pengkajian pasien dengan gangguan imobilitas

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
  1. Pemeriksaan fungsi motorik
  • Pemeriksaan kekuatan otot
Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian otot secara manual (manual muscle testing MMT). Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan mengontraksikan kelompok otot secara volunter.
  • Prosedur pelaksanaan MMT:
  1. Lansia diposisikan sedemikan rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai dengan kekuatannya.
  2. Bagian tubuh yang dites harus terbebas dari pakaian.
  3. Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.
  4. Lansia mengkontraksikan ototnya dan stabilisasi diberikan pada segmen proksimal.
  5. Selama terjadi kontraksi, gerakan yang terjadi diobservasi, baik palpasi pada tendon atau perut otot.
  6. Memberikan tahanan pada otot yang bergerak dengan luas gerak sendi penuh.
  7. Melakukan pencatatan hasil MMT.

Kriteria hasil pemeriksaan MMT:
  1. Normal (5): mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi dan melawan tahan maksimal.
  2. Good (4): mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh melawan gravitasi dan melawan tahanan sedang (moderat).
  3. Fair (3): mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan melawan gravitasi tanpa tahanan.
  4. Poor (2): mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh tanpa melawan gravitasi.
  5. Trace (1): tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi.
  6. Zero (0): kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi.

  1. Pemeriksaan tonus otot
Tonus otot adalah ketegangan minimal suatu otot dalam keadaan istirahat. Dapat diperiksa dengan beberapa cara yaitu dengan palpasi, gerakan pasien dan vibrasi.

  1. Pemeriksaan luas gerak sendi
Luas gerak sendi (LGS) merupakan luas gerak sendi yang dapat dilakukan oleh suatu sendi. Tujuan pemeriksaan LGS adalah untuk mengetahui besarnya LGS suatu sendi dan membandingkannya dengan LGS sendi yang normal, membantu diagnosis dan menentukan fungsi sendi.
Pengukuran LGS menggunakan Goniometer:
  1. Posisi awal posisi anatomi, yaitu tubuh tegak, lengan lurus di samping tubuh, lengan bawah dan tangan menghadap bawah.
  2. Sendi yang di ukur harus terbuka.
  3. Berikan penjelasan dan contoh gerakan.
  4. Berikan gerakan pasif  2 atau 3 kali.
  5. Berikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal.
  6. Tentukan aksis gerakan baik secara aktif/pasif.
  7. Letakkan tangkai goniometer yang statik paralel dengan aksis longitudinal.
  8. Pastikan aksis goniometer tepat pada aksis gerakan sendi.
  9. Baca dan catat hasil pemeriksaan LGS.

  1. Pemeriksaan postur
Pemeriksaan postur di lakukan dengan cara inspeksi pada posisi berdiri. Pada posisi tersebut postur yang baik/normal dapat terlihat dengan jelas. Dari samping, tampak telinga, akromium, trunk, trokanter mayor, patela bagian posterior dan maleolus lateralis ada dalam satu garis lurus.

  1. Pemeriksaan kemampuan fungsional
Ada beberapa sistem penilaian yang dikembangkan dalam pemeriksaan kemampuan fungsional.
  1. Indeks ADL Barthel
NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan rangsang pembuangan tinja 0
1
2
Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar).
Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu).
Terkendali teratur.
2 Mengendalikan rangsang berkemih 0
1
2
Tak terkendali atau pakai kateter
Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24 jam)
Mandiri
3 Membersihkan diri (seka muka, sisir rambut, sikat gigi) 0
1
Butuh pertolongan orang lain
Mandiri
4 Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram) 0
1
2
Tergantung pertolongan orang lain
Perlu pertolonganpada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain.
Mandiri
5 Makan 0
1
2
Tidak mampu
Perlu ditolong memotong makanan
Mandiri
6 Berubah sikap dari berbaring ke duduk 0
1
2
3
Tidak mampu
Perlu banyak bantuan untuk bias duduk
Bantuan minimal 1 orang.
Mandiri
7 Berpindah/ berjalan 0
1
2
3
Tidak mampu
Bisa (pindah) dengan kursi roda.
Berjalan dengan bantuan 1 orang.
Mandiri
8 Memakai baju 0
1
2
Tergantung orang lain
Sebagian dibantu (mis: memakai baju)
Mandiri.
9 Naik turun tangga 0
1
2
Tidak mampu
Butuh pertolongan
Mandiri
10 Mandi 0
1
Tergantung orang lain
Mandiri

TOTAL SKOR
 Skor BAI :
 20       : Mandiri
 12-19  : Ketergantungan ringan
 9-11    : Ketergantungan sedang
 5-8      : Ketergantungan berat
 0-4      : Ketergantungan total

  1. Indeks Katz
Mengukur kemampuan mobilisasi dengan menggunakan 6 kegiatan: makan, kontinensia, menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi. Termasuk kategori yang mana:
  1. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan mandi.
  2. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
  3. Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
  4. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
  5. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu lagi fungsi yang lain.

  1. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain.
  2. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.

  1. Indeks kenny-self care
Skala ini mengukur kemampuan perawatan diri yang meliputi 6 kategori:
  1. Tidur dan istirahat
  2. Berpindah
  3. Bergerak
  4. Berpakaian
  5. Personal hygiene
  6. Makan
Dalam memenuhi kebutuhan fungsional ini diperlukan hal-hal yang mencakup kemampuan fisik, motivasi, bimbingan dan kemauan untuk belajar. Skala ini dilakukan untuk mengukur kemampuan fungsional lansia yang dilakukan dalam lingkungan yang tertutup, terlindungi atau dalam pengawasan perawat home care atau rumah sakit. Penilaian ini tidak termasuk aktifitas diluar rumah seperti berjalan ke kendaraan, menggunakan alat transportasi umum, dan bekerja seperti mengangkat beban.

  1. Indeks ADL

      PENGKAJIAN B1-B6
  1. B1 (Breath): Sekret susah keluar, Sesak nafas.
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperatur dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
  1. B2 (Blood): Pusing atau pingsan bila mencoba untuk berdiri (tegak), dan mudah lelah.
Tanda dan gejala B1 (kardiovaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyakinkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostik yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitan dalam mengikuti perintah dan sinkop
  1. B3 (Brain): Daya hantar saraf menurun, koordinasi terganggu, aktivitas terganggu.
  2. B4 (Bladder): Adanya sisa urine karena posisi baring pasien ini tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara sempurna. Adanya Infeksi Saluran Kemih (ISK) karena keadaan stagnasi urine maupun karena batu saluran kencing. Serta terjadi batu saluran kencing karena faktor osteoporosis dan diet yang tinggi kalsium maka mengakibatkan hiperkalsiuria.
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
  1. B5 (Bowel): Konstipasi karena tirah baring yang lama.
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh, dan tekanan. Pengosongan rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala
  1. B6 (Bone): Nyeri pada tulang dan sendi, kaku/susah digerakkan, nyeri leher, arthritis pasca trauma, osteoporosis.

3.2 Diagnosa Keperawatan
  1. Gangguan mobilisasi b.d penurunan kekuatan dan ketahanan otot
Definisi: Keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik, tetapi bukan imobilisasi.
Kriteria hasil: Individu menunjukkan peningkatan kekuatan dan fungsi sendi serta tungkai yang sakit. Memperlihatkan penggunaam alat-alat yang adaptif untuk meningkatkan mobilitas.
Kriteria Mayor:
  1. Penurunan kemampuan untuk bergerak dengan sengaja dalam lingkungan (misal: mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi).
  2. Keterbatasan rentang gerak.
Kriteria Minor:
  1. Pembatasan pergerakan yang dipaksakan.
  2. Enggan untuk bergerak.

No. Intervensi Rasional
1.















2.




3.
Ajarkan untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada anggota gerak yang sehat sedikitnya empat kali sehari.
  1. Lakukan latihan rentang gerak pasif pada anggota gerak yang sakit. Lakukan dengan perlahan, sangga ekstremitas di bagian atas dan bawah sendi.
  2. Secara bertahap lakukan latihan rentang gerak aktif untuk aktivitas fungsional.

Amati dan ajarkan penggunaan alat bantu mobilisasi misal: kruk, walker, kursi roda, dsb.


Dorong partisipasi aktivitas sehari-hari.
  1. Latihan rentang gerak sangat membantu lansia untuk mandiri dan meminimalkan risiko cidera.












  1. Penggunaan alat bantu yang tepat dapat memaksimalkan mobilisasi untuk aktivitas fungsional.

  1. Meningkatkan harga diri, meningkatkan rasa kontrol dan kemandirian.

  1. Intoleran aktivitas b.d nyeri sendi
Definisi: Penurunan dalam kapasitas fisiologis seseorang untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang dibutuhkan.
Kriteria hasil: Berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari sesuai tingkat kemampuan. TTV dalam batas normal.
Kriteria Mayor:
  1. Selama aktifitas: kelemahan, pusing, dispnea.
  2. 3 menit setelah aktivitas: pusing, dispnea, keletihan akibat aktivitas, RR ≥ 24, Nadi ≥ 95
Kriteria Minor:
  1. Pucat/cyanosis
  2. Konfusi
  3. Vertigo

No. Intervensi Rasional
1.




2.




3.


Observasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipai dalam aktivitas sehari-hari.

Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan. Dorong istirahat sebelum makan.

Implementasikan teknik penghematan energi, contoh: lebih baik duduk daripada berdiri, penggunaan kursi untuk mandi. Bantu aktivitas lain sesuai indikasi.
  1. Nyeri yang dirasakan dapat membatasi aktivitas sehari-hari.


  1. Menghemat energi untuk aktivitas dan regenerasi selular.


  1. Memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri.

  1. Resiko cedera fisik b.d penurunan fungsi tubuh
Definisi: Keadaan dimana seorang individu beresiko untuk mendapat bahaya karena defisit perceptual atau fisiologis, kurangnya kesadaran tentang bahaya, atau usia lanjut.
Kriteria hasil: Individu dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terhadap cidera. Mengungkapkan suatu keinginan untuk melakukan tindakan pengamanan sehingga mencegah cidera.

No. Intervensi Rasional
1.



2.




3.


4.


Orientasikan klien dengan ruangan yang baru disekelilingnya.

Gunakan lampu dimalam hari, anjurkan individu  untuk meminta bantuan dimalam hari.


Pertahankan tempat tidur pada. posisi terendah dimalam hari.

Ajarkan penggunaan kruk, tongkat, walker prostese dengan tepat.
  1. Menghindari terjadinya disorientasi tempat.


  1. Penerangan yang efektif membantu lansia mengenali benda disekitarnya sehingga mengurangi risiko cidera.

  1. Menghindari risiko jatuh dari tempat tidur.

  1. Mengurangi cidera iatrogenic.

  1. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas usus sekunder terhadap tirah baring yang lama
Definisi: Keadaan dimana individu mengalami stasis usus besar, yang mengakibatkan eliminasi jarang dan/keras, feses kering.

Kriteria hasil:
  1. Individu akan menunjukkan eliminasi yang membaik
    1. Dapat menjelaskan rasional dari intervensi
Kriteria Mayor:
  1. Feses keras dan berbentuk
  2. Defekasi < 3 kali seminggu
Kriteria Minor:
  1. Penurunan bising usus
  2. Mengeluh rektal penuh
  3. Merasakan tekanan pada rectum
  4. Nyeri saat defekasi

No. Intervensi Rasional
1.



2.



3.



4.




5.
Ajarkan pentingnya diet seimbang.


Dorong masukan harian sedikitnya 2 liter cairan (8-10 gelas) kec.dikontraindikasikan.

Anjurkan minum air hangat 30 menit sebelum sarapan pagi.


Bantu individu untuk posisi semi jongkok.



Berikan health education untuk mencegah tekanan rektal yang menyebabkan hemoroid.
  1. Diet yang tinggi serat dapat mempermudah pengeluaran feses.

  1. Memperlancar BAB.



  1. Cairan ini dapat bertindak sebagai stimulus untuk evakuasi usus.

  1. Posisi ini memungkinkan penggunaan optimal otot abdomen dan efek gravitasi kuat.

  1. Memberikan informasi yang adekuat, mencegah komplikasi lebih lanjut.

  1. Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi sekunder terhadap IMA.
Definisi: Keadaan dimana individu mengalami kerusakan fungsi motorik atau fungsi kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima aktivitas perawatan diri.
Kriteria hasil:
  1. Individu dapat mengidentifikasi kesukaan akan aktivitas perawatan diri. (mis: waktu, lokasi, produk)
  2. Berpartisipasi secara fisik dan/atau verbal dalam aktivitas pemberian makanan, mengenakan pakaian, ke kamar mandi, mandi.
Kriteria Mayor:
  1. Kurangnya kemampuan untuk makan sendiri.
    1. Tidak dapat memotong makanan
    2. Tidak dapat membawa makanan ke mulut
    3. Kurangnya kemampuan untuk mandi sendiri (termasuk membasuh seluruh anggota tubuh, menyisir rambut, menggosok gigi, melakukan perawatan terhadap kulit, dan kuku serta menggunkan rias wajah).

