ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP)
HIPERTENSI PULMONAL
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi pulmonal (Pulmonary
hypertension) atau yang disebut hipertensi paru, barangkali belum familiar
di telinga. Padahal ini adalah jenis penyakit fatal yang menyerang banyak orang
pada usia produktif. Sedihnya, angka kejadian pada perempuan dua setengah kali
lipat dibanding laki-laki. Pada kasus hipertensi pulmonal primer, penyakit ini
diturunkan, atau terkait faktor genetik.
Meski diakui, meluasnya penyakit
hipertensi pulmonal saat ini kurang diketahui, namun diperkirakan sekitar 1-2
juta orang per tahun terdiagnosis menderita penyakit ini. Bahkan, angka yang
sebenarnya diprediksi lebih tinggi mengingat diagnosis penyakit ini masih
minim.(wanita ) Di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik, hipertensi pulmonal
kurang terdiagnosis dan kurang pengobatan antara lain faktor kurangnya
kesadaran mengenai penyakit ini. Mereka yang menderita hipertensi pulmonal
kebanyakan tidak terobati. Bahkan penderita tidak sadar bahwa mereka terkena
penyakit berbahaya ini, tidak tahu tentang pengobatan yang dapat meningkatkan
harapan hidup dan memberi kualitas hidup yang lebih baik.
Di Indonesia dan kawasan Asia
Pasifik, hipertensi pulmonal kurang terdiagnosis dan kurang pengobatan antara
lain karena faktor kurangnya kesadaran mengenai penyakit ini. Mereka yang
menderita hipertensi paru kebanyakan tidak terobati. Bahkan penderita tidak
sadar bahwa mereka terkena penyakit berbahaya ini, tidak tahu tentang
pengobatan yang dapat meningkatkan harapan hidup dan memberi kualitas hidup
yang lebih baik. endala lain adalah banyak gejala yang dikaitkan dengan
hipertensi paru ternyata tidak spesifik mengarah pada hipertensi paru, sehingga
tak heran diagnosis penyakit ini kian sulit saja.
Atas dasar itulah, kami membahas
lebih lanjut mengenai hipertensi pulmonal yang kurang diketahui oleh
masyarakat, khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien hipertensi
pulmonal. Sehingga diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang
tepat pada klien hipertensi pulmonal.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
konsep teori dari hipertensi pulmonal?
2.
Bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi pulmonal?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami
bagaimana membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan hipertensi
pulmonal
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi
hipertensi pulmonal.
2. Mengetahui dan memahami etiologi
hipertensi pulmonal.
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi
hipertensi pulmonal.
4. Mengetahui dan memahami
manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien dengan
hipertensi pulmonal.
Pmx diagnostik?
5. Mengetahui dan memahami
penatalaksanaan klien dengan hipertensi pulmonal.
6. Mahasiswa mampu memahami
asuhan keperawatan dari hipertensi pulmonal, meliputi :
1.
Pengkajian
2.
Diagnosa
keperawatan
3.
Perencananaan
Intervensi Keperawatan
4.
WOC
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini,
diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
hipertensi pulmonal, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses
keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi Pulmonal
Hypertensi Pulmonary atau yang biasa disebut Hipertensi
Paru merupakan kondisi yang tidak terlihat secara klinis sampai pada tahap
lanjut kemajuan penyakitnya. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan tekanan
darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing
dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi
pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi
dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Penyakit ini pertama kali
ditemukan oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun 1891.
Awalnya PH diklasifikasikan menjadi
hipertensi pulmonal idiopatik (IPAH, atau hipertensi pulmonal primer) dan PH
sekunder.
1.
Primer
Merupakan hipertensi pulmonal yang
tidak diketahui penyebabnya. Keadaan ini paling sering terjadi pada usia 20
tahun sampai 40 tahun. Dan biasanya fatal dalam 5 tahun diagnosis. Hipertensi
pulmonal primer lebih sering didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1,
angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean
survival dari awitan penyakit sampai timbulnya gejala sekitar 2-3 tahun.
1.
Sekunder
Merupakan bentuk yang lebih umum dan
diakibatkan oleh penyakit paru atau jantung yang diderita oleh klien. Penyebab
yang paling umum dari hipertensi pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri
pulmonar akibat hipoksia karena penyakit paru obstruksi kronik (PPOK),
obesitas, inhalasi asap dan kelainan neuromuskular.
Namun kemudian diketahui bahwa
beberapa hipertensi pulmonal sekunder sangat mirip dengan IPAH dalam hal
gambaran histopatologis, natural history, dan respon terhadap terapi. Jadi,
berdasarkan mekanisme penyakitnya, WHO kemudian membagi hipertensi pulmonal
menjadi 5 kelas
I. Hipertensi
Arteri Pulmonal (PAH). Gambaran hemodinamik kelompok ini adalah:
· Mean
pulmonary artery pressure (MPAP) >25 mmHg pada istirahat, atau > 30
mmHg pada aktivitas fisik, dan
·
Pulmonary
capillary wedge pressure (PCWP) > 15 mmHg, dan
· Peningkatan
tahanan vaskular pulmonal dan gradien transpulmonal (gradien tekanan
tekanan diastolik arteri pulmonal dan PCWP)
II.
Hipertensi Vena Pulmonal. Kelompok ini disebabkan oleh kelainan pada atrium
kiri, ventrikel kiri atau katup jantung kiri.
III.Hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru-paru atau hipoksemia.
Penyebabnya antara lain penyakit paru interstitial, PPOK, sleep-disordered
breathing, kelainan hipoventilasi alveoli, dan sebab-sebab lain dari
hipoksemia.
IV.
Hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit trombotik dan embolik kronis.
Pada kelompok ini penyebab PH adalah oklusi trombus di proksimal atau distal
pembuluh darah paru (misalnya penyakit tromboembolik kronis), atau emboli
pulmonal nontrombotik (misalnya schistosomiasis).
V. Hipertensi
Pulmonal pada kelompok ini disebabkan oleh inflamasi, obstruksi mekanis, atau
kompresi ekstrinsik pada pembuluh darah paru (misalnya pada sarcoidosis,
histiocytosis X, dan fibrosing mediastinitis).
2.2 Etiologi
1. Hipertensi pulmonal pasif
Agar darah dapat mengalir melalui
paru dan kemudian masuk ke dalam vena pulmonalis, maka tekan dalam arteri
pulmonalis harus lebih tinggi daripada vena pulmonalis. Dengan demikian, maka
setiap kenaikan tekanan dalam vena pulmonalis seperti pada stenosis mitral,
insufisiensi mitral dan ventrikel kiri yang hipertrofi akan menyebabkan
peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis pula.
1.
Hipertensi
pulmonal reaktif
Sebagai reaksi akibat peningkatan
dalam vena pulmonalis maka pada beberapa penderita terjadi vasokonstriksi
arteriol pulmonal yang aktif. Vasokonstriksi ini menyebabkan resistensi
terhadap pengaliran darah melalui paru bertambah besar dan tekanan dalam arteri
pulmonalis meningkat, misal pada penderita dengan stenosis mitral yang berat
dan kadang-kadang pada penderita dengan insufisiensi mitral atau dengan gagal
jantung kiri. Faktor penyebab ini dihubungkan pula dengan faktor familial.
1.
Aliran
darah dalam paru yang meningkat
Peningkatan aliran darah paru yang
sedang, bila disertai dengan dilatasi pembuluh darah paru dan terbukanya lubang
saluran yang sebelumnya telah menutup, maka dapat berlangsung tanpa terjadi
peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis. Kalau aliran darah itu lebih besar
misalnya sampai lebih 3 kali yang normal, maka akan diperlukan tekanan yang
lebih besar dalam paru agar pengaliran darah dapat berlangsung.
1.
Vaskularisasi
paru yang berkurang
Bila dua pertiga atau lebih dari
vaskularisasi paru mengalami obliterasi maka diperlukan peningkatan tekanan
dalam arteri pulmonalis supaya tetap ada aliran yang adekuat, misalnya pada
kelainan dengan embolus paru yang berulang-ulang sehingga menyumbat arteri dan
arteriol dalam paru. Pada penyakit paru yang luas seperti enfisema, fibrosis
pada paru yang luas dan pada hipertensi pulmonal idiopatik.
2.3 Komplikasi
1.
Gagal
jantung kanan
Hipertensi pulmonal dapat
menyebabkan pengerasan pembuluh darah dan di dalam paru. Hal ini memperberat
kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama- kelamaan pembuluh darah yang
terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini akan menyebabkan tekanan dalam
pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Hal ini akan
menyebabkan bilik jantung kanan membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari
jantung ke paru berkurang sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan
gagal jantung kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung
kiri juga menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari
normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas
1.
Gagal
Nafas
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul biasanya berupa :
1.
sesak
nafas yang timbul secara bertahap
Untuk meningkatkan secara bertahap
atau mendadak nafas dan kebutuhan udara bagi tubuh, pasien mengalami nafas
pendek dan haus udara. Terjadi hiperventalasi (napas cepat dan dalam)
1.
kelemahan
2.
batuk
tidak produktif
3.
pingsan
atau sinkop
Pasien mengeluh berkunang-kunang,
telinganya mendenging atau sering pingsan. Munculnya memar-memar menunjukkan
episode sinkope. Wajah pasien merah panas dan merasa lemah lesu.
1.
edema
perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki)
Pembengkakan pada tungkai terutama
tumit dan kaki, terutama pada pagi hari dan sore hari mengalami perbaikan.
Pemasukan garam menyebabkan retensi cairan. Terjadi selisih berat badan antara
oedema dan tidak.
1.
gejala
yang jarang timbul adalah hemoptisis (batuk berdarah)
Tanda hipertensi pulmonal berupa :
1.
Distensi
vena jugularis
2.
Impuls
ventrikel kanan dominan
3.
Komponen
katup paru menguat.
d. S3 jantung kanan
1.
Murmur
trikuspid
2.
Hepatomegali
Kelainan hepatomegali terjadi karena
peningkatan kerja jantung kanan untuk memompakan darah ke paru melalui
resistensi arteri pulmonal yang meningkat, sehingga terjadi hipertrofi dan
dilatasi dari ventrikel kanan
Karena pada hipertensi pulmonal,
curah jantung berkurang maka terjadi penimbunan darah yang abnormal dalam
ventrikel kanan sehingga kemungkinan untuk mengalami gagal jantung kanan dapat
terjadi setiap saat. Kelelahan, dispnoe, angina pektoris, kejang dan sinkop
merupakan gejala yang umumnya ditemukan. Edema biasanya terlihat pada keadaan
yang lanjut, sedangkan hemoptisis terjadi akibat adanya infark atau robeknya
pembuluh darah yang abnormal dalam paru. Pada pemeriksaan fisis ditemukan
anggota gerak yang dingin, sianosis perifer, nadi dengan amplitudo yang kecil,
tekanan vena jugularis meningkat, aktivitas daerah jantung kanan bertambah,
komponen pulmonal bunyi jantung II mengeras, terdengar pula “pulmonary
ejection click” dan bising sistolik ejeksi, bising pansistolitik pada
daerah tricuspid, bising mid-diastolik pada sisi tulang sternum sebelah kiri
dan terdapatnya irama derap atrium pada daerah tricuspid.
2.5 Patofisiologi
Hipertensi pulmonal dapat
menyebabkan pengerasan pembuluh darah pada dan di dalam paru. Hal ini
memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama-kelamaan pembuluh
darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini akan menyebabkan
tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Hal ini
akan menyebabkan bilik jantung kanan membesar sehingga menyebabkan suplai darah
dari jantung ke paru berkurang sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut
dengan gagal jantung kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke
jantung kiri juga menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang
dari normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan
aktivitas.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Non Invasif
Pertama kali mencurigai klinis
hipertensi pulmonal, harus melakukan pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan
untuk mengeklusi tipe lain penyebab hipertensi pulmonal,di samping untuk
menentukan beratnya atau prognosis.Baru-baru ini suatu konsensus merekomendasikan
pemeriksaan untuk hipertensi pulmonal.
1.
Ekokardiograf
Pada pasien yang secara klinis
dicurigai hipertensi pulmonal, untuk diagnosis sebaiknya dilakukan
ekokardiografi. Ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan katup, disfungsi
ventrikel kiri, shunt jantung. Untuk menilai tekanan sistolik ventrikel
kanan dengan ekokardiografi harus ada regurgitasi trikuspid. Bila pada pasien
dengan hipertensi pulmonal tidak ada regurgitasi trikuspid untuk menilai
tekanan ventrikel kanan secara kuantitatif, dapat dipakai nilai kualitatif.
Tanda-tanda kualitatif tersebut yaitu pembesaran atrium dan ventrikel
kanan serta septum yang cembung atau rata. Adanya efusi perikard menunjukkan
beratnya penyakit dan prognosis yang kurang baik.
1.
Tes
berjalan 6 menit
Pemeriksaan yang sederhana dan tidak
mahal untuk keterbatasan fungsional klien hipertensi pulmonal adalah dengan tes
ketahanan berlajan 6 menit (6WT). Ini digunakan sebagai pengukur kapasitas
fungsional klien dengan sakit jantung, memiliki prognostik yang signifikan dan
telah digunakan secara luas dalam penelitian untuk evaluasi klien hipertensi
pulmonal yang diterapi. 6WT tidak memerlukan ahli dalam penilaian.
1.
Tes
fungsi paru
Pengukuran kaasitas vital paksa
(FVC) saat istirahat, volume ekspirasi paksa 1 detik (FEV1), ventilasi volunter
maksimum (MW), kapasitas difusi karbon monoksida, volume alveolar efektif, dan
kapasitas paru total adalah komponen penting dalam pemeriksaan Hhipertensi
pulmonal, yang dapat mengidentifikasi secara significan obstruksi saluran atau
defek mekanik sebagai faktor kontribusi hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru
juga secara kuantitatif menilai gangguan mekanik sehubungan dengan penurunan
volume paru pada HP.
1.
Radiografi
Torak (Ro Torak)
Khas parenkim paru pada hipertensi
pulmonal bersih. Foto torak dapat membantu diagnosis atau membantu menemukan
penyakit lain yang mendasari hipertensi pulmonal. Gambaran khas foto toraks
pada hipertensi pulmonal ditemukan bayangan hilar, bayangan arteri pulmonalis
dan pada foto toraks lateral pembesaran ventrikel kanan.
1.
Elektrokardiografi
Gambaran tipikal EKG pada klien HP
sering menunjukkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, terkadang dapat
memperkirakan tekanan arteri pulmonal, strain ventrikel kanan ,dan
pergeseran aksis ke kanan, yang juga memliki nilai prognostik.
Elektrokardiogram menunjukkan perubahan hipertrofi ventrikel kanan (panah
panjang) dengan regangan pada pasien dengan hipertensi pulmonal primer. Deviasi
sumbu kanan (pendek panah), peningkatan amplitudo gelombang P pada lead II
(panah hitam), dan tidak lengkap blok cabang berkas kanan (panah putih) yang
sangat spesifik tetapi tidak memiliki kepekaan untuk mendeteksi hipertrofi
ventrikel kanan.
1.
CT
Scan Resolusi Tinggi
CT Scan dilakukan hanya untuk
membedakan apakah termasuk hipertensi pulmonal primer atau hipertensi pulmonal
sekunder. Tanpa zat kontras untuk menilai parenkim paru seperti bronkiektasi,
emfisema, atau penyakit interstisial. Dengan zat kontras untuk mendeteksi dan
melihat penyakit tromboemboli paru.
Pemeriksaan Invasif
1.
Kateterisasi
jantung
Kateterisasi jantung dapat mengukur
dengan tepat tekanan di ventrikel kanan dan mengukur resistensi pembuluh darah
di paru. Tes vasodilator dengan obat kerja singkat (seperti : adenosin,
inhalasi nitric oxide atau epoprosteno) dapat dilakukan selama kateterisasi,
respons vasolidatif positif bila didapatkan penurunan tekanan arteri pumonalis
dan resistensi vaskular paru sedikitnya 20% dari tekanan awal.
Kateterisasi jantung kanan dengan
mengukur hemodinamik pulmonal adalah gold standart untuk konfirmasi PAH. Dengan
definisi hipertensi pulmonal adalah tekanan PAP ≥25 mHg pada saat istirahat,
atau ≥30 mmHg pada saat aktivitas. Kateterisasi membantu diagnosis dengan
menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dan memberikan
informasi penting untuk prosnotik hipertensi pulmonal.
Pengukuran Kateterisasi Jantung pada
Klien PAH
·
Systemic
arterial pressure (BP) and heart rate (HR)
·
Right
arterial pressure (RAP)
·
Right
ventrikuler pressure (RVP)
·
Pulmonaly
artery pressure (PAP)
·
Pulmonaly
capillary wedge pressure (PCWP)
·
Cardiac
output and index
·
Pulmonaly
vasoreactivity
·
Sistemic
and pulmonaly arteril oxygen saturation
Hemodinamik adalah prognostik untuk
hipertensi pulmonal primer, nilai prognostik pengukuran hemodinamik bila RAP
< 10 mmHg, angka harapan hidup 50 bulan bila tidak mendapat terapi
vasodilator sedangkan bila RAP ≥ 20mmHg harapan hidupnya kurang dari 3 bulan.
1.
Tes
vasodilator
Vasoreaktivitas adalah suatu bagian
penting untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal, klien yang respon dengan
vasodilator terbukti memperbaiki survival dengan mengunakan blok kanal kalsium
(CCB) jangka panjang. Definisi respon adalah penurunan rata-rata tekanan arteri
pulmonal < 10 mmHg dengan penignkatan kardiak output. Tujuan primer
tes vasodilator adalah untuk menentukan apakah klien bisa diterapi dengan CCB
oradenganzl.
1.
Biopsi
paru
Jarang dilakukan karena riskan pada
klien hipertensi pulmonal, biopsi paru di indikasikan bila klien yang diduga
hipertensi pulmonal primer dengan pemeriksaan standar tidak kuat untuk
diagnosis definitif.
Penatalaksanaan
1.
Pengobatan
Pengobatan hipertensi pulmonal
bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi jantung kiri dengan menggunakan
obat-obatan seperti : diuretik, beta-bloker dan ACE inhibitor atau dengan cara
memperbaiki katup jantung mitral atau katup aorta (pembuluh darah
utama). Pada hipertensi pulmonal pengobatan dengan perubahan pola hidup,
diuretik, antikoagulan dan terapi oksigen merupakan suatu terapi yang lazim
dilakukan, tetapi berdasar dari penelitian terapi tersebut belum pernah
dinyatakan bermanfaat dalam mengatasi penyakit tersebut.
1). Obat-obatan vasoaktif
Obat-obat vasoaktif yang digunakan
pada saat ini antara lain adalah antagonis reseptor endotelial, PDE-5 inhibitor
dan derivat prostasiklin. Obat-obat tersebut bertujuan untuk mengurangi tekanan
dalam pembuluh darah paru. Sildenafil adalah obat golongan PDE-5 inhibitor yang
mendapat persetujuan dari FDA pada tahun 2005 untuk mengatasi hipertensi
pulmonal
Untuk vasodilatasi pada paru, ada
beberapa obat-obatan yang dapat digunakan. Antara lain Beraprost sodium
(Dorner), infus PGI, Injeksi lipo PGE-1, ACE Inhibitor, Antagonis Kalsium dan
Inhalasi NO. Beraprost sodium efeknya tidak hanya sebagai vasodilator, tetapi
juga efek pleiotropik, seperti menghambat agresi platelet, mencegah cedera sel
endotel dan memperbaiki cedera sel endotel.
Pasien yang diberikan Beraprost,
memiliki harapan hidup yang lebih baik (86%) dibandingkan yang tidak diberi
Beraprost (75%). Hal ini karena Beraprost bekerja sebagai vasodilator yang
menurunkan curah jantung dan ini mengurangi beban ventrikel kanan, menghambat
progresifitas gagal jantung kanan, memperbaiki toleransi olahraga dan
meningkatkan harapan hidup.
1.
Terapi
bedah
Pembedahan sekat antar serambi
jantung (atrial septostomy) yang dapat menghubungkan antara serambi kanan dan
serambi kiri dapat mengurangi tekanan pada jantung kanan tetapi kerugian dari
terapi ini dapat mengurangi kadar oksigen dalam darah (hipoksia). Transplantasi
paru dapat menyembuhkan hipertensi pulmonal namun komplikasi terapi ini cukup
banyak dan angka harapan hidupnya kurang lebih selama 5 tahun.
Atrial septosotomi
Blade ballon atrial septostomy
dilakukan pada pasien dengan tekanan ventrikel kanan yang berat. Tujuan
prosedur ini adalah dekompresi overload jantung kanan dan perbaikan output
sistemik ventrikel kiri. Septastotomi atrial harus dilakukan pada. fasilitas
yang memadai dan operator yang berpengalaman
Thromboenarterectomy pulmonary
Menjadi pilihan pengobatan pada
pasien hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit tromboembolik
kronik. Dilakukan melalui median stertonomi pada cardiopulmonary baypass.
Secara keseluruhan angka kematian terus membaik dan kini kirang dari 5%.
1.
Transplantasi
paru-paru
Hipertensi pulmonal primer biasanya
progresif dan akhirnya berakibat fatal. Tranplantasi paru adalah suatu pilihan
pada beberapa pasien lebih muda dari 65 tahun yang memiliki hipertensi pulmonal
yang tidak merespon manajemen medis. Menurut AS tahun 1997 transplantasi
laporan registri, 24 penerima transplantasi paru-paru dengan hipertensi
pulmonal primer memiliki tingkat ketahanan hidup dari 73 persen pada satu
tahun, 55 persen di tiga tahun dan 45 persen pada lima tahun. Pengurangan
langsung tekanan arteri paru-paru dikaitkan dengan perbaikan dalam fungsi
ventrikel kanan. Kambuhnya hipertensi pulmonal primer setelah transplantasi
paru-paru belum dilaporkan.