BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa,meliputi:
1. Identitas pasien
·
Kor
pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang
dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering
didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada
epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal, karena
hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberepa penyakit yang menyerang
paru-paru.
Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran
napas atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.
·
Jenis
pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja
yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.
·
Lingkungan
tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah
lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang
memenuhi persyaratan runmah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang
baik,hal ini akan semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan
berakibat terjadinya kor pulmonal.
1. Riwayat sakit dan Kesehatan
·
Keluhan
utama
Pasien
dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada
·
Riwayat
penyakit saat ini
Pada pasien kor pulmonal, biasanya
akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang
tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhan tersebut.
Penyebab kelemahan fisik setelah
melakukan aktifitas ringan sampai berat.
-
Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai
sesak nafas.
-
Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan
apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
-
Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
-
Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan
beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas
·
Riwayat
penyakit dahulu
Klien dengan kor pulmonal biasanya
memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan
riwayat hipertensi pulmonal.
3.1.2 Pemeriksaan fisik
: Review Of System (ROS)
1. B1 (BREATH)
·
Pola
napas : irama tidak teratur
·
Jenis:
Dispnoe
·
Suara
napas: wheezing
·
Sesak
napas (+)
1. B2 (BLOOD)
·
Irama
jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-)
·
Nyeri
dada (+)
·
Bunyi
jantung: murmur
·
CRT
: tidak terkaji
·
Akral
: dingin basah
1. B3 (BRAIN)
·
Penglihatan(mata)
-
Pupil : tidak terkaji
-
Selera/konjungtiva : tidak terkaji
·
Gangguan
pendengaran/telinga: tidak terkaji
·
Penciuman
(hidung) : tidak terkaji
·
Pusing
·
Gangguan
kesadaran
1. B4 (BLADDER)
·
Urin:
-
Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam
-
Warna : kuning pekat
-
Bau : khas
·
Oliguria
1. B5 (BOWEL)
·
Nafsu
makan : menurun
·
Mulut
dan tenggorokan : tidak terkaji
·
Abdomen
: asites
·
Peristaltic
: tidak terkaji
1. B6 (BONE)
·
Kemampuan
pergerakan sendi: terbatas
·
Kekuatan
otot : lemah
·
Turgor
: jelek
·
Oedema
1. Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya, kecemasan terhadap penyakit.
3.2 Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang b.d.
hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial
pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
2. Ketidakefektifan pola napas b.d.
sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan
untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
4. Intoleransi aktifitas yang
b.d. kelemahan fisik dan keletihan.
5. Perubahan pola eliminasi urin b.d.
oliguria.
3.3
Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang b.d.
Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial
pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
·
Tujuan
: Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.
·
Kriteria
hasil :
o Klien tidak mengalami sesak napas.
o Tanda-tanda vital dalam batas normal
o Tidak ada tanda-tanda sianosis.
o Pao2 dan paco2 dalam batas normal
o Saturasi O2 dalam rentang normal
o Intervensi dan Rasional :
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau frekuensi, kedalaman
pernapasan.Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, tidakmampuan bicara/
berbincang.
|
Berguna dalam evaluasi derajat
distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
|
Tinggikan kepala tempat tidur,
bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong nafas
perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu.
|
Pengiriman oksigen dapat
diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan
kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.
|
Awasi secara rutin kulit dan warna
membrane mukosa.
|
Sianosis mungkin perifer (terlihat
pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga).
Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
|
Dorong mengeluarkan sputum;
penghisapan bila diindikasikan.
|
Kental, tebal, dan banyaknya sekresi
adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil.
Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
|
Auskultasi bunyi nafas, catat area
penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
|
Bunyi nafas mugkin redup karena
aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan secret.
Krekel basah menyebar menunjukkan cairan pada intertisial/dekompensasi
jantung.
|
Palpasi fremitus.
|
Penurunan getaran fibrasi diduga
ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
|
Awasi tingkat kesadaran/ status
mental. Selidiki adanya perubahan.
|
Gelisah dan ansietas adalah
manifestasi umum pada hypoxia, GDA memburuk disertai bingung/ somnolen
menunjukkan disfungsi sersbral yang berhubungan dengan hipoksemia.
|
Evaluasi tingkat toleransi
aktifitas. Berikan lingkungan yang tenang dan kalem. Batasi aktifitas pasien
atau dorong untuk tidur/ istirahat dikursi selama fase akut. Mungkinkan
pasien melakukan aktifitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi
individu.
|
Selama distress pernapasan
berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan aktifitas
sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktifitas
perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan
ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea
berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
|
Awasi tanda vital dan irama
jantung
|
Tachycardia, disritmia, dan
perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
|
Kolaborasi
1. Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi
oksimetri.
|
Paco2 biasanya meningkat
(bronchitis, enfisema) dan pao2 secara umum menurun, sehingga hipoksia
terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: paco2 “normal”
atau meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama
asmatik.
|
b. Berikan oksigen tambahan
yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
|
Dapat memperbaiki/mencegah
memburuknya hypoxia. Catatan: emfisema kronis, mengatur pernapasan pasien
ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dieluarkan dengan peningkatan pao2
berlebihan.
|
1. Berikan penekanan SSP (misal:
ansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
|
Digunakan untuk mengontrol
ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi
dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas.
|
d. Bantu instubasi,
berikan/pertahankan ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI sesuai instruksi
pasien.
|
Terjadinya/kegagalan nafas yang
akan datang memerlukan penyelamatan hidup.
|
1. 2. Ketidakefektifan pola napas b.d.
Hipoksia.
·
Tujuan
:
o o Memperbaiki atau
mempertahankan pola pernapasan normal
o Pasien mencapai fungsi paru-paru
yang maksimal.
o Kriteria
hasil :
§ o Pasien menunjukkan frekuensi
pernapasan yang efektif.
§ o Pasien bebas dari dispnea,
sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan
§ Intervensi dan Rasional :
Tindakan/intervensi
|
Rasional
|
Berikan posisi fowler atau semi
fowler
|
Memaksimalkan ekspansi paru,
menurunkan kerja pernapasan, dan menurunkan resiko aspirasi
|
Ajarkan teknik napas dalam dan
atau pernapasan bibir atau pernapasan diafragmatik abdomen bila
diindikasikan
|
Membantu meningkatkan difusi gas
dan ekspansi jalan napas kecil, memberika pasien beberapa kontrol terhadap
pernapasan, membantu menurunkan ansietas.
|
Obserfasi TTV (RR atau frekuensi
permenit)
|
Mengetahui keadekuatan frekuensi
pernapasan dan keefektifan jalan napas
|
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b.d. Penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan
untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
·
Tujuan
: Nafsu makan membaik.
·
Kriteria
hasil :
o Gizi untuk kebutuhan metabolik
terpenuhi
o Massa tubuh dan berat badan klien
berada dalam batas normal.
o Intervensi dan Rasional :
Tindakan/intervensi
|
Rasional
|
Beri motivasi pada klien untuk
mengubah kebiasaan makan.
|
Agar pasien mau memenuhi diet yang
disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam metabolisme.
|
Sajikan makanan untuk klien
semenarik mungkin.
|
Mengurangi anorexia pada pasien.
|
Pantau nilai laboratorium,
khususnya transferin, albumin, dan elektrolit.
|
Untuk mengetahui perkembangan
asupan gizi klien melalui sampel darah.
|
Timbang berat badan pasien pada
interval yang tepat.
|
Untuk mengetahui perkembangan
klien dalam mempertahankan berat badan normal.
|
Diskusikan dengan ahli gizi dalam
menentukan kebutuhan protein untuk klien.
|
Untuk bisa lebih tepat memberikan
diet kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori yang dibutuhkan.
|
Pertahankan kebersihan mulut yang
baik.
|
Menambah nafsu makan dan
membersihkan kuman-kuman yang ada dalam mulut, sehingga makanan yang klien
makan akan terasa lebih nikmat.
|
1. Intoleransi aktivitas berhubungan
ketidakseimbbangan antara suplai dan demand oksigen
·
Tujuan
: keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.
·
Kriteria
hasil :
mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan dengan daya tahan,
menunjukkan penghematan energi.
·
Intervensi
dan Rasional :
Tindakan/ Intervensi
|
Rasional
|
Beri bantuan untuk melaksanakan
aktifitas sehari-hari
|
Ajarkan klien bagaimana
meningkatkan rasa control dan mandiri dengan kondisi yang ada
|
Ajarkan klien bagaimana menghadapi
aktifitas menghindari kelelahan dan berikan periode istirahat tanpa gangguan
di antara aktifitaa
|
Istirahat memungkinkan tubuh
memperbaiki energy yang digunakan selama aktifitas
|
Kolaborasi dengan ahli gizi
mengenai menu makanan pasien
|
Dengan ahli gizi,perawat dapat
menentukan jenis-jenis makanan yang harus dikonsumsi untuk memaksimalkan
pembentukan energy dalam tubuh pasien.
|
1. Perubahan pola eliminasi urin b.d.
Penurunan curah jantung.
·
Tujuan
: mengembalikan pola eliminasi urin normal.
·
Kriteria
hasil : klien
menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal, klien menunjukkan pengetahuan
yang adekuat tentang eliminasi urin.
·
Intervensi
dan Rasional :
Tindakan/intervensi
|
Rasional
|
Pantau
pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
|
Pengeluaran
urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan
selama tirah baring.
|
Pantau/hitung
keseimbangan intake dan output selama 24 jam
|
Terapi
diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
|
Pertahakan
duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
|
Posisi
tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan dieresis.
|
Pantau
TD dan CVP (bila ada)
|
Hipertensi
dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
|
Kaji
bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
|
Kongesti
visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
|
Konsul
dengan ahli diet.
|
Perlu
memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.
|
BAB IV
PENUTUP
3.1
Simpulan
Kor-pulmonal adalah pembesaran
ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan
paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan.
Kor-pulmonal dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab Cor Pulmonale akut
tersering adalah emboli paru masif, sedangkan Cor Pulmonale kronik sering
disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada Cor Pulmonale
kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada Cor Pulmonal
akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.
DAFTAR PUSTAKA
A Sovari, Ali.2009.Cor Pulmonal.(online),emedicine.medscape.com,7
Oktober 2009
Boughman, Diane C & Hackley,
Joann C.2000.Buku Saku Keperawatan Medical Bedah.Jakarta:EGC
Wilkinson, Judith. M.2002.Buku
Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria NOC.EGC:Jakarta
----------.1997.Mastering
Medical-Surgical Nursing.USA:Springhouse Corporation.
----------.2001.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam.Jakarta:Balai Penerbit FK UI
http://cintalestari.wordpress.com/2009/08/29/chronic-obstructive-pulmonal-disease-copd/
http://en.wikipedia.org/wiki/Cor_pulmonale
http://bayuaslilow.multiply.com/journal/item/2