BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Salah satu kanker yang
menduduki peringkat ketiga di seluruh dunia setelah kanker paru-paru dan kanker
payudara adalah kanker kolorektal (Brown & DuBois, 2005; Parkin, 2001). Kanker
merupakan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol diikuti dengan proses invasi ke
jaringan sekitar dan penyebaran (metastasis) ke bagian tubuh yang lain ditandai
dengan hilangnya kontrol pertumbuhan dan perkembangan sel kanker (King, 2000).
Berdasarkan pada data World Health Organization (WHO),
diperkirakan 700.000 orang meninggal disebabkan oleh kanker kolorektal tiap
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 2.000 orang meninggal setiap hari.
Kanker kolorektal merupakan kanker yang dapat menyerang pria ataupun wanita
dengan frekuensi kejadian yang hampir sama, yaitu 9,5% pada pria dan 9,3% pada
wanita dengan perkiraan kasus baru di dunia sebanyak 401.000 pada pria per
tahun dan 381.000 pada wanita per tahun.
Sejak tahun 1975, jumlah kasus baru di dunia cenderung meningkat secara
cepat (Amaliafitri, 2010). Sekitar 10
tahun yang lalu, diperkirakan 9,4% kasus baru kanker kolorektal dapat
menyebabkan kematian sekitar 7,9% dari total penduduk dunia (Parkin, 2001).
Di Eropa, pada tahun 2004
terdapat 2.886.800 insidensi dan 1.711.000 kematian yang disebabkan oleh
kanker. Kanker kolorektal berada pada peringkat kedua dari
angka insidensi dan mortalitas yang terjadi di Eropa dan Amerika (Fahlevi, 2008;
Longley et al., 2006).
Di Indonesia, insidensi kanker
kolorektal cukup tinggi demikian halnya dengan angka kematiannya. Walaupun belum terdapat data yang pasti,
tetapi dari berbagai laporan terjadi
kenaikan jumlah kasus di Indonesia terkena kanker kolorektal yaitu 1,8% per
100.000 penduduk (Fahlevi, 2008).
Letak geografis yang
berbeda-beda pada insidensi kebanyakan kasus kanker menunjukkan adanya
perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk antara negara maju dan
berkembang. Di Indonesia, kejadian kanker kolorektal ditemukan sebanding antara
pria dan wanita, banyak terjadi pada seseorang yang berusia muda; dan ditemukan
sekitar 75% pada kolon rektosigmoid. Di
Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan pada pria lebih besar
daripada wanita, banyak terjadi pada seseorang yang berusia lanjut; dan
ditemukan hanya sekitar 50% yang terjadi pada kolon rektosigmoid. Di Negara Barat, kanker kolorektal secara
global menempati peringkat ketiga pada kasus kanker yang terjadi pada pria,
sedangkan pada wanita kanker kolorektal menempati peringkat keempat dari semua
kasus kanker (Fahlevi, 2008; Lee & Marks, 2010; Anonim, 2008).
Masalah kanker umumnya dapat
ditangani berdasarkan pada upaya pengangkatan jaringan kanker atau dengan
mematikan sel kanker tersebut serta meminimalkan efek yang tidak diinginkan
terhadap sel-sel normal. Hal ini harus
diimbangi dengan pemberian obat-obatan berupa kemoterapi atau penyinaran dengan
sinar X untuk mengatasi kemungkinan sel
telah mengalami metastasi dan untuk menghambat proliferasi sel kanker
yang mungkin masih tertinggal (King, 2000).
Kurkumin merupakan senyawa polifenol
yang terdapat dalam rimpang kunyit (Curcuma longa L.) dengan aktivitas
biologi sebagai antioksidan, antiinflamasi, kemopreventif dan kemoterapi
(Hatcher et al., 2008; Cen et al., 2009). Kurkumin juga memiliki aktivitas sebagai antikanker, antimutagenik,
antikoagulan, antifertilitas, antidiabetes, antibakteri, antijamur,
antiprotozoa, antivirus, dan antifibrosis (Chattopadhyay et al., 2004). Di India,
Cina, dan negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, memanfaatkan zat warna
kuning dari kurkuma sebagai bahan tambahan makanan, bumbu, maupun obat-obatan, yang
tidak berakibat toksik (Meiyanto, 1999).
Penelitian tentang kurkumin
sebagai bahan aktif untuk mengobati beberapa penyakit telah banyak
dilakukan. Kurkumin (1,7-bis(4¢-hidroksi-3¢-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion) dilaporkan
memiliki aktivitas antioksidan (Rao,
1997), antiinflamasi (van der Goot, 1997; Sardjiman et al., 1997), antikolesterol (Bourne et
al., 1999), antiinfeksi (Sajithlal et al., 1998), antikanker
(Singletary et al., 1998), dan antiviral (Mazumder et al., 1997;
Barthelemy et al., 1998). Kurkumin juga dilaporkan dapat menghambat proliferasi
sel kanker paru in vivo dan sel
kanker kolon in vitro, apabila
diberikan selama fase inisiasi dan metastasis (Meiyanto, 1999).
Aktivitas antikanker kurkumin
dilaporkan berhubungan dengan aktivitasnya sebagai antioksidan dan penangkap
radikal bebas (radical scavenger) (Majeed et al., 2007a; Venkateswarlu et
al., 2005). Penelitian yang lain
juga menunjukkan bahwa kurkumin dapat menghambat proses karsinogenesis pada
tahap inisiasi, progresi, dan metastasis (Hatcher et al., 2008; Cen et al.,
2009). Kurkumin juga dapat menghambat
pembentukan metabolit reaktif senyawa
karsinogen yang menginduksi pembentukan tumor pada mencit. Aktivitas kemopreventif kurkumin ditunjukkan selama proses
promosi/progresi pada kanker kolon (Bhaumik et al., 1999).
Kurkumin juga menghambat siklus sel dan memacu
apoptosis pada sel kanker kolorektal melalui regulasi beberapa jalur sinyal sel
dan biomarker seperti nuclear factor-kB, peroxisome proliferator-activated
receptor-g, early
growth response-1, b-catenin, mitogen-activated
protein kinases, cyclin D1, epidermal growth factor receptor, N-acetyltransferase, cyclooxygenase-2, 5-lipoxygenase, GADD153, p53, B-cell
lymphoma 2, basal cell lymphoma-extra
large, dan ceramide (Chaudhary &
Hruska, 2003; Narayan, 2004; Cen et al.,
2009; Kunnumakkara et al., 2009). Hanif et
al. (1997) melaporkan bahwa kurkumin memiliki efek antiproliferatif pada adenocarcinoma cell lines. Uji klinik menunjukkan bahwa kurkumin
memiliki aktivitas menghambat terjadinya familial adenomatus polyposis, inflammation bowel disease, irritable
bowel syndrome, dan kanker kolon (Kunnumakkara et al., 2009).
Berdasarkan analisis struktur
kurkumin diketahui bahwa aktivitas farmakologi kurkumin berhubungan dengan
gugus-gugus fungsionalnya seperti ikatan rangkap pada rantai tengah, gugus b-diketon, dan gugus hidroksi fenolik
(Majeed et al., 2007).
Kurkumin merupakan molekul
lipofilik yang secara luas dimetabolisme dalam saluran pencernaan dan hati
setelah pemberian oral. Metabolisme fase
I melalui reaksi reduksi membentuk tetrahidrokurkumin, heksahidrokurkumin, dan
heksahidrokurkuminol. Metabolisme fase
II terdiri dari glukuronidasi dan sulfatasi oleh O-conjugation membentuk kurkumin glukuronida dan kurkumin sulfat
yang dengan cepat diekskresikan (Basu et.
al., 2004; Johnson & Mukhtar, 2007).
Kurkumin glukuronida diidentifikasi dalam mikrosom saluran pencernaan
dan hati, sedangkan kurkumin sulfat, tetrahidrokurkumin, dan heksahidrokurkumin
ditemukan sebagai metabolit dalam sitosol saluran pencernaan dan hati pada
manusia dan tikus (Ireson et al.,
2002).
Profil farmakokinetik kurkumin
menunjukkan bahwa kurkumin dengan dosis oral 30 – 180 mg tidak terdeteksi dalam
darah (Sharma et al., 2001).
Setelah dosis ditingkatkan sampai 3600 mg menunjukkan bahwa kadar
kurkumin ditemukan hanya sedikit di dalam darah, tetapi ditemukan kadar
tertinggi di dalam feses (Garcea et al., 2005). Kurkumin dengan dosis 1 sampai 5 g/kg yang
diberikan secara oral pada tikus tidak menyebabkan efek samping dan 75%
diekskresikan melalui feses dalam bentuk kurkumin glukuronida dan sulfat. Kadar kurkumin sangat kecil ditemukan dalam
urin (Anand et al., 2007; Wahlstrom &
Blennow, 1978). Dilaporkan absorpsi
kurkumin pada saluran pencernaan tikus sekitar 60%. Kurkumin dan metabolitnya terbentuk dalam
saluran pencernaan dan hati, kebanyakan diekskresikan dalam feses. Kolon yang terpapar oleh kurkumin dan
metabolitnya memungkinkan sebagai target aktivitas antikanker. Selain itu, fakta bahwa manusia mampu
mengkonsumsi hingga 8 g per hari tanpa efek toksik membuat kurkumin sangat
menarik sebagai bahan kemopreventif (van Erk et al., 2004).
Dalam rangka mendukung
pengembangan obat baru yang lebih poten dan spesifik, Rumpel (1955) telah
melakukan sintesis siklovalon atau
heksagamavunon-0 (HGV-0) yaitu suatu senyawa yang dibuat berdasarkan
struktur kurkumin dengan melakukan variasi gugus metilen aktif. Sintesis derivat siklovalon juga telah
dilakukan dengan penggantian gugus fungsional pada kedua inti benzen atau
dengan mengubah struktur sikloheksanon menjadi struktur bentuk lain (Sardjiman,
1993). Siklovalon dan derivatnya telah
diketahui mempunyai efek antioksidan (Sardjiman et al., 1997a) dan mampu
menghambat kerja siklooksigenase (COX) (Nurrochmad, 1998).
Profil farmakokinetik analog
kurkumin (PGV-0), seperti halnya kurkumin menunjukkan bahwa kadar PGV-0 dalam
darah sangat eratik (Kustaniah, 2001), cepat hilang dari peredaran darah (hanya
5 menit) dan profil kadarnya dalam darah mengalami fluktuasi pada pemberian
oral (Amalia, 2001).
Studi hubungan struktur dan aktivitas kurkumin telah dilakukan oleh
Sardjiman (1997), Liang et al. (2008), dan Robinson et
al. (2003)
pada cell lines. Hasil studi dari
Sardjiman (1997) diperoleh senyawa analog kurkumin yaitu Gamavuton-0 (GVT-0) [1,5-bis-(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)1,4-pentadien-3-on],
Pentagamavunon-0 (PGV-0) [2,5-bis-(4'-hidroksi-3'-metoksibenzilidin)-siklopentanon],
dan Heksagamavunon-0 (HGV-0) [2,6-bis(4'-hidroksi-3'-metoksilbenzilidin)sikloheksanon]. Ketiga analog kurkumin tersebut di atas telah diuji secara in vitro untuk mengetahui aktivitas antioksidan, antiinflamasi (dosis
20, 40, dan 80 mg/kg bobot badan pada tikus jantan Wistar) dan antibakteri. Namun demikian, ketiga analog tersebut belum
pernah diuji aktivitasnya secara in vivo
sebagai antikanker. Berdasarkan hal
tersebut di atas, penelitian ini dilakukan untuk melihat aktivitas analog
kurkumin (GVT-0, PGV-0, dan HGV-0) sebagai kemoprevensi pada model kanker
kolorektal.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di
atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Apakah analog kurkumin (GVT-0, PGV-0, dan
HGV-0) bersifat sebagai kemoprevensif terhadap model kanker kolorektal secara in vivo dibandingkan dengan kurkumin
sendiri?
2. Apakah analog kurkumin (GVT-0, PGV-0, dan HGV-0) pada dosis 20, 40,
dan 80 mg/kg BB dapat digunakan sebagai bahan kemoprevensif terhadap kanker
kolorektal secara in vivo dibandingkan
dengan kurkumin sendiri?
3. Bagaimana mekanisme kemoprevensif
dari analog kurkumin (GVT-0, PGV-0, dan HGV-0) dengan dosis 20,
40, dan 80 mg/kg BB terhadap kanker kolorektal secara in vivo?
3. Keaslian Penelitian
Kurkumin diketahui memiliki potensi sebagai bahan chemopreventive secara in
vitro maupun in vivo. Penggunaan kurkumin 1 mM yang
dikombinasi dengan oxaloplatin 5 mM dapat
menghambat proliferasi pada cell line HT-29
(p53 mutant adenocarcinoma) (Howells et al., 2007).
Kurkumin dapat digunakan pada kemoprevensi malignan pada usus manusia yang
termutasi Adenomatus Polyposis Coli (APC) menggunakan model adenoma pada
tikus C57Bl/6J. Konversi dosis manusia ke tikus C57B1/6J
dengan konsentrasi 1,6 g per hari memiliki potensi kemoprevensi pada saluran usus
(Perkins et al., 2002). Kombinasi
antara kurkumin dan katekin memberikan efek sinergis terhadap kemoprevensi
kanker kolon yang diinduksi 1,2-dimetilhidrazin (DMH) dosis 20 mg/kg BB pada
tikus jantan Wistar. Efek kombinasi ini dilaporkan
lebih poten dibandingkan pemberian tunggal kurkumin maupun katekin (Xu et al., 2009).
Kurkumin terbukti memiliki efek antiinflamasi dan kemoterapi kanker yang
diduga melalui efek penghambatan neurotensin pada ekspresi IL-8 dan sekresi protein. Kurkumin telah dilaporkan dapat menghambat
induksi gen IL-8 terstimulasi neurotensin dan sekresi protein, dan pada
konsentrasi rendah (10 mmol/L)
menghambat migrasi human colorectal
cancer (HCT116) terstimulasi neurotensin (Wang et al., 2006).
Kurkumin juga diketahui dapat menginduksi apoptosis pada tahap G2/M dari
siklus sel yang terderegulasi pada siklin D1 yang terekspresi pada epitel human breast cancer cells (MCF-7, T47D,
MDA-MB-468, MDA-MB-231) dan human colon
cancer cell lines (HT-29, HCT-15, dan Caco-2). Di sisi lain, kurkumin menghambat secara
reversibel progresi siklus sel dari sel epitel payudara normal (NME) dengan
mengurangi ekspresi siklin D1 dan menghambat kerjasamanya dengan Cdk4/Cdk6
sebaik penghambatan fosforilasi dan inaktivasi protein retinoblstoma (Choudhuri
et al., 2005; Hanif et al., 1997; van Erk et al., 2004). Selain itu, kurkumin dapat menginduksi
apoptosis pada human colon cancer cell
(HCT-116) tidak tergantung pada status p21 (Watson et al., 2008).
Lev-Ari et al. (2005) menyatakan
bahwa kurkumin yang diberikan bersama-sama dengan Celecoxib memberikan efek
sinergis menghambat pertumbuhan human
colorectal cell lines (HT-29, SW-480, Caco-2) dengan mekanisme melibatkan jalur Siklooksigenase-2 (COX-2) dan non-COX-2. Rao et
al. (1995), Kawamori et al.
(1999), dan Huang et al. (1994) memperlihatkan
bahwa pemberian kurkumin pada tikus jantan F344 dan mencit betina CF1 yang
diinduksi azoxymethane (AOM) dapat mencegah terjadinya kanker kolon melalui mekanisme
modulasi metabolisme asam arakhidonat. Kurkumin juga menghambat transkripsi
COX-2 yang diuji pada beberapa gastrointestinal
cell lines (SK-GT-4, SCC450, IEC-18 dan HCA-7) (Zhang et al., 1999).
Limtrakul et al. (2001) dan Huang et al. (1988;1991) menyatakan bahwa
kurkumin yang diberikan secara oral 0,2 – 1% secara signifikan dapat menghambat
ekspresi gen ras, c-fos, c-jun, dan c-myc pada kulit tikus yang diinduksi 7,12-dimetilbenz(a)antrasen (DMBA) dan 12-O-tetradekanolforbol-13-asetat (TPA).
Analog kurkumin
(Dimetoksikurkumin) dilaporkan lebih poten terhadap human colorectal cell line (HCT-116) melalui kemampuan memacu apoptosis
secara in vitro (Tamvakopoulos et al., 2007). Tiga analog kurkumin lainnya [GO-Y030,
FLLL-11 (GVT-0), FLLL12 (GVT-1)] dilaporkan juga lebih poten menghambat proliferasi
tiga human colorectal cell lines
(HCT-116, HT29, SW480) melalui mekanisme apoptosis (Cen et al., 2009).
Demetoksikurkumin dan Bisdemetoksikurkumin menunjukkan potensi antioksidan
dan antimetastasis lebih tinggi dibanding kurkumin, melalui mekanisme menghambat
degradasi enzim matriks ekstraselular pada cell
lines (human fibrosarcoma HT1080,
fibroblast NIH3T3, dan Dalton’
lymphoma) (Yodkeere et al., 2008; Venkateswarlu et al., 2005).
Analog bisdemetoksikurkumin (BDMC-A) dan kurkumin memiliki aktivitas yang
hampir sama dalam menghambat pertumbuhan tumor kolon pada tikus jantan Wistar
yang diinduksi 1,2-dimetilhidrazin (DMH) 20 mg/kg BB. Hal tersebut menunjukkan bahwa gugus fenolik
dan ikatan rangkap terkonyugasi dalam tujuh karbon inti berperan penting
memberikan efek sebagai antikanker (Devasena et al., 2003). Bisdemetoksikurkumin (bDMC) dilaporkan menginduksi dengan
cepat kerusakan DNA untai ganda pada human colon cancer cell (HCT116) sehingga dapat dikembangkan sebagai antikanker
pada kolon (Basile et al., 2009).
Liang et al. (2008) telah mensintesis sembilan
mono karbonil dengan lima cincin karbon berdasarkan struktur dasar kurkumin
dengan tujuh karbon. Bioaktivitasnya terhadap
lipopolisakarida terinduksi sekresi TNF-a dan
IL-6 yang diujikan kepada makrofag tikus
J774 menunjukkan bahwa 3'-metoksil yang
berperan penting dalam bioaktivitas dan analog yang mengandung sikloheksanon
menunjukkan penghambatan inflamasi lebih kuat daripada analog aseton dan
siklopentanon. Gafner et al. (2004) menyatakan bahwa diantara
22 derivat kurkumin yang memiliki aktivitas kemopreventif yang potensial
terdapat tiga analog [2,6-bis(4-hidroksi-3-metoksibenzilidin)sikloheksanon
(HGV-0); 2,6-bis(4-hidroksi-3-dimetoksibenzilidin)sikloheksanon;
dan 2,5-bis(4-hidroksi-3,5-dimetoksibenzilidin)siklopentanon]
yang lebih poten dalam menghambat lesi preneoplastik kanker payudara tikus yang
diinduksi 7,12-dimetilbenz(a)anrasen
(DMBA) dibandingkan kurkumin.
Sebanyak 33 analog
kurkumin yaitu 2,6-dibenzilidinsikloheksanon (seri A), 2,5
dibenzilidinsiklopentanon (seri B), dan 1,4-pentadien-3-on (seri C) memiliki
potensi penghambatan terhadap rekombinan manusia CYP1A2, CYP3A4, CYP2B6, CYP2C9 dan CYP2D6 yang seluruhnya berperanan
penting dalam metabolisme obat secara in
vitro (Appiah-Opong et al.,
2007). Hal yang sama juga dilaporkan
oleh Liang et al. (2008a), bahwa
analog kurkumin yang dapat digunakan sebagai antibakteri baik bakteri Gram
positif maupun bakteri Gram negatif.
Analog kurkumin baru
(1,5-diarilpentadienon simetris) dengan cincin aromatik memiliki substitusi
alkoksi masing-masing pada posisi 3 dan 5 menunjukkan aktivitas penekan
pertumbuhan 30 kali dari kurkumin dan obat antikanker lainnya yaitu menginduksi
b-catenin,
Ki-ras, cyclin D1, c-Myc, dan ErbB-2 (Ohori et
al., 2006).
Aromatik enon dan
aromatik dienon merupakan analog kurkumin yang disintesis berdasarkan model
farmakofor dari kurkumin yang digunakan sebagai penghambat angiogenesis pada
sel SVR (Robinson et al., 2003).
Difenil difluoroketon (EF
24) merupakan analog kurkumin yang poten sebagai antitumor dengan menginduksi
caspase yang memediasi apoptosis selama mitosis dan memiliki potensi terapeutik
untuk kanker saluran pencernaan (HCT-116, HT-29 dan AGS) (Subramaniam et al., 2008). Perkembangan sintesis keton klorometil
fenilalanin-fenilalanin-arginin (FFRck) yang dikopling dengan sitotoksin EF24
dan fVIIa membentuk EF-24-FFRmkfVIIa yang diberikan pada sel kanker payudara
(MDA-MB-231) dan sel melanoma manusia (RPMI-7951) memberikan aktivitas lebih
besar dibandingkan penggunaan EF-24 sendiri (Sun et al. 2006). Analog fluoro
kurkumin lainnya yaitu CDF dapat menghambat proteosom dan pertumbuhan sel
kanker kolon (HCT116) dan sel kanker pankreas (BxPC-3), serta menginduksi
apoptosis lebih baik dibanding kurkumin (Padhye et al., 2009).
Analog kurkumin lainnya
yaitu (1E,6E)-1,7-di-(2,3,4-trimetoksifenil)-1,6-heptadien-3,5-dion
dan (1E,6E)-metil 4-[7-(4-metoksikarbonil)fenil]-3,5-diokso-1,6-heptadienil]benzoat
menunjukkan aktivitas penghambatan yang tinggi terhadap COX-1 dengan IC50
masing-masing 0,06 mM dan 0,05 mM jika
dibandingkan dengan IC50 kurkumin sendiri 50 mM (Handler et al., 2007).
Sintesis analog kurkumin
lainnya yaitu 1,5-difenil-1,4- pentadien-3-on dan siklik dengan gugus –OH pada
posisi para di cincin fenil dan substitusi
meta menunjukkan bahwa analog
tersebut dapat digunakan sebagai antioksidan dan aktivitasnya meningkat dengan
adanya substitusi gugus metoksi pada posisi meta
(Sardjiman et al., 1997). Youssef & El-Sherbeny (2005) telah
mensintesis [3,5bis(4-hidroksi-3-metoksi-5-metilsinamil)N-metilpiperidon] dan [3,5bis(4-hidroksi-3-metoksi-5-metilsinamil)N-etilpiperidon] menunjukkan bahwa
rantai gugus alkil dari metil ke etil yang tersubstitusi N-alkil piperidon
meningkatkan aktivitasnya sebagai antioksidan dan antitumor. Kurkumin 4'-O-β-glikosida menekan
pembentukan antibodi IgE dan efek histamine dari sel mast peritonium tikus
sehingga dapat digunakan sebagai antialergi (Shimoda & Hamada, 2010).
Berdasarkan hal tersebut di
atas, penelitian ini dilakukan untuk melihat aktivitas analog kurkumin (GVT-0,
PGV-0, dan HGV-0) pada dosis 20, 40, dan 80 mg/kg BB sebagai kemoprevensi pada
model kanker kolorektal yang akan dilakukan secara in vivo pada tikus Wistar yang diinduksi 1,2-dimetilhidrazin.2HCl
(DMH) dan akan diamati jumlah nodul kanker, volume nodul kanker, derajat
kerusakan jaringan dan ekspresi protein tertentu yang berhubungan dengan
metastasis, proliferasi, dan apoptosis.
4. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat berguna bagi pengembangan penelitian dari analog kurkumin yaitu
GVT-0, PGV-0, HGV-0 sebagai antikanker secara in vivo. Penelitian
aktivitas dari analog kurkumin (GVT-0, PGV-0, dan HGV-0) diharapkan dapat
dikembangkan sebagai bahan kemopreventif baru dalam pencegahan kanker
kolorektal yang lebih poten dan aman. Penelitian
ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam penemuan senyawa
obat baru.
b. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui analog kurkumin (GVT-0, PGV-0, dan
HGV-0) dapat digunakan sebagai bahan kemoprevensi terhadap model kanker
kolorektal secara in vivo yang
dibandingkan dengan kurkumin.
2. Mengetahui dosis dari analog kurkumin
(GVT-0, PGV-0, dan HGV-0) yang dapat digunakan sebagai bahan kemoprevensi terhadap
kanker kolorektal secara in vivo yang
dibandingkan dengan kurkumin.
3. Mengetahui mekanisme kemoprevensi dari analog
kurkumin (GVT-0, PGV-0, dan HGV-0) terhadap kanker kolorektal secara in vivo.
>>>>>>>>>>selanjutnya klik di bawah<<<<<<<<<<