BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Disolusi
obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut.
Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat
sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke
dalam tubuh.
Suatu
bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya larut
dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif tidak
dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau
tidak menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut
yang ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan
lebih banyak turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik seperti
mikronisasi obat atau kompleksasi.
Melihat
pentingnya pengetahuan tentang disolusi, khususnya dalam pembuatan sediaan maka
diadakanlah percobaan ini.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan dari konstanta laju disolusi
distribusi suatu obat.
I.2.2
Tujuan Percobaan
Menentukan konstanta
kecepatan disolusi tablet amoksisilin dengan menggunakan air suling sebagai
medium disolusi dengan menggunakan alat disolusi.
I.3 Prinsip Percobaan
Penentuan konstanta kecepatan disolusi
dari tablet amoksisilin 500 mg berdasarkan kadar amoksisilin yang terdisolusi
dalam medium air suling menggunakan alat disolusi dan penentuan kadarnya dengan
menggunakan titrasi alkalimetri dengan penambahan indikator fenolftalen yang
dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,0731N hingga terjadi perubahan warna dari
bening menjadi merah muda pada menit ke 5, 10 dan 15.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif
dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif
sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam
tubuh. Sediaan obat yang harus diuji
disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau
salep. (1)
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus
larutan dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang
diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi
sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung-usus.
Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau
medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan
dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi. (2)
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan
dalam saluran cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk
padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga
mengalami disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami
pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi
bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk
dimana obat tersebut diberikan.(3)
Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia
atau reaktivitas partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan
mengalami dua langkah berturut-turut: (4)
- Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang tetap atau film disekitar partikel
- Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.
Langkah
pertama,. larutan berlangsung sangat singkat. Langka kedua, difusi lebih lambat
dan karena itu adalah langkah terakhir.
Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi,
molekul-molekul obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan
menciptakan suatu lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel
obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan
difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan
berhubungan dengan membrane biologis serta absorbsi terjadi. Jika
molekul-molekul obat terus meninggalkan larutan difusi, molekul-molekul
tersebut diganti dengan obat yang
dilarutkan dari permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebut berlanjut.
(3)
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu
adalah cepat, atau jika obat diberikan
sebagai suatu larutan dan tetap
ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung
pada kesanggupannya menembus menembus
pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi
untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik
zat obat atau bentuk dosis yang diberikan , proses disolusinya sendiri akan
merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorbsi. Perlahan-lahan obat
yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat-obat
tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau dalam beberapa hal banyak
yang tidak diabsorbsi setelah pemberian ora, karena batasan waaktu alamiah
bahwa obat bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus halus
Pemikiran awal dilakukannya
uji hancurnya tablet didasarkan pada kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi
lebih luas dan akan berhubungan dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh.
Namun sebenarnya uji hancur hanya waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di
bawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya partikel melalui saringan. Uji ini
tidak memberi jaminan bahwa partikel-partilkel tersebut akan melepas bahan obat
dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Untuk itulah sebabnya uji
disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet
Selanjutnya >>>>>>>>>>>>Klik Di bawah<<<<<<<<<<<<,
BAB III Percobaan Disolusi Obat
BAB IV Pembahasan Disolusi Obat
Selanjutnya >>>>>>>>>>>>Klik Di bawah<<<<<<<<<<<<,
BAB III Percobaan Disolusi Obat
BAB IV Pembahasan Disolusi Obat