ASUHAN
KEPERAWATAN (ASKEP) BRONKOPNEUMONIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bronkopneumonia adalah peradangan
akut pada paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus. Bronkopneumonia
merupakan penyumbang kematian balita di dunia sekitar 1,6-2,2 juta balita
dengan proporsi 19%. Masalah yang sering muncul pada klien dengan Boncopnemonia
adalah tidak efektifnya bersihan jalan napas, resiko tonggi terhadap infeksi,
klurang pengetahuan, intolerasnsi aktivitas, tidak efektifnya pola napas.
Hasil penelitian diperoleh trend
kunjungan penderita bronkopneumonia berdasarkan data tahun 2005-2009
menunjukkan penurunan dengan persamaan garis Y= 16,6-X. Proporsi berdasarkan
sosiodemografi yaitu kelompok umur 2-11 bulan 48,5%, sex ratio168%, dan Kota
Medan 71,0%. Bronkopneumonia berat 28,0%, jumlah kunjungan berulang satu kali
94,1%, gizi buruk 4,2%, imunisasi tidak lengkap 82,9%, pendidikan ayah dan ibu
SLTA dan Akademi/PT masing –masing 42,9% dan 42,1%, pekerjaan ayah pegawai
swasta 39,1%, ibu rumah tangga 45,5%, jumlah anak orang tua tiga 60,0%, anak ke
tiga 60,0%, lama rawatan rata-rata 4,70 hari, dan meninggal 4,8%.
Jika broncopnemonia terlambat
didiagnosa atau terapi awal yang tidakmemadai pada broncopnemonia dapat menimbulka
empisema, rusaknya jalan napas, bronkitis, maka diperlukan asuhan keperawatan
secara menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Untuk itu, berdasarkan uraian
diatas, kami merasa perlu membahas dan menelaah lebih dalam mengenai
penyakit broncopneumonia untuk dapat mengetahui bagaimana melakukan asuhan
keperawatan pada pasien bronkopnemonia dengan pendekatan proses
keperawatan yang benar.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan yang
tepat pada pasien dengan penyakit broncopneumonia?
1.3 Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui bagaimana
asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan penyakit broncopneumonia.
1.4 Tujun Khusus
1.4.1 Untuk mengetahui secara keseluruhan
mengenai penyakit broncopneumonia
1.4.2 Menambah pengetahuan mengenai
berbagai penyakit pada sistem pernafasan salah satunya
broncopneumonia yang telah terjadi di masyarakat sekitar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Bronkopneumonia adalah pneumonia yang terdapat di daerah bronkus kanan maupun
kiri atau keduanya. Bronkopneumonia (pneumonia lobularis) adalah peradangan
pada parenkim paru yang awalnya terjadi di bronkioli terminalis dan juga dapat
mengenai alveolus sekitarnya. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan
eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang
bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari
saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan
sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, pneumonia dapat
muncul sebagai infeksi primer. Bronkopneumonia sering disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
2.2 Klasifikasi Pneumonia
2.2.1 Berdasarkan Sumber Infeksi
a. Pneumonia yg didapat di
masyarakat (Community-acquired pneumonia.)
1.) Streptococcus pneumonia
merupakan penyebab utama pada orang dewasa
2.) Haemophilus
influenzae merupakan penyebab yang sering pada anak-anak
3.) Mycoplasma
sering bisa menjadi penyebab keduanya (anak & dewasa)
b. Pneumonia yg didapat di
RS (Hospital-acquired pneumonia )
1.) Terutama
disebabkan kerena kuman gram negatif
2.) Angka
kematiannya > daripada CAP (Community-acquired pneumonia.)
3.) Prognosis
ditentukan ada tidaknya penyakit penyerta
c. Pneumonia aspirasi
1.) Sering terjadi
pada bayi dan anak-anak
2.) Pada
orang dewasa sering disebabkan oleh bakteri anaerob
d. Pneumonia Immunocompromise
host
1.) Macam kuman
penyebabnya sangat luas, termasuk kuman sebenarnya mempunyai patogenesis yang
rendah
2.) Berkembang
sangat progresif menyebabkan kematian akibat rendahnya pertahanan tubuh
2.2.2 Berdasarkan Kuman Penyebab
a. Pneumonia bakterial
1.) Sering terjadi pada semua usia
2.) Beberapa mikroba cenderung
menyerang individu yang peka, misal; Klebsiella pada penderita
alkoholik, Staphylococcus menyerang pasca influenza
1.
Pneumonia
Atipikal
1.) Disebabkan: Mycoplasma,
Legionella dan Chlamydia
2.) Sering
mengenai anak-anak dan dewasa muda
1.
Pneumonia
yang disebabkan virus
1.) Sering pada bayi dan anak-anak
2.) Merupakan penyakit yang serius
pada penderita dengan pertahanan tubuh yang lemah
1.
Pneumonia
yang disebabkan oleh jamur atau patogen lainnya
1.) Seringkali
merupakan infeksi sekunder
2.) Predileksi
terutama pada penderita dengan pertahanan tubuh yang rendah
2.2.3 Berdasarkan Predileksi atau
Tempat Infeksi
a. Pneumonia lobaris (lobar
pneumonia)
1.) Sering pada
pneumonia bakterial
2.) Jarang pada
bayi dan orang tua
3.) Pneumonia
terjadi pada satu lobus atau segmen, kemungkinan dikarenakan obstruksi bronkus
misalnya : aspirasi benda asing pada anak atau proses keganasan pada orang
dewasa
b. Bronchopneumonia
1.) Ditandai
adanya bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru
2.) Dapat
disebabkan bakteri maupun virus
3.) Sering pada
bayi dan orang tua
4.) Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisialis (interstitial
pneumonia
1.) Proses terjadi
mengenai jaringan interstitium daripada alevoli atau bronki
2.) Merupakan
karakteristik (tipikal) infeksi oportunistik (Cytomegalovirus, Pneumocystis
carinii)
2.3. Etiologi
Secara umun individu yang terserang
bronkopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh
terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat
mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri
atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang
menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
2.3.1 Faktor Infeksi
- Pada neonatus : Streptocccus grup B, Respiratory Sincytial Virus
(RSV).
- Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia
trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
- Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumococcus, Mycobakterium tuberculosa.
- Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumococcus,
Bordetella Pertusis, M. tuberculosis.
2.3.2 Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
1.
Bronkopneumonia
hidrokarbon dapat terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau
pemasangan selang NGT ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan
bensin).
2.
Bronkopneumonia
lipoid dapat terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau
pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak
binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan
tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun
pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas
yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi
terjadinya penyakit ini.
2.4 Faktor Resiko
Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian Bronkopneumonia adalah sebagai
berikut :
1.
Faktor
host (diri)
1.
Usia
Kebanyakan infeksi saluran
pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang
dari 1 tahum. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada balita lebih
rentan terkena penyakit bonkopneumonia dibandingkan orang dewasa dikarenakan
kekebalan tubuhnya masih belum sempurna.
1.
Status
Gizi
Interaksi antara infeksi dan
Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini
sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lain
(Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi phatogen lebih
kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang tergangu dan akan terjadi infeksi,
sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan
tersebut adalah status gizi.
1.
Riwayat
penyakit terdahulu
Penyakit terdahulu yang sering
muncul dan bertambah parah karena penumpukan sekresi yang berlebih yaitu
influenza. Pemasangan selang NGT yang tidak bersih dan tertular berbagai
mikrobakteri dapat menyebakan terjadinya bronkopneumonea.
1.
Faktor
Lingkungan
1.
Rumah
Rumah merupakan struktur fisik,
dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan
fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani, rohani, dan keadaanan sosialnya yang baik untuk keluarga dan
individu (WHO, 1989).
1.
Kepadatan
hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang
per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor
resiko penularan pneumonia.
1.
Status
sosioekonomi
Kepadatan penduduk dan tingkat
sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan
masyarakat.
2.5 Patofisiologi
Bronchopneumonia selalu didahului
oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri
staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan
minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian
sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan
menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke
pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai
berikut:
1.
Infeksi
saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah
alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
2.
2.
Ekspansi kuman melalui pembuluh
darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya
mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik
meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang
beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2.6 Manifestasi Klinis
1.) Demam mendadak, disertai
menggigil, baik pada awal penyakit atau selama
sakit
2.)
Batuk, mula-mula mukoid lalu purulen dan bisa terjadi hemoptisis
3.) Nyeri pleuritik, ringan sampai
berat, apabila proses menjalar ke pleura (terjadi
pleuropneumonia)
4.) Tanda & gejala lain yang
tidak spesifik : mialgia, pusing, anoreksia, malaise, diare,
mual & muntah.
mual & muntah.
2.7 Pemeriksaan
2.7.1 Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi / palpasi : sisi
hemitoraks yg sakit tertinggal
b. Palpasi / Perkusi / Auskultasi
tanda-tanda konsolidasi :
Redup, fremitus raba / suara meningkat, suara napas bronkovesikuler –
bronchial, suara bisik, krepitasi
2.7.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan dahak
1.) Mempunyai
banyak keterbatasan
2.) Usahakan
bebas dari kontaminan dengan berbagai cara :
1.
Sputum
dicuci dg garam faali, diambil sputum yang mengandung darah dan nanah
2.
kavum
orofaring dibersihkan dulu dengan cara berkumur
3.
aspirasi
trakeal
4.
memakai
bronkosokopi
5.
pungsi
transtorakal
3.) spesimen yg
diperoleh lalu dilakukan pengecatan gram dan kultur
b. Pemeriksaan darah
1.
Umumnya
lekositosis ringan sampai tinggi
2.
2.
Hitung jenis bergeser ke kiri (
shift to the left)
3.
LED
dapat juga tinggi
4.
Kultur
darah dapat positif 20-25 % pada penderita yang tidak diobati
c. Foto thorax PA/lateral
1.
Abnormalitas
radiologis pada pneumonia disebabkan karena pengisian alveoli oleh cairan
radang berupa : opasitas / peningkatan densitas ( konsolidasi )
disertai dengan gambaran air bronchogram
2.
Bila
di dapatkan gejala klinis pneumonia tetapi gambaran radiologis negatif, maka
ulangan foto toraks harus diulangi dalam 24-48 jam untuk menegakkan
diagnosis.
3.
Pemeriksaan
gas darah
1.
Hipoksemia
& hipokarbia
2.
Asidosis
respiratorik pada stadium lanjut
e. Tampilan klinis pneumonia
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu bacterial dan non bacterial
(atipikal)
KARAKTER KLINIS
|
PNEUMONIA BAKTERIAL
|
PNEUMONIA NON BAKTERIAL (ATIPIKAL)
|
Timbulnya gejala
|
Mendadak sebagian besar di paru
|
Berangsur-angsur, sering bersifat
umum selain di paru
|
Batuk
|
Produktif dengan banyak sputum,
purulen/mukopurulen
|
Tidak produktif, sputum sedikit
|
Pengecatan gram
|
Sering ditemukan mikroba
|
Non diagnostik, baik pada
pengecatan gram maupun kultur
|
Leukositosis
|
Ada dan tinggi, leukopeni pada
kasus yang jelek
|
Biasanya tidak ada, atau leukopeni
|
Nyeri dada
|
Ada, bervariasi dari yang ringan
sampai berat
|
Jarang
|
Foto paru
|
Tanda konsolidasi lobar, segen
atau bronkopneumonia
|
Tidak mengikuti batas anatomis,
kelainan interstitial
|
2.8 Penatalaksanaan
Pengelolahan pneumonia harus
berimbang dan memadai, mencakup :
1. Tindakan umum ( general
suportif )
2. Koreksi kelainan tubuh yang ada
3. Pemilihan antibiotik
Bila keadaan klinis baik dan tidak
ada indikasi rawat inap dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor
modifikasi, yaitu keadaan yang dapat meningkatkan resiko infeksi patogen
yang spesifik misalnya S. pneumoniae yang resisten terhadap
penesilin.
A.) Faktor modifikasi adalah keadaan
yang dapat meningkatkan resiko infeksi dengan kuman patogen yg spesifik.
Kuman-kuman tersebut meliputi :
1.
Streptococcus
pneumoniae yg
resisten terhadap penisilin :
a. Usia > 65 tahun
b. Mendapat tx betalaktam dlm 3
bulan terakhir
c. Pecandu
alkohol
d. Penyakit gangguan imunitas
(tms tx
steroid)
e. Adanya penyakit ko-morbid yang
lain
f. Kontak dengan
anak-anak
1.
Enterik
gram-negative :
1.
Penghuni
rumah
jompo
2.
Adanya
dasar penyakit
kardiopulmoner
3.
Adanya
penyakit ko-morbid yang
lain
4.
Pengobatan
antibiotika
sebelumnya
5.
3.
Pseudomonas
aeruginosa :
1.
Kerusakan
jaringan paru
(bronkiektasis)
2.
Terapi
kortikosteroid (>10 mg
pednison/hari)
3.
Pengobatan
antibiotik spektrum luas lebih dari 7 hari
sebelumnya
4.
Malnutrisi
B.) Faktor antibiotik diperlukan
adanya pendekatan yang logis untuk memperkirakan etiologi dan memberikan
pengobatan inisial secara empiris. Pendekatan ini harus mempertimbangkan :
1.
kecenderungan
epidemiologis setempat
2.
usia
penderita
3.
penyakit
penyerta / komorbid
4.
faktor
risiko sosial (alkohol, drug abuse, dll)
5.
temuan
kelainan paru (pemeriksaan fisik dan radiologis)
2.8.1 Penatalaksanaan rawat jalan
a. Pengobatan suportif / simtomatik
1. Istirahat di tempat
tidur
2. Minum secukupnya
untuk mengatasi dehidrasi
1.
Bila
panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
2.
Bila
perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
3.
Pengobatan
antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang dari 4 jam
2.8.2 Penatalaksanaan rawat inap
a. Pengobatan suportif / simtomatik
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi
dan koreksi kalori dan elektrolit
3. Pemberian obat simtomatik antara
laim antipiretik, mukolitik
1.
1.
Pengobatan
antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang dari 4 jam
2.8.3 Penatalaksanaan rawat inap di
ruang rawat intensif
a. Pengobatan suportif / simtomatik
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi,
koreksi kalori & elektrolit
3. Pemberian obat simtomatik antara
lain antipiretik, mukolitik
b. Pengobatan antibiotik harus
diberikan ( sesuai bagan ) kurang darti 4 jam
c. Bila ada indikasi penderita
dipasang ventilator mekanik.
2.9 Asuhan Keperawatan
No.
|
Diagnosis Keperawatan
|
Perencanaan
|
|||||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||||
1.
|
·
Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum.
Data-data:
Data Subjektif
·
Pasien
mengeluh rewel
·
Pasien
mengeluh sesak sesak nafas
·
Pasien
tidak mau makan
·
Terdengar
suara grek-grek
·
orang
tua menyatakan kurang paham tentang penyakit yang diderita anaknya
·
anak
mencret
Data Objektif
·
Pernafasan
cepat dan dangkal
·
pernafasan
cuping hidung
·
ronchi
dan sianosis
·
batuk
berdahak sputum purulen
·
penggunaan
otot Bantu nafas
·
bunyi
nafas bronchovesikuler
·
muntah
malaise
·
penurunan
nafsu makan dan berat badan
·
respirasi
meningkat
|
Jalan napas bersih dan efektif
setelah hari perawatan, dengan criteria:
a)
Tidak ada dypsnoe, sianosis, ronchi dan suara krek-krek
b)
BGA mormal
pH
= 7,35 – 7,45
H+ = 35–45 nmol/L(nM)
PaO2 =
80–100 mmHg
PaCO2 = 35–45 mmHg
HCO3−= 22–26
mmol/L
|
1) Mengkaji frekuensi
pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
2) mengauskultasi
bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronki.
3) Memberikan posisi
semi fowler.
4) Memberikan minum
hangat sedikit sedikit tapi sering.
5) Melaksanakan
tindakan delegatif : Bronchodilator, mukolitik, untuk mencairkan dahak
sehingga mudah dikeluarkan.
|
·
Takipnea
biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
·
Bersihan
jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi
nafas adventisius
·
Posisi
semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas
·
Hidrasi
menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran.
·
Pemberian
obat-obatan pengerncer dahak memudahkan proses evakuasi jalan nafas
|
|||
2.
|
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas
pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen
|
Menunjukan fungsi paru yang
optimal dengan kriteria sesak hilang, tidak ada sianosis pada kulit, membran
mucosa dan kuku.
|
1)
Mengkaji frekuensi, Kedalaman dan kemudahan pernafasan.
2)
Mengbsevasi warna kulit, membran mucosa dan kuku apakah terdapat sianosis.
3)
Mempertahankan istirahat dan tidur.
4)
Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
|
·
Manifestasi
distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status
kesehatan umum
·
Sianosis
menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/ menggigil dan
terjadi hipoksemia.
·
Menghemat
penggunaan oksigen dengan Istirahat dan tidur
·
Mempertahankan
PaO2 di atas 60 mmHg
|
|||
3.
|
Intoleransi aktivitas berhubungan
dewngan kelemahan umum.
|
Mampu toleran terhadap aktivitas
sesuai kemampuan / kondisi anak.
|
1)
Membantu aktivitas anak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2)
Menyarankan keluarga untuk membatasi aktivitas anak yang berlebihan yang
dapat menimbulkan kelelahan.
3)
Menyarankan untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
|
·
Anak
membutuhkan bantuan dalam keadaan sakit untuk memenuhi kebutuhannya
·
Aktifitas
yang berlebih akan membutuhkan banyak tenaga dan akan menimbulkan kelelahan
pada anak
·
Dengan
aktifitas yang dilakukan bertahap diharapkan energi yang dikeluarkan tidak
berlebih
|
|||
4.
|
Nyeri akut berhubungan dengan
inflamasi parenkim paru.
|
Nyeri hilang / berkurang dengan
kriteria : Menunjukan penurunan skala nyeri , wajah tampak rileks.
|
1)
Menentukan karakteristik nyeri misalnya tajam, ditusuk, dll.
2)
Memberikan tindakan kenyamanan
3)
Mengjarkan tekhnik relaksasi, atau latihan nafas.
4)
Memberikan tindakan delegasi pemberian analgetika untuk menurunkan nyeri.
|
·
Mengetahui
tingkat keparahan penyakit
·
Rasa
nyaman adalah salah satu cara untuk mengurangi rasa nyeri karena bisa
menimbulkan efek relaksasi
·
Dengan
nafas yang baik dapat mengurangi rasa nyeri yang diderita
·
Permberian
analgetika sangat berperan dalam penurunan tingkat kenyerian
|
|||
5.
|
Kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya pemahaman terhadap informasi
|
Pengetahuan orang tua meningkat
dengan kriteria : mampu mengulang kembali penjelasan yang diberikan.
|
1)
Memberikan penjelasan tentang penyakit anak, pencegahan, penatalaksanaan di
rumah sakit atau yang dapat dilakukan dirumah agar oreang tua mengetahui dan
mau aktif ikut serta dalam setiap tindakan.
2)
Memotivasi ibu untuk melaksanakan anjuran petugas.
|
·
Menambah
pengetahuan keluarga sehingga dapat membantu dalam proses perawatan anak
·
Peran
ibu sangatlah penting dalam proses penyembuhan anak
|
|||
6.
|
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses infeksi.
|
Gangguan nutrisi tidak terjadi
dengan kriteria makanan yang disediakan dapat dihabiskan.
|
1)
Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah
2)
Memberikan makan porsi kecil tapi sering.
3)
Menyajikan makanan dalam keadaan hangat.
4)
Menimbang BB setiap hari
|
·
Pilihan
intervensi tergantung pada penyebab masalah
·
Tindakan
ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk
kembali dan mengurangi efek mual pada anak
·
Makanan
hangat dapat meningkatkan rasa nyaman diperut anak
·
Adanya
kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap
infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi
|
|||
7.
|
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan , penurunan pemasukan
oral
|
Tidak terjadi kehilangan volume
cairan dengan kriteria : Meningkatnya masukan cairan , tidak ada tanda –
tanda kurang volume cairan.
|
1)
Mengkaji perubahan tanda-tanda vital.
2)
Mengkaji turgor kulit.
3)
Menyatat intake dan out put cairan.
4)
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
|
·
Untuk
menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
·
Indikator
langsung keadekuatan masukan cairan
·
Memberikan
informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian
·
Memperbaiki
ststus kesehatan
|
|||