Asuhan Keperawatan Fraktur Femur
BAB
I
LATAR
BELAKANG
A. Latar Belakang
Fraktur
adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,
baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat &
Jong, 2005). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan
dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah-raga,
pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor.
Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur daripada
laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang
terkait dengan perubahan hormon pada monopouse. Fraktur merupakan ancaman
potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan mengalami gangguan
fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri
tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidak
nyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri
dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman
masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan
seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan.
Pengelolaan nyeri fraktur, bukan saja merupakan upaya mengurangi penderitaan
klien, tetapi juga meningkatkan kualitas hidupnya. Rasa nyeri bisa timbul
hampir pada setiap area fraktur. Bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang
membahayakan yang akan mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan
angka morbiditas dan mortalitas, untuk itu perlu penanganan yang lebih efektif
untuk meminimalkan nyeri yang dialami oleh pasien. Secara garis besar ada dua
manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non
farmakologi. Salah satu cara untuk menurunkan nyeri pada pasien fraktur secara
non farmakologi adalah diberikan kompres dingin pada area nyeri. Perawat harus
yakin bahwa tindakan mengatasi nyeri dengan kompres dingin dilakukan dengan
cara yang aman.
B. Rumusan Masalah
Dalam laporan ini rumusan masalah yang
didaptkan yaitu pengertian fraktur femur, etiologi, patofisiologi, manisfestasi
klinis, pemeriksaan penatalaksanaan medis dan bagaimana proses asuhan
keperawatan pada pasien dengan fraktur femur.
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mampu
mengidentifikasi pengertian fraktur femur
2. Mampu
mengerti tentang penyebab dan tanda fraktur femur
3. Mampu
memberikan penanganan awal pada pasien dengan fraktur femur
4. Mampu
memberikan asuhan keperawatan dengan benar.
D.
Metode
Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan
laporan ini yaitu menggunakan metode pustaka dimana kami mencari bahan-bahan
materi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan materi dan melakukan asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami fraktur femur.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Fraktur Femur
Fraktur femur
adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang / osteoporosis.
B. Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh namun
cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan dan fraktur dapat
terjadi karena:
1)
Trauma
Sebagian
fraktur terjadi karena kekuatan yang tiba-tiba dan berlebih yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, penekanan, pemuntiran/penarikan. Bila terjadi kekuatan
langsung tulang bisa patah pada tempat yang terkena, jaringan lemak juga pasti
rusak.
2)
Pemukulan
Menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit.
3)
Penghancuran
Menyebabkan
fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lemak yang luas. Bila terkena
kekuatan tak langsung dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat
yang terkena kerusakan jaringan lemak ditempat fraktur mungkin tidak ada.
4)
Kelelahan/tekanan
berulang-ulang
Retak
dapat terjadi pada tulang, misal: pada logam/benda lain akibat tekanan
berulang-ulang. Keadaan ini dapat terjadi pada tibia/fibula, radius/ ulna.
Biasanya pada olahragawan/atlit (bola volley, senam, bola basket).
5)
Kelemahan
abnormal pada tulang (fraktur patologis)
Fraktur
dapat terjadi oleh tekanan yang normal, kalau tulang itu lemah (tumor) atau
sangat rapuh (osteoporosis) penderita kanker/infeksi
6)
Fraktur
stress/fatique fracture akibat peningkatan drastis tingkat latihan.
C. Patofisiologi
Fraktur terjadi bila interupsi dari
kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai cidera jaringan disekitar
ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan. Tulang yang rusak
mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang serta
jaringan lemak sekitarnya rusak. Keadaan tersebut menimbulkan perdarahan dan
terbentuknya hematom dan jaringan nekrotik. Jerjadinya jaringan nekrotik pada
jaringan sekitar fraktur tulang merangsang respon inflamasi berupa
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang,
tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera. Tahap ini
merupakan tahap awal pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang
dapat mengalami regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka.
D. Manifestasi
Klinis
1) Deformitas
Daya
tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
(1) Rotasi pemendekan tulang
(2) Penekanan tulang
2) Bengkak
Edema
muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur
3) Ekimosis dari perdarahan
subculaneous
4) Spasme otot, spasme involunters
dekat fraktur
5) Tenderness
6) Nyeri mungkin disebabkan oleh spame
otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang
berdekatan.
7) Kehilangan sensani (mati rasa,
mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan).
8) Pergerakan abnormal
9) Shock hipovolemik hasil dari
hilangnya darah
10) Krepitasi
E. Klasifikasi
Fraktur
1) Berdasarkan luas/garis fraktur
(1) Fraktur komplit
Bila
garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua tulang.
(2) Fraktur tidak komplit/incomplete
Bila
garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, misal:
a.
Buckle
fracture: terjadi pada lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang
spongiosa dibawahnya.
b.
Green
stick fracture: fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak,
korteks tulang masih utuh begitu pula periosteum.
2) Berdasarkan posisi fragmen
(1) Fraktur undisplaced/tidak bergeser
Tulang
patah, posisi pada tempatnya normal/garis patah komplit tetapi kedua fragmen
tidak bergeser, periosteum masih utuh.
(2) Fraktur displaced/bergeser
Ujung
tulang yang patah berjauhan dari tempat patah dan terjadi pergeseran
fragmen-fragmen tulang.
3) Berdasarkan bentuk/jumlah garis
patah
(1) Fraktur komunitif
Garis
patah lebih dari satu dan saling berhubungan
(2) Fraktur segmental
Garis
patah lebih dari satu, tidak saling berhubungan karena tulang tertekan menjadi
beberapa bagian.
(3) Fraktur multiple
Garis
patah lebih dari satu tetapi pada tulang, tempat yang berlainan.
4) Berdasarkan tempat
Misal:
Fraktur femur, fraktur humerus, fraktur radius, ulna, tibia, fibula, vertebra
dll.
5) Berdasarkan bentuk garis patah dan
hubungannya dengan mekanisme trauma
(1) Fraktur transversal
Fraktur
yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
(2) Fraktur oblik
Fraktur
yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
(3) Fraktur spinal
Fraktur
tulang yang melingkari tulang.
(4) Fraktur kompresi
Fraktur
dimana 2 tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya.
(5) Fraktur avulse
Fraktur
yang memisahkan fragmen tulang pada tempat inverse tendon ataupun ligament.
6) Berdasarkan hubungan tulang dengan
dunia luar
(1) Fraktur tertutup (closed/simple
fracture)
Bila
tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
(2) Fraktur terbuka (open/compound
fracture)
Karena
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan dikulit.
Menurut
R. Gustillo (2001), Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajad:
a.
Derajad
I
·
Luka
< 1 cm
·
Kerusakan
jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk.
·
Fraktur
sederhana, tranversal, obliq atau komunitif ringan
·
Kontaminasi
minimal
b.
Derajat
II
·
Laserasi
> 1 cm
·
Kerusakan
jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
·
Fraktur
komunitif sedang
·
Kontaminasi
sedang
c.
Derajat
III
Terjadi
kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.Terbagi atas:
a.
Luka
pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak.
b. Kehilangan jaringan lunak dengan
fraktur yang tulang yang terpapar/kontaminasi masif.
c. Jaringan lunak yang menutupi fraktur
yang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi/fraktur segmental
atau sangat komunitif yang disebabkan trauma berenergi tanpa melihat besar
luasnya luka.
F. Komplikasi
1)
Malunion
Suatu
keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya.
2)
Non-union
Kegagalan
pada proses penyambungan tulang sehingga tulang tak dapat menyambung.
3)
Delayed
union
Proses
penyembuhan tulang berjalan dalam waktu lama dari waktu yang diperkirakan.
4)
Infeksi
Paling
sering menyertai fraktur terbuka tetapi sudah jarang dijumpai dapat melalui
logam bidai.
5)
Cidera
vaskuler dan saraf
Kedua
organ ini dapat cidera akibat ujung patahan tulang yang tajam.
6)
Fat-embolic
syndrome/embolik lemak
Terjadi
setelah 24-48 jam setelah cidera, ditandai distress pernapasan, tachikardi,
tachipnoe, demam, edema paru, dan akhirnya kematian.
7)
Gangren
gas
Yang
berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bacterium saphrophystik gram positif
anaerob antara lain clostridium weichii/clostridium perfingers. Clostridium
biasanya akan tubuh pada luka dalam yang mengalami penurunan suplai O2
karena trauma otot.
8)
Reflek
symphathetic dystrophy
Karena
tidak stabilnya vasomotor yang mengakibatkan tidak normalnya sistem saraf
simpatik yang hiperaktif sehingga menyebabkan terjadinya perlukaan.
9)
Thrombo
embolic complication
Terjadi
pada individu yang immobilisasi dalam waktu yang lama.
10) Pressure sore (borok akibat tekanan)
Akibat
gips/bidai yang memberi tekanan setempat sehingga terjadi nekrosis pada
jaringan superficial
11) Osteomyelitis
Infeksi
dari jaringan tulang yang mencakup sumsum/korteks tulang dapat berupa
hematogenous. Pathogen masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus atau
selama operasi.
12) Nekrosis avaskuler
Fraktur
mengganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen tersebut mati.
Sering terjadi pada fraktur caput femoris.
13) Kerusakan arteri
Ditandai
adanya denyut, bengkak, pucat pada baigan distal fraktur, nyeri, pengisian
kapiler yang buruk. Kerusakan arteri dapat disertai cidera pada kaki, saraf dan
otot visera (thoraks dan abdomen).
14) Syock
Perdarahan
selalu terjadi pada tempat fraktur dan perdarahan ini dapat hebat sehingga
terjadilah syock.
15) syndrome compartment
Terjadi
saat satu atau lebih compartement ekstremitas meningkat, saat peningkatan
tekanan jaringan pada ruangan tertutup diotot yang berhubungan dengan akumulasi
cairan sehingga menyebabkan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan
kerusakan pada otot, ditandai dengan edema, tidak adanya denyut, nyeri terutama
ketika area luka ditinggikan atau digerakkan, pucat atau cyanosis, kaku dan
paresis.
G. Pemeriksaan
Diagnostik
1)
Pemeriksaan
penunjang
(1) Sinar X
Melihat
gambaran terakhir atau mendekati struktur fraktur
(2) Venogram
Menggambarkan
arus vaskularisasi
(3) Konduksi saraf dan elektromiogram
Mendeteksi
cidera saraf
(4) Angiografi
Berhubungan
dengan pembuluh darah
(5) Antrotropi
Mendeteksi
keterlibatan sendi
(6) Radiografi
Menentukan
integritas tulang
(7) CT-Scan
Memperlihatkan
fraktur atau mendeteksi struktur fraktur
2)
Pemeriksaan
laboratorium
LED
meningkat bila kerusakan jaringan lemak luas, leukosit sebagai respon stress
normal setelah trauma, Hb dan HCT rendah akibat perdarahan.
H. Penatalaksanaan
1)
Penatalaksanaan
fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R :
(1) Recognisi : riwayat dari terjadinya
fraktur sampai didiagnosa fraktur
(2) Reduksi : upaya memanipulasi fragmen
tulang
(3) Retensi : memelihara reduksi sampai
penyembuhan
(4) Rehabilitasi : upaya untuk pencapai
kembali fungsi tulang secara normal
2)
Beberapa
intervensi yang diperlukan
(1) Intervensi Terapeutik atau
konservatif
a. Proteksi dengan mitela atau
pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera sebelum memindahkan pasien.
Pembebatan atau pemdidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan
mengurangi adanya komplikasi.
b. Immobilitas
Dilakukan
dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen yang dipersatukan
dengan pemasangan gips.
c. Memberikan kompres dingin untuk
menentukan perdarahan, edema dan nyeri
d. Meninggikan tungkai untuk menurunkan
edema nyeri
e. Kontrol perdarahan dan memberikan
penggantian cairan untuk mencegah syock.
f. Traksi untuk fraktur tulang panjang
Sebagai
upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan immobilisasi fragmen
tulang.
g. Reposisi tertutup atau fiksasi
dengan gips
Pada
fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan anestesi umum atau
lokal.
(2) Pemberian Diet
Pemberian
diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.
(3) Intervensi farmakologis
a. Anestesi local, analgesic narkotik,
relaksasi otot atau sedative diberikan untuk membantu klien selama prosedur
reduksi tertutup.
b. Anestesi dapat diberikan
c. Analgesic diberikan sesuai petunjuk
untuk mengontrol nyeri pada pasca operasi
d. ATS diberikan pada pasien tulang
complicated
(4) Intervensi operatif
a. Reduksi untuk memperbaiki
kontinuitas tulang
·
Reduksi
Tertutup
Fragmen
tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual untuk memperbaiki
kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk mengimmobilisasi ekstremitas dan
mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi
interna.
·
Reduksi
terbuka dan fiksasi internal / ORIF
Fiksasi
interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan
paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian
tulang yang fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang secara langsung terlihat
dan alat fiksasinya digunakan untuk memegang fragmen tulang dalam posisi.
Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat bila tulang sembuh. Setelah
penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi dan sokong tambahan.
b. Penggantian endoprostetik
Penggantian
fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan bila terakhir mengganggu
nutrisi tulang atau pengobatan pilihan adalah penggantian tulang.
I. Konsep
Dasar asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
(1) Riwayat keperawatan
a. Perawat perlu menentukan : data
biografi, riwayat terjadinya trauma (bila tidak ada riwayat terjadi fraktur
patologis) dimana terjadinya trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma.
b. Obat-obatan yang sering digunakan
c. Kebiasaan minum-minuman keras
d. Nutrisi
e. Pekerjaan atau hobby
(2) Pemeriksaan fisik
Head
to toe , inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan pasien,
integritas kulit, nyeri.
(3) Aktivitas atau istirahat
Ditujukan
dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung pada bagian tengah
yang disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak pada jaringan dan rasa nyeri.
(4) Sirkulasi
Ditunjukkan
dengan : hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang disebabkan karena respon
stress atau hipovolemik, nadi berkurang atau menurun lebih kecil pada bagian
distal perlukan disebabkan karena keterlambatan pengikatan pembuluh darah
mempengaruhi bagian jaringan menjadi bengkok hematom pada tempat perlukaan
disebabkan adanya darah ekstravaskuler berada pada daerah perlukaan.
(5) Neurosensori
Ditunjukkan
dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot : kaku atau tak terasa
(parestesia), perubahan total, pemendekan, kekakuan abnormal, terpuntir,
krepitasi, agitasi karena nyeri atau cemas.
(6) Rasa nyaman
Tiba-tiba
nyeri hebat pada tempat luka (mungkin lokasi pada jaringan atau kerusakan
tulang saat immobilisasi) nyeri ini disebabkan terputusnya saraf, otot spasme
setelah immobilisasi.
(7) Keamanan
Kulit
laserasi, perdarahan, perlukaan, lokasi bengkak.
(8) Tempat fraktur dan sistem jaringan
a. Edema
b. Perubahan warna
c. Parestesia dengan numbness dan
tingling karena ketidakseimbangan aliran darah dalam pembuluh darah yang menuju
berbagai organ atau peningkatan tekanan jaringan
d. Nyeri akibat penimbunan darah
sekitar tulang yang mengakibatkan tertekannya saraf.
e. Kulit terbuka dan tertutup
Kulit
terbuka apabila tulang sampai menembus kulit-kulit tertutup apabila tulang
masih berada didalam kulit
f. Krepitasi akibat sensasi yang
berkertak : bunyi yang terdengar pada saat kedua tulang saling bergerak
g. Perdarahan terjadi karena kerusakan
pembuluh darah arteri dan vena
(9) Sistem yang diperhatikan
a. Pallor atau pucat
Karena
perdarahan yang banyak maka darah yang mengikat oksigen dalam tubuh berkurang
sehingga penurunan O2 di dalam jaringan.
b. Confusion
Perfusi
darah yang ke otak menurun sehingga otak kekurangan O2 dan
mengganggu metabolisme otak yang mengakibatkan kebingungan.
c. Dyspnea
Terjadi
pada fraktur terbuka, lemak berasal dari sumsum tulang atau myelum masuk ke
aliran darah terbuka sehingga dapat terjadi embolik dan mengakibatkan sesak
napas.
d. Shock
Terjadi
saat hipovolemik karena kekurangan darah akibat pecahnya arteri dari perdarahan
e. Diaphoresis atau keringat banyak
Akibat
peningkatan metabolisme tubuh, untuk itu dibutuhkan energi banyak hingga energi
akan dipecah menjadi panas dan menimbulkan banyak keringat.
f. Takut dan cemas karena perubahan
status kesehatan
2) Diagnosa Keperawatan
(1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya
jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/imobilisasi, stress ansietas.
(2)
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi, penurunan
sensasi di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotis.
(3)
Gangguan
musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatan
(4)
Resiko
infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tekanan,
prosedur invasive dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
(5)
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ mengingat, salah interpretasi
informasi.
(6)
Resiko
tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan itegritas tulang (fraktur)
(7)
Resiko
tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus.
(8)
Resiko
tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli
lemak.
3)
Intervensi
(1)
Nyeri
berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas.
Tujuan :
Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
a.
Pasien
tampak tenang
b.
Pasien
melaporkan nyeri berkurang atau hilang
Intervensi
a.
Lakukan
pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional: hubungan yang baik membuat
klien dan keluarga kooperatif.
b.
Kaji
tingkat intesitas, skala nyeri (0-10) dan frekuensi nyeri menunjukkan skala
nyeri.
c.
Pertahahankan
imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.
Rasional: menghilangkan nyeri dan mengurangi kesalahan
posisi tulang jaringan yang cedera.
d.
Jelaskan
prosedur sebelum memulai setiap tindakan.
Rasional : memungkinkan pasien untuk siap secara
mental untuk setiap aktifitas, juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat
ketidaknyamanan.
e.
Dorong
pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera.
Rasional : membantu untuk menghilangkan ansietas.
f.
Lakukan
dan awasi dalam latihan gerak aktif atau pasif.
Rasional : mempertahankan kekuatan otot yang sakit dan
mempermudahkan dalam resolusi inflamasi pada jaringan yang
cedera.
g.
Berikan
tindakan nyaman seperti pijatan punggung, perubahan posisi.
Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area
tekanan local dan kelelahan otot.
h.
Dorong
pasien dalam menggunakan teknik manajemen stress, seperti relaksasi napas
dalam, imajinasi visualisasidan sentuhan terapeutik.
Rasioanal : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa
control dan dapat meningkatkan kempuan koping dalam mananjemen nyeri.
i.
Kolaborasi
pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : merupakan tindakan dependent perawatan, dimana
analgesic berfungsi untuk memblok stimulus nyeri.
(2)
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi, penurunan
sensasi di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotis.
Tujuan :
Mencapai penyembuhan luka pada waktu
yang sesuai.
Kriteria hasil :
a.
Menyatakan
ketidaknyaman hilang
b.
Menunjukkan
prilaku untuk mencegah kerusakan kulit dan memudahkan penyembuhansesuai
indikasi.
Intervensi
a.
Kaji
kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan perubahan
warna.
Rasioanal : memberikan informasi
tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat.
b.
Kaji
kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana
perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
c.
Pantau
peningkatan suhu tubuh
Rasional : suhu tubuh yang meningkat
dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan
d.
Berikan
perawatan luka dengan teknik aseptic, balut luka dengan kasa yang kering
dan gunakan plester kertas.
Rasional : teknik aseptic membantu
dalam penyembuhan luka dan menncegah terjadinya infeksi.
e.
Jika
pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindak lanjut misalnya debridement
Rasional : agar benda asing atau
jaringan yang terinfeksi tidak menyebar pada area kulit yang normal lainnya.
(3)
Gangguan
musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatan
Tujuan :
Pasien akan menunjukkan tingkat
mobilitas optimal
Kriteria hasil
a.
Mempertahankan
mobilitas optimal yang dapat ditoleransi
b.
Meningkatkan
fungsi yang sakit
c.
Melakukan
pergerakan dan perpindahan
Intervensi
a.
Kaji
kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan
Rasional : mengidentifikasi masalah
dan mempermudahkan intervensi
b.
Ubah
posisi secara periodic dan dorong untuk latihan nafas dalam
Rasional : mencegah insiden
komplikasi kulit atau pernafasan.
c.
Ajarkan
dan pantau pasien dalam penggunaan alat bantu
Rasional : menilai batasan kemampuan
klien dalam melakukan aktivitas optimal.
d.
Ajarkan
dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan kekuatan
dan ketahanann otot.
e.
Kolaborasi
dengan ahli terapi
Rasional : sebagai suatu sumber
untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan mobilitas pasien.
(4)
Resiko
infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tekanan,
prosedur invasive dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Tujuan
Resiko infeksi tidak menjadi actual
Kriteria hasil
a.
Tidak
ada tanda-tanda infeksi seperti pus, kemerahan, bengkak, demam dan nyeri.
b.
Luka
bersih, tidak lembab dan tidak kotor
c.
Tanda-tanda
vital dalam batas normal atau dapat ditoleran.
Intervensi
a.
Pantau
tanda-tanda vital
Rasional : mengidentifikasi
tanda-tanda peradangan terutama bila suhu meningkat.
b.
Lakukan
perawatan luka dengan teknik aseptic
Rasional : mencegah kontaminasi
silang
c.
Lakukan
perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse, kateter dan drainase luka.
Rasional : untuk mengurangi resiko
infeksi nasokomial.
d.
Infeksi
kulit untuk adanya iritasi atau robekan
Rasional : untuk mengetahui adanya
infeksi
e.
Kaji
tonus otot, reflex tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional : kekauan otot, spasme
tonik otot rahang dan difagia menunjukkan terjadinya tetanus.
f.
Observasi
luka untuk pembentukan krepitasi dan perubahan warna kulit.
Rasional : tanda perkiraan infeksi
(5)
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ mengingat, salah interpretasi
informasi.
Tujuan :
Pasien mengutarakan pemahaman
tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria hasil :
a.
Melakukan
prosedur yang dilakukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
b.
Memulai
perubahan gaya hidup yang di perlukan dan ikut serta dalam perawatan.
Intervensi :
a.
Kaji
tingkat kemampuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh
pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b.
Berikan
penjelasan pada pada pasien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang
Rasional : dengan mengetahui
penyakitnya dan kondisinya sekarang klien dan keluarganya merasa tenang dan
mengurangi rasa cemas.
c.
Anjurkan
klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanannya.
Rasional : diet dan pola makan yang
tepat membantu proses penyembuhan.
d.
Berikan
penjelasan pada pasien tentang perawatan luka
Rasional : menambah pengetahuan dan
pembelajaran pasien tentang perawatan luka.
e.
Minta
keluarga kembali mengulangi materi yang telah diberikan.
Rasional : menambah pengetahuan dan
pembelajaran bagi pasien tentang perawatan luka.
(6)
Resiko
tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
(fraktur)
Tujuan :
Resiko tinggi trauma tidak menjadi
actual
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan stabilisasi dari
posisi fraktur
b. Menunjukkan mekanika tubuh yang
meningkatkan stabilisasi pada farktur
c. Menunjukkan pembentukan kalus mulai
penyatuan fraktur dengan tepat
Intervensi
a.
Pertahankan
tirah baring /ekstermitas sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan stabilitas,
menurunkan kemungkinan gangguan posisi.
b.
Letakkan
papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik.
Rasional : tempat tidur lembut atau
lentur dapat membuat deformasi gips yang masih basah.
c.
Sokong
fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan tahanan posisi netral pada
bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan trokanter dan papan
kaki
Rasional : mencegah gerakan yang tak
perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah
tekanan deformitas pada gips yang kering.
d.
Tugaskan
petugas yang cukup untuk membalik pasien hindari penggunaan papan abduksi untuk
membalik pasien dengan gips.
Rasional : gips panggul atau
multiple dapat membuat berat dan tidak praktis secara ekstrem. Kegagalan untuk
menyokong ektremitas yang di gips dapat menyebabkan gips patah.
e.
Evaluasi
pembebat ekstermitas terhadap resolusi edema.
Rasional : pembebat koaptasi (contoh
jepitan jones sugar) mungkin diberikan untuk memberikan imobilisasi fraktur
dimana pembengkakan jaringan berlebihan. Seiring dengan berkurangnya edema,
penilaian kembali pembebat atau penggunaan gips plaster mungkin diperlukan
untuk mempertahankan kesejajaran fraktur
f.
Pertahankan
posisi atau integritas traksi
Rasional : traksi memungkinkan
tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan
otot/pemendekan untuk memudahkan posisi/penyatuan. Traksi tulang memungkinkan
penggunaan berat lebih besar untuk pemeriksaan traksi daripada digunakan untuk
jaringan kulit.
g.
Yakinkan
bahwa semua klem berfungsi. Minyaki control dan periksa tali terhadap tegangan.
Amankan dan tutup ikatan dengan plester perekat.
Rasional : yakinkan bahwa susunan
traksi berfungsi dengan tepat untuk menghindari interupsi penyambungan
traksi.
h.
Kaji
ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi.
Rasional : mempertahankan integritas
tarikan traksi.
i.
Kolaborasi
untuk kaji ulang foto/evaluasi
Rasional : memberikan bukti visual
mulainya pembentukan kalus/proses penyembuhan untuk menentukan tingkat
aktivitas dan kebutuhan perubahan/tambahan terapi.
(7)
Resiko
tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus.
Tujuan :
Resiko tinggi terhadap neurovaskuler
tidak menjadi actual
Kriteria hasil :
Mempertahankan perfusi jaringan di
buktikan oleh terabanya nadi, kulit hangat/kering, sensasi biasa, sensasi
normal, tanda-tanda vital stabildan haluaran urin adekuat untuk situasi
individu.
Intervensi
a.
Lepaskan
perhiasaan dari ekstremitass yang sakit
Rasional : dapat membendung
sirkulasi bila terjadi edema.
b.Evaluasi adanya/kualitas nadi
periver distal terhadap cedera melalui palpasi. Bandingkan dengan ekstremitas
yang sakit.
Rasional : penurunan/tak adanya nadi
dapat menggambarkan cedera vaskulerdan perlunya evaluasi medic segera terhadap
status sirkulasi.
c.
Kaji
aliran kapiler, warna kulit dan pada fraktur
Rasional : kembalinya warna harus
cepat (3-5 detik), warna kulit putih menunjukkan gangguan arterial
sianosis diduga ada gangguan vena.
d. Lakukan pengkajian neuromuskuler,
perhatikan adanya perubahan fungsi motor/sensori. Minta pasien untuk
melokalisasi nyeri/ketidaknyaman.
Rasional : gangguan perasaan kebas,
kesemutan, peningkatan/penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada syaraf tidak
adekuat/syaraf rusak.
e.
Tes
sensasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara ibu jari
pertama dan kedua, dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu jari bila
diindikasikan.
Rasional : panjang dan posisi syaraf
perineal meningkatkan resiko cedera pada fraktur kaki, edema atau sindrom
kompartemen atau malposisi alat traksi
f.
Kaji
jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar atau tertekan. Sedikit
keluhan “rasa terbakar” dibawah gips.
Rasional : factor ini di sebabkan
atau mengindikasikan tekanan jaringan atau iskemia, menimbulkan kerusakan
atau nekrotik
g.Pertahankan peningkatkan ekstremitas
yang cedera kecuali di kontraidikasikan dengan menyakinkan adanya sindrom
kompartemen
Rasional : meningkatkan drainese
vena/menurunkan edema
h.
Selidiki
tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba
Rasional : dislokasi fraktur sendi
(terutama lutut) dapat merusak arteri yang berdekatan, dengan akibat hilangnya
aliran darah kedistal.
i.
Awasi
tanda-tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit dingin, perubahan
mental.
Rasional : ketidakadekuatan volume
sirkulasi akan mempengaruhi system perfusi jaringan
j.
Kolaborasi
berikan kompres es di sekitar fraktur sesuai indikasi
Rasional : menurunkan
edema/pembentukan hematoma, yang dapat mengganggu sirkulasi
(8)
Resiko
tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli
lemak.
Tujuan :
Tidak terjadi/menjadi actual
terhadap kerusakan pertukaran gas.
Kriteria hasil :
Mempertahankan pernafasan adekuat,
dibuktikan oleh tidak adanya dispnea/sianosis, frekuensi pernafasan dan GDA
dalam batas normal
Intervensi
a.
Awasi
frekuensi pernafasan dan upanya. Perhatikan stridor dan penggunaan otot bantu
serta terjadinya sianosis sentral.
Rasional : takipnea, dispnea dan
perubahan dan mungkin hanya indicator terjadinya emboli paru pada tahap awal.
Masih adanya tanda/gejala menunjukkan distress pernafasan luas/cenderung
kegagalan.
b.
Auskultrasi
bunyi nafas perhatikan terjadinya ketidaksamaan.
Rasional : perubahan dalam bunyi
advestisius menunjukkan terjadinya komplikasi pernafasan.
c.
Atasi
jaringan cedera/tulang dengan lembut, khususnya dalam beberapa hari pertama.
Rasional : ini dapat mencegah
terjadinya emboli lemak yang erat berhubungan dengan fraktur
d.
Instruksikan
dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk, reposisi dengan sering.
Rasional : meningkatkan drainase
secret dan menurunkan kongesti pada paru.
e.
Perhatikan
peningkatan kegelisahan, letargi, stupor dan kacau.
Rasional : gangguan pertukaran gas/
adanya emboli pada paru dapat menyebabkan penyimpangan pada tingkat
kesadaran pasien seperti terjadinya hipoksemia/asidosis.
f.
Observasi
sputum untuk tanda adanya darah
Rasional : hemodialisa dapat terjadi
dengan emboli paru
g.
Inspeksi
kulit untuk adanya petekie diatas garis putting pada aksila, meluas pada abdomen/tubuh
dan mukosa mulut.
Rasional : ini adalah karakteristik
paling sering dari tanda emboli lemak yang tampak dalm 2-3 hari setelah cedera.
h.
Kolaborasi
bantu dalam spirometri insertif
Rasional : memaksimalkan
ventilasi/oksigen dan meminimalkan atelektasis.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,
Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta
Kedokteran. (edisi 3). Jakarta : Media Aesculapius.
Smeltzer,
Susanne C. (2001). Brunner &
suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. 8/E. Agung waluyo (et. al) (penerjemah)
http://fakhrudin87.blogspot.com/2010/08/asuhan-keperawatan-fraktur-femur.html.
tanggal akses 18 April 2012
http://exsimple.blogspot.com/2010/07/kti-fraktur-femur.html.
tanggal akses 18 april 2012