BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
3.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan
utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala
1. Riwayat
penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah,
papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan
double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya
ketajaman atau diplopia.
1. Riwayat
penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala
1. Riwayat
penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh
anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang,
yaitu riwayat keluarga dengan tumor kepala.
1. Pengkajian
psiko-sosio-spirituab
Perubahan kepribadian dan perilaku klien,
perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi,
diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
3.1.3 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System
)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan
fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda
vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6
(Bone).
1. Pernafasan
B1 (breath)
2. Bentuk dada
: normal
3. Pola napas :
tidak teratur
4. Suara napas
: normal
5. Sesak napas
: ya
6. Batuk :
tidak
7. Retraksi
otot bantu napas ; ya
8. Alat bantu
pernapasan : ya (O2 2 lpm)
9. Kardiovaskular
B2 (blood)
10. Irama
jantung : irregular
11. Nyeri dada :
tidak
12. Bunyi
jantung ; normal
13. Akral :
hangat
14. Nadi :
Bradikardi
15. Tekanana
darah Meningkat
16. Persyarafan
B3 (brain)
17. Penglihatan
(mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman
atau diplopia.
18. Pendengaran
(telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
19. Penciuman
(hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal
20. Pengecapan
(lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia)
1. Afasia
: Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif atau kesulitan
berkata-kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari
keduanya.
2. Ekstremitas
: Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya
reflex tendon.
3. GCS
: Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien
dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan
yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka
1– 6 tergantung responnya yaitu :
a. Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan
kuku jari)
(1) : Tidak ada respon
b. Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,
namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c. Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada
& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon
1. Perkemihan
B4 (bladder)
1. Kebersihan :
bersih
2. Bentuk alat
kelamin : normal
3. Uretra : normal
4. Produksi
urin: normal
5. Pencernaan
B5 (bowel)
1. Nafsu makan
: menurun
2. Porsi makan
: setengah
3. Mulut :
bersih
4. Mukosa :
lembap
5. Muskuloskeletal/integument
B6 (bone)
1. Kemampuan
pergerakan sendi : bebas
2. Kondisi
tubuh: kelelahan
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan
dengan peningkatan tekanan intrakranial.
2. Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata.
3. Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial,
pembedahan tumor, edema serebri.
4. Resiko
cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.
5. Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau
interpretasi.
6. Resiko
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek kemoterapi
dan radioterapi.
7. Gangguan
persepsi sensori visual berhubungan dengan aneurisma.
8. Gangguan
persepsi sensori penghidu berhubungan dengan aneurisma.
9. Gangguan
rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu menggerakan leher.
3.3 Intervensi Keperawatan
1.
1. Nyeri
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan
: Nyeri yang dirasakan berkurang`1 atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :
1. Klien
mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi ditunjukkan
penurunan skala nyeri. Skala = 2
2. Klien tidak
merasa kesakitan.
3. Klien tidak
gelisah
Intervensi
Rasional
1. Kaji
keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang
memperburuk dan meredakan.
1. Instruksikan
pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul.
2. Berikan
kompres dingin pada kepala.
1. Mengajarkan
tehnik relaksasi dan metode distraksi
1. Kolaborasi
pemberian analgesic.
1. Observasi
adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah,
menangis/meringis, perubahan tanda vital.
2. Nyeri
merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi
karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi
keefektifan dari terapi yang diberikan.
|
1. Pengenalan
segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan.
2. Meningkatkan
rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.
3. Akan
melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke
hal-hal yang menyenangkan
1. Analgesik
memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang
2. Merupakan
indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.
|
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan denga penekanan medula
oblongata.
Tujuan : Pola
pernafasan kembali normal
Kriteria Hasil :
1. Pola nafas
efekif
2. GDA normal
3. Tidak
terjadi sianosis
Intervensi
|
Rasional
|
1. Pantau
frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Catat ketidakteraturan pernafasan
1. Posisikan
semi fowler
1. Anjurkan
pasien untuk melakukan nafas dalam
2. Auskultasi
suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan
yang tidak normal
1. Kolabolasi.
Berikan terapi oksigen
2. Perubahan
dapat menandakan awitan kompliasi pulmonal atau menandakan lokalisasi
keterlibatan otak. Pernapasan lambat , periode apnea dapat perlunya ventilasi
mekanis.
3. Memudahkan
ekspansi paru dan menurunkan kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan
nafas.
4. Membuat
pola nafas lebih teratur.
|
1. Mengidentifkasi
adanya masalah paruatau obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi
serebral atau menandakan infeksi paru.
2. Memaksimalkan
oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernafasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
|
1.
3. Perubahan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial,
pembedahan tumor, edema serebri.
Tujuan : Perfusi
jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil.
