1. Jamur Kancing
atau Champignon (Agaricus
bisporus)
Jamur kancing
merupakan jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan di dunia, sekitar 38%
dari total produksi jamur dunia. Jamur kancing (Agaricus bisporus)
atau champignon merupakan jamur pangan yang berbentuk hampir bulat
seperti kancing dan berwarna putih
bersih, krem, atau coklat muda. Dalam bahasa Inggris disebut sebagai table
mushroom, white mushroom, common mushroom atau cultivated
mushroom. Di Perancis disebut sebagai champignon
de Paris.
Jamur
kancing dijual dalam bentuk segar atau kalengan, biasanya digunakan dalam
berbagai masakan Barat seperti omelet, pizza, kaserol, gratin, dan selada.
Jamur kancing memiliki aroma unik, sebagian orang ada yang menyebutnya sedikit
manis atau seperti “daging”.
Jamur
kancing segar bebas lemak, bebas sodium, serta kaya vitamin dan mineral,
seperti vitamin B dan potasium. Jamur kancing juga rendah kalori, 5 buah jamur
ukuran sedang sama dengan 20 kalori.
2.
Jamur Tiram (Pleurotus sp.)
Tiongkok
merupakan produsen jamur tiram yang utama. Sekitar 25% dari total produksi
jamur dunia berupa jamur tiram. Jamur tiram/shimeji dikenal pula dengan nama
populer Oyster Mushroom dan nama ilmiah Pleurotus ostreatus.
Tangkai tudungnya menyerupai cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung
dan berwarna putih hingga krem.
Ada
beberapa jenis jamur tiram yaitu jamur tiram putih, jamur tiram merah jambu,
jamur tiram kelabu, dan jamur tiram coklat. Jamur tiram yang dikenal
paling enak dan paling disukai masyarakat sehingga paling banyak dibudidayakan
ialah jamur tiram putih.
Di
alam bebas, jamur tiram bisa dijumpai hampir sepanjang tahun di hutan
pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di permukaan
batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang.
Budidaya
jamur ini tergolong sederhana. Jamur tiram biasanya dipelihara dengan media
tanam serbuk gergaji steril yang dikemas dalam kantung plastik.
3.
Jamur Merang (Volvariella
volvaceae)
Sekitar
16% dari total produksi jamur dunia berupa jamur merang. Jamur merang (Volvariella
volvacea, sinonim: Volvaria volvacea, Agaricus volvaceus,
Amanita virgata atau Vaginata virgata) atau kulat jeramoe
dalam bahasa Aceh merupakan salah satu spesies jamur pangan yang banyak
dibudidayakan di Asia Timur dan Asia Tenggara
yang beriklim tropis atau subtropis. Jamur ini telah lama dibudidayakan sebagai
bahan pangan karena spesies ini termasuk golongan jamur yang paling enak
rasanya dan mempunyai tekstur yang baik.
4.
Jamur Shiitake (Lentinus
edodes)
Paling
banyak dikonsumsi dan diproduksi di Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan.
Sekitar 10% dari total produksi jamur dunia berupa jamur shiitake.
Shiitake
disebut juga ‘Chinese Black Mushroom’. Jamur jenis ini sudah dikenal
sebagai jamur konsumsi sejak 2000 tahun yang silam di dataran Asia. Produksi
jamur Shiitake secara industri massal pertama kali dilakukan di Jepang
pada tahun 1940an. Namun budidaya secara traditional sudah dimulai sejak 900
tahunan yang silam di Cina.
5.
Jamur Kuping
Jamur
yang banyak dipakai untuk masakan Tionghoa, terdiri dari jamur kuping putih (Tremella
fuciformis), jamur kuping hitam (Auricularia polytricha) dan
jamur kuping merah (Auricularia auricula-judae)
Jamur
Kuping merupakan jamur yang pertama kali dibudidayakan bahkan sebelum
jamur Shiitake di Cina. Di Indonesia jamur Kuping sangat lumrah dikenal di
kalangan masyarakat menengah ke bawah setelah jamur merang. Masyarakat
tradisional masih sering mengambil jamur ini dari alam yang biasanya tumbuh
pada batang-batang yang sudah lapuk. Jamur Kuping terutama jenis jamur kuping
hitam (Auricularia polytricha) saat ini sudah banyak dibudidayakan
secara modern dalam log-log serbuk kayu.
Menurut
data statistik, produksi segar jamur kuping (worldwide) menempati urutan
keempat (346.000 ton) setelah Champignon, Tiram dan Shiitake pada tahun 1991.
6.
Jamur Enokitake (Flammulina
velutipes)
Dikenal
juga sebagai jamur musim dingin (winter mushroom). Di wilayah dunia
beriklim sejuk, jamur ini tumbuh di alam bebas pada suhu udara rendah mulai
musim gugur hingga awal musim semi. Jamur ini juga diketahui tumbuh di bawah
salju. Jamur Enokitake biasanya tumbuh di permukaan batang pohon Celtis
sinensis (bahasa Jepang: Enoki) yang sudah melapuk, sehingga disebut Enokitake
(jamur Enoki).
Jamur
Enokitake hasil budidaya bisa dipanen sepanjang tahun. Tubuh buah Enokitake
hasil budidaya terlihat beda dari Enokitake yang tumbuh di alam bebas. Jamur
hasil budidaya dilindungi dari sinar matahari sehingga berwarna putih,
sedangkan jamur di alam bebas berwarna coklat hampir merah jambu.
7.
Jamur Maitake (Grifola
frondosa)
Mengeluarkan
aroma harum kalau dimasak, dikenal dalam bahasa Inggris sebagai hen of the
woods.
8.
Jamur Matsutake (Tricholoma
matsutake (S.Ito et Imai) Sing.)
Jamur
langka yang belum berhasil dibudidayakan dan diburu di hutan pinus wilayah
beriklim sejuk. Dipanen pada musim gugur dan merupakan jamur berharga sangat
mahal di Jepang.
Di
Jepang, matsutake adalah bahan makanan mewah yang berharga sangat mahal. Jamur
ini memiliki wangi harum yang kuat, dan dimakan setelah dipanggang sedikit di
atas api, ditanak bersama beras menjadi nasi matsutake (matsutake gohan),
dan sebagai campuran dobinmushi (sup dalam teko).
9.
Jamur Truffle (Tuber magnatum, Tuber
aestivum, Tuber melanosporum, dan Tuber
brumale)
Jamur
langka yang sulit ditemukan, sehingga menemukannya butuh bantuan anjing dan
babi yang memiliki penciuman tajam. Jamur truffle adalah jamur termahal di
dunia (artikel dari The Telegraph) , digunakan dalam jumlah sedikit
sebagai penyedap pada masakan Perancis seperti masakan Foie gras.
10.
Jamur Ling zhi (Ganoderma
lucidum)
Menurut
sejarah Cina, ling zhi ditemukan oleh seorang petani bernama Seng Nong. Ia
dijuluki sebagai petani yang suci (holyfarmer). Seng Nong menyatakan, kriteria
unggul nilai atau manfaat dari sebuah tanaman obat adalah bila dikonsumsi dalam
jangka waktu lama tidak menimbulkan efek samping. Pada zaman Dinasti Shu,
sekitar 2400 tahun lalu, ling zhi hanya dikonsumsi untuk pengobatan para
maharaja dan bangsawan di negeri Cina. Pada masa itu, ling zhi masih langka.
Sejak
tahun 1971, seorang peneliti dari Universitas Kyoto, Jepang, bernama Yukio Naoi
mulai membudidayakan ling zhi. Melalui eksperimen-eksperimennya, akhirnya ia
berhasil menemukan cara menumbuhkan ling zhi menggunakan limbah pertanian dan
kayu-kayu yang telah lapuk.
Ling
zhi memiliki sifat rasa pedas, pahit, dan hangat. Mengonsumsi ramuan dari ling
zhi memiliki efek bersifat melindungi organ tubuh, membangun (constructive),
mengobati, dan berdampak positif terhadap penyembuhan organ lain yang sakit.
Sejauh ini belum pernah ditemukan efek negatif yang ditimbulkan setelah
mengonsumsi ramuan ling zhi.
Dari
berbagai penelitian yang dilakukan di berbagai negara, ling zhi berkhasiat
sebagai herbal anti-diabetes, anti-hipertensi, anti-alergi, antioksidan,
anti-[inflamasi], anti-hepatitis, analgesik, anti-HIV, serta perlindungan
terhadap liver, ginjal, hemoroid atau wasir, anti-tumor, dan sistem imunitas
(kekebalan tubuh).