BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Rabies
merupakan salah satu penyakit hewan tertua di dunia dan tidak diketahui kapan penyakit rabies masuk
ke Indonesia, namun penyakit rabies
pertamakali dilaporkan terjadi pada jaman penjajahan Belanda. Schorl pada tahun
1884, melaporkan penyakit rabies menyerang seekor kuda di Bekasi, Jawa Barat.
Sedangkan kasus rabies pada seekor kerbau di daerah Bekasi dilaporkan
Esser pada tahun 1889. Kemudian kasus
rabies pada anjing di Tangerang dilaporkan oleh Penning pada tahun 1890. Kasus
rabies pada manusia dilaporkan oleh E.de Haan, menyerang seorang anak di desa
Palimanan, Cirebon pada tahun 1894. Berdasarkan studi retrospektif, wabah rabies di Indonesia dimulai pada tahun
1884 di Jawa Barat; tahun 1953 di Jawa Tengah; Jawa Timur; Sumatera Barat,
kemudian tahun 1956 di Sumatera Utara.
Selanjutnya Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara tahun 1958; Sumatera Selatan
tahun 1959; Lampung tahun 1969; Aceh
tahun 1970; Jambi; DI Yogyakarta tahun 1971; DKI Jakarta; Bengkulu dan Sulawesi
Tengah tahun 1972; Kalimantan Timur tahun 1974; Riau tahun 1975; Kalimantan
Tengah tahun 1978 dan Kalimantan Selatan
tahun 1981
Sampai
dengan tahun 2006 wilayah di Indonesia yang dinyatakan daerah bebas rabies
yaitu Propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT)
kecuali Pulau Flores dan Lembata, Irian Jaya Barat dan Papua, pulau-pulau di
sekitar Sumatera serta Pulau Jawa. Pulau Jawa dinyatakan bebas rabies oleh
Pemerintah secara bertahap, yaitu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian
No 892/Kpts/TN/560/9/97 tanggal 9 September 1997, Jawa Timur, Jawa Tengah dan
D.I. Yogyakarta dinyatakan bebas rabies diikuti tahun 2004, berdasarkan SK
Menteri Pertanian No. 566/Kpts/ PD/PD640/10/2004, DKI Jakarta, Banten dan Jawa
Barat dinyatakan bebas rabies, sehingga dengan demikian P. Jawa dinyatakan
bebas rabies.
Sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi Karantina Hewan maka Badan Karantina Pertanian
bertekad agar pulau-pulau/daerah yang bebas dari rabies dapat dipertahankan
tetap bebas.
Rabies
disebabkan oleh virus RNA beramplop yang mengandung lemak. Karena itu virus rabies mudah rusak bila
terpapar bahan pelarut lemak (alkohol, ether, chloroform), dan pada kasus
gigitan, dianjurkan untuk mencuci luka dengan alkohol 70%.
Rabies
bersifat zoonosis yang sangat mematikan yaitu case fatality rate (CFR)
nya 100%, dapat ditularkan juga melalui jilatan pada luka atau selaput lendir
dan melalui udara (aerogen). Tindakan
pencegahan pada hewan dilakukan melalui vaksinasi dengan vaksin inaktif (killed) secara intramusculer atau
intradermal dan vaksin aktif (live virus)
secara injeksi atau peroral. Hewan yang
divaksinasi dan kebal (titer antibodi > 0,5 IU/ml) tidak mengandung virus
walaupun berasal dari daerah endemik.
Kelompok
masyarakat beresiko tinggi yaitu dokter hewan dan paramedis di laboratorium
virologi serta petugas karantina di daerah endemik, sebaiknya divaksinasi dan
menggunakan masker penutup hidung dan kacamata sewaktu bertugas.
Di
daerah endemik, terdapat hewan (anjing, kucing, carnivora liar) yang bertindak
sebagai carrier tanpa menunjukkan gejala klinis, terutama hewan-hewan yang
dibiarkan tidak terpelihara dengan baik dan tidak divaksinasi. Hewan carrier tersebut harus dicegah masuk ke
daerah bebas melalui peraturan perkarantinaan, yang diatur di dalam petunjuk
teknis ini.
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN
Petunjuk
Teknis ini sebagai pedoman bagi
petugas karantina hewan di lapangan dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan
terhadap persyaratan dan tindakan karantina bagi lalulintas pemasukan dan
pengeluaran Hewan Penular Rabies.
1.3. RUANG LINGKUP
Petunjuk
Teknis ini menjelaskan sistem pengawasan karantina hewan terhadap Hewan Penular
Rabies, persyaratan dan tindakan karantina hewan serta prosedur teknis
pemeriksaan terhadap Hewan Penular Rabies yang berlaku untuk pemasukan (impor
dan antar area) dan pengeluaran (ekspor dan antar area), baik yang dilakukan
untuk keperluan penelitian, komersial (perdagangan) atau keperluan lainnya oleh
semua pihak.
1.4. DEFINISI
Dalam Petunjuk Teknis ini yang
dimaksud dengan :
- Penyakit Anjing Gila yang selanjutnya disebut Penyakit Rabies adalah penyakit hewan menular yang bersifat akut dan menyerang susunan syaraf pusat, disebabkan oleh Rhabdo virus yang dapat menyerang semua hewan yang berdarah panas dan juga menyerang manusia;
- Hewan Penular Rabies yang selanjutnya disebut HPR adalah hewan-hewan yang tergolong sebagai hewan yang dapat menularkan rabies baik kepada sesama hewan maupun kepada manusia, yang terdiri dari anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya.
- Hewan Sebangsanya adalah semua hewan (satwa) liar yang dapat bertindak sebagai pembawa penyakit rabies (carier) dan terjangkit serta menularkan rabies;
- Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Tindakan Karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
- Petugas Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Petugas Karantina adalah pegawai negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Wabah Rabies adalah kejadian rabies disuatu negara/daerah asal HPR atau letupan (out break) rabies yang meluas secara cepat disuatu negara/daerah HPR yang semula dikategorikan endemic berdasarkan informasi dari OIE atau dari sumber lainnya.
- Negara/Daerah yang dinyatakan bebas rabies adalah negara/daerah yang belum pernah tertular rabies; negara/daerah yang tertular rabies dan dalam 12 bulan terakhir tidak ada kasus rabies dan tidak melakukan vaksinasi; atau negara/daerah yang tertular rabies tetapi melaksanakan vaksinasi dan dalam 12 bulan berikutnya tanpa vaksinasi tidak terjadi kasus rabies;
- Negara/Daerah yang dinyatakan tertular (endemic / enzootic) rabies adalah negara/daerah dimana masih terjadi kasus rabies; dan dalam 30 hari sejak kasus rabies terakhir tidak ada lagi kasus serta belum dinyatakan bebas rabies.
- Negara/Daerah yang dinyatakan wabah rabies adalah negara/daerah yang semula berstatus bebas rabies kemudian terjadi kasus rabies; atau negara/daerah yang semula berstatus tertular rabies kemudian terjadi letupan (outbreak) rabies yang meluas secara cepat.
- Pemasukan adalah memasukkan HPR dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
- Pengeluaran adalah mengeluarkan HPR dari wilayah Negara Republik Indonesia atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
- Dokumen Persyaratan Karantina Hewan adalah sertifikat kesehatan dari negara/area asal (health certificate), surat keterangan asal (certificate of origin), Pasport hewan dan surat keterangan mutasi/transit;Surat Persetujuan Pemasukan/ Surat Rekomendasi Pemasukan;
- Surat Persetujuan Pemasukan yang selanjutnya disebut SPP adalah Keputusan Pemberian Persetujuan Pemasukan (izin) yang diberikan kepada peorangan atau badan hukum oleh Menteri Pertanian ataupejabat yang ditunjuk.
- Surat Rekomendasi Pemasukan adalah surat rekomendasi pemasukan dari Dinas Peternakan Propinsi/Kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi Peternakan atau Kesehatan Hewan/ Kesehatan Masyarakat Veteriner di daerah tujuan;
BAB II
PERSYARATAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN HEWAN
PENULAR RABIES
2.1.
PERSYARATAN
KARANTINA TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN HPR DARI LUAR NEGERI YANG BEBAS RABIES
A. Dari Luar Negeri
Dari negara bebas rabies sesuai
dengan Lampiran Keputusan Menteri Pertanian No. 1096 Tahun 1999 yang dapat
diperbaharui sesuai perkembangan status bebas rabies dunia;
B. Kelengkapan Dokumen : Harus memiliki
(i) Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan
oleh pejabat berwenang di negara asal dan negara transit;
(ii) Surat Persetujuan Pemasukan;
(iii) Pasport hewan atau surat keterangan identitas hewan dalam
bahasa inggris yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di negara asal yang
memuat antara lain telah berada atau dipelihara sekurang-kurangnya 6 (enam)
bulan di negara asal sebelum diberangkatkan, dan hewan sekurang-kurangnya telah
berumur 6 (enam) bulan serta tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam) minggu
atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat
diberangkatkan. Pasport mencantumkan
informasi sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu,
umur/tanggal lahir dan penanda identitas; atau memiliki
(iv) Penanda identitas permanen dengan identifikasi elektronik (microchip). Bila microchip yang digunakan tidak sesuai
dengan alat baca pada pelabuhan/bandara pemasukan, maka pemilik atau kuasa
pemilik harus menyediakan sendiri perangkat alat baca untuk microchip tersebut.
(v) Hewan yang akan masuk ke wilayah/daerah bebas rabies di
Indonesia diberangkatkan langsung dari negara bebas rabies. Apabila harus transit maka harus ada persetujuan dari
Menteri Pertanian Cq. Dirjen Peternakan dan otoritas
veteriner di negara transit memberikan
keterangan transit;
(vi) Surat keterangan vaksinasi bagi negara yang melaksanakan
vaksinasi, yang menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan vaksin inaktif, yang
diberikan :
- untuk hewan yang divaksinasi pertama kali (primer),
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum
diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur minimal 3 (tiga) bulan;
- untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau
tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan;
(vii)
Surat keterangan hasil pemeriksaan
titer antibodi dari negara asal.
Pengujian titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 bulan
setelah vaksinasi DARI LABORATORIUM YANG TELAH DIAKREDITASI;
C. Ketentuan Vaksinasi
(1)
Bila di negara asal bebas rabies dan wilayah/daerah
tujuan tidak ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan tidak
dilakukan vaksinasi;
(2)
Bila di negara asal bebas rabies tidak ada kegiatan
vaksinasi sedangkan di wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan
yang dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di wilayah/daerah tujuan;
(3)
Bila di negara asal bebas rabies dan di wilayah/daerah
tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan dilakukan
vaksinasi di negara asal;
(4)
Bila di negara asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi
sedangkan di wilayah/daerah tujuan tidak ada kegiatan vaksinasi, maka hewan
yang dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di negara asal;
(5)
Vaksinasi di negara asal bebas rabies sekurang-kurangnya
dilakukan 30 hari dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum diberangkatkan;
(6)
Dengan uji Serum Netralisasi (SN Test) memiliki titer
antibodi rabies kurang dari 0,1 IU /ml (< 0,1 IU/ml ) dari negara asal bebas
rabies tidak ada kegiatan vaksinasi ; dan lebih besar atau sama dengan 0,5
IU/ml ( ≥ 0,5 IU/ml ) dari negara asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi;
oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Kepala Badan Karantina Pertanian;
2.2. PERSYARATAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS
PEMASUKAN HPR
ANTAR WILAYAH/DAERAH DI INDONESIA (
ANTAR AREA )
2.2.1. Dari Wilayah /Daerah Bebas Ke Wilayah/Daerah Bebas Rabies
A. Kelengkapan
Dokumen : Harus memiliki
(i) Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat
berwenang di wilayah/daerah asal;
(ii) Surat Rekomendasi Pemasukan dari Dinas Peternakan
Propinsi/Kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi Peternakan atau Kesehatan
Hewan/Kesehatan Masyarakat Veteriner wilayah/daerah tujuan;
(iii) Pasport hewan atau surat keterangan identitas hewan yang
dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di wilayah/daerah asal yang memuat
antara lain tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam) minggu atau lebih, dan
atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat diberangkatkan. Pasport mencantumkan informasi
sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu, umur/tanggal
lahir dan penanda identitas;
(iv) Surat keterangan vaksinasi bagi wilayah/daerah yang
melaksanakan vaksinasi, yang menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan vaksin
inaktif, yang diberikan :
- untuk hewan yang divaksinasi pertama kali (primer), sekurang-kurangnya
6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan yang
diberikan saat hewan berumur minimal 3 (tiga) bulan;
- untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau
tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan;
(v) Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari
daerah asal. Pengujian titer antibodi
tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 bulan setelah vaksinasi DARI
LABORATORIUM YANG TELAH DIAKREDITASI;
B. Ketentuan
Vaksinasi
(1)
Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies dan
wilayah/daerah tujuan tanpa vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan tidak
dilakukan vaksinasi;
(2)
Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies tanpa kegiatan
vaksinasi sedangkan di wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan
yang dilalulintaskan divaksinasi di wilayah/daerah tujuan;
(3)
Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies dan di
wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan
dilakukan vaksinasi di wilayah/daerah asal;
(4)
Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies ada kegiatan
vaksinasi sedangkan di wilayah/daerah tujuan tidak ada kegiatan vaksinasi, maka
hewan yang dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di wilayah/daerah asal;
(5)
Vaksinasi di wilayah/daerah asal bebas rabies
sekurang-kurangnya dilakukan 30 hari dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun
sebelum diberangkatkan;
(6)
Dengan uji Serum Netralisasi (SN Test) memiliki titer
antibodi rabies kurang dari 0,1 IU /ml (< 0,1 IU/ml ) dari wilayah/daerah
asal bebas rabies tidak ada kegiatan vaksinasi ; dan lebih besar atau sama dengan
0,5 IU/ml ( ≥ 0,5 IU/ml ) dari wilayah/daerah asal bebas rabies ada kegiatan
vaksinasi; oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Kepala Badan Karantina
Pertanian;
2.2.2. Dari Wilayah/Daerah Bebas Ke Wilayah/Daerah
Endemis Rabies
A. Kelengkapan Dokumen : Harus
memiliki
(i) Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat
berwenang di wilayah/daerah asal;
(ii) Surat Rekomendasi Pemasukan dari Dinas Peternakan
Propinsi/Kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi Peternakan atau Kesehatan
Hewan/Kesehatan Masyarakat Veteriner wilayah/daerah tujuan;
(iii) Pasport hewan atau surat keterangan identitas hewan yang
dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di daerah asal yang memuat antara lain
tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam) minggu atau lebih, dan atau hewan
tersebut tidak sedang menyusui pada saat diberangkatkan. Pasport mencantumkan informasi
sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu, umur/tanggal
lahir dan penanda identitas;
(iv) Surat keterangan vaksinasi bagi daerah yang melaksanakan
vaksinasi, yang menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan vaksin inaktif, yang
diberikan :
- untuk hewan yang divaksinasi pertama kali (primer),
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum
diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur minimal 3 (tiga) bulan;
- untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau
tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan;
(v) Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari
daerah asal. Pengujian titer antibodi
tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 bulan setelah vaksinasi DARI
LABORATORIUM YANG TELAH DITUNJUK/DITETAPKAN OLEH PEMERINTAH;
B. Ketentuan Vaksinasi
(1)
Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies tanpa kegiatan
vaksinasi sedangkan di wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan
yang dilalulintaskan divaksinasi di wilayah/daerah tujuan;
(2)
Bila di wilayah/daerah asal bebas rabies dan di
wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan
dilakukan vaksinasi di wilayah/daerah asal;
(3)
Vaksinasi di wilayah/daerah asal bebas rabies
sekurang-kurangnya dilakukan 30 hari dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun
sebelum diberangkatkan;
2.2.3. Dari Wilayah /Daerah Endemis Ke
Wilayah/Daerah Endemis Rabies
A. Kelengkapan Dokumen : Harus
memiliki
(i) Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat
berwenang di wilayah/daerah asal;
(ii) Surat Rekomendasi Pemasukan dari Dinas Peternakan
Propinsi/Kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi Peternakan atau Kesehatan
Hewan/Kesehatan Masyarakat Veteriner daerah tujuan;
(iii) Pasport hewan atau surat keterangan identitas hewan yang
dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di wilayah/daerah asal yang memuat
antara lain tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam) minggu atau lebih, dan
atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat diberangkatkan. Pasport mencantumkan informasi
sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu, umur/tanggal
lahir dan penanda identitas;
(iv) Surat keterangan vaksinasi yang menerangkan bahwa vaksinasi
menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan :
- untuk hewan yang divaksinasi pertama kali (primer),
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum
diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur minimal 3 (tiga) bulan;
- untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau
tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan;
(v) Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari
daerah asal. Pengujian titer antibodi
tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 bulan setelah vaksinasi DARI
LABORATORIUM YANG TELAH DITUNJUK/DITETAPKAN OLEH PEMERINTAH;
B. Ketentuan
Vaksinasi
Vaksinasi di wilayah/daerah asal endemis rabies
sekurang-kurangnya dilakukan 30 hari dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun
sebelum diberangkatkan;