Urtikaria
Urtikaria ialah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab,
biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan
kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif biasanya
gatal, rasa tersengat atau tertusuk. (1-3)
Urtikaria juga kadang dikenal sebagai hives, nettle rash, buduran, kaligata. (1,2,4,5)
Sedangkan
angioedema atau angioneuretik edema adalah urtika yang mengenai lapisan
kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat di submukosa, atau di
subkutis, juga dapat mengenai saluran napas, saluran cerna, dan organ
kardiovaskular. (1)
Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun
kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita, maupun dokter.
Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah ditemukan,
ternyata pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak memberi hasil
seperti yang diharapkan.(1)
EPIDEMIOLOGI
Urtikaria sering
dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami urtikaria
dibanding orang muda. Umur rata-rata penderita urtikaria adalah 35
tahun, dan jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih
dari 60 tahun. (1,4,6,7)
Beberapa referensi mengatakan urtikaria
lebih sering mengenai wanita dibanding laki-laki yaitu 4:1, namun
perbandingan ini bervariasi pada urtikaria yang lain.(1,6)
ETIOLOGI
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya(1). Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain :
1. Obat
Bermacam
obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun
non-imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria, secara
imunologik terdapat 2 tipe, yaitu tipe I atau II. Contohnya ialah
aspirin, obat anti inflamasi non steroid, penisilin, sepalosporin,
diuretik, dan alkohol. Sedangkan obat yang secara non-imunologik
langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium
dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat
sintesis prostaglandin di asam arakidonat. (1,5)
2. Makanan
Peranan
makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat
reaksi imunologik, pada beberapa kasus urtikaria terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah mengkonsumsi makanan tersebut.
Makanan berupa protein atau bahan yang dicampurkan ke dalamnya seperti
zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan
urtikaria alergika. Makanan yang paling sering menimbulkan urtikaria
pada orang dewasa yaitu, ikan, kerang, udang, telur, kacang, buah beri,
coklat, arbei, keju. Sedangkan pada bayi yang paling sering yaitu, susu
dan produk susu, telur, tepung, dan buah-buah sitrus (jeruk). (1,2,5,8)
3. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan
atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, agaknya hal
ini lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe
IV). Tetapi venom dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan
komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya menimbulkan urtika
bentuk papular di sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh sendiri
setelah beberapa hari, minggu, atau bulan. (1.8)
4. Bahan fotosenzitiser
Bahan
semacam ini, misalnya griseovulfin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria. (1)
5. Inhalan
Inhalan
berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu
binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria
alergik. (1-3,8)
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering
menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur
binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect
repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini
disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.
(1,3)
7. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh
- Faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda dingin.
- Faktor panas, misalnya sinar matahari, radiasi, dan panas pembakaran.
-
Faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang
menetes atau semprotan air. Fenomena ini disebut dermografisme atau
fenomena darier. (1,5,8)
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus, jamur, maupun infeksi parasit.
- Infeksi oleh bakteri contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi dan sinusitis.
-
Infeksi virus hepatitis, mononukleosis dan infeksi virus coxsackie
pernah dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria
yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis.
-
Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab
urtikaria. Infeksi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang juga
Schistosoma atau Echinococcus dapat menyebabkan urtikaria. Infeksi
parasit biasanya paling sering pada daerah beriklim tropis. (1,2,5,8)
9. Psikis
Tekanan
jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Penyelidikan memperlihatkan
bahwa hipnosis menghambat eritema dan urtika, pada percobaan induksi
psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema meningkat. (1,2)
10. Genetik
Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. (1,5)
11. Penyakt sistemik
Beberapa
penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi
lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Contoh
penyakit sistemik yang sering menyebabkan urtikaria yaitu, sistemik
lupus eritematosa (SLE), penyakit serum, hipetiroid, penyakit tiroid
autoimun, karsinoma, limfoma, penyakit rheumatoid arthritis,
leukositoklast vaskulitis, polisitemia vera (urtikaria akne-urtikaria
papul melebihi vesikel), demam reumatik, dan reaksi transfusi darah.
(1,5)
KLASIFIKASI
Terdapat beberapa penggolongan urtikaria
• Berdasarkan lamanya serangan berlangsung (1-5)
- Urtikaria akut, bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.
- Urtikaria kronik, bila serangan lebih dari 6 minggu.
• Berdasarkan morfologi klinis (1)
- Urtikaria papular bila berbentuk papul.
- Urtikaria gutata bila besarnya sebesar tetesan air.
- Urtikaria girata bila ukuran besar.
• Berdasarkan luas dan dalamnya jaringan terkena (1,8)
- Urtikaria lokal
- Urtikaria generalisata
- Angioedema
• Berdasarkan penyebab dan mekanisme terjadi urtikaria (1,2,4,6,8)
- Urtikaria imunologik
a. Bergantung pada IgE (reaksi alergik tipe I)
b. Ikut sertanya komplemen
c. Reaksi alergi tipe IV
- Urtikaria nonimunologik
a. langsung memacu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator. (misalnya obat golongan opiat dan bahan kontras)
b. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat (misalnya aspirin, obat anti inflamasi non-steroid)
c. Trauma fisik, misalnya dermografisme, rangsangan dingin, panas atau sinar, dan bahan kolinergik.
- Urtikaria Idiopatik
Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya.
PATOGENESIS
Sel
mast merupakan sel efektor primer pada patogenesis timbulnya
gejala-gejala urtikaria. Di kulit, sel mast terdapat di dermis. Selain
itu sel mast juga terdapat di pembuluh darah, pembuluh limfe,
saraf-saraf, dan organ tubuh.(6) Granul-granul dalam sel mast mengandung
histamin, heparin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan
Eosinophile Chemotactic Factor (ECF). Ada 2 macam sel mast yaitu
terbanyak sel mast jaringan dan sel mast mukosa. Yang pertama ditemukan
sekitar pembuluh darah dan mengandung sejumlah histamin dan heparin.
Pelepasan mediator tersebut dihambat kromoglikat yang mencegah influks
kalsium ke dalam sel. Sel mast yang kedua ditemukan di saluran cerna dan
nafas. Proliferasi sel mast oleh dipicu IL-3 dan IL-4 dan bertambah
pada infeksi parasit.(9)
Sel mast akan melepaskan mediator-mediator
radang seperti histamin, leukotrin (SRSA), kinin, serotonin, PEG, PAF,
dan lain-lain. Pelepasan mediator-mediator radang ini karena rangsangan
dari beberapa faktor, antara lain faktor imunologik (reaksi alergi tipe
I, II, III, IV, dan genetik yaitu defisiensi C1 esterase inhibitor) dan
faktor nonimunologik (bahan kimia pelepas mediator, faktor fisik, efek
kolinergik, alkohol, emosi, demam) (1,10). Mediator-mediator yang
dilepaskan akan memberikan pengaruh-pengaruh yang berbeda.(12)
Salah
satu mediator yang dilepaskan oleh sel mast yang sangat penting dalam
proses timbulnya gejala-gejala pada urtikaria adalah histamin. Ada
beberapa mekanisme pelepasan histamin. Faktor-faktor yang telah
disebutkan sebelumnya menyebabkan degranulasi sel mast dan melepaskan
histamin ke jaringan dan sirkulasi. Histamin menyebabkan kontraksi sel
endotel sehingga terjadi kebocoran, dimana cairan berpindah dari
intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga timbullah edema.(5)
Bila
telah masuk ke dalam kulit, histamin menyebabkan triple response of
Lewis, yaitu eritema lokal (vasodilatasi), suatu flare dengan
karakteristik eritema di luar batas dari eritema lokal, hingga terbentuk
suatu wheal akibat kebocoran cairan vena-vena postkapiler. Pembuluh
darah terdiri dari 2 reseptor histamin. Reseptor yang selama ini
diteliti adalah H1 dan H2.(5)
Reseptor H1 ketika dirangsang oleh
histamin, akan menyebabkan refleks dari akson, vasodilatasi dan
pruritus. Perangsangan reseptor H1, melalui saraf sensorik, menyebabkan
kontrakasi otot polos pada traktus respiratorius dan gastrointestinal,
pruritus, dan bersin. Ketika reseptor H2 dirangsang, terjadi
vasodilatasi. Disamping itu reseptor H2 juga terdapat di permukaan
membrane dari sel mast dan ketika dirangsang, akan menyebabkan produksi
dari histamine. Aktivasi reseptor H2 sendiri akan menyebabkan
peningkatan produksi asam lambung. Aktivasi H1 dan H2 bersamaan akan
mengakibatkan hipotensi, takikardi, kemerahan, dan sakit kepala.(5,10)
GAMBARAN KLINIS
Urtikaria
merupakan suatu kondisi kulit dengan manifestasi klinik berupa eritema
dan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan,
berbatas tegas pada kulit atau membran mukosa, kadang-kadang bagian
tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada
urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular,
sampai plakat. Keluhan subyektif biasanya terasa gatal, rasa terbakar,
atau tertusuk. (1,3,6)
Berikut adalah tabel gambaran klinis Urtikaria/Angioedema berdasarkan stimulus dan tipe respon:
Apabila
mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa
atau subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran cerna dan
napas, disebut angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang sering terkena
adalah muka, disertai sesak nafas, serak dan rinitis. (1,3,6)
Dermografisme,
berupa edema dan eritema yang linear di kulit yang terkena goresan
benda tumpul, timbul dalam waktu kurang lebih 30 menit. Pada urtikari
akibat tekanan, urtika timbul pada tempat yang tertekan, misalnya di
sekitar pinggang. Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan
suhu tubuh, emosi, makanan yang merangsang dan pekerjaan berat. Biasanya
terasa sangat gatal, ukuran lesi bervariasi dari beberapa mm sampai
numular dan konfluen membentuk plakat. Serangan berat sering disertai
gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare, muntah-muntah, dan nyeri
kepala. (1,6,8)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, feses rutin.
Pemeriksaan
darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang
tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.(1) Pemeriksaan darah rutin
bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta,
misalnya urtikaria vaskulitis atau adanya infeksi penyerta.
Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi, elektrofloresis
serum, faal ginjal, faal hati, faal hati dan urinalisis akan membantu
konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4
komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa
urtikaria.(12) Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada
urtikaria dingin.(1)
Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap
alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan melakukan tes kulit invivo
(skin prick test), pemeriksaan IgE spesifik (radio-allergosorbent
test-RASTs) atau invitro yang mempunyai makna yang sama.(6,7,12) Pada
prinsipnya tes kulit dan RAST, hanya bisa memberikan informasi adanya
reaksi hipersensitivitas tipe I. Untuk urtikaria akