Jika sebagian besar masyarakat Indonesia melakukan aktivitas
eksploitasi sumber daya hayati secara terus-menerus tanpa diimbangi dengan
usaha pelestarian maka dalam waktu yang relatif singkat sumber daya hayati akan
punah.Maka dari itu kita harus melestarikannya dengan berbagai cara :
·
Cagar Alam
Cagar alam adalah kawasan perlindungan alam yang memiliki
tumbuhan, hewan, dan ekosistem yang khas sehingga perlu dilindungi.Perkembangan
dan pertumbuhan hewan dan tumbuhan, berlangsung secara alami. Sesuai dengan
fungsinya cagar alam dapat dimanfaatkan untuk penelitian, pengembangan ilmu
pengetahuan, dan wisata.
Terdapat dua jenis cagar alam yaitu cagar alam darat dan cagar
alam laut. Di Indonesia cagar alam darat antara lain : Cagar Alam Morowali di
Sulawesi tengah, Cagar Alam Nusa Kambangandi Jawa Tengah, Cagar Alam Gunung
Papandayan di Jawa Barat, Cagar Alam Dolok Sipirok di Sumatera Utara, Cagar
Alam Hutan Pinus Janthoi di NAD (Aceh). Sedangkan cagar alam laut antara lain :
Cagar Alam Kepulauan Aru Tenggara di Maluku, Cagar Alam Pulau Anak Krakatau di
Lampung, dan Cagar Alam Kepulauan Karimata di Kalimantan Barat.
·
Suaka Margasatwa
Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri
khas berupa keanekaragaman dan keunikan jenis satwa, dan untuk kelangsungan
hidup satwa dapat dilakuakn pembinaan terhadap habitatnya.
Di Indonesia suaka margasatwadarat antara lain : Suaka
Margasatwa Rawa Singkil di NAD (Aceh), Suaka Margasatwa Padang Sugihan di
Sumatera Selatan, Suaka Margasatwa Muara Angke di DKI Jakarta, Suaka Margasatwa
Tambora Selatan di Nusa Tenggara Barat, Suaka Margasatwa Lamandau di Kalimantan
Tengah, dan Suaka Margasatwa Buton di Sulawesi Tenggara. Sedangkan Suaka
Margasatwa laut antara lain : Suaka Margasatwa Kepulauan Panjang di Papua,
Suaka Margasatwa Pulau Kassa di Maluku, dan Suaka Margasatwa Foja di Papua.
·
Taman Nasional
Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang memiliki
ekosistem asli yang dikelola dengan sistem zonasi.
Taman nasional dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, dan wisata.
Taman nasional dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, dan wisata.
Terdapat dua jenis taman nasional, yaitu taman nasional darat
dan taman nasional laut. Taman nasional darat antara lain ; Taman Nasional
Leuser di Sumatera Utara, Taman Nasional Ujung Kulon di Banten, Taman Nasional
Meru Betiri di Jawa Timur, dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di Riau.
Sedangkan taman nasional laut antara lain ; Taman Nasional Kepulauan Seribu di
DKI Jakarta, Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur, dan Taman Nasional
Bunaken di Sulawesi Utara.
·
Konservasi In-Situ
Konservasi in situ berarti konservasi dari spesies target ‘di
tapak (on site)’, dalam ekosistem alami atau aslinya, atau pada tapak yang
sebelumnya ditempat oleh ekosistem tersebut. Khusus untuk tumbuhan meskipun
berlaku untuk populasi yang dibiakkan secara alami, konservasi in situ mungkin
termasuk regenerasi buatan bilamana penanaman dilakukan tanpa seleksi yang
disengaja dan pada area yang sama bila benih atau materi reproduktif lainnya
dikumpulkan secara acak.
Secara umum, metode konservasi in situ memiliki 3 ciri:
· Fase
pertumbuhan dari spesies target dijaga di dalam ekosistem di mana mereka
terdapat secara alami;
· Tataguna
lahan dari tapak terbatas pada kegiatan yang tidak memberikan dampak merugikan
pada tujuan konservasi habitat;
· Regenerasi
target spesies terjadi tanpa manipulasi manusia atau intervensi terbatas pada
langkah jangka pendek untuk menghindarkan faktor-faktor yang merugikan sebagai
akibat dari tataguna lahan dari lahan yang berdekatan atau dari fragmentasi
hutan. Contoh dari manipulasi yang mungkin perlu pada ekosistem yang telah
berubah adalah regenerasi buatan menggunakan spesies lokal dan pengendalian
gulma secara manual atau pembakaran untuk menekan spesies yang berkompetisi.
Persyaratan kunci untuk konservasi in situ dari spesies jarang (rare
species) adalah penaksiran dan perancangan ukuran populasi minimum viable (viable
population areas) dari target spesies. Untuk menjamin konservasi diversitas
genetik yang besar di dalam spesies, beberapa area konservasi mungkin
diperlukan, jumlah yang tepat dan ukurannya akan tergantung kepada distribusi
diversitas genetik dari spesies yang dikonservasi. Penjagaan dan berfungsinya
ekosistem pada konservasi in situ tergantung kepada pemahaman beberapa
interaksi ekologi, terutama hubungan simbiotik di antara tumbuhan atau hewan,
penyebaran biji, jamur yang berasosiasi dengan akar dan hewan yang hidup di
dalam ekosistem.
·
Konversi Ex-Situ
Konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang
mengonservasi spesies di luar distribusi alami dari populasi tetuanya.
Konservasi ini merupakan proses melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka)
dengan mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau terancam dan
menempatkannya atau bagiannya di bawah perlindungan manusia. Kebun botani (raya),
arboretum, kebun binatang dan aquarium merupakan metode konservasi ex situ
konvensional. Fasilitas ini menyediakan bukan hanya tempat terlindung dari
spesimen spesies langka tetapi juga memiliki nilai pendidikan. Fasilitas ini
memberikan informasi bagi masyarakat mengenai status ancaman pada spesies
langka dan faktor-faktor yang menimbulkan ancaman dan membahayakan kehidupan
spesies (Irwanto, 2007).
Irwanto (2007) lebih lanjut menjelaskan bentuk yang paling umum
untuk konservasi ex situ untuk pohon adalah tegakan hidup. Tegakan seperti ini
sering kali bermula dari koleksi sumber benih dan dipelihara untuk pengamatan.
Ukuran tegakan mungkin berkisar dari spesimen dalam kebun botani (raya) dan
arboretum, sampai dengan beberapa pohon ornamental pada plot-plot kecil, atau
plot-plot yang lebih besar untuk pohon. Tegakan hidup yang cukup luas untuk
tujuan konservasi misalnya apa yang dinamakan tegakan konservasi. Ini merupakan
konservasi yang bersifat evolusinari dan berlawanan dengan konservasi statik
dalam arti memiliki tujuan mendukung perubahan genetik sejauh hal ini
berkontribusi pada adaptasi yan berkelanjutan. Konservasi evolusinari ini
memiliki ciri:
· Pohon-pohon
bereproduksi melalui benih dari satu generasi ke generasi berikutnya; gen akan
terkonservasi tetapi genotipe tidak, karena rekombinasi gen akan terjadi pada
setiap generasi.
· Intervensi
manusia bila ada, dirancang untuk memfasilitasi proses genetik yang moderat
daripada menghindarkannya.
· Variasi
genetik di antara populasi dari lingkungan yang berbeda secara umum
dipertahankan.
·
Pemanfaatan keanekaragaman hayati melalui usaha pelestarian
· Tebang
pilih, yaitu penebangan pohon secara selektif (terpilih) bagi pohon-pohon yang
memenuhi persyaratan untuk ditebang, baik dari segi umur, ketersediaan
jenisnya, maupun jumlahnya.
· Reboisasi,
yaitu penanaman kembali hutan bekas tebangan dengan tumbuhan yang masih muda.
· Perburuan
musiman, yaitu pemanfaatan SDA pada musim tertentu, yaitu menghindari berburu
pada musim kawin, masa hamil, atau masa beranak.
· Penganekaragaman
bahan pangan, yaitu pemanfaatan SDA sebagai bahan pangan secara bervariasi
dengan menghindari penggunaan bahan makanan satu jenis saja sehingga tidak
menghabiskan jenis tersebut.
·
Pelestarian keanekaragaman hayati melalui usaha perlindungan
· Perlindungan
alam, dalam usaha menjaga kelestarian alam. Ada 2 cara, yaitu:
a) pelestarian in situ,
yaitu pelestarian alam di habitat aslinya.
Misalnya taman wisata, taman nasional, dan hutan lindung.
b) pelestarian ex situ,
pelestarian alam bukan di habitat aslinya.
Misalnya kebun koleksi, kebun botani, kebun binatang, dan kebun plasma nuftah.
· Macam-macam
perlindungan alam
a. perlindungan alam umum,
yaitu secara terbimbing oleh para ahli atau
diarahkan (seperti Kebun Raya Bogor dan Taman Nasional), dan secara ketat yang
sesuai kehendak alam tanpa adanya campur Tangan manusia kecuali jika diperlukan..
b. perlindungan alam khusus,
yaitu yang ditujukan kepada satu atau beberapa
unsure alam tertentu. Contohnya: perlindungan botani, perlindungan zoology,
perlindungan geologi, perlindungan alam antropologi, dan perlindungan ikan.
c. Perlindungan satwa
langka,
yaitu yang dikenal dengan suaka marga satwa.
Cara pelestariannya diantaranya:
ü dibuat undang-undang perburuan
serta tindakan hukuman bagi pelanggar.
ü membiarkan hewan-hewan langka
yang hamper punah.
ü memindahkan hewan langka yang
hamper punah ke habitat yang lebih cocok.
· Mempelajari
keanekaragaman hayati tanpa dan dengan cara klasifikasi
Bila kita mempelajari keanekaragaman hayati
tanpa klasifikasi, akan memungkinkan terjadinya kerancuan pengertian dalam menunjuk
suatu jenis makhluk hidup, misalnya burung gereja di Belanda musch, di Inggris
house sparrow, di Amerika english sparrow, di Spanyol gorrion, di Jerman
hausspreling. Bahkan dalam satu negara sering dijumpai spesies hewan atau
tumbuhan memiliki nama daerah berbeda-beda, misalnya burung merpati di Jawa
Tengah doro, di Madura dere, di Bali kedis dedare, dan di Jawa Barat
japati.
Sumber :
http://arnold040993.wordpress.com/2009/02/17/keanekaragaman-hayati/