Kriteria hasil :
1. Tekanan
perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan
arteri rata-rata 80-100mmHg
2. Menunjukkan
tingkat kesadaran normal
3. Orientasi
pasien baik
4. RR
16-20x/menit
5. Nyeri kepala
berkurang atau tidak terjadi
Intervensi
|
Rasional
|
1. Monitor
secara berkala tanda dan gejala peningkatan TIK
1. Kaji
perubahan tingkat kesadaran, orientasi, memori, periksa nilai GCS
2. Kaji tanda
vital dan bandingkan dengan keadaan sebelumnya
3. Kaji
fungsi autonom: jumlah dan pola pernapasan, ukuran dan reaksi pupil,
pergerakan otot
4. Kaji
adanya nyeri kepala, mual, muntah, papila edema, diplopia, kejang
5. Ukur,
cegah, dan turunkan TIK
1. Pertahankan
posisi dengan meninggikan bagian kepala 15-300, hindari posisi
telungkup atau fleksi tungkai secara berlebihan
2. Monitor
analisa gas darah, pertahankan PaCO2 35-45 mmHg, PaO2 >80mmHg
3. Kolaborasi
dalam pemberian oksigen
4. Hindari
faktor yang dapat meningkatkan TIK
1. Istirahatkan
pasien, hindari tindakan keperawatan yang dapat mengganggu tidur pasien
2. Berikan
sedative atau analgetik dengan kolaboratif.
|
1. Mengetahui
fungsi retikuler aktivasi sistem dalam batang otak, tingkat kesadaran
memberikan gambaran adanya perubahan TIK
2. Mengetahui
keadaan umum pasien, karena pada stadium awal tanda vital tidak berkolerasi
langsung dengan kemunduran status neurologi
3. Respon
pupil dapat melihat keutuhan fungsi batang otak dan pons
d. Merupakan tanda peningkatan TIK
1. Peninggian
bagian kepala akan mempercepat aliran darah balik dari otak, posisi fleksi
tungkai akan meninggikan tekanan intraabomen atau intratorakal yang akan
mempengaruhi aliran darah balik dari otak
2. Menurunnya
CO2 menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
3. Memenuhi
kebutuhan oksigen
1. Keadaan
istirahat mengurangi kebutuhan oksigen
2. Mengurangi
peningkatan TIK
|
1.
4. Resiko cedera berhubungan
dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.
Tujuan : Diagnosa tidak
menjadi masalah aktual
Kriteria hasil :
1. Pasien dapat
mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang menyebabkan vertigo
2. Pasien dapat
menjelaskan metode pencegahan penurunan aliran darah di otak tiba-tiba yang
berhubungan dengan ortostatik.
3. Pasien dapat
melaksanakan gerakan mengubah posisi dan mencegah drop tekanan di otak yang
tiba-tiba.
4. Menjelaskan
beberapa episode vertigo atau pusing.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji
tekanan darah pasien saat pasien mengadakan perubahan posisi tubuh.
1. Diskusikan
dengan klien tentang fisiologi hipotensi ortostatik.
2. Ajarkan
teknik-teknik untuk mengurangi hipotensi ortostatik
1. Untuk
mengetahui pasien mengakami hipotensi ortostatik ataukah tidak.
2. Untuk
menambah pengetahuan klien tentang hipotensi ortostatik.
3. Melatih
kemampuan klien dan memberikan rasa nyaman ketika mengalami hipotensi
ortostatik.
|
|
1. Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau
interpretasi.
Tujuan : Tidak
mengalami kerusakan komunikasi verbal dan menunjukkan kemampuan komunikasi
verbal dengan orang lain dengan cara yang dapat di terima.
Kriteria Hasil:
1. Pasien dapat
mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi.
2. Pasien dapat
membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
3. Pasien dapat
menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi
|
Rasional
|
1. Perhatikan
kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
1. Minta
pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis,
mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek.
2. Berika
metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar.
Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan,
demonstrasi).
3. Katakan
secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan
pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak” selanjutnya kembangkan pada
pertanyaan yang lebih komplek sesuai dengan respon pasien.
4. Pasien mungkin
kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari
bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata.
5. Menilai
kemampuan menulis dan kekurangan dalam membaca yang benar yang juga merupakan
bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik.
6. Memberikan
komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/ deficit yang mendasarinya.
|
1. Menurunkan
kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada informasi
yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.
|
1.
6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan efek kemoterapi dan radioterapi.
Tujuan : Kebutuhan
nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil:
1. Antropometri:
berat badan tidak turun (stabil)
2. Biokimia:
albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki
13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
1. Clinis:
tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah
2. Diet: klien
menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi:
penurunan berat badan, tanda-tanda anemia, tanda vital
2. Monitor intake nutrisi pasien
3. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi
sering.
4. Timbang berat badan 3 hari sekali
5. Monitor hasil laboratorium: Hb, albumin
6. Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik
|
1. Menentukan
adanya kekurangan nutrisi pasien
1. Salah satu
efek kemoterapi dan radioterapi adalah tidak nafsu makan
2. Mengurangi
mual dan terpenuhinya kebutuhan nutrisi.
3. Berat
badan salah satu indikator kebutuhan nutrisi.
4. Menentukan
status nutrisi
1. Mengurangi
mual dan muntah untuk meningkatkan intake makanan
|
7. Diagnosa : Gangguan persepsi
sensori visual berhubungan dengan aneurisma
Tujuan :
Mempertahankan fungsi penglihatan dan mencegah kerusakan yang lebih parah
Kriteria Hasil:
Mempertahankan lapang pandang tanpa kehilangan lebih lanjut
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Kaji
respon pupil:
1. Inspeksi
pupil dengan senter kecil untuk mengevaluasi ukuran, konvigurasi, dan reaksi
terhadap cahaya.
2. Evaluasi
tatapan klien untuk menentukan apakah terdapat konjugasi (berpasangan, saling
bekerja sama) atau apakah gerakan mata abnormal.
3. Evaluasi
kemampuan mata untuk melakukan abduksi dan adduksi
1. Pastikan
derajat atau tipe kehilangan penglihatan
1. Dorong
mengekspresikan perasaan tentang kehilangan atau kemungkinan kehilangan
penglihatan
1. Lakukan
tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan. Misalnya,
kurangi kekacauan, atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang
terlihat, perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
|
1. Perubahan
pupil menunjukkan tekanan pada syaraf okulomotorius atau optikus
1. Reaksi
pupil diatur oleh syarafokulomotorius (syaraf cranial III) pada batng otak.
1. Gerakan
mata konjugasi diatur dari bagian korteks dan batang otak.
1. Syaraf
cranial VI atau syaraf abdusen mengatur gerakan abduksi dan adduksi mata.
Syaraf cranial IV atau syaraf troklearis juga mengatur gerakan mata.
1. Mempengaruhi
harapan masa depan pasien dan pilihan intervensi
1. Intervensi
dini mencegah kebutaan bagi pasien dalam menghadapi kemungkinan atau
mengalami kehilangan penglihatan sebagian atau total. Meskipun kehilangan
penglihatan telah terjadi tak dapat diperbaiki kehilangan lanjut dapat
dicegah.
2. Menurunkan
bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapang pandang atau kehilangan
penglihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan
1. Kolaborasi:
|
Lakukan tindakan pembedahan pada tumor yang masih
bersifat jinak (benigna).
1. Agen
hiperosmotik. Contoh: mannitol (osmitrol; gliserin)
1. Dipifevren
hidroclorida (propine)
|
1. Mencegah
terjadinya metastase ke organ lain serta mencegah kerusakan yang lebih parah.
2. Digunakan
untuk menurunkan sirkulasi volume cairan, dimana akan menurunkan produksi
aquos humor bila pengobatan lain belum berhasil.
3. Mungkin
menguntungkan bila pasien tidak berespon pada obat lain. Bebas efek samping
seperti, penglihatan kabur, kebutaan malam.
|
8. Diagnosa: Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan
aneurisma
Tujuan: Mempertahankan fungsi pembau dan mencegah kerusakan
yang lebih parah
Kriteria Hasil: Mempertahankan fungsi pembau
Intervensi
|
Rasional
|
1. Mandiri:
Lakukan uji indra pembau klien dengan memberi tester
bau yang khas seperti kopi dan bawang
1. Memberi
helth education kepada pasien mengenai penurunan fungsi pembau
|
Mengetahui seberapa baik kemampuan membau klien
Membantu pasien untuk dapat menerima kondisi yang
dialami
|
9. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak
mampu menggerakan leher
Tujuan : Memberikan kenyamanan gerak leher pada klien
Kriteria Hasil :
1. Klien dapat
menggerakan leher secara normal
2. Klien dapat
beraktifitas secara normal
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji
rentang gerak leher klien
2. Memberi
helth education kepada pasien mengenai penurunan fungsi gerak
leher
3. Kolaburasi
dengan fisioterapi
4. Mengetahui
kemampuan gerak leher klien
5. Membantu
pasien untuk dapat menerima kondisi yang dialami
6. Terapi
dapat membantu mengembalikan gerak leher klien secara normal
|
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume
sekitar 1.350cc atau sekitar 2% dari berat orang dewasa dan terdiri atas 100
juta sel saraf atau neuron. Metabolisme otak digunakan kira – kira 18% dari
total konsumsi oksigen oleh tubuh. Berat otak hanya 2,5 % dari berat badan
seluruhnya tapi otak merupakan organ yang paling banyak menerima darah dari
jantung yaitu 20% dari seluruh darah yang mengalir ke seluruh
bagian tubuh (Lumantobing, 2001).
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan
ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak.
(price, A. Sylvia, 1995: 1030). Penyebab tumor hingga saat ini masih belum
diketahui, tetapi sekarang telah diadakan penelitian mengenai herediter,
sisa-sisa embrional, radiasi, virus, substansi-substansi zat karsinogenik,
trauma kepala. Penatalaksaan pasien dengan tumor otak dapat dilakukan
pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi.
4.2 Saran
1. Perawat
hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak
secara holistik didasari dengan pengetahuan yang mendalam mengenai penyakit
tersebut.
2. Klien dan
keluarganya hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksaan serta
meningkatkan pengetahuan tentang tumor otak yang dideritanya.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diace C dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A dan Lorrane M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Vol 2. Jakarta: EGC
Tarwoto, Watonah, dan Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal
Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto