Interaksi Obat pada reseptor
Effek obat terjadi setelah molekul obat melekat/terikat pada tempat
tertentu didinding atau dalam sel target yang kita sebut "reseptor
site". Jumlah reseptor yang dapat
diikat tergantung dari jumlah obat yang beredar dalam tubuh, mudah atau
tidak mudah mencapai reseptor dan affinitas reseptor terhadap obat
tersebut.Suatu obat dengan affinitas yang lebih besar atau terdapat dalam jumlah
yang lebih banyak, dapat menghalangi/mencegah ikatan obat dengan reseptor yang
sama..
A. Reseptor cholinergik
Alkaloid belladona,obat-obat1
parasimpatolitik sintetis maupun se-misintetis, phenothiazine dan
deri-vat-derivatnya, antidepressan trisi-klik, antihistamin, quinidine,
pro-cainamide; semuanya mempunyaikhasiat anticholinergik sehingga penggunaannya
secara bersama-sama dapat menimbulkan penghambatan
cholinergik yang berlebih-lebihan (atropine-like intoxication). Hambatan
neuromuskuler oleh tubocurarine atau gallamine dapat diperbesar oleh ether,
magnesium sulfat, quinidine dan beberapa antibiotika
(streptomisin,neomycin,kanamycin, gentamycin, polymyxin,oxytetrasiklin) (1,8).
B. Reseptor adrenergik
Beberapa obat anesthetik (chloroform, ethylchloride
halothane,cyclopropane, tri chlorethylene) meningkatkan sensitivitas jantung terhadap
catecholamine. Penggunaan-
nya bersama-sama dengan obat adrenergik gol. catecholamine maupun
non-catecholaminedapat menimbul-
kan artimia (1). Propanolol, suatu penghambat beta-adrenergik,
memperpanjang effek hipoglikemik dari insulin.lni mungkin disebabkan karena
pengaruhnya pada proses glikogenolisis oleh catecholamine Effek antihipertensi
dari guanethidine akan berkurang bila digunakan bersama-sama dengan
antidepressan trisiklik (imipramine, amitriptyline). lni terjadi karena obat
tersebut menghalangi uptake guanethidine oleh akhiran syaraf adrenergik.
Begitu pula pengaruh efedrine atau amphetamine pada guanethidine (8).
Sebaliknya dapat terjadi krisis hipertensi bila amphetamine, efedrine,
phenyl propanolamine, levodopa, phenylephrine, tyramine (daIam makanan)
digunakan bersama-sama dengan obat MAO inhibitors (mis. isocarboxazid,
nialamide). Reserpine dapat mengurangi effek sim-patomimetik dari obat
adrenergik gol. catecholamine; juga khasiat therapeutik dari levodopa.
IV. lnteraksi pada metabolisme obat.
Pada umumnya obat adalah lipid-soluble dan setelah mengalami metabolisme
(biotransformasi) menjadi
water-soluble sebelum diexkresikan oleh ginjal. Perubahan ini terutama
terjadi disel-sel hati oleh enzim- enzim mikrosom.Beberapa obat dapat
meningkatkan aktivitas enzim-enzim ini. lni disebut induksi enzim.Oleh karena
itu metabolisme obat itu sendiri atau obat-obat lain yang menggunakan enzim
yang sama akan dipercepat. Terdapat juga obat yang memperlambat metabolisme
obat lain dengan menghambat aktivitas enzim atau berkompetisi untuk enzim yang
sama.
A. lnduksi enzim
Fenobarbital dan barbiturat-barbiturat lainnya mempercepat metabolisme
antikoagulan coumarin, sehingga pada penggunaan bersama-sama diperlukan dosis
coumarin
yang lebih besar. jika pada suatu saat penggunaan barbiturat dihentikan
tanpa mengurangi dosis coumarin, dapat terjadi
perdarahan yang berbahaya (8). Fenobarbital juga mempercepat metabolisme
doxycycline (10), diphenylhydantoin,digitoxin, kortikosteroid dan hormon sex
(8,5,2).Diphenylhydantoin sendiri dapat mempercepat metabolisme digi oxin,
kortikosteroid dan hormon sex steroid (8). Metabolisme vit. D dipercepat oleh
diphenylhydantoin dan fenobarbital, sehingga dapat terjadi defisiensi vit. D
pada pengobatan anti konvulsi yang lama dengan kedua obat tersebut (5).
B. Hambatan metabolisme
Metabolisme tolbutamide atau chlorpropamide diperlambat oleh antikoagulan
dicumarol sehingga dapat terjadi hipoglikemia. Effek yang sama juga dapat
terjadi bila tolbutamide digunakan bersama dengan chloramfenikol,
phenylbutazone, sulfaphenazole, probenecid dan MAO inhibitors (1,8).Dapat
terjadi gejala-gejala intoxikasi diphenylhydantoin bila obat itu digunakan
bersama-sama dengan dicumarol, chloramfenikol, phenylbutazone, isoniazid, asam
amino-salisilat, disulfiram ( i,8). Effek toxik dari oxyphenbutazone meningkat
pada penggunaan bersama-sama dengan methandrostanolone (1), sedangkan
kontrasepsi oral akan memperbesar kemungkinan toxisitas oleh
pethidine dan promazine (8).
V.Interaksi pada exkresi
Banyak obat atau metabolitnya dikeluarkan dari tubuh melalui exkresi ginjal.
Zat yang bebas (tidak terikat protein) meninggalkan sirkulasi darah dan
difiltrasi oleh membran glomerulus. Ditubuli ginjal zat dapat diserap kembali
secara
aktip maupun pasip. Sel-sel tubuli juga dapat mensekresikan zat-zat
kedalam lumen tubuli. Retensi atau exkresi obat dapat dirubah oleh interaksi
yang mempengaruhi fungsi
fungsi ginjal tersebut diatas.
Faal ekskresi dan regulasi
dilakukan dengan 3 proses yaitu filtrasi plasma darah melalui glomeruli,
reabsorpsi selektif oleh tubuli dan sekresi oleh tubuli. Hasil akhir yang
dikeluarkan dari tubuh adalah urin.
A.FILTRASI
Proses filtrasi di glomeruli terjadi secara pasif. Kecepatan filtrasi
glomeruli (GFR) ditentukan oleh tiga faktor yaitu keseimbangan tekanan-tekanan
yang bekerja pada dinding kapiler (tekanan hidrostatik kapiler glomeruli dan
tekanan onkotik kapsul Bowman mendorong terjadinya filtrasi sedangkan tekanan
onkotik kapiler glomeruli dan tekanan hidrostatik kapsul Bowman menghambatnya),
kecepatan aliran plasma melalui glomeruli (GPF) dan permeabilitas serta luas
permukaan kapiler yang berfungsi. GFR pada keadaan normal kira-kira 120
ml/menit. Urin dalam bentuk awal tersebut merupakan ultranitrat plasma kecuali
sejumlah kecil protein yang dapat diabaikan dan yang kemudian akan direabsorpsi
di tubuli.
B. Reabsorpsi ditubuli ginjal.
Terdapat dua mekanisme reabsorpsi yaitu aktip atau pasip (diffusi).
Obat-obat dapat berkompetisi untuk reabsorpsi aktip ditubuli. lni dapat
terjadi bila beberapa obat dengan effek urikosurik digunakan bersama-sama. Effek
urikosurik dari
probenecid, sulfinpyrazone akan diturunkan oleh salisilat (8).
Diffusi pasip obat dari tubuli
ginjal kembali kedalam plasma dipengaruhi oleh faktor faktor yang sama
yang mengatur penyerapan ditraktus gastro-intestinalis. Obat- obat yang
bersifat asam lemah atau
basa lemah hanya dapat direabsorpsi (pasip) dalam bentuk tidak
terionisasi (non-ionized). Perubahan pH cairan tubuli akan mempengaruhi derajat
ionisasi, sehingga akan merubah kecepatan exkresi obat- obat Urine yang alkalis
(mis. dengan
pemberian Na-bikarbonat) akan mempercepat exkresi obat-obat yang bersifat
asam lemah (pKa 3.0--7.5) dan memperlambat exkresi obat-obat yang bersifat basa
lemah (pKa 7.5--10.5). Sedangkan urine yang asam (mis. dengan pemberian
ammonium chloride, asam askorbik) akan memberikan pengaruh sebaliknya.
Obat-obat yang bersifat
basa lemah adalah: amphetamine, chloroquin, mecamylamine, meperidine,
qyinine, qyinacrine dan qui- nidine: Yang bersifat asam lemah adalah:
fenobarbital, asam salisilat, beberapa sulfonamide. Ada juga interaksi yang
terjadi pada sel mikroorganisme, yang merupakan reseptor dari obat-obat
kemoterapi dan antibiotika. Oleh karena ini mencakup persoalan yang cukup luas,
jenis interaksi ini akan
dibahas tersendiri pada lain kesempatan
Di tubuli proksimal terjadi reabsorpsi 2/3 dari ultrafiltrat glomeruli
secara isoosmotik. Akibat susunan anatomik nefron yang amat khusus maka bila di
glomeruli tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan onkotik maka pada
kapiler peritubular di tubuli proksimal sebaliknya. Selain air dan Na+ juga
direabsorpsi sebagian besar HCO3, asam amino dan glukosa.Sebaliknya kadar Cl di
dalam tubuli meningkat.Dibagian menurun anssa Hanle terjadi pengeluaran air
secara pasif sehingga urin menjadi hipertonik. Di bagian naikansa Hanle tidak
permeabel untuk air sedangkan NaCl keluar.Urin yang sampai ke tubuli distal
bersifat hipoosmotik, terjadi reabsorpsi Na secara aktif. Aldosteron berperan
disini. Hormon antidiuretik (ADH) berperan mereabsorpsi air dibagian akhir
tubuli distal dan collecting duct
sehingga urin yang hipotonik dapat menjadi hipertonik. Produk metabolisme
utama yang diekskresi dengan urin adalah ureum,yang juga mengalami reabsorpsi
terutama bila diuresis kurang. Selain itu juga diekskresi fosfat dan sulfat
hasil katabolisme protein.Dengan proses sekresi oleh tubuli secara aktif
kreatinin dan asam urat diekskresi. Kreatinin yang difiltrasi tidak mengalami
reabsorpsi sedang asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi. Dengan faal
regulasi bahan-bahan yang berguna bagi tubuh diatur pengeluarannya oleh ginjal;
adakalanya dengan bantuan hormon.Air diatur oleh ginjal dan juga ADH.
Reabsorpsi Na terjadi baik secara aktif maupun dengan pengaruh aldosteron.
Pertukaran Na+ dengan K+ dan H+ atas pengaruh aldosteron ini terjadi di
tubuli distal. Ion H+ juga disekresi (proses pengasaman urin). Bikarbonat
direabsorpsi dalam bentuk CO2 yang berdifusi ke dalam sel dimana CO2 dibentuk
kembali menjadi bikarbonat (regulasi status asam basa). Asam amino dan glukosa
direabsorpsi terutama di tubuli proksimal, makin tinggi kadamya dalam filtrat
glomeruli makin banyak pula glukosa yang dikeluarkan bersama urin. Faal
endokrin ginjal dicerminkan dengan sistem renin-angiotensin, eritropoetin dan
lipida yang bersifat vasodepresor menyerupai prostaglandin.
C. Sekresi aktip ditubuli ginjal.
Melalui mekanisme ini obat-obat dikeluarkan dari sirkulasi darah
dandisekresikan melalui sel-sel tubuli. Bahkan obat obat yang terikat
proteinpun dapat disekresikan. Bila suatu obat dapat menggantikan lain obat
dalam mekanisme sekresi ini, exkresi ginjal dari obat itu menjadi
terhambat. Contoh yang sudah dikenal adalah penggunaan probenecid untuk
meningkatkan effek therapeutik dari penisilin.Ternyata bahwa phenylbutazone
juga memberikan effek yang sama
terhadap penisilin dan acetohexamide (effek hipoglikemik meninggi)
Demikian pula pada penggunaan bersama-sama salisilat dalam dosis tinggi dengan
furosemide dapat menyebabkan intoxikasi salisilat . Telah dilaporkan
berkurangnya exkresi asam para-aminosalisilat, sulfonamidedan dapsone oleh
penggunaan probenecid (8).Yang cukup penting juga adalah effek hipoglikemik
yang meninggi pada penggunaan bersama-sama chlorpropamide dengan dicumarol dan
tolbutamide dengan sulfonam ide .
GFR
GFR akan menurun bila tekanan hidrostatik glomeruli menurun (renjatan
hipotensif), tekanan hidrostatik tubuli/kapsul Bowman meningkat (obstruksi
leher kandung kemih atau ureter), tekanan onkotik plasma amat meningkat (hemokonsentrasi
karena dehidrasi, mieloma multipel atau disproteinemia lainnya), menurunnya
aliran plasma/darah glomeruli (GPF/GBF) (renjatan karena kegagalan sirkulasi,
kegagalan jantung berat) dan berkurangnya permeabilitas dan/atau luas permukaan
filtrasi (glomerulonefritis akut atau kronik).Tergantung beratnya penurunan GFR
akibat yang mungkin terjadi adalah oliguria, uremia, kadar kreatinin darah
meniNgkat, hiperurikemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, kecenderungan
hiperkalemia, asidosis metabolik-dengan bikarbonat plasma yang rendah.
Tergantung penyebabnya maka osmolalitas (dan berat jenis) urin, kadar ureum
urin akan meningkat serta kadar Na urin menurun pada dehidrasi atau hipotensi,
pada diabetes insipidus dan diuresis osmotik terjadi sebaliknya.
Pada kegagalan ginjal kronik perubahan kadar beberapa zat dalam plasma
dapat dibedakan menurut beberapa pola Kadar kreatinin dan ureum plasma baru
akan meningkat lebih tinggi dari normal bila GFR berkurang sampai 50%. Bila
daya cadang ginjal telah dilampaui maka berkurangnya GFR sedikit lagi sudah
menyebabkan peningkatan kadar plasma yang nyata. Karena zat-zat tersebut toksik
maka gejala klinik menjadi jelas. Kadar fosfat, urat, K+ dan H+ dalam plasma
baru meningkat bila GFR sudah amat berkurang, kurang dari 25%. NaCl hampir
tidak berubah kadamya pada kegagalan ginjal menahun; mekanisme kompensasinya
hampir lengkap.
Disfungsi tubuli akan mempengaruhi susunan dan jumlah urin. Reabsorpsi
air akan berkurang dan menghasilkan urin yang banyak dengan berat jenis rendah.
Reabsorpsi bikarbonat dan juga pengasaman urin terganggu.Urin akan mengandung
lebih banyak Na, K, glukosa, fosfat, urat dan asam amino. Bila kehilangan air
dan elektrolit terus berlanjut sampai menyebabkan ketidakcukupan sirkulasi
ginjal, maka akan terjadi gangguan filtrasi juga.Pemeriksaan biokimia menguji
faal ginjal Dikenal sebagai tes foal ginjal, dapat dibedakan antara tes- tes
yang terutama menguji faal glomeruli, tubuli proksimal dan tubuli distal.
Selain itu ada juga yang mencerminkan kerusakan berat dari glomeruli saja atau
tubuli saja atau keduanya. Tes faal ginjal yang terutama menguji faal glomeruli
adalah clearance (bersihan).
Nilai GFR merupakan parameter terbaik ukuran fungsi ginjal.” Nilai ini
dihitung dengan rumus Cockcroft-Gault atau MDRD (modification
of diet in renal disease) sebagai
berikut :
(140-Umur) x Berat Badan
Cockcroft-Gault : Klirens Kreatinin =
------------------------------- x (0,85, jika wanita)
(ml/menit)
72 x Kreatinin Serum
MDRD : Laju Filtrasi Glomerulus = 186 x (Kreatinin Serum) -1,154 x
(Umur) -0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210, jika kulit hitam)