No. Intervensi Rasional
1.



2.


3.





4.



5.
Kaji faktor penyebab sindrom defisit perawatan diri.


Tingkatkan partisipasi optimal.


Tingkatkan harga diri dan kemampuan diri.




Beri dorongan untuk mengekspresikan perasaan tentang kurang perawatan diri.

Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap tindakan perawatan diri.
  1. Dengan mengetahui penyebab dari sindrom maka masalah lebih mudah di atasi.

  1. Mengjarkan klien untuk mandiri.

  1. Agar klien memiliki rasa percaya diri untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.


  1. Agar klien dapat termotivasi.



  1. Untuk mengetahui perkembangan kemampuan klien.


  1. Resiko infeksi saluran kemih berhubungan dengan stagnasi urine dan batu saluran empedu.
Definisi: Keadaan dimana seorang individu beresiko terserang oleh agen patogenik atau oportunistik (bakteri, jamur, protozoa, parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen/eksogen.
Kriteria Hasil:
  1. Memperlihatkan pengetahuan tentang faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi.
  2. Melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah infeksi.

No. Intervensi Rasional
1.




2.


3.




4.


5.




6.
Evaluasi semua hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal, khususnya kultur/sensitifitas, JDL.

Kaji tanda/gejala abnormal pada klien sesuai prosedur urologis.

Pantau suhu klien paling sedikit setiap 24 untuk mengetahui peningkatan dan laporkan pada dokter jika lebih dari 37,8° C.

Berikan cairan bila diperlukan.


Kaji kembali kebutuhan kateter urine indwelling setiap hari.



Berikan antibiotik.
  1. Mengetahui tingkat infeksi klien.



  1. Sebagai tanda peringatan dini terjadinya infeksi.

  1. Mengetahui perubahan suhu klien, apabila suhu klien tinggi maka infeksinya sudah parah.


  1. Mengganti cairan yg kluar melalui kringat dan urine.

  1. Menyesuaikan dengan kondisi klien, apabila terjadi infeksi maka sebaiknya penggunaan kateter di ganti setiap hari.

  1. Mengurangi inflamasi.


7. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan absorbsi vitamin dan mineral sekunder akibat imobilitas
            Definisi: Suatu keadaan dimana individu yang tidak puasa mengalami atau yang beresiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrient yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik.
            Kriteria hasil: Individu akan
  1. Meningkatkan masukan oral seperti yang ditunjukkan oleh perawat.
  2. Menjelaskan faktor-faktor penyebab apabila diketahui.
  3. Menjelaskan rasional dan prosedur pengobatan.
Kriteria Mayor:
Individu yang tidak puasa melaporkan atau mengalami masukan makanan tidak adekuat, kurang dari yang dianjurkan dengan atau tanpa penurunan berat badan atau kebutuhan-kebutuhan metabolik aktual atau potensial dalam masukan yang berlebihan.
Kriteria Minor:
  1. Berat badan 10% sampai 20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
  2. Lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah, dan lingkar otot pertengahan tengah kurang dari 60% standart pengukuran.
  3. Kelemahan otot dan nyeri tekan.
  4. Peka rangsang mental dan kekacauan mental.

  1. Penurunan albumin serum.
  2. Penurunan transferin serum atau penurunan kapasitas ikatan besi.

No. Intervensi Rasional
1.





2.



3.




4.
Buat pilihan menu yang ada dan ijinkan klien untuk mengontrol pilihan sebanyak mungkin.



Berikan makan sedikit dan makanan kecil tambahan yang tepat.

Berikan makanan yang mudah dicerna misal: bubur, jus buah-buahan, sereal.


Sadari pilihan-pilihan makanan rendah kalori/minuman, menimbun makanan, membuang makanan dalam berbagai tempat seperti saku atau kantung pembuangan.
  1. Klien yang meningkat rasa percaya dirinya dan merasa mengontrol lingkungan lebih suka mnyediakan makanan untuk makan.

  1. Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makanan terlalu cepat setelah periode puasa.

  1. Makanan yang lembut memudahkan lansia untuk menelan dan menurunkan kerja usus.

  1. Klien akan mencoba menghindari mengambil makanan bila tampak mengandung banyak kalori dan mau makan lama untuk menghindari makan.

8.  Keletihan b.d defisit nutrisional dan penurunan metabolisme nutrient sekunder akibat mual muntah
Definisi: Keadaan pengenalan diri dimana seorang individu mengalami perasaan kecapaian yang berlebihan terus-menerus dan penurunan kapasitas kerja fisik dan kerja mental yang tidak dapat dihilangkan dengan istirahat.


Kriteria hasil: individu akan
  1. Mendiskusikan sebab-sebab kelelahan.
  2. Mengungkapkan perasaan mengenai efek dari keletihan.
  3. Menetapkan prioritas untuk aktifitas sehari-hari.
  4. Ikut serta dalam aktifitas disekitarnya.
Kriteria Mayor:
  1. Mengungkapkan tentang kekurangan energy yang tak kunjung habis dan berlebihan.
  2. Ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas biasa.
Kriteria Minor:
  1. Meningkatnya keluhan fisik.
  2. Secara emosional labil dan mudah tersinggung.
  3. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
  4. Penurunan kinerja.
  5. Letargi atau tidak bergairah.

No. Intervensi Rasional
1.




2.



3.




4.




5.
Evaluasi laporan kelelahan, kesulitan menyelesaikan tugas, perhatikan kemampuan tidur/istirahat dengan tepat.

Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan/dibutuhkan.

Rencanakan periode istirahat yang lebih adekuat.



Identifikasi faktor stress/psikologis yang dapat memperberat.


Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan tingkatkan tingkat partisipasi klien sesuai kemampuannya.
  1. Menentukan derajat (berlanjut/perbaikan) dari efek ketidak mampuan.


  1. Mengkaji kebutuhan individual dan menentukan intervensi.


  1. Mencegah kelelahan berlebihan dan menyimpan energi untuk penyembuhan, regenerasi jaringan.

  1. Mungkin memiliki efek akumulatif (sepanjang faktor psikologis) yang dapat diatasi bila masalah diketahui.

  1. Meningkatkan rasa aman, meningkatkan percaya diri dan membatasi frustasi akibat ketidakmampuan.

9.  Resiko aspirasi b.d refluk isi lambung sekunder akibat pengosongan lambung yang tidak sempurna.
Definisi: Keadaan dimana individu beresiko terhadap pemasukan sekresi, benda padat, atau cairan ke dalam saluran trakeobronkial. 
Kriteria hasil: Individu tidak mengalami aspirasi, mengungkapkan tindakan untuk mencegah aspirasi.

No. Intervensi Rasional
1.





2.




3.

Minimalkan posisi tidur terlentang, ubah posisi miring kanan/kiri atau tengkurap dalam jangka waktu tertentu.

Hindari makan/minum dengan posisi tidur terlentang, berikan posisi semi fowler.

Batasi makan/minum sebelum tidur, minimal 2  jam sebelum tidur.
  1. Posisi terlentang sangat rentan terjadi tersedak.




  1. Posisi terlentang sangat rentan terjadi tersedak.



  1. Makan banyak sebelum tidur memungkinkan terjadinya refluks makanan dari lambung.

BAB 4
PENUTUP

Simpulan
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur, tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ tubuh (impaitment) yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak/tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo, 2009).
Berbagai masalah sering dihadapi lansia diantaranya pusing atau pingsan mencoba untuk berdiri (tegak), adanya sisa urine karena posisi baring pasien ini tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara sempurna, adanya Infeksi Saluran Kemih (ISK) karena keadaan stagnasi urine maupun karena batu saluran kencing, konstipasi karena tirah baring lama, nyeri pada tulang dan sendi, kaku/susah digerakkan, nyeri leher, arthritis pasca trauma, osteoporosis. Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta teman-teman.

Saran
Keperawatan gerontik berkembang sejalan dengan globalisasi kesehatan, dimana sistem kesehatan memandang pentingnya pelayanan kesehatan yang berbasis komunitas, peran perawat dalam pelayanan keperawatan menyebar mulai dari individu sampai masyarakat dan diberbagai tatanan pelayanan. Seorang perawat harus bisa memberikan intervensi yang tepat agar dapat menghambat terjadinya ketergantungan fisik total pada lansia yang mengalami imobilisasi fisik. Intervensi yang diarahkan pada pencegahan kearah konsekuensi-konsekuensi imobilitas dan ketidak aktifan dapat menurunkan kecepatan penurunannya.
 

Link Kesehatan Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger