ASUHAN
KEPERAWATAN (ASKEP) COR PULMONAL ATAU PULMONARY HEART DISEASE
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulmonary Heart Disease
atau Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam struktur dan
fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem
pernapasan. Hipertensi paru adalah hubungan umum antara disfungsi paru-paru dan
jantung di cor pulmonal. Penyakit ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan
primer dari sisi kiri ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari
sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak dianggap pulmonale cor,
tapi pulmonale cor dapat mengembangkan sekunder untuk berbagai proses penyakit
cardiopulmonary. Meskipun pulmonale cor umumnya memiliki progresif dan
perlahan-lahan saja kronis, onset akut atau pulmonale cor diperburuk dengan
komplikasi yang mengancam kehidupan dapat terjadi.
Data kematian yang dikumpulkan sejak
tahun 1991 dari bagian Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI Unit paru RSU
Persahabatan penyebab kematian akibat cor pulmonal sebanyak 7 kasus dari 175
jumlah total kematian pasien penderita penyakit paru atau sebesar 4,10%. Cor
pulmonal menduduki ranking kelima setalah TB paru, tumor paru, pneumonia, dan
bronkhiektasis.
Jika cor pulmonal terlambat
didiagnosa atau terapi awal yang tidak memadai pada cor pulmonal dapat
menimbulkan gangguan fungsi paru, maka diperlukan asuhan keperawatan secara
menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Untuk itu, berdasarkan uraian
diatas, kami merasa perlu membahas dan menelaah lebih dalam mengenai
penyakit cor pulmonal untuk dapat mengetahui asuhan keperawatan pada
pasien cor pulmonal dengan pendekatan proses keperawatan yang benar.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa definisi pulmonary heart disease?
2. Apa etiologi/ faktor
pencetus pulmonary heart disease?
3. Apa saja manifestasi klinis
pulmonary heart disease?
4. Bagaimana patofisiologi pulmonary
heart disease?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik
pada pulmonary heart disease?
6. Bagaimana penatalaksanaan klien
dengan pulmonary heart disease?
7. Apa komplikasi dari pulmonary heart
disease?
8. Bagaimana prognosis dari pulmonary
heart disease?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pasien
dengan pulmonary heart disease?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan
mencegah terjadinya pulmonary heart disease.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi pulmonary heart
disease.
2. Mengetahui etiologi/ faktor pencetus
pulmonary heart disease.
3. Menyebutkan manifestasi klinis
pulmonary heart disease.
4. Menyebutkan patofisiologi pulmonary
heart disease.
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik
pada pulmonary heart disease.
6. Mengetahui penatalaksanaan klien
dengan pulmonary heart disease.
7. Mengetahui komplikasi dari pulmonary
heart disease.
8. Mangatahui prognosis dari pulmonary
heart disease.
9. Menjelaskan asuhan keperawatan
pasien dengan pulmonary heart disease.
1.4 Manfaat
1. Mendapatkan pengetahuan tentang
pulmonary heart disease.
2. Mendapatkan pengetahuan tentang
asuhan keperawatan pulmonary heart disease.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
Pulmonary heart disease adalah
pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat
kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan.
Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan
jantung kiri atau penyakit jantung bawaan.
Pulmonary heart disease dapat
terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart disease akut tersering
adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik sering
disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart
disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada
pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.
Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak
usaha pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri
mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada
umumnya, makin berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin
mudah terjadi ganguan analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya
Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang hanya mengenai
sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran gas antara
alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal
dan pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara
luas akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru
sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli
sekunder akibat sleep apnea syndrome tidak jarang disertai dengan Hipertensi
Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik.
2.2.Patogenesis
Mekanisme terjadinya hipertensi
pulmonale pada cor pulmunale dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu :
1. a. Obstuksi
Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic
Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu penyebab
hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 – 0.5 % pasien dengan
emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan bekerja
untuk melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat berjalan dengan
baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan baik
sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai pembentukkan rekanalisasi
dan akhirnya menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru.
1. b. Obliterasi
Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale adalah
lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan
pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan
infiltrasi sel-sel yang prodgersif selain menyebabkan penebalan atau perubahan
jaringan interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan
jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi pembuluh paru.
1. c. Vasokontriksi
Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam pathogenesis
terjadinya hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan vasokontrikstor
yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab yang
paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi lainnya misalnya
sleep apnea syndrome, sindrom hipoventilasi pada obesitas, dapat juga
menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor
pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara
tersendiri tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung
dapat meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya.
Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas
darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pumonalis.
1. d.
Idiopatik
Kelainan idiopatik ini di dapatkan
pada apsien hipertensi pulmonale primer yang di tandai dengan adanya lesi pada
arteri pumonale yang kecil tanpa di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik
pada paru maupun pada jantung. Secara histopatologis di dapatkan adanya
hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta pembentukan
mikro thrombus. Kelainan ini jarang di dapat dan etiologinya belum di ketahui
Waupun sering di kaitkan dengan adanya penyakit kolagen, hipertensi portal,
penyakit autoimun lainnya serta infeksi HIV.
2.3.Etiologi
Penyebab penyakit pulmonary heart
disease antara lain :
1)
Penyakit paru menahun dengan hipoksia :
-
Penyakit paru obstrutif kronik,
-
Fibrosis paru,
-
Penyakit fibrokistik,
-
Cryptogenic fibrosing alveolitis,
-
Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
2)
Kelainan dinding dada :
-
Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura,
-
Penyakit neuromuscular,
3)
Gangguan mekanisme control pernafasan :
-
Obesitas, hipoventilasi idopatik,
-
Penyakit serebro vascular.
4)
Obstruksi saluran nafas atas pada anak :
-
Hipertrofi tonsil dan adenoid.
5)
Kelainan primer pembuluh darah :
-
Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh darah
paru.
2.4.Manifestasi Klinis
Informasi yang didapat bisa
berbeda-beda antarasatu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada
penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease.
1. Kor-pumonal akibat Emboli Paru :
sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan
hemoptisis.
2. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak
napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum).
3. Cor pulmonal dengan Hipertensi
Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional
syncope).
4. Pulmonary heart disease dengan
kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah.
Gejala predominan pulmonary heart
disease yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk
produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan
kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala
ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
Tanda- tanda pulmonary heart disease
misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau
gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati
membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.
Gejala- gejala tambahan ialah:
1.
1. Sianosis
2.
2. Kurang tanggap/ bingung
3.
3. Mata menonjol
2.5.Patofisiologi
Beratnya pembesaran ventrikel kanan
pada pulmonary heart disease berbanding lurus dengan fungsi pembesaran dari
peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat dan relative
tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung
sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat meningkatkan
tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara
kronik meningkat jika volume paru membesar, seperti pada penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi kapiler
alveolar.
Penyakit paru dapat menyebabkan
perubahan fisiologis dan pada suatu waktu akan mempengaruhi jantung serta
menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi ini seringkali menyebabkan
terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunanan
oksigenasi paru dapat mengakibatkan hipoksemia ( penurunan PaO2 )
dan hipercapnea ( peningkatan PaCO2) , yang nantinya akan
mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea akan menyebabkan
vasokonstriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya penurunan
vaskularisasi paru seperti pada emfisema dan emboli paru. Akibatnya akan
terjadi peningkatan ketahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, yang akan
menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri baru (
arterial mean preassure) adalah 45mmHg, jika tekanan ini meningkat dapat
menimbulkan pulmonary heart disease. Ventrikel kanan akan hipertropi dan
mungkin akan diikuti gagal jantung kanan.
2.6.Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran radiologis
Pada tingkat hipertensi pulmonal jantung belum terlihat membesar, tetapi hilus
dan arteri pulmonalis utama amat menonjol dan pembuluh darah perifer menjadi
kecil/tidak nyata.
Pada tingkat pulmonary heart disease jantung terlihat membesar karena adanya
dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini kadang-kadang sulit dinyatakan
pada foto dada karena adanya hiperinflasi paru (misalnya pada emfisema). Selain
itu didapatkan juga diafragma yang rendah dan datar serta ruang udara
retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan
tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari ukuran normal.
Gambaran elektrokardiogram
Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan gambaran sinus takikardia
saja. Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG akan menunjukkan gambaran sebagai
berikut, yaitu:
1. Gelombang P mukai tinggi pada lead
II
2. Depresi segmen S-T di II, III, Avf
3. Gelombang T terbalik atau mendatar
di V1-3
4. Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete
atau complete
Pada tingkat pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel kanan, EKG
menunjukkan:
1. Aksis bergeser ke kanan(RAD) lebih
dari +90
2. Gelombang P yang tinggi (P pulmonal)
di II, III,Avf
3. Rotasi kea rah jarum jam (clockwise
rotation)
4. Rasio R/S di V1 lebih
dari 1
5. Rasio R/S di V6 lebih
dari 1
6. Gelombang S ang dalam di V5
dan V6 (S persissten di prekordial kiri)
7. RBBB incomplete atau incomplete
Pada cor-pulmonal akut (emboli paru
masif),EKG menunjukkan adanya Right Ventrikular Strain yaitu
adanya depresai segmen S-T dan gelombang T yang terbalik pada sandapan
perikordial kanan. Kadang-kadang kriteria hipertrofi ventrikel kanan yang
klasik sulit didapat. Padmavati dalam penelitiannya menyatakan criteria yang
lain untuk kor-pulmonal dalam kombinasi EKG sebagai berikut:
1) rS di V5
dan V6
2) Aksis bergeser ke
kanan
3) qR di AVR
4) P pulmonal
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan
adanya polisitemia (Ht > 50%), tekanan oksigen (PaO2) darah
arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida (PaO2) >50 mmHg.
2.7.Penatalaksanaan
Terapi medis untuk pulmonary heart
disease kronis di fokuskan pada penatalaksanaan untuk penyakit paru dan
peningkatan oksigenasi serta peningkatan fungsi ventrikel kanan dengan
menaikkan kontraktilitas dari ventrikel kanan dan menurunkan vasokonstriksi
pada pembuluh darah di paru. Pada pulmonary heart disease akut akan
dilakukan pendekatan yang berbeda yaitu di fokuskan pada kestabilan klien.
Untuk mendukung system
kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary heart disease harus diperhatikan
mengenai kegagalan jantung kanan yang meliputi masalah pengisian cairan di
ventrikel dan pemberian vasokonstriktor (epinephrine) untuk memelihara tekanan
darah yang adekuat. Tetapi pada dasarnya penatalaksanaan akan lebih baik
jika di fokuskan pada masalah utama, misalnya pada emboli paru harus
dipertimbangkan untuk pemberian antikoagulan, agen trombilisis atau tindakan
pembedaham embolektomi. Khususnya jika sirkulasi terhambat akan dipertimbangkan
pula pemberian broncodilator dan penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan
PPOK; pemberian steroid dan imunosupresif pada penyakit fibrosis paru.
Terapi oksigen, pemberian diuretic,
vasodilator, digitalis, theophyline, dan terapi antikoagulan di gunakan untuk
terapi jangka panjang pada cor pulmonal kronis.
a)
Terapi Oksigen.
Terapi oksigen sangat penting
diberikan pada klien. Klien dengan pulmonary heart disease memiliki tekanan
oksigen (PO2) di bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat ketika
beraktivitas atau tidur. Terapi oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi
hipoksemia pulmonar, kemudian dapat menaikkan cardiac output, mengurangi
vasokonstriksi, meringankan hipoksemia jaringan, dan meningkatkan perfusi
ginjal. Secara umum, terapi oksigen di berikan jika PaO2 kurang dari
55 mm Hg atau saturasi O2 kurang dari 88%.
Manfaat dari terapi oksigen adalah
untuk menurunkan tingkat gejala dan meningkatkan status fungsional. Oleh karena
itu, terapi oksigen penting di berikan untuk managemen jangka panjang khususnya
untuk klien dengan hipoksia atau penyakit paru obstruktif (PPOK).
b)
Diuretik.
Diuretik di gunakan pada klien
dengan pulmonary heart disease kronis, terutama ketika pengisian ventrikel kiri
terlihat meninggi dan pada edema perifer. Diuretic berperan dalam
peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun kiri. Diuretik memproduksi efek
hemodinamik yang berlawanan jika tidak di perhatikan penggunaannya. Volume
pengosongan yang berlebihan dapat menimbulkan penuruna cardiac output.
Komplikasi lain dari diuretic adalah produksi hypokalemic metabolic
alkalosis, yang akan mengurangi efektivitas stimulasi karbondioksida pada
pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi. Produksi elektrolit dan asam yang
merugikan sebagai akibat dari penggunaaan diuretic juga dapat menimbulkan
aritmia, yang berakibat menurunnya cardiac output. Oleh karena itu
diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary heart disease kronis,
dengan memperhatikan pemakaian.
2.8.Komplikasi
Komplikasi dari pulmonary heart
disease diantaranya:
a)
Sinkope
b)
Gagal jantung kanan
c)
Edema perifer
d) Kematian
2.9.Prognosis
Belum ada pemeriksaan prospektif yang
dilakukan untuk mengetahui prognosis pulmonary heart disease kronik.
Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi gagal
jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi
kurang dari 4 tahun.
Walaupun demikian, kemampuan dalam
penanganan pasien selama episode akut yang berkaitan dengan infeksi dan gagal
napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir.
Prognosis pulmonary heart disease
berkaitan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pasien yang mengalami
pulmonary heart disease akibat obeliterasi pembuluh darh arteri kecil yang
terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau
akibat fibrosis intertisial harapan juntuk perbaikannya kecil karena
kemungkinan perubahan anatomi yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien
PPOK jauh lebih baik bila analisis gas darahnya dapat dipertahankan mendekati
normal.