita duduk pada toilet yang
diletakkan dalam pesawat sinar X. Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan
pasta tersebut. Dinilai kelainan anorektal saat proses berlangsung.
Uji manometri dikerjakan untuk
mengukur tekanan pada rektum dan saluran anus saat istirahat dan pada berbagai
rangsang untuk menilai fungsi anorektal. pemerikasaan elektromiografi dapat
mengukur misalnya tekanan sfingter dan fungsi saraf pudendus, adakah atrofi
saraf yang dibuktikan dengan respon sfingter yang terhambat. Pada kebanyakan
kasus tidak didapatkan kelainan anatomik maupun fungsional, sehingga penyebab
dari konstipasi disebut sebagai non-spesifik.
2.5 Komplikasi Konstipasi Pada Usia
Lanjut
Walaupun untuk kebanyakan orang usia
lanjut, konstipasi hanya sekedar mengganggu, tetapi untuk untuk sebagian kecil
dapat berakibat komplikasi yang serius, misalnya impaksi feses. Impaksi feses
merupakan akibat dari terpaparnya feses pada daya penyerapan dari kolon dan
rektum yang berkepanjangan. Feses dapat menjadi sekeras batu, di rektum (70%),
sigmoid(20%), dan kolon bagian proksimal(10%).
Impaksi feses penyebab penting dari
morbiditas pada usia lanjut, menigkatkan resiko perawatan di rumah sakit dan
mempunyai potensi terjadinya komplikasi yang fatal. penampilannya sering hanya
berupa kemunduran klinis yang tidak spesifik. kadang-kadang dari pemeriksaan
fisis didapatkan panas sampai 39,5 o, delirium perut yang tegang,
suara usus melemah, aritmia serta takipnia karena karena peregangan dari
diafragma. pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis. peristiwa ini
dapat disebabkan ulserasi sterkoraseus dari suatu fecaloma yang keras
menyebabkan ulkus dengan tepi yang nekrotik dan meradang. dapat terjadi
perforasi dan penderita datang dengan sakit perut berat yang mendadak.
Impaksi feses yang berat pada daerah
rektosigmoid dapat menekan leher kandung kemih menyebabkan retensio urin,
hidronefrosis bilateral, dan kadangh-kadang gagal ginjal yang membaik setelah
impaksi dihilangkan titik. Inkontinensia alvi juga sering didapatkan, karena
impaksi feses di daerah kolorektal.
Volvulus daerah sigmoid juga sering
terjadi sebagai komplikasi dari konstipasi. Mengejan berlebihan dalam jangka
waktu lama pada penderita dengan konstipasi dapat berakibat prolaps dari
rektum.