BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di
Amerika Serikat, biaya kecelakaan yang berhubungan dengan gangguan
tidur per tahun sekitar seratus juta dolar. Insomnia merupakan gangguan
tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan sekitar
20%-50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami
gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup
tinggi yaitu sekitar 67 %. Walaupun demikian, hanya satu dari delapan
kasus yang menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh
dokter.
Irwin
Feinberg mengungkapkan bahwa sejak meninggalkan masa remaja, kebutuhan
akan tidur siang menjadi relatif tetap. Luce and Segal mengungkapkan
bahwa faktor usia merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap
kualitas tidur. Telah dikatakan bahwa keluhan terhadap kualitas tidur
sering dengan bertumbuhnya usia. Pada kelompok lanjut usia (40 tahun)
hanya dijumpai 7% kasus yang mengeluh masalah tidur (hanya dapat tidur
tidak lebih dari 5 jam sehari). Hal
yang sama di jumpai pada 22% kasus pada kelompok usia 70 tahun.
Demikian pula, kelompok lanjut usia lebih banyak mengeluh terbangun
lebih awal dari pukul 05.00 pagi. Selain itu, terdapat 30% kelompok usia
70 tahun yang banyak terbagnun diwaktu malam hari. Anka ini ternyata 7x lenih besar dibandingkan dengan kelompok usia 20 tahun.
B. Tujuan
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah gangguan tidur (insomnia)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gangguan
Tidur (Insomnia )adalah kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk
tetap tertidur, atau gangguan tidur yang membuat penderita merasa belum
cukup tidur pada saat terbangun.
Gangguan
tidak saja menunjukan indikasi akan adanya kelainan jiwa yang dini
tetapi merupakan keluhan dari hampir 30% penderita yang berobat ke
dokter, disebabkan oleh :
1. Faktor Ekstrinsik (luar) misal: lingkungan yang kurang tenang.
2. Faktor intrinsik, mial bisa organik dan psikogenik.
· Organik, misal: nyeri, gatal-gatal dan penyakit tertentu yang membuat gelisah.
· Psikogenik, misal: depresi, kecemasan dan iritabilitas.
Lansia dengan depresi, stroke,
penyakit jantung, penyakit paru, diabetes, artritis, atau hipertensi
sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya buruk dan durasi tidurnya
kurang bila dibandingkan dengan lansia yang sehat. Gangguan tidur dapat meningkatkan biaya penyakit secara keseluruhan. Gangguan
tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang signifikan. Ada
beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk
berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori, mood
depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan
penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit jantung dan
kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam
atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan seseorang yang
lama tidurnya antara 7-8 jam per hari.
B. Penyebab
Gangguan
tidur bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki
berbagai penyebab, seperti kelainan emosional,kelainan fisik dan
pemakaian obat-obatan. Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda
maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan dengan gangguan
emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan.
Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah.
Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia
lanjut.Beberapa orang tertidur secara normal tetapi terbangun beberapa
jam kemudian dan sulit untuk tertidur kembali.Kadang mereka tidur dalam
keadaan gelisah dan merasa belum puas tidur.Terbangun pada dini hari,
pada usia berapapun, merupakan pertanda dari depresi. Orang yang pola
tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang terbalik, mereka
tertidur bukan pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya tidur.
Selain itu, perilaku di bawah ini juga dapat menyebabkan gangguan tidur pada beberapa orang:
- higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka, dll?)
- kekhawatiran tidak dapat tidur
- mengkonsumsi caffein secara berlebihan
- minum alkohol sebelum tidur
- merokok sebelum tidur
- tidur siang/sore yang berlebihan
- jadwal tidur/bangun yang tidak teratur
C. Gejala
Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan.
Gangguan tidur bisa dialami dengan berbagai cara:
- sulit untuk tidur
- tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami kesulitan untuk tetap tidur (sering bangun)
- bangun terlalu awal
Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala insomnia. Gejala yang dialami waktu siang hari adalah:
- Mengantuk
- Resah
- Sulit berkonsentrasi
- Sulit mengingat
- Gampang tersinggung
Berdasarkan
dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu,
gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain,
gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang
diinduksi oleh zat. Gangguan tidur-bangun dapat disebabkan oleh
perubahan fisiologis misalnya pada proses penuaan normal. Riwayat
tentang masalah tidur, higiene tidur saat ini, riwayat obat yang
digunakan, laporan pasangan, catatan tidur, serta polisomnogram malam
hari perlu dievaluasi pada lansia yang mengeluh gangguan tidur. Keluhan
gangguan tidur yang sering diutarakan oleh lansia yaitu insomnia,
gangguan ritme tidur,dan apnea tidur
D. Klasifikasi Gangguan Tidur
- Gangguan tidur primer
Gangguan
tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan disebabkan oleh gangguan
mental lain, kondisi medik umum, atau zat. Gangguan tidur ini dibagi dua
yaitu disomnia dan parasomnia. Disomnia ditandai dengan gangguan pada jumlah, kualitas, dan waktu tidur. Parasomnia
dikaitkan dengan perilaku tidur atau peristiwa fisiologis yang
dikaitkan dengan tidur, stadium tidur tertentu atau perpindahan
tidur-bangun. Disomnia terdiri dari insomnia primer, hipersomnia primer,
narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan, gangguan
ritmik sirkadian tidur, dan isomnia yang tidak dapat diklasifikasikan.
Parasomnia terdiri dari gangguan mimpi buruk, gangguan teror tidur,
berjalan saat tidur, dan parasomnia yang tidak dapat diklasifikasikan. Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007196
- Gangguan tidur terkait gangguan mental lain
Gangguan
tidur terkait gangguan mental lain yaitu terdapatnya keluhan gangguan
tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh gangguan mental lain (sering
karena gangguan mood) tetapi tidak memenuhi syarat untuk
ditegakkan sebagai gangguan tidur tersendiri. Ada dugaan bahwa mekanisme
patofisiologik yang mendasari gangguan mental juga mempengaruhi
terjadinya gangguan tidur-bangun. Gangguan tidur ini terdiri dari:
Insomnia terkait aksis I atau II dan Hipersomnia terkait aksis I atau
II.
- Gangguan tidur akibat kondisi medik umum
Gangguan
akibat kondisi medik umum yaitu adanya keluhan gangguan tidur yang
menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi
medik umum terhadap siklus tidur-bangun.
- Gangguan tidur akibat zat
Yaitu
adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang menggunakan atau
menghentikan penggunaan zat (termasuk medikasi). Penilaian sistematik
terhadap seseorang yang mengalami keluhan tidur seperti evaluasi bentuk
gangguan tidur yang spesifik, gangguan mental saat ini, kondisi medik
umum, dan zat atau medikasi yang digunakan, perlu dilakukan
E. Fisiologi Tidur Normal
Rata-rata
dewasa sehat membutuhkan waktu 7½ jam untuk tidur setiap malam.
Walaupun demikian, ada beberapa orang yang membutuhkan tidur lebih atau
kurang. Tidur normal dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya usia.
Seseorang yang berusia muda cenderung tidur lebih banyak bila
dibandingkan dengan lansia.
Waktu
tidur lansia berkurang berkaitan dengan faktor ketuaan. Fisiologi tidur
dapat dilihat melalui gambaran ekektrofisiologik sel-sel otak selama
tidur. Polisomnografi merupakan alat yang dapat mendeteksi aktivitas
otak selama tidur. Pemeriksaan polisomnografi sering dilakukan saat
tidur malam hari. Alat tersebut dapat mencatat aktivitas EEG,
elektrookulografi, dan elektromiografi. Elektromiografi perifer berguna
untuk menilai gerakan abnormal saat tidur. Stadium tidur - diukur dengan
polisomnografi - terdiri dari tidur rapid eye movement (REM) dan tidur non-rapid eye movement (NREM).
Tidur REM disebut juga tidur D atau bermimpi
karena dihubungkan dengan bermimpi atau tidur paradoks karena EEG aktif
selama fase ini. Tidur NREM disebut juga tidur ortodoks atau tidur
gelombang lambat atau tidur S. Kedua stadia ini bergantian dalam
satu siklus yang berlangsung antara 70 120 menit. Secara umum ada 4-6
siklus REM-REM yang terjadi setiap malam. Periode tidur REM I
berlangsung antara 5-10 menit. Makin larut malam, periode REM makin
panjang. tidur NREM terdiri dari empat stadium yaitu stadium 1,2,3,4.
F. Higiene Tidur Pada Lansia
Gangguan
tidur dapat berbentuk buruknya higiene tidur dan gangguan tidur
spesifik. Evaluasi keluhan tidur lansia hendaklah selalu dilakukan.
Keluhan tidur hendaknya jangan diabaikan meskipun mereka sudah tua.
Buruknya higiene tidur dapat disebabkan oleh harapan yang berlebihan
terhadap tidur atau jadual tidur. Akibatnya, lansia sering menghabiskan
waktunya di tempat tidur atau sebentar-sebantar tertidur di siang hari.
G. Stadium Tidur Normal Pada Dewasa
1. Stadium 0
Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup. Fase ini ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus
otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk.
Pada fase mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.
2. Stadium 1
Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium
NREM. Stadium 1 NREM adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia
menduduki sekitar 5% dari total waktu tidur. Pada fase ini terjadi
penurunan aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa menurun kurang dari
50%), amplitudo rendah, sinyal campuran, predominan beta dan teta,
tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata
melambat, tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada
stadium ini seseorang mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa
seperti setengah tidur.
3. Stadium 2
Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi
oleh aktivitas teta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks
K. Kumparan tidur adalah gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14
siklus per detik. Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase
tinggi, diikuti oleh gelombang lebih lambat, frekuensi 2-3 siklus per
menit, aktivitas positif, dengan durasi 500 mdetik. Tonus otot rendah,
nadi dan tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal
sebagai tidur dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur.
4. Stadium 3
Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi
1-2 siklus per detik, amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta.
Tonus otot meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata.
5. Stadium 4
Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium
3 dan 4 sulit dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman
EEG berupa delta. Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat
atau tidur dalam. Stadium ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur
total. Tidur ini terjadi antara sepertiga awal malam dengan setengah
malam. Durasi tidur ini meningkat bila seseorang mengalami deprivasi
tidur. Tidur REM ditandai dengan rekaman EEG yang hampir sama dengan tidur stadium 1. Pada stadium ini terdapat letupan periodik gerakan bola mata cepat. Refleks tendon melemah Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 197
Gangguan Tidur Lanjut Usia atau
hilang. Tekanan darah dan nafas meningkat. Pada pria terjadi ereksi
penis. Pada tidur REM terdapat mimpi-mimpi. Fase ini menggunakan sekitar
20%-25% waktu tidur. Ratensi REM sekitar 70-100 menit pada subyek
normal tetapi pada penderita depresi, gangguan makan, skizofrenia,
gangguan kepribadian ambang, dan gangguan penggunaan alkohol durasinya
lebih pendek. Sebagian tidur delta (NREM) terjadi pada separuh awal
malam dan tidur REM pada separuh malam menjelang pagi.
Tidur
REM dan NREM berbeda dalam hal dimensi psikologik dan fisiologik. Tidur
REM dikaitkan dengan mimpi-mimpi sedangkan tidur NREM dengan pikiran
abstrak. Fungsi otonom bervariasi pada tidur REM tetapi lambat atau
menetap pada tidur NREM. Jadi, tidur dimulai pada stadium 1, masuk ke
stadium 2, 3, dan 4. Kemudian kembali ke stadium 2 dan akhirnya masuk ke
periode REM 1, biasanya berlangsung 70-90 menit setelah onset. Pergantian siklus dari NREM ke siklus REM biasanya berlangsung 90 menit. Durasi periode REM meningkat menjelang pagi 2.
Kondisi tidur siang hari dapat dinilai dengan multiple sleep latency test (MSLT). Subyek diminta untuk berbaring di ruangan
gelap dan tidak boleh menahan kantuknya. Tes ini diulang beberapa kali
(lima kali pada siang hari). Latensi tidur yaitu waktu yang dibutuhkan
untuk jatuh tidur.Waktu ini diukur untuk masing-masing tes dan digunakan
sebagai indeks fisiologik tidur. Kebalikan dari MSLT yaitu maintenance of wakefulness test (MWT). Subyek ditempatkan di dalam ruangan yang
tenang, lampu suram, dan diinstruksikan untuk tetap terbangun. Tes ini
juga diulang beberapa kali. Latensi tidur diukur sebagai indeks
kemampuan individu untuk mempertahankan tetap bangun.
Beberapa terminologi standar ukuran polisomnografi
1. Kontinuitas tidur
Kontinuitas tidur
yaitu keseimbangan antara tidur dengan bangun selama satu malam.
Kontinuitas tidur dikatakan baik bila tidur lebih banyak daripada bangun
dan dikatakan buruk bila tidur sering terinterupsi atau terbangun.
Ukuran kontinuitas tidur yang spesifik adalah latensi tidur (jumlah
waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur, biasanya dihitung dalam menit).
Terbangun intermiten yaitu jumlah waktu terbangun setelah onset tidur (dalam menit).
2. Efisiensi tidur
Efisiensi tidur
yaitu rasio antara waktu sebenarnya yang digunakan untuk tidur dengan
waktu yang dihabiskan di tempat tidur - diukur dalam persentase. Angka
tinggi menunjukkan efisiensi tidur baik.
3. Arsitektur tidur
Arsitektur tidur
yaitu jumlah dan distribusi stadium tidur. Ukurannya adalah jumlah
absolut tidur REM dan masing-masing tidur NREM, dihitung dalam menit.
Tidur manusia bervariasi sepanjang kehidupannya. Pada anak-anak dan
remaja awal, jumlah tidur gelombang lambat relatif stabil. Kontinuitas
dan dalamnya tidur berkurang setelah dewasa. Pengurangan tersebut
ditandai dengan peningkatan frekuensi bangun, tidur stadium 1, serta
penurunan stadium 3 dan 4. Oleh karena itu, usia harus dipertimbangkan
dalam mendiagnosis
gangguan tidur. Siklus sirkadian tidur-bangun dapat mempengaruhi fungsi
neuroendokrin misalnya sekresi kortisol, melatonin, dan hormon
pertumbuhan. Pada dewasa normal, temperatur tubuh juga mengikuti ritme
sirkadian; puncaknya pada sore hari dan paling rendah pada malam hari.
Gangguan siklus temperatur dikaitkan dengan insomnia. Umur, pola tidur
premorbid, dan status kesehatan secara umum mempengaruhi tidur. Apabila
dibandingkan dengan tidur subyek dengan usia muda, tidur lansia kurang
dalam, lebih sering terbangun, tidur delta berkurang, dan tidurnya tidak
efektif. Mengantuk di siang hari sering terjadi pada lansia. Keadaan
ini dapat mempengaruhi jadual tidur-bangunnya di malam hari. Walaupun
demikian, beberapa individu memang mempunyai durasi tidur lebih pendek
atau kebutuhan tidurnya lebih sedikit. Individu ini tidak mempunyai
keluhan susah masuk tidur dan tidak ada tanda-tanda khas insomnia
seperti sering terbangun, letih, susah konsentrasi, dan iritabilitas.
Fungsi siang harinya tidak terganggu meskipun ia tidur kurang dari tujuh
jam
Gangguan Tidur Lanjut Usia tidurnya.
Perubahan yang sangat menonjol yaitu terjadi pengurangan pada gelombang
lambat, terutama stadium 4, gelombang alfa menurun, dan meningkatnya
frekuensi terbangun di malam hari atau meningkatnya fragmentasi tidur
karena seringnya terbangun. Gangguan juga terjadi pada dalamnya tidur
sehingga lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungan. Selama
tidur malam, seorang dewasa muda normal akan terbangun sekitar 2-4 kali.
Tidak begitu halnya dengan lansia, ia lebih sering terbangun. Walaupun
demikian, rata-rata waktu tidur total lansia hampir sama dengan dewasa
muda. Ritmik sirkadian tidur-bangun lansia juga sering terganggu. Jam
biologik lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju. Seringnya
terbangun pada malam hari menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah
jatuh tidur pada siang hari.
Dengan
perkataan lain, bertambahnya umur juga dikaitkan dengan kecenderungan
untuk tidur dan bangun lebih awal. Toleransi terhadap fase atau jadual
tidur-bangun menurun, misalnya sangat rentan dengan perpindahan jam
kerja. Adanya gangguan ritmik sirkadian tidur juga berpengaruh terhadap
kadar hormon yaitu terjadi penurunan sekresi hormon pertumbuhan,
prolaktin, tiroid, dan kortisol pada lansia. Hormon-hormon ini
dikeluarkan selama tidur dalam. Sekresi melatonin juga berkurang.
Melatonin
berfungsi mengontrol sirkadian tidur. Sekresinya terutama pada malam
hari. Apabila terpajan dengan cahaya terang, sekresi melatonin akan
berkurang 2.
H. Manisfestasi klinis
Seperti
sudah disebutkan sebelumnya sebagain besar lansia beresiko mengalami
gangguan tidur akibat berbagai faktor. Proses npatologi terkait dengan
usia dapat menggagu pola tidur. Gangguan tidur menyerang 50% orang yang
berusia 65 tahun atau lebih yang tinggal dirumah atau 66% yang tinggal
difasilitas perawatan jangka panjang. Gangguan tidur mempengaruhi
kualitas hidup dan berhubungan dengan angka mortalitas yang lebih
tinggi.
Selama
penuaan pola tidur mengalami perubahan-perubahan yang khas yang
membedakan dari orang-orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan
tersebut mencakup ketelatenan tidur, terbangun pada dini hari dan
peningkatan jumlah tidur siang. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk tidur
yang lebih dalam juga menurun. Terdapat suatu hubungan antara
peningkatan terbangun selama tidur dengan jumlah total waktu yang
dihabiskan untuk terjaga dimalam hari. Hal tersebut tampak sebagai
pengaturan tidur
Diantara
lansia yang sehat beberapa diantaranya mengalami gejala yang terkait
dengan perubahan tidur, distribusi tidur dan prilaku terjaga. Namun
banyak juga lansia yang mengalami masalah medis dan psikologis yang
mengalami gangguan tidur. Kondisi-konidis tersebut diantaranya :
- Penyakit psikiatrik terutama despresi
- Penyakit alzaimer dan penyakit neuro lainnya
- Penyakit kardiovaskuler dan perawatan pasca bedah jantung
- Inkompetensi jalan napas atas
- Penyakit paru
- Sindrom nyeri
- Penyakit prostatik
- Endokrinopati
I. Diagnosa
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
- pola tidur penderita
- pemakaian obat-obatan, alkohol atau obat terlarang
- tingkatan stres psikis
- riwayat medis
- aktivitas fisik.
J. Pengobatan
Pengobatan
insomnia tergantung kepada penyebab dan beratnya insomnia. Penderita
insomnia hendaknya tetap tenang dan santai beberapa jam sebelum waktu
tidur tiba dan menciptakan suasana yang nyaman di kamar tidur; cahaya
yang redup dan tidak berisik.
Pengobatan insomnia biasanya dimulai dengan:
- Menghilangkan kebiasaan (pindah tempat tidur, memakai tempat tidur hanya untuk tidur, dll).
- Jika tidak berhasil dapat diberikan obat golongan hipnotik (harus konsultasi dengan psikiater).
K. Penatalaksanaan Gangguan Tidur Pada Lansia
1. Pencegahan primer
a. Tidur
sepenunya, tetapi tidak berlebihan, agar merasa segar dan sehat dari
hari berikutnya, pembatasan waktu tidur dapat memperkuat tidur,
berlebihnya waktu yang dihabiskan ditempat tidur tampaknya berkaitan dengan itudr yang terputus-putus dan dangkal
b. Waktu bangun yang teratur dipagi hari meperkuat siklus sirkandian dan menyebabkan awitan tidur yang teratur
c. Jumlah
latihan yang stabil setiap harinya dapat memperdalam tidur namu latihan
yang hanya dilakukan dengan kadang-kadang tidak dapat memperbaiki tidur
pada malam berikutnya.
d. Bunyi
bising yang bersifat kadang-kadang dapat menggangu tidur sekalipun
bunyi tersebut tidak membangunkan orang yang tertidur dan tidak dapat
mengingatnya dipagi hari. Kamar tidur kendap suara dapat membagu tidur
bagi orang-orang yang harus tidur didekat kebisingan.
e. Meskipun
ruang yang terlalu hangat dapat mengganggu tidur, namun tidak ada bukti
yang menunjukkan bahwa kamar yang terlalu dingin dapat membantu tidur.
f. Rasa lapar menggagu tidur
g. Pil
tidur yang kadang-kadang dapat digunakan memberikan keuntungan, namun
pengguynaan yang kronis tidak efektif pada kebanyakan penderita
insomnia.
h. Kafein didalam hari dapat menggangu tidur, meskipun pada orang-orang yang berpikit demikian.
i. Alkohol
membantu orang-orang yang tegang untuk membantu tertidur lebih mudah,
tetapi tidur tersebut kemudian akan terputus-putus .
j. Orang-orangyang
merasa marah dan frustasi karena tidak dapat tidur tidak boleh berusaha
keras untuk tertidur tetapi harus menyalakan lampu dan melakukan hal
yang lain berbeda.
k. Penggunaan terbakau yang secara kronis dapat mengganggu tidur.
Tidakan pencegahan primer yang lainnya anatara lain :
a. Kasur yang memungkinkan kesejajaran tubuh yang tepat.
b. Suhu kamar harus cukup dingin (kurang dari 240C ) sehingga merasa nyaman
c. Asupan kalori harus minbimal pada saat menjelang tidur
d. Latihan sedang disiang hari atau disore hari merupakan hal yang anjurkan.
2. Pencegahan sekunder
Pengkajian oleh perawat harus mencakup faktor-faktor berikut :
a. Seberapa baik lansia tersebut tidur dirumah ?
b. Kapan lansia tersebut pergi ketempat tidur dan terbangun ?
c. Ritual apa saja yang terjadi menjelang tidur?
d. Berapa jumlah dan latihan yang dilakukan setiap hari?
e. Apakah posisi yang paling baik yang disukai ketika ditempat tidur ?
f. Apa jenis lingkungan makar yang disukai?
g. Berapa suhu yang disukai?
h. Berapa banyak ventilasi yang diinginkan ?
i. Aktivitas apa saja yang dilakukan beberapa jam menjelang tidur?
j. Apa saja obat tidur atau obat lain yang digunakan saat menjelang tidur secara rutin?
k. Berapa banyak waktu yang dihabiskan orang tersebut dalam hobinya?
l. Persepsi orang tersebut tentang kepuasan hidup dan status kesehatannya?
Seperti
biasanya, menvalidasi riwayat pengkajian dengan anggota keluarga atau
pemberi perawatan merupakan hal yang paling untk memastikan keakuratan
dan pengkajian jika pasien tidak dianggap kompoten untuk memberikan
laporan sendiri.
Catatam
harian tentang tidur merupakan cara pengkajian yang paling bagu bagi
lansia dirumah sendiri. Informasi ini memberikan catatan yang akurat
tentang masalah tidur. Untuk mendapatkan gambaran sejati tentang
gangguan tidur yang dialami lansia dirumah atau difasilitas kesehatan
catatan harian tersebut dibuat 3 sampai 4 mingu. Catatan tersebut harus
mencakup faktor-faktor berikut ini :
a. Seberapa sering bantuan yang diberikan untuk memberikan obatnyeri, tidak dapat tidur atau menggunakan kamar mandi.
b. Kapan orang tersebut turun dari tempat tidur?
c. Berapa nkali orang tersebut terbangun atau tertidur pada saat diobservasi oleh perawat atau pemberi perawatan.
d. Terjadinya konfusi atau disorientasi
e. Penggunaan obat tidur
f. Perkiraan orang tersebut bangu dipagi hari
- Pencegahan tersier
Jika
terdapat gangguan tidur seperti apne tidur yang mengancam kehidupan,
kondisi pasien memerlukan rehabilitasi melalui tindakan-tindakan seperti
pengangkatan jaringan yang menyumbat di mulut yang memperngaruhi jalan
napas. Saat ini banyak pusat-pusat gangguan tidur yang tersedia
diseluruh negara untuk membantu mengevaluasi gangguan tidur.
Tempat-tempat tersebut biasanya berkaitan dengan lembag penelitian dan
kedokteran kinis atau universitas., dilengkapin dengan alat-alat medis
yang canggih yang dapat mendeteksi rekaman listrik di otak dan obstruksi
napas. Data-data tersebut untuk membantu pengobatan yang terbaik untk
mengatasi kesulitan dan mengrehabilitasi lansia sehingga dapat menikmati
tidur yang berlkualitas sampai akhir hayat hidupnya
L. Penatalaksanaan terapeutik
Bootzin dan Nicassio menganjurkan aturan-aturan tersebut untuk mempertahankan kenormalan pola tidur :
- Pergi tidur hanya jika mengantuk
- Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, jangan membaca, menonton TV atau makan ditempat tidur
- Jika tidak dapat tidur, bangun dan pindah keruangan lain . Bangun sampai anda benar-benar mengantuk, kemudian baru kembali ketampat tidur, Jika tidur masih tidak bisa dilakukan dengan mudah bangun dari temapt tidur, Tujuannya adalah menghubungkan antara temapt tidur dengan tidur cepat, Ulangi langkah ini sesering yang diperlukan sepanjag malam.
- Siapkan Alarm dan bangun diaktu yang sama setiap pagi tanpa memperdulikan beberapa banyak Anda tidur dimalam hari. Hal ini membantu tubuh menatapkan irama tidur bangun yang konstan.
M. Intervensi keperawatan
Berikut ini intervensi keperawatan yang dianjurkan :
- Pertahankan kondisi yang konstan untuk tidur yang menakup perhatian pada faktor-faktor lingkungan dan kegiatan ritual menjelang tidur
- Bantu orang tersebut untuk rileks beberapa saat menjelang tidur dengan memberikan usapan punggung masase kak. Latihan pasif dan gerakan mengusap memberikan efek menidurkan.
- Memberikan posisi yang tepat menghilangkan nyeri dan memberikan kengatan dengan selimut konvesional dan selimut listrik juga dapat membantu.
- Jangan membiarkan pasien meminum kafein (kopi, teh, cokelat) di sore hari dan malam hari,
- Lakukan tindakan-tindakan yang masuk akal seperti memutar musik yang lebut diradio atau menawarkan susu hangat atapun minuman hangat untuk meningkatkan tidur pada lansia tanpa menggunakan hipnotik. Pada waktu malam secangkir anggur brandy atau Bir dapat memberikan kengatan internal dan relaksasi pada lansia yang perlu tidur. Efal dari satu minuman hanya berlangsung selam dua pertiga siklus tidur.
- Tidur siang merupakan hal yang tepat, namun jumlah tidur sing tidak boleh lebih dari dua jam
- Latihan setiap haru juga harus dianjurkan. Hal ini merupak cara yang terbaik untk meningkatkan tidur . Latihan harus dilakukan dipagi hari dari pada menjelang tidur karena pada jam-jam tersebut hanya akan menimbulkan efek dari menyegarkan daripada menidurkan.
- Mandi air hangat terkadang dapat merilekskan lansia tetapi beberapa diantaranya tidak menyukai intervensi ini mengeluh pusing pada saat bangun dari tub.
Jika
tindakan-tindakan diatas gagal dalam meningkatkan kualitas tidur,
obat-obat dapat bermanfaat untuk sementara waktu, tetapi hanya boleh
mnejadi upaya terakhir . Ebersole dan Hess telah mengidentifikasi
berbagai obat yang dipilih untuk menginduksi tidur.
Perawat
yang terampil harus memiliki kewaspadaan yang tinggi berkaitan dengan
penggunaan obat-obatan tersebut dan harus mengkaji lansia dengan sering
untk memastikan bahwa rasa kantuk yang berkebihan disiang hari dan
disorientasi tidak terjadi. Jika terdapat bukti-bukti adanya kondisi
iniobat-obatan tersebut harus dihentikan secara bertahap dan dilakukan
tindakan nonfarmakologis.
BAB III
KESIMPULAN
- Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Masyarakat awam belum begitu mengenal gangguan tidur sehingga jarang mencari pertolongan. Pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada orang yang meninggal karena tidak tidur adalah tidak benar.
- Beberapa gangguan tidur dapat mengancam jiwa baik secara langsung (misalnya insomnia yang bersifat keturunan dan fatal dan apnea tidur obstruktif) atau secara tidak langsung misalnya kecelakaan akibat gangguan tidur.
- Gangguan tidak saja menunjukan indikasi akan adanya kelainan jiwa yang dini tetapi merupakan keluhan dari hampir 30% penderita yang berobat ke dokter, disebabkan oleh :
a. Faktor Ekstrinsik (luar) misal: lingkungan yang kurang tenang.
b. Faktor intrinsik, bisa organik dan psikogenik.
· Organik, misal: nyeri, gatal-gatal dan penyakit tertentu yang membuat gelisah.
· Psikogenik, misal: depresi, kecemasan dan iritabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo,
Boedhi, dan Martono, Hadi. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut), Edisi 2. 2000. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
SKM, Hardiwinoto, Stiabudi, Tony. Tinjauan Dari Berbagai Aspek. 2005. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
www.google.com (online) diakses pada tanggal 26 Oktober 2009.