ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARARURAT PADA SISTEM PERSYARAFAN
A.
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA STROKE
1. Pengertian
Stroke
adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi
pada pembuluh darah (Pricedan Wilson).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan berhentinya suplai darah kebagian otak (bruner dan suddarth, 2000 : 2123).
Stroke adalah gangguan yang mempengaruhi aliran darah keotak dan mengakibatkan deficit neurologik (lewis, etc, 2000 : 1645).
Stroke non hemorogik adalah bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit) tapi kurang dari 24jam.(AriefInansjoer, 2000 : 17).
Stroke non hemorogik adalah penyakit atau kelainan dan penyakit pembuluh darah otak, yang mendasari terjadinya stoke misalnya arteriosclerosis otak, aneurisma, angioma pembuluh darah otak. (dr. Harsono, 1996: 25).
Stroke non hemorogik adalah penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah dan dewasa tua yang kebanyakan berkaitan erat dengan kejadian arterosklerosis (trombosis) dan penyakit jantung (emboli) yang dicetus oleh adanya faktor predisposisi hipertensi (Satyanegara, 1998 : 179).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan berhentinya suplai darah kebagian otak (bruner dan suddarth, 2000 : 2123).
Stroke adalah gangguan yang mempengaruhi aliran darah keotak dan mengakibatkan deficit neurologik (lewis, etc, 2000 : 1645).
Stroke non hemorogik adalah bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit) tapi kurang dari 24jam.(AriefInansjoer, 2000 : 17).
Stroke non hemorogik adalah penyakit atau kelainan dan penyakit pembuluh darah otak, yang mendasari terjadinya stoke misalnya arteriosclerosis otak, aneurisma, angioma pembuluh darah otak. (dr. Harsono, 1996: 25).
Stroke non hemorogik adalah penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah dan dewasa tua yang kebanyakan berkaitan erat dengan kejadian arterosklerosis (trombosis) dan penyakit jantung (emboli) yang dicetus oleh adanya faktor predisposisi hipertensi (Satyanegara, 1998 : 179).
2. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya
diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu:
a.
Thrombosis yaitu bekuan darah di
dalam pembuluh darah otak atau leher.
b.
Embolisme serebral yaitu bekuan
darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.
c.
Iskemia yaitu penurunan aliran darah
ke area otak
d.
Hemoragi serebral yaitu pecahnya
pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang
sekitar otak.
Akibat dari
keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori,
bicara, atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000)
adalah:
a.
Yang tidak dapat diubah: usia, jenis
kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan
fibrilasi atrium.
b.
Yang dapat diubah: hipertensi,
diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral,
dan hematokrit meningkat.
3. Patofisiologi
Otak
sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi
pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan
permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh
darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis
Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat
menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
a.
Penebalan dinding arteri serebral
yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian
otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik
otak.
b.
Pecahnya dinding arteri serebral
akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan (hemorrhage).
c.
Pembesaran sebuah atau sekelompok
pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
d.
Edema serebri yang merupakan
pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula
menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup
hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan
cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana
jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik
berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada.
Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah
gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit
dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah
ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi
sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah
arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara
permanen.
4. Manifestasi
Klinik
Menurut
Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala
penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau
salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran,
penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan
pingsan, nyeri kepala
mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan
atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh,
ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung
kemih.
5. Penatalaksaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut
Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
a.
Diuretik untuk menurunkan edema
serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark
serebral.
b.
Antikoagulan untuk mencegah
terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler.
c.
Antitrombosit karena trombosit
memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada
penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:
a.
Hipoksia serebral, diminimalkan
dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada
ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen
dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan
membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b.
Penurunan aliran darah serebral,
bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah
serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas
darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim
perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
c.
Embolisme serebral, dapat terjadi
setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup
jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan
selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal.
Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
7. Pemeriksaan
Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang
dapat dilakukan pada penyakit stroke adalah:
a.
Angiografi serebral: membantu
menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri
atau adanya titik oklusi/ ruptur.
b.
CT-scan: memperhatikan adanya edema,
hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c.
Pungsi lumbal: menunjukkan adanya
tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada
kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
d.
MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
e.
Ultrasonografi Doppler:
mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f.
EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g.
Sinar X: menggambarkan perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas,
kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.
8. Asuhan
Keperawatan
a. Pengkajian
1)
Pengkajian primer
·
Airway: pengkajian mengenai
kepatenan jalan. Kaji adanya obstruksi pada jalan napas karena dahak, lendir
pada hidung, atau yang lain.
·
Breathing: kaji adanya dispneu, kaji
pola pernapasan yang tidak teratur, kedalaman napas, frekuensi pernapasan,
ekspansi paru, pengembangan dada.
·
Circulation: meliputi pengkajian
volume darah dan kardiac output serta perdarahan. Pengkajian ini meliputi
tingkat kesadaran, warna kulit, nadi, dan adanya perdarahan.
·
Disability: yang dinilai adalah
tingkat kesadran serta ukutan dan reaksi pupil.
·
Exposure/ kontrol lingkungan:
penderita harus dibuka seluruh pakaiannya.
2)
Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki
(head to toe) termasuk reevaluasi pemeriksaan TTV.
·
Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis
mengenai riwayat perlukaan. Riwayat “AMPLE” (alergi, medikasi, past illness,
last meal, event/environment) perlu diingat.
·
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan evaluasi kepala akan adanya
luka, kontusio atau fraktuf. Pemeriksaan maksilofasialis, vertebra sevikalis,
thoraks, abdomen, perineum, muskuloskeletal dan pemeriksaan neurologis juga
harus dilakukan dalam secondary survey.
·
Reevaluasi
Monitoring tanda vital dan haluaran urin penting dilakukan.
·
Tambahan pada secondary survev
Selama secondary survey, mungkin akan dilakukan
pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto tambahan dari tulang
belakang serta ekstremitas, CT-Scan kepala, dada, abdomen dan prosedur
diagnostik lain.
b. Diagnosa
Keperawatan dan Intervensi
1) Diagnosa keperawatan
pertama: perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema
serebral.
Tujuan; kesadaran penuh, tidak
gelisah
Kriteria hasil tingkat kesadaran
membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
Intervensi;
·
Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow
Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
·
Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah
Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.
·
Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan
Intra Kranial (TIK).
·
Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
·
Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya
dapat mencegah pembekuan..
2) Diagnosa
keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan; dapat melakukan aktivitas
secara minimum
Kriteria hasil mempertahankan posisi
yang optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena,
mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.
Intervensi;
·
Kaji kemampuan klien dalam melakukan
aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan
dan dapat memberikan informasi bagi pemulihan
·
Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
·
Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur.
·
Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan
ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu.
·
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif,
dan ambulasi pasien.
Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan
yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan
kekuatan.
3) Diagnosa keperawatan ketiga:
kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
Tujuan; dapat
berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
Kriteria hasil; Klien dapat
mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesapahaman bahasa antara
klien, perawat dan keluarga
Intervensi;
·
Kaji tingkat kemampuan klien dalam
berkomunikasi
Rasional:
Perubahan dalam
isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan serebral
·
Minta klien untuk mengikuti perintah
sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan sensorik
·
Tunjukkan objek dan minta pasien
menyebutkan nama benda tersebut
Rasional:
Melakukan
penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
·
Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi
non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk
menyampaikan isi pesan yang dimaksud
·
Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
4) Diagnosa
keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress
psikologis.
Tujuan; tidak ada perubahan
perubahan persepsi.
Kriteria hasil mempertahankan
tingkat kesadarann dan fungsi perseptual,
mengakui perubahan dalam kemampuan.
Intervensi;
·
Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul,
rasa persendian.
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan
kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.
·
Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran, penglihatan, atau
sensasi yang lain)
·
Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu
benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.
·
Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi
bagian tubuh tertentu.\
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam
mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
·
Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang
pendek.
·
Rasional: pasien mungkin
mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman.
5) Diagnosa keperawatan kelima: kurang
perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan
dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
Tujuan; kebutuhan
perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil klien bersih
dan klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara minimal
Intervensi;
·
Kaji kemampuan klien dan keluarga
dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri
perawat dan keluarga membantu dalam perawatan diri
·
Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional:
Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
·
Rapikan klien jika klien terlihat
berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional:
Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
·
Libatkan keluarga dalam melakukan
personal hygiene
Rasional: ukungan
keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien
·
Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan
6) Diagnosa keperawatan keenam: gangguan harga diri berhubungan dengan
perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri
Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri
sendiri dalam situasi.
Intervensi;
·
Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidakmampuannya.
Rasional: penentuan
faktor-faktor secara individu membantu dalam mengembankan perencanaan asuhan/
pilihan intervensi.
·
Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
Rasional: membantu
peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
·
Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/
partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional: mengisyaratkan
kemampuan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam
kehidupan selanjutnya.
·
Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak
mungkin untuk dirinya sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan
menerima kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
·
Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai
kebutuhan.
Rasional: dapat
memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk perasaan/ merasa
menjadi orang yang produktif.
7) Diagnosa keperawatan ketujuh: resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler/ perseptual.
Tujuan; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
Kriteria hasil mendemonstrasikan metode makan tepat
untuk situasi individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan
yang diinginkan.
Intervensi;
·
Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara individual.
Rasional: intervensi
nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh faktor-faktor ini.
·
Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional: menggunakan
gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya
aspirasi.
·
Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional: menguatkan
otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
·
Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional: meningkatkan
pelepasan endorphin dalam otak yang meningkatkan perasaan senang dan
meningkatkan nafsu makan.
·
Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional: memberikan
cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan
segala sesuatu melalui mulut.
8) Diagnosa keperawatan ketujuh: kurang pengetahuan tentang kondisi dan
pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi
informasi, kurang mengingat
Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya
Kriteria hasil berpartisipasi dalam proses belajar
Intervensi;
·
Kaji tingkat pengetahuan keluarga
klien
Rasional: untuk mengetahui
tingkat pengetahuan klien
·
Berikan informasi terhadap
pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.
Rasional: untuk mendorong
kepatuhan terhadap program teraupetik dan meningkatkan pengetahuan keluarga
klien
·
Beri kesempatan kepada klien dan
keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum jelas.
Rasional: memberi
kesempatan kepada orang tua dalam perawatan anaknya
·
Beri feed back/ umpan balik terhadap
pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau klien.\
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan
pemahaman klien atau keluarga
·
Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama
selama kegiatan berfikir
·
Rasional: stimulasi yang beragam
dapat memperbesar gangguan proses berfikir.
B. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA TRAUMA KEPALA
1. Pengertian
Trauma
kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak.
Trauma kepala merupakan salah satu
penyebab utama kecatatan dan kematian. Lebih dari 50% trauma kepala disebabkan
karena kecelakaan lalu lintas, selebihnya disebabkan karena factor lain seperti
terjatuh, terpukul, kecelakaan industry dan lain-lain. (Daniel Tjen, 1999).
Trauma kepala meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak dan otak. Secara anatomis otak dilindungi dari cedera oleh
rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium (helm) yang membungkusnya.
Berdasarkan GCS, trauma kepala atau
cedera otak dapat dibagi menjadi 3 gradasi, yaitu :
·
Cedera kepala ringan/cedera otak
ringan, bila GCS : 13-15
·
Cedera kepala sedang/cedera otak
sedang, bila GCS : 9-12
·
Cedera kepala berat/cedera otak
berat, bila GCS : kurang atau sama dengan 8.
2. Etiologi
Trauma
kepala dapat disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kecelakaan
industri, kecelakaan olahraga, luka pada persalinan.
3. Mekanisme
Cedera
Trauma
kepala disebabkan karena adanya daya/kekuatan yang mendadak dikepala. Ada 3
mekanisme yang berpengaruh dalam trauma kepala yaitu akselerasi, deselerasi,
dan deformitas.
·
Akselerasi yaitu jika benda bergerak
membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang diam kemudian dipukul atau
terlempar batu.
·
Deselerasi yaitu jika kepala
bergerak membentur benda yang diam misalnya pada saat kepala terbentur.
·
Deformitas yaitu perubahan atau kerusakan
pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma, misalnya adanya fraktur kepala,
kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak.
Pada saat terjadinya deselerasi ada
kemungkinan terjadi rotasi kepala sehingga dapat menambah kerusakan. Mekanisme
cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah dekat benturan (kup)
dan kerusakan pada daerah yang berlawanan dengan benturan (kontra kup).
4. Patofisiologi
Adanya
trauma kepala dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan struktur misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan
gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosine tripospat dalam mitokondria,
perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi
trauma kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses yaitu cedera kepala otak
primer dan cedera kepala otak sekunder. Cedera kepala otak primer merupakan
suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala
terbentur dan berdampak cedera jaringan otak. Cedera kepala sekunder terjadi akibat
cedera primer misalnya adanya hipoksia, iskemia, dan perdarahan.
Perdarah
serebral menimbulkan hematoma, misalnya pada epidural hematoma, yaitu
berkumpulnya darah antara lapisan periosteum tengkorak dengan dura meter,
subdural hematoma diakibatkan berkumpulnya darah pada ruang antara dura meter
dengan subarahnoid dan intracerebral hematoma adalah berkumpunya darahpada
jaringan serebral.
Kematian
pada trauma kepala banyak disebabkan karena hipotensi karena gangguan pada
autoregulasi. Ketika terjadi gangguan autoregulasi akan menimbulkan hipoperfusi
jaringan serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak. Karena otak sangat
sensitive terhadap oksigen dan glukosa.
5. Klasifikasi
Trauma Kepala
a) Berdasarkan kerusakan jaringan otak
·
Komosio serebri (gegar otak) :
gangguan fungsi neurologi ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak, terjadi
hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa disertai amnesia,
retrograde, mual, muntah, nyeri kepala.
·
Kontusio serebri (memar) :gangguan
fungsi neurologi disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas otak masih
utuh, hilangnya kesdaran lebih dari 10 menit.
·
Laserasio serebri : gangguan fungsi
neurologi disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak terbuka.
Massa otak terkelupas, keluar dari rongga intracranial.
b) Berdasarkan berat ringannya cedera
kepala
·
Cedera kepala ringan : jika GCS
antara 15-13, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tidak
terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematoma.
·
Cedera kepala sedang : jika nilai
GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24 jam, dapat disertai
fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
·
Cedera kepal berat : jika nilai GCS
antara 3-8, hilang kesdaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio,
laserasi atau adanya hematoma, edema serebral.
6. Tanda
dan Gejala
Secara
umum tanda dan gejala pada trauma kepala meliputi ada atau tidaknya fraktur
tengkorak, tingkat kesadaran dan kerusakan jaringan otak.
a. Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak dapat melukai
pembuluh darah dan saraf-saraf otak, merobek duramater yang mengakibatkan
perembesan cairan serebrospinalis. Jika terjadi fraktur tengkorak kemungkina
yang terjadi adalah :
· Keluarnya cairan serebrospinalis
atau cairan lain dari hidung (rhinorrhoe) dan telinga (otorrhoe).
· Kerusakan saraf cranial
· Perdarah dibelakang membrane timpani
· Ekimosis pada periorbital.
Jika terjadi fraktur
basiler, kemungkinan adanya gangguan pada saraf cranial dan kerusakan bagian
dalam telinga. Sehingga kemungkinan tanda dan gejalanya adalah :
· Perubahan tajam penglihatan karena
kerusakan nervus optikus.
· Kehilangan pendengaran karena kerusakan
pada nervus auditorius.
· Dilatasi pupil dan hilangnya
kemampuan pergerakan beberapa otot mata karena kerusakan nervus okulomotorius.
· Paresis wajah karena kerusakan
nervus fasialis
· Vertigo karena kerusakan otolith
dalam telinga bagian dalam.
· Nistagmus karena kerusakan pada
system vestibular
· Warna kebiruan dibelakang telinga
diatas mastoid (Battle Sign).
b. Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien tergantung
dari berat ringannya cedera kepala, ada atau tidaknya amnesia retrograt, mual
dan muntah.
c. Kerusakan jaringan otak
Manifestasi klinik kerusakan
jaringan otak bervariasi tergantung dariu cedera kepala. Untuk melihat adanya
kerusakan cedera kepala perlu dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI.
7.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada
cedera kepala diantaranya :
· Defisitnya neurologi fokal
· Kejang
· Pneumonia
· Perdarahan gastrointestinal
· Disritmia jantung
· Hidrosefalus
· Kerusakan kontrol respirasi
· Inkontinensia bladder atau bowel
8.
Test Diagnostik
· Foto tengkorak : mengetahui adanya
fraktur tengkorak (simpel, depresi, kommunit), fragmen tulang
· Foto servikal : mengetahui adanya
fraktur servikal
· CT Scan : kemungkinan adanya
subdural hematoma, intraserebral hematoma, keadaan ventrikel.
· MRI : sama dengan CT Scan
· Serum alkohol :mendeteksi penggunaan
alkohol sebelum cedera kepala, dilakukan terutama pada cedera kepala akibat
kecelakaan lalu lintas.
· Serum obat : mengetahui
penyalahgunaan obat sebelum cedera kepala.
· Pemeriksaan obat dalam urine :
mengetahui pemakaian obat sebelum kejadian
· Serum human chorionic gonadotropin :
mendeteksi kehamilan
9.
Penatalaksanaan Medik
a) Penatalaksanaan Umum
· Monitor respirasi : bebaskan jalan
napas, monitor keadaan ventilasi, periksa AGD, berikan oksigen jika perlu.
· Monitor tekanan intrakranial (TIK)
· Atasi syok bila ada
· Kontrol tanda vital
· Keseimbangan cairan dan elektrolit
b) Operasi
Dilakukan untuk mengeluarkan darah
pada intraserebral, debridemen luka, kranioplasti, prosedur shunting pada hidrocepalus,
kraniotomi.
c) Pengobatan
· Diuretik : untuk mengurangi edema
serebral misalnya manitol 20%, furosemid (lasic).
· Antikonvulsan : untuk menghentikan
kejang misalnya dengan dilantin, tegretol, valium
· Kortokosteroid : untuk menghambat
pembentukan edema misalnya dengan dexametason.
· Antagonis histamin : mencegah
terjadinya iritasi lambung karena hipersekresi akibat efek trauma kepala
misalnya dengan cemetidin, ranitidin.
· Antibiotik jika terjadi luka yang
besar.
10.
Asuhan Keperawatan
a.
Pengkajian
1)
Pengkajian Primer
Adapun data
pengkajian primer menurut Rab, Tabrani. 2007 :
· Airway
Ada tidaknya
sumbatan jalan nafas
· Breathing
Ada tidaknya dispnea,
takipnea, bradipnea, sesak, kedalaman nafas.
· Circulation
Ada tidaknya
peningkatan tekanan darah, takikardi, bradikardi, sianosis, capilarrefil.
· Disability
Ada tidaknya
penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil anisokor dan nilai
GCS. Menurut Arif Mansjoer. Et all. 2000 penilaian GCS beerdasarkan
pada tingkat keparahan cidera :
- Cidera kepala
ringan/minor (kelompok resiko rendah)
ü Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan
orientatif)
ü Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)
ü Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
ü Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
ü Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma
kulit kepala
ü Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
- Cidera kepala
sedang (kelompok resiko sedang)
ü Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau
stupor)
ü Konkusi
ü Amnesia pasca trauma
ü Muntah
ü Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata
rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
-
Cidera kepala
berat (kelompok resiko berat)
ü Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)
ü Penurunan derajat kesadaran secara progresif
ü Tanda neurologis fokal
ü Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur
depresikranium.
·
Exposure of
extermitas
Ada tidaknya
peningkatan suhu, ruangan yang cukup hangat.
2)
Pengkajian
Sekunder
Data pengkajian
secara umum tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin
diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital (Marilyn, E
Doengoes. 2000)
·
Aktivitas/
Istirahat
Gejala
: Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda
:
ü Perubahan kesehatan, letargi
ü Hemiparase, quadrepelgia
ü Ataksia cara berjalan tak tegap
ü Masalah dalam keseimbangan
ü Cedera (trauma) ortopedi
ü Kehilangan tonus otot, otot spastik
·
Sirkulasi
Gejala
:
ü Perubahan darah atau normal (hipertensi)
ü Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi bradikardia disritmia).
·
Integritas Ego
Gejala
: Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda
: Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan
impulsif.
·
Eliminasi
Gejala
: Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi.
·
Makanan/ cairan
Gejala
: Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda
: Muntah (mungkin proyektil), Gangguan menelan
(batuk, air liur keluar, disfagia).
·
Neurosensoris
Gejala
: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada
ekstremitas.
Tanda
:
ü Perubahan kesadaran bisa sampai koma
ü Perubahan status mental
ü Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
ü Wajah tidak simetri
ü Genggaman lemah, tidak seimbang
ü Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah
ü Apraksia, hemiparese, Quadreplegia
·
Nyeri/ Kenyamanan
Gejala
:
Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma.
Tanda
: Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
·
Pernapasan
Tanda
:
ü Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Nafas berbunyi stridor, terdesak
ü Ronki, mengi positif
·
Keamanan
Gejala
: Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda
: Fraktur/ dislokasi
ü Gangguan penglihatan
ü Gangguan kognitif
ü Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara
umum mengalami paralisis
ü Demam, gangguan dalam regulasi
suhu tubuh
·
Interaksi Sosial
Tanda
: Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti,
bicara berulang-ulang.
b.
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1) Ketidakefektifan
perfusi jaringan berhubungan dengan edema serebral, hipoksia cerebral
Tujuan dan kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran dengan kriteria
hasil :
-
Tanda vital stabil : Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 60-100x/menit
-
Tidak ada tanda peningkatan TIK
|
1. Tentukan factor yang
berhubungan dengan keadaan penurunan perfusi jaringan otak
2. Pantau status
neurologis secara teratur
3. Pantau tekanan darah
4. Catat adanya
bradikardi, takikardi atau disritmia
5. Pantau irama nafas,
adanya dispnea
6. Evaluasi keadaan pupil
7. Kaji adanya
peningkatan rigiditas, remangan, meningkatnya kegelisahan, peka rangsang,
serangan kejang
8. Tinggikan kepala
pasien 15-45 derajat sesuai indikasi
9. Batasi pemberian
cairan sesuai indikasi
10. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
11. Berikan obat sesuai indikasi
|
1. Menentukan pilihan
intervensi
2. Mengkaji adanya
kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potencial dengan peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP
3. Normalnya autoreguláis
mempertahankan aliran darah otak yang constan pada saat ada fluktuasi tekanan
darah sistemik
4. Disritmia dapat timbal
dan mencerminkan adanya depresi pada batang otak pada pasien yang tidak
mempunyai penyakit jantung
5. Nafas yang tidak
teratur dapat menunjukkan lokasi adanya peningkatan TIK
6. Reaksi pupil diatur
oleh saraf kranial okulomotorik dan berguna untuk menentukan apakah batang
otak masih baik
7. Merupakan indikasi
dari iritasi meningeal
8. Meningkatkan aliran
darah balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti
9. Untuk menurunkan edema
10. Menurunkan hipoksemia yang dapat meningkatkan
vasodilatasi dan meningkatkan TIK
11. Untuk mengatasi komplikasi lebih buruk
|
2) Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan, penggunaan otot
aksesori
Tujuan dan kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien dapat menunjukkan nafas lebih efektif dengan kriteria hasil
:
-
tidak ada sesak nafas, sianosis
-
pola nafas normal
|
1.Pantau frekuensi, irama kedalaman pernafasan
2.Tinggikan kepala tempat tidur, posisi miring sesuai
indikasi
3.Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam yang
efektif jika pasien sadar
4.Catat kompetensi gangguan menelan dan kemampuan
pasien untuk melindungi jalan nafasnya
5.Berikan oksigen sesuai indikasi
|
1.Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal
(umumnya mengikuti cedera otak), menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak,
pernafasan lambat, periode apnea dapat menandakan ventilasi mekanisme.
2. Untuk memudahkan ekspansi paru
3.Memobilisasi sekret untuk membersihkan jalan nafas
dan membantu mencegah komplikasi pernafasan
4.Kemampuan membersihkan jalan nafas penting untuk
pemeliharaan jalan nafas, kehilangan reflek menelan/ batuk menandakan
perlunya jalan nafas bantuan.
5.Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu
mencegah hipoksia.
|
3)
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, peningkatan
jumlah sekret.
Tujuan dan kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien dapat mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas
bersih/jelas dengan kriteria hasil :
-
Tidak ada bunyi nafas tambahan
-
Tidak ada penumpukkn sekret
-
Tidak ada sesak nafas
|
1. Auskultasi bunyi
nafas. Catat adanya bunyi nafas tambahan mis. Mengi, ronchi, krekels
2. Pantau frekuensi
pernafasan
3. Catat adanya dispnea,
gelisah, ansietas, distres pernafasan, penggunaan otot bantu
4. Berikan posisi yang
nyaman
5. Pertahankan polusi
lingkungan minimum
6. Dorong atau bantu
latihan nafas abdomen atau bibir
7. Observasi
karakteristik batuk, mis menetap, batuk pendek, basah bantu tindakan untuk
memperbaiki keefektifan upaya batuk
8. Tingkatkan masukan
cairan 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung
9. Berikan obat sesuai
indikasi
10. Berikan hudifiksi tambahan, mis, nebulizar
ultranik, humidifier aerosol ruangan
|
1. Beberapa derajat
spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, mis, penyebaran, krekels
basah, bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi ataau tidak ada bunyi nafas
2. Takipnea biasanya ada
pada beberapa derajat. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibandingkan inspirasi
3. Disfungsi pernafasan
adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut
yang menimbulkan perawatan di RS
4. Peninggian kepala
tempat tidur mempermudah proses pernafasan
5. Pencetus tipe reaksi
alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut
6. Memberikan pasien
beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan
udara
7. Batuk paling efektif
pada posisi duduk tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada
8. Hidrasi membantu
menurunkan kekentalan sekret, mepermudah pengeluaran.
9. Membantu mempercepat
proses penyembuhan
10. Kelembaban menurunkan kekentalan sekret dan
mencegah pembentukan mucosa tebal pada bronkus.
|
C. ASUHAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT TRAUMA MEDULA SPINALIS
1. Pengertian
Cedera medula spinalis adalah suatu
kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla
spinalis (Brunner & Suddarth, 2001)
Cedera medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan sebagai :
- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
- tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.
Cedera medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan sebagai :
- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
- tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.
2. Etiologi
Penyebab dari cidera medulla
spinalis yaitu :
a. kecelakaan otomobil, industri
b. terjatuh, olah-raga, menyelam
c. luka tusuk, tembak
d. tumor.
a. kecelakaan otomobil, industri
b. terjatuh, olah-raga, menyelam
c. luka tusuk, tembak
d. tumor.
3. Patofisiologi
Kerusakan medulla spinalis berkisar
dari kamosio sementara (pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan
kompresi substansi medulla, (lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai
transaksi lengkap medulla (membuat pasien paralisis).
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Kerusakan medula spinalis
Hemoragi
Serabut- serabut membengkak/hancur
Sirkulasi darah terganggu
Hemoragi
Serabut- serabut membengkak/hancur
Sirkulasi darah terganggu
Cidera medulla spinalis dapat
terjadi pada lumbal 1-5
- Lesi L1 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian dari bokong.
- Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
- Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.
- Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
- Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
- Lesi L1 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian dari bokong.
- Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
- Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.
- Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
- Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
4. Manifestasi
Klinis
a.
nyeri akut pada belakang leher, yang
menyebar sepanjang saraf yang terkena
b.
paraplegia
c.
tingkat neurologic
d.
paralisis sensorik motorik total
e.
kehilangan kontrol kandung kemih
(refensi urine, distensi kandung kemih)
f.
penurunan keringat dan tonus
vasomotor
g.
penurunan fungsi pernafasan
h.
gagal nafas
5. Pemeriksaan
Diagnostik
a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun structural
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun structural
c.
MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e.
Foto ronsen torak, memperlihatkan
keadan paru (contoh : perubahan pada diafragma, atelektasis)
f.
Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas
vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien
dengan trauma servikat bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan
pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan
penukaran gas atau upaya ventilasi
6. Penatalaksanaan
Medis
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik.Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara , cedera olahraga kontak, jatuh,atau trauma langsung pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami cedera medula spinalis sampai bukti cedera ini disingkirkan.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik.Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara , cedera olahraga kontak, jatuh,atau trauma langsung pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami cedera medula spinalis sampai bukti cedera ini disingkirkan.
1) Ditempat kecelakaan, korban harus
dimobilisasi pada papan spinal( punggung) ,dengan kepala dan leher dalam posisi
netral, untuk mencegah cedera komplit.
2) Salah satu anggota tim harus
menggontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi
dekat telinga untuk mempertahankan traksi dan kesejajaran sementara papan
spinalatau alat imobilisasi servikal dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus
mengangkat korban dengan hati- hati keatas papan untuk memindahkan memindahkan
kerumah sakit. Adanya gerakan memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel
yang menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medula
komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk kecedera spinal regional atau pusat trauma karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah cedera.
Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan . Pemindahan pasien ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus dipertahankan dalam posisi eksternal . Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini bukan cedera medula, pasien dapat dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang- kadang tindakan ini tidak benar. Jika stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.
Sebaiknya pasien dirujuk kecedera spinal regional atau pusat trauma karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah cedera.
Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan . Pemindahan pasien ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus dipertahankan dalam posisi eksternal . Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini bukan cedera medula, pasien dapat dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang- kadang tindakan ini tidak benar. Jika stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.
b. Penatalaksanaan Cedera Medula
Spinalis ( Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medula spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medula spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
c. Farmakoterapi
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema medulla.
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema medulla.
d. Tindakan Respiratori
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan
PO2 arterial yang tinggi.
2) Terapkan perawatan yang sangat
berhati-hati untuk menghindari fleksi atau eksistensi leher bila diperlukan
inkubasi endrotakeal.
3) Pertimbangan alat pacu diafragma
(stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien dengan lesi servikal yang
tinggi.
e. Reduksi dan Fraksi skeletal
1) Cedera medulla spinalis membutuhkan
immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan stabilisasi koluma vertebrata.
2) Kurangi fraktur servikal dan
luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi skeletal, yaitu teknik tong
/capiller skeletal atau halo vest.
3) Gantung pemberat dengan batas
sehinga tidak menggangu traksi
f. Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan bila :
Dilakukan bila :
1) Deformitas tidak dapat dikurangi
dengan fraksi
2) Terdapat ketidakstabilan signifikan
dari spinal servikal
3) Cedera terjadi pada region lumbar
atau torakal
4) Status Neurologis mengalami
penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau dekompres
medulla.
7. Asuhan
Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pengkajian Primer
·
Airway
Jika penderita dapat berbicara maka
jalan napas kemungkinan besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas
sering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh
benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah.
Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra servikalis
(cervical spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau
rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin
lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui
hidung. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan
dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas
selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak
adekuat, perlu bantuan napas.
·
Breathing
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal1,3,5,6,7,8.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal1,3,5,6,7,8.
·
Circulation
Status sirkulasi dapat dinilai
secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut nadi Tindakan lain
yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai
warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer
yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang
relatif normovolemik.
·
Dissability
Melihat secara keseluruhan kemampuan
pasien diantaranya kesadaran pasien.
·
Exposure
Melihat secara keseluruhan keadaan
pasien. Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15) dengan :Simple head injury bila
tanpa deficit neurology
o Dilakukan
rawat luka
o Pemeriksaan
radiology
o Pasien
dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi penurunan
kesadaran segera bawa ke rumah sakit
2) Pengkajian Sekunder
·
Aktivitas/Istirahat
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan
selama syok pada bawah lesi. Kelemahan umum /kelemahan otot (trauma dan adanya
kompresi saraf).
·
Sirkulasi
Hipotensi, Hipotensi posturak,
bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
·
Eliminasi
Retensi urine, distensi abdomen,
peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna seperti kopi tanah
/hematemesis.
·
Integritas Ego
Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
·
Makanan/cairan
Mengalami distensi abdomen,
peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
·
Higiene
Sangat ketergantungan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
·
Neurosensori
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat
berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal).
Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok spinal sembuh).
Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok spinal sembuh).
Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
·
Nyeri/kenyamanan
Mengalami deformitas, postur, nyeri
tekan vertebral.
·
Pernapasan
Pernapasan dangkal /labored, periode
apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.
·
Keamanan
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh
ini diambil dalam suhu kamar).
·
Seksualitas
Ereksi tidak terkendali (priapisme),
menstruasi tidak teratur.
b. Diagnosa
Keperawatan dan Intervensi
1) Ketidak efektifan pola pernapasan
yang berhubungan dengan kelemahan /paralisis otot-otot abdomen dan intertiostal
dan ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi.
Tujuan : Meningkatkan pernapasan
yang adekuat
Kriteria hasil : Batuk efektif, pasien mampu mengeluarkan sekret, bunyi napas normal, jalan napas bersih, respirasi normal, irama dan jumlah pernapasan, pasien, mampu melakukan reposisi, nilai AGD : PaO2 > 80 mmHg, PaCO2 = 35-45 mmHg, PH = 7,35 – 7,45
Rencana Tindakan
Kriteria hasil : Batuk efektif, pasien mampu mengeluarkan sekret, bunyi napas normal, jalan napas bersih, respirasi normal, irama dan jumlah pernapasan, pasien, mampu melakukan reposisi, nilai AGD : PaO2 > 80 mmHg, PaCO2 = 35-45 mmHg, PH = 7,35 – 7,45
Rencana Tindakan
·
Kaji kemampuan batuk dan reproduksi
sekret
Rasional :Hilangnya kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen berpengaruh terhadap kemampuan batuk.
Rasional :Hilangnya kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen berpengaruh terhadap kemampuan batuk.
·
Pertahankan jalan nafas (hindari
fleksi leher, brsihkan sekret)
Rasional : Menutup jalan nafas.
Rasional : Menutup jalan nafas.
·
Monitor warna, jumlah dan
konsistensi sekret, lakukan kultur
Rasional : Hilangnya refleks batuk beresiko menimbulkan pnemonia.
Rasional : Hilangnya refleks batuk beresiko menimbulkan pnemonia.
·
Lakukan suction bila perlu
Rasional : Pengambilan secret dan menghindari aspirasi.
Rasional : Pengambilan secret dan menghindari aspirasi.
·
Auskultasi bunyi napas
Rasional : Mendeteksi adanya sekret dalam paru-paru.
Rasional : Mendeteksi adanya sekret dalam paru-paru.
·
Lakukan latihan nafas
Rasional : mengembangkan alveolu dan menurunkan prosuksi sekret.
Rasional : mengembangkan alveolu dan menurunkan prosuksi sekret.
·
Berikan minum hangat jika tidak
kontraindikasi
Rasional : Mengencerkan secret
Rasional : Mengencerkan secret
·
Berikan oksigen dan monitor analisa
gas darah
Rasional : Meningkatkan suplai oksigen dan mengetahui kadar olsogen dalam darah.
Rasional : Meningkatkan suplai oksigen dan mengetahui kadar olsogen dalam darah.
·
Monitor tanda vital setiap 2 jam dan
status neurologi
Rasional : Mendeteksi adanya infeksi dan status respirasi.
Rasional : Mendeteksi adanya infeksi dan status respirasi.
2) Kerusakan mobilitas fisik yang
berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik dan sensorik.
Tujuan : Memperbaiki mobilitas
Kriteria Hasil : Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit /kompensasi, mendemonstrasikan teknik /perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktifitas.
Rencana Tindakan
Kriteria Hasil : Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit /kompensasi, mendemonstrasikan teknik /perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktifitas.
Rencana Tindakan
·
Kaji fungsi-fungsi sensori dan
motorik pasien setiap 4 jam.
Rasional : Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien setiap 4 jam.
Rasional : Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien setiap 4 jam.
·
Ganti posisi pasien setiap 2 jam
dengan memperhatikan kestabilan tubuh dan kenyamanan pasien.
Rasional : Mencegah terjadinya dekubitus.\
Rasional : Mencegah terjadinya dekubitus.\
·
Beri papan penahan pada kaki
Rasional : Mencegah terjadinya foodrop
Rasional : Mencegah terjadinya foodrop
·
Gunakan otot orthopedhi, edar,
handsplits
Rasional : Mencegah terjadinya kontraktur.
Rasional : Mencegah terjadinya kontraktur.
·
Lakukan ROM Pasif setelah 48-72
setelah cedera 4-5 kali /hari
Rasional : Meningkatkan stimulasi dan mencehag kontraktur.
Rasional : Meningkatkan stimulasi dan mencehag kontraktur.
·
Monitor adanya nyeri dan kelelahan
pada pasien.
Rasional : Menunjukan adanya aktifitas yang berlebihan.
Rasional : Menunjukan adanya aktifitas yang berlebihan.
·
Konsultasikan kepada fisiotrepi
untuk latihan dan penggunaan otot seperti splints
Rasional : Memberikan pancingan yang sesuai.
Rasional : Memberikan pancingan yang sesuai.
3) Resiko terhadap kerusakan integritas
kulit yang berhubungan dengan penurunan immobilitas, penurunan sensorik.
Tujuan : Mempertahankan Intergritas
kulit
Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan, bebas dari infeksi pada lokasi yang tertekan.
Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan, bebas dari infeksi pada lokasi yang tertekan.
Rencana Tindakan
·
Kaji faktor resiko terjadinya
gangguan integritas kulit
Rasional : Salah satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi, Inkontinensia bladder /bowel.
Rasional : Salah satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi, Inkontinensia bladder /bowel.
·
Kaji keadaan pasien setiap 8 jam
Rasional : Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.
Rasional : Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.
·
Gunakan tempat tidur khusus (dengan
busa)
Rasional : Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi resiko dekubitas
Rasional : Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi resiko dekubitas
·
Ganti posisi setiap 2 jam dengan
sikap anatomis
Rasional : Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan posisi meningkatkan sirkulasi darah.
Rasional : Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan posisi meningkatkan sirkulasi darah.
·
Pertahankan kebersihan dan
kekeringan tempat tidur dan tubuh pasien.
Rasional : Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya kerusakan kulit
Rasional : Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya kerusakan kulit
·
Lakukan pemijatan khusus / lembut
diatas daerah tulang yang menonjol setiap 2 jam dengan gerakan memutar.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah
·
Kaji status nutrisi pasien dan
berikan makanan dengan tinggi protein
Rasional : Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan
Rasional : Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan
·
Lakukan perawatan kulit pada daerah
yang lecet / rusak setiap hari
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan
4) Retensi urine yang berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk berkemih secara spontan.
Tujuan : Peningkatan eliminasi urine
Kriteria Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder tanpa residu dan distensi, keadaan urine jernih, kultur urine negatif, intake dan output cairan seimbang
Rencana tindakan
Kriteria Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder tanpa residu dan distensi, keadaan urine jernih, kultur urine negatif, intake dan output cairan seimbang
Rencana tindakan
·
Kaji tanda-tanda infeksi saluran
kemih
Rasional : Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih
Rasional : Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih
·
Kaji intake dan output cairan
Rasional : Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder.
Rasional : Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder.
·
Lakukan pemasangan kateter sesuai
program
Rasional : Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks berkemih sehingga perlu bantuan dalam pengeluaran urine
Rasional : Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks berkemih sehingga perlu bantuan dalam pengeluaran urine
·
Anjurkan pasien untuk minum 2-3
liter setiap hari
Rasional : Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya ……..
Rasional : Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya ……..
·
Cek bladder pasien setiap 2 jam
Rasional : Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrefleksia
Rasional : Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrefleksia
·
Lakukan pemeriksaan urinalisa,
kultur dan sensitibilitas
Rasional : Mengetahui adanya infeksi
Rasional : Mengetahui adanya infeksi
·
Monitor temperatur tubuh setiap 8
jam
Rasional : Temperatur yang meningkat indikasi adanya infeksi.
Rasional : Temperatur yang meningkat indikasi adanya infeksi.
5) Konstipasi berhubungan dengan adanya
atoni usus sebagai akibat gangguan autonomik.
Tujuan : Memperbaiki fungsi usus
Kriteria hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang lembek, berbentuk.
Rencana tindakan
Kriteria hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang lembek, berbentuk.
Rencana tindakan
·
kaji pola eliminasi bowel
Rasional : Menentukan adanya perubahan eliminasi
Rasional : Menentukan adanya perubahan eliminasi
·
Berikan diet tinggi serat
Rasional : Serat meningkatkan konsistensi feses
Rasional : Serat meningkatkan konsistensi feses
·
Berikan minum 1800 – 2000 ml/hari
jika tidak ada kontraindikasi
Rasional : Mencegah konstipasi
Rasional : Mencegah konstipasi
·
Auskultasi bising usus, kaji adanya
distensi abdomen
Rasional : Bising usus menentukan pergerakan perstaltik
Rasional : Bising usus menentukan pergerakan perstaltik
·
Hindari penggunaan laktasif oral
Rasional : Kebiasaan menggunakan laktasif akan tejadi ketergantungan
Rasional : Kebiasaan menggunakan laktasif akan tejadi ketergantungan
·
Lakukan mobilisasi jika memungkinkan
Rasional : Meningkatkan pergerakan peritaltik
Rasional : Meningkatkan pergerakan peritaltik
·
Berikan suppositoria sesuai program
Rasional : Pelunak feses sehingga memudahkan eliminasi
Rasional : Pelunak feses sehingga memudahkan eliminasi
·
Evaluasi dan catat adanya perdarah
pada saat eliminasi
Rasional : Kemungkinan perdarahan akibat iritasi penggunaan suppositoria
Rasional : Kemungkinan perdarahan akibat iritasi penggunaan suppositoria
6) Nyeri yang berhubungan dengan
pengobatan immobilitas lama, cedera psikis dan alat traksi
Tujuan : Memberikan rasa nyaman
Kriteria hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri /ketidak nyaman, mengidentifikasikan cara-cara untuk mengatasi nyeri, mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai kebutuhan individu.
Rencana tindakan
Kriteria hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri /ketidak nyaman, mengidentifikasikan cara-cara untuk mengatasi nyeri, mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai kebutuhan individu.
Rencana tindakan
·
Kaji terhadap adanya nyeri, bantu
pasien mengidentifikasi dan menghitung nyeri, misalnya lokasi, tipe nyeri,
intensitas pada skala 0 – 1-
Rasional : Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera misalnya dada / punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer
Rasional : Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera misalnya dada / punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer
·
Berikan tindakan kenyamanan,
misalnya, perubahan posisi, masase, kompres hangat / dingin sesuai indikasi.
Rasional : Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan emosionlan, selain menurunkan kebutuhan otot nyeri / efek tak diinginkan pada fungsi pernafasan.
Rasional : Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan emosionlan, selain menurunkan kebutuhan otot nyeri / efek tak diinginkan pada fungsi pernafasan.
·
Dorong penggunaan teknik relaksasi,
misalnya, pedoman imajinasi visualisasi, latihan nafas dalam.
Rasioanl : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat meningkatkan kemampuan koping
Rasioanl : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat meningkatkan kemampuan koping
·
Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi, relaksasi otot, misalnya dontren (dantrium); analgetik;
antiansietis.misalnya diazepam (valium)
Rasional : Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk menghilangkan-ansietas dan meningkatkan istrirahat.
Rasional : Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk menghilangkan-ansietas dan meningkatkan istrirahat.
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL
A. ASUHAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA FRAKTUR
1. Pengertian
Fraktur adalah putusnya hubungan
normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E.
Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak
ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen
tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi
(Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya
kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan
lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh
laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543)
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).
2. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab
fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan
langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan
biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti
pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan
berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi
keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) :
pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis :
dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu
proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang
yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan
skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang
dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium
atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh
stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang
bertugas dikemiliteran.
3. Patofisiologi
Proses penyembuhan luka terdiri dari
beberapa fase yaitu :
a. Fase hematum
1) Dalam waktu 24 jam timbul
perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
2) Setelah 24 jam suplai darah di
sekitar fraktur meningkat
b. Fase granulasi jaringan
1) Terjadi 1 – 5 hari setelah injury
2) Pada tahap phagositosis aktif produk
neorosis
3) Itematome berubah menjadi granulasi
jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.
c. Fase formasi callus
1) Terjadi 6 – 10 harisetelah injuri
2) Granulasi terjadi perubahan
berbentuk callus
d. Fase ossificasi
1) Mulai pada 2 – 3 minggu setelah
fraktur sampai dengan sembuh
2) Callus permanent akhirnya terbentuk
tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah
e. Fase consolidasi dan remadelling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang
tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas
(Black, 1993 : 19 ).
4. Tanda
dan Gejala
a. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang
b. Bengkak : edema muncul secara cepat
dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan
fraktur
c. Echumosis dari Perdarahan
Subculaneous
d. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness/keempukan
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme
otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang
berdekatan.
g. Kehilangan sensasi (mati rasa,
mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari
hilangnya darah
j. Krepitasi (Black, 1993 : 199).
5. Pemeriksaan
Penunjang
a. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung-
Mengetahui tempat dan type fraktur-
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodic
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung-
Mengetahui tempat dan type fraktur-
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodic
b. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1
: dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Artelogram dicurigai bila ada
kerusakan vaskuler
d. Hitung darah lengkap HT mungkin
meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
e. Profil koagulasi perubahan dapat
terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges,
1999 : 76 ).
6. Penatalaksanaan
a. Fraktur Reduction
- Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang- terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
- Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang- terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
b. Fraktur Immobilisasi
Pembalutan (gips)-
Eksternal Fiksasi-
Internal Fiksasi-
Pemilihan Fraksi-
Pembalutan (gips)-
Eksternal Fiksasi-
Internal Fiksasi-
Pemilihan Fraksi-
c. Fraksi terbuka
Pembedahan debridement dan irigrasi-
Imunisasi tetanus-
Terapi antibiotic prophylactic-
Immobilisasi (Smeltzer, 2001).-
Pembedahan debridement dan irigrasi-
Imunisasi tetanus-
Terapi antibiotic prophylactic-
Immobilisasi (Smeltzer, 2001).-
7. Asuhan
Keperawatan
a.
Pengkajian
1) Pengkajian Primer
·
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
·
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
·
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2) Pengkajian Sekunder
·
Aktivitas/istirahat
ü kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
ü Keterbatasan mobilitas
·
Sirkulasi
ü Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
ü Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
ü Tachikardi
ü Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
ü Cailary refil melambat
ü Pucat pada bagian yang terkena
ü Masa hematoma pada sisi cedera
ü Neurosensori
ü Kesemutan
ü Deformitas, krepitasi, pemendekan
ü Kelemahan
·
Kenyamanan
ü nyeri tiba-tiba saat cidera
ü spasme/ kram otot
·
Keamanan
ü laserasi kulit
ü perdarahan
ü perubahan warna
ü pembengkakan local
b.
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya
jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau
hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang dan klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang dan klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
·
Lakukan pendekatan pada klien dan
keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
·
Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
·
Jelaskan pada klien penyebab dari
nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
·
Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
·
Melakukan kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas,
dan gangguan pola tidur.
Tujuan : pasien memiliki cukup
energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
·
Rencanakan periode istirahat yang
cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
·
Berikan latihan aktivitas secara
bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
·
Bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
·
Setelah latihan dan aktivitas kaji
respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
3) Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan
penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka
pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
·
Kaji kulit dan identifikasi pada
tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
·
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau,
serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
·
Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
·
Berikan perawatan luka dengan tehnik
aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
·
Jika pemulihan tidak terjadi
kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
·
Setelah debridement, ganti balutan
sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
·
Kolaborasi pemberian antibiotik
sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
·
Risiko infeksi berhubungan dengan
stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur
penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
·
Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
Tujuan : pasien akan menunjukkan
tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
·
Kaji kebutuhan akan pelayanan
kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
·
Tentukan tingkat motivasi pasien
dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
·
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal
penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
·
Ajarkan dan dukung pasien dalam
latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
·
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik
atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5) Risiko infeksi berhubungan dengan
stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur
penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
·
Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
·
Lakukan perawatan luka dengan teknik
aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
·
Lakukan perawatan terhadap prosedur
inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
·
Jika ditemukan tanda infeksi
kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
·
Kolaborasi untuk pemberian
antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
6) Kurang pengetahuan tantang kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan
pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
·
Kaji tingkat pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
·
Berikan penjelasan pada klien
tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
·
Anjurkan klien dan keluarga untuk
memperhatikan diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
·
Minta klien dan keluarga mengulangi
kembali tentang materi yang telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
B. ASUHAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA DISLOKASI
1. Pengertian
Dislokasi
adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan
secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner&Suddarth)
Dislokasi
adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur,
dkk. 2000)
2. Etiologi
Etiologi
tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi,
diantaranya :
a.
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
b.
Trauma akibat kecelakaan
c.
Trauma akibat pembedahan ortopedi
d.
Terjadi infeksi di sekitar sendi
3. Patofisiologi
Penyebab
terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang
mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas
sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari
patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur
sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi
mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah,
perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang
terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan
adanya reposisi dengan cara dibidai.
4. Klasifikasi
a. Dislokasi congenital
Terjadi
sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik
Akibat
penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
c.
Dislokasi traumatic
Kedaruratan
ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat,
kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan)
5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri
b. Perubahan kontur sendi
c.
Perubahan panjang ekstremitas
d. Kehilangan mobilitas normal
e.
Perubahan sumbu tulang yang
mengalami dislokasi
f.
Deformitas
g. Kekakuan
6. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak adanya
perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami dislokasi
b.
Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi
c.
Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi
d.
Tampak adanya lebam pad dislokasi sendi
7. Pemeriksaan diagnostic
a. foto X-ray
untuk
menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur
b. foto rontgen
Menentukan
luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi
c.
Pemeriksaan radiologi
Tampak
tulang lepas dari sendi
d. Pemeriksaan laboratorium
Darah
lengkap dapat dilihat adanya tanda-tanda
infeksi seperti peningkatan leukosit
8. Asuhan
Keperawatan
1. Pengkajian
a.
Pengkajian primer
·
AirwayØ
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
·
BreathingØ
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
·
CirculationØ
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
b. Pengkajian sekunder
·
Aktivitas/istirahatØ
ü kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena
ü Keterbatasan mobilitas
·
SirkulasiØ
ü Hipertensi ( kadang terlihat sebagai
respon nyeri/ansietas)
ü Hipotensi ( respon terhadap
kehilangan darah)
ü Tachikardi
ü Penurunan nadi pada bagiian distal
yang cidera
ü Capilary refil melambat
ü Pucat pada bagian yang terkena
ü Masa hematoma pada sisi cedera
·
NeurosensoriØ
ü Kesemutan
ü Kelemahan
ü Deformitas lokal, agulasi abnormal,
pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan
/ hilang fungsi.
ü Agitasi (mungkin berhubungan dengan
nyeri / anxietas
KenyamananØ
KenyamananØ
ü Nyeri hebat tiba-tiba pada saat
cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang, dapat
berkurang deengan imobilisasi) tak ada nyeri akibat keruisakan syaraf.
ü Spasme / kram otot (setelah
immobilisasi).
KeamananØ
• laserasi kulit
• perdarahan
• perubahan warna
• pembengkakan local
KeamananØ
• laserasi kulit
• perdarahan
• perubahan warna
• pembengkakan local
2. Diagnosa
Keperawatan dan Intervensi
a.
Nyeri (akut) berhubungan dengan
spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera pada jaringan lunak,
pemasangan alat / traksi.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil :
- Klien menyatakan nyeri berkurang.
- Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas terapetik sesuai indikasi untuk situasi individual.
- Edema berkurang / hilang.
- Tekanan darah normal.
- Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.
Intervensi :
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil :
- Klien menyatakan nyeri berkurang.
- Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas terapetik sesuai indikasi untuk situasi individual.
- Edema berkurang / hilang.
- Tekanan darah normal.
- Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.
Intervensi :
·
Kaji keluhan nyeri, perhatikan
lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 – 10). Perhatikan petunjuk verbal dan
non-verbal
Rasional :
Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan kebutuhan untuk / keefektifan analgesic.
Rasional :
Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan kebutuhan untuk / keefektifan analgesic.
·
Pertahankan immobilisasi bagian yang
sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, dan traksi.
Rasional :
Meminimalkan nyeri dan menvegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera.
Rasional :
Meminimalkan nyeri dan menvegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera.
·
Tinggikan dan sokong ekstremitas
yang terkena.
Rasional :
Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
Rasional :
Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
·
Bantu pasien dalam melakukan gerakan
pasif/aktif.
Rasional :
Mempertahankan kekuatan / mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang terkena.
Rasional :
Mempertahankan kekuatan / mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang terkena.
·
Berikan alternatif tindakan
kenyamanan (massage, perubahan posisi).
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
·
Dorong penggunaan teknik manajemen stress,
contohnya relaksasi progresif, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan
sentuhan terapeutik.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan kelelahan. otot.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan kelelahan. otot.
·
Lakukan kompres dingin/es selama
24-48 jam pertama dan sesuai indikasi.
Rasional :
Menurunkan udema/ pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
Rasional :
Menurunkan udema/ pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
·
Kolaborasi dengan dokter pemberian
analgetik.
Rasional :
Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
Rasional :
Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
b. Kerusakan integritas kulit /
jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka : bedah permukaan ; pemasangan
kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau sekret /
immobilisasi fisik.
Tujuan : Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
- Penyembuhan luka sesuai waktu.
- Tidak ada laserasi, integritas kulit baik.
Intervensi :
Tujuan : Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
- Penyembuhan luka sesuai waktu.
- Tidak ada laserasi, integritas kulit baik.
Intervensi :
·
Kaji kulit untuk luka terbuka,
kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
Rasional :
Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang mungkin disebabkan oleh penggunaan traksi, terbentuknya edema.
Rasional :
Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang mungkin disebabkan oleh penggunaan traksi, terbentuknya edema.
·
Massage kulit dan tempat yang
menonjol, pertahankan tempat tidur yang kering dan bebas kerutan.
Rasional :
Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit.
Rasional :
Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit.
·
Rubah posisi selang seling sesuai
indikasi.
Rasional :
Mengurangi penekanan yang terus-menerus pada posisi tertentu.
Rasional :
Mengurangi penekanan yang terus-menerus pada posisi tertentu.
·
Gunakan bed matres / air matres.
Rasional :
Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh dan untuk anggota tubuh yang kurang gerak efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi.
Rasional :
Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh dan untuk anggota tubuh yang kurang gerak efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi.
c.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan kerusakan rangka neuromuskuler.
Tujuan : Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
- Klien akan meningkat/ mempertahankan mobilitas pada tingkat kenyamanan yang lebih tinggi.
- Klien mempertahankan posisi /fungsional.
- Klien meningkatkan kekuatan /fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
- Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas.
Intervensi :
Tujuan : Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
- Klien akan meningkat/ mempertahankan mobilitas pada tingkat kenyamanan yang lebih tinggi.
- Klien mempertahankan posisi /fungsional.
- Klien meningkatkan kekuatan /fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
- Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas.
Intervensi :
·
Kaji derajat imobilitas yang
dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap
imobilisasi.
Rasional :
Mengetahui persepsi diri pasien mengenai keterbatasan fisik aktual, mendapatkan informasi dan menentukan informasi dalam meningkatkan kemajuan kesehatan pasien.
Rasional :
Mengetahui persepsi diri pasien mengenai keterbatasan fisik aktual, mendapatkan informasi dan menentukan informasi dalam meningkatkan kemajuan kesehatan pasien.
·
Dorong partisipasi pada aktivitas
terapeutik/rekreasi dan pertahankan rangsang lingkungan.
Rasional :
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan membantu menurunkan isolasi sosial.
Rasional :
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan membantu menurunkan isolasi sosial.
·
Instruksikan dan bantu pasien dalam
rentang gerak aktif/pasif pada ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional :
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan respon kalsium karena tidak digunakan.
Rasional :
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan respon kalsium karena tidak digunakan.
·
Tempatkan dalam posisi telentang
secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur
tungkai bawah.
Rasional :
Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
Rasional :
Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
·
Bantu/dorong perawatan
diri/kebersihan (contoh mandi dan mencukur).
Rasional :
Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
Rasional :
Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
·
Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan
kursi roda, kruk dan tongkat sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam
menggunakan alat mobilisasi.
Rasional :
Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh flebitis) dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
Rasional :
Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh flebitis) dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
·
Awasi TD dengan melakukan aktivitas
dan perhatikan keluhan pusing.
Rasional :
Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus.
Rasional :
Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus.
·
Ubah posisi secara periodik dan
dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
Rasional :
Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan (contoh dekubitus, atelektasis dan pneumonia).
Rasional :
Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan (contoh dekubitus, atelektasis dan pneumonia).
·
Auskultasi bising usus.
Rasional :
Tirah baring, pengguanaan analgetik dan perubahan dalam kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltik dan menghasilkan konstipasi.
Rasional :
Tirah baring, pengguanaan analgetik dan perubahan dalam kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltik dan menghasilkan konstipasi.
·
Dorong penigkatan masukan cairan
sanpai 2000-3000 ml/hari.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
·
Konsul dengan ahli terapi
fisik/okupasi dan atau rehabilitasi spesialis.
Rasional :
Berguna dalan membuat aktivitas individual/program latihan.
Rasional :
Berguna dalan membuat aktivitas individual/program latihan.
d. Resiko tinggi terhadap disfungsi
neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran darah; cedera vaskuler
langsung, edema berlebih, hipovolemik dan pembentukan trombus.
Tujuan : Disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan perfusi jaringan yang ditandai dengan terabanya pulsasi.
- Kulit hangat dan kering.
- Perabaan normal.
- Tanda vital stabil.
- Urine output yang adekuat
Intervensi :
Tujuan : Disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan perfusi jaringan yang ditandai dengan terabanya pulsasi.
- Kulit hangat dan kering.
- Perabaan normal.
- Tanda vital stabil.
- Urine output yang adekuat
Intervensi :
·
Kaji kembalinya kapiler, warna kulit
dan kehangatan bagian distal dari fraktur.
Rasional :
Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat normal terjadi dengan adanya syndrome comfartemen syndrome karena sirkulasi permukaan sering kali tidak sesuai.
Rasional :
Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat normal terjadi dengan adanya syndrome comfartemen syndrome karena sirkulasi permukaan sering kali tidak sesuai.
·
Kaji status neuromuskuler, catat
perubahan motorik / fungsi sensorik.
Rasional :
Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi ketika sirkulasi ke saraf tidak adekuat atau adanya trauma pada syaraf.
Rasional :
Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi ketika sirkulasi ke saraf tidak adekuat atau adanya trauma pada syaraf.
·
Kaji kemampuan dorso fleksi
jari-jari kaki.
Rasional :
Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko terjadinya injuri dengan adanya fraktur di kaki, edema/comfartemen syndrome/malposisi dari peralatan traksi.
Rasional :
Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko terjadinya injuri dengan adanya fraktur di kaki, edema/comfartemen syndrome/malposisi dari peralatan traksi.
·
Monitor posisi / lokasi ring
penyangga bidai.
Rasional :
Peralatan traksi dapat menekan pembuluh darah/syaraf, khususnya di aksila dapat menyebabkan iskemik dan luka permanen.
Rasional :
Peralatan traksi dapat menekan pembuluh darah/syaraf, khususnya di aksila dapat menyebabkan iskemik dan luka permanen.
·
Monitor vital sign, pertahanan
tanda-tanda pucat/cyanosis umum, kulit dingin, perubahan mental.
Rasional :
In adekuat volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
Rasional :
In adekuat volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
·
Pertahankan elevasi dari ekstremitas
yang cedera jika tidak kontraindikasidengan adanya compartemen syndrome.
Rasional :
Mencegah aliran vena / mengurangi edema.
Rasional :
Mencegah aliran vena / mengurangi edema.
e.
Resiko infeksi berhubungan dengan
tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit dan trauma jaringan.
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi dan tidak menjadi actual.
Kriteria Hasil :
- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
- Bebas drainase purulen, eritema dan demam.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi dan tidak menjadi actual.
Kriteria Hasil :
- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
- Bebas drainase purulen, eritema dan demam.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
·
Inspeksi kulit untuk mengetahui
adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
Rasional :
Pen atau kawat yang dipasang masuik melalui kulit dapat memungkinkan terjadinya infeksi tulang.
Rasional :
Pen atau kawat yang dipasang masuik melalui kulit dapat memungkinkan terjadinya infeksi tulang.
·
Kaji sisi pen/kulit perhatikan
keluhan peningkatan nyeri/rasa terbakar atau adanya edema, eritema, drainase/bau
tak enak.
Rasional :
Dapat mengindikasi timbulnya infeksi lokal/nekrosis jaringan dan dapat menimbulkan osteomielitis.
Rasional :
Dapat mengindikasi timbulnya infeksi lokal/nekrosis jaringan dan dapat menimbulkan osteomielitis.
·
Berikan perawatan pen/kawat steril
sesuai protokol dan latihan mencuci tangan.
Rasional :
Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.
Rasional :
Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.
·
Observasi luka untuk pembentukan
bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tak
enak/asam.
Rasional :
Tanda perkiraan infeksi gangren.
Rasional :
Tanda perkiraan infeksi gangren.
·
Kaji tonus otot, refleks tendon
dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional :
Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia menunjukkan terjadinya tetanus.
Rasional :
Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia menunjukkan terjadinya tetanus.
·
Selidiki nyeri
tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan oedema lokal/eritema ektremitas cedera.
Rasional :
Dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis.
Rasional :
Dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis.
·
Lakukan prosedur isolasi.
Rasional :
Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan luka/linen untuk mencegah kontaminasi silang.
Rasional :
Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan luka/linen untuk mencegah kontaminasi silang.
·
Berikan obat sesuai indikasi seperti
antibiotik IV/topikal dan Tetanus toksoid.
Rasional :
Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus.
Rasional :
Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus.
f.
Kurang pengetahuan tentang kondisi
dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Kriteria Hasil :
- Menyatakan pehaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
- Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
Tujuan : Pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Kriteria Hasil :
- Menyatakan pehaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
- Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
·
Kaji ulang patologi, prognosis dan
harapan yang akan datang.
Rasional :
Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi.
Rasional :
Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi.
·
Beri penguatan metode mobilitas dan
ambulasi sesuai instruksi dengan terapis fisik bila diindikasikan.
Rasional :
Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses penyembuhan. Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap ketidaktepatan pengguanaan alat ambulasi.
Rasional :
Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses penyembuhan. Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap ketidaktepatan pengguanaan alat ambulasi.
·
Buat daftar aktivitas dimana pasien
dapat melakukannya secara mandiri dan yang memrlukan bantuan.
Rasional :
Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan bantuan.
Rasional :
Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan bantuan.
·
Dorong pasien untuk melanjutkan
latihan aktif untuk sendi di atas dab di bawah fraktur.
Rasional :
Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini.
Rasional :
Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini.
·
Diskusikan pentingnya perjanjian
evaluasi klinis.
Rasional :
Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap dan kerja sama pasien dalam program pengobatan membantu untuk penyatuan yang tepat dari tulang.
Rasional :
Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap dan kerja sama pasien dalam program pengobatan membantu untuk penyatuan yang tepat dari tulang.
·
Informasikan pasien bahwa otot dapat
tampak lembek dan atrofi (massa otot kurang). Anjurkan untuk memberikan
sokongan pada sendi di atas dan di bawah bagian yang sakit dan ginakan alat
bantu mobilitas, contoh verban elastis, bebat, penahan, kruk, walker atau
tongkat.
Rasional :
Kekuatan otot akan menurun dan rasa sakit yang baru dan nyeri sementara sekunder terhadap kehilangan dukungan.
Rasional :
Kekuatan otot akan menurun dan rasa sakit yang baru dan nyeri sementara sekunder terhadap kehilangan dukungan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC
2.
Mansjoer, A. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI
3.
http://akhmadrapiuddin.blogspot.com/2009/06/makalah-medula-spinalis.html.
4.
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/17/trauma-medula-spinalis
5.
Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10. Jakarta: EGC.
6.
Nanda. (2005-2006). Panduan
Diagnosa Keperawatan. Prima medika.
7.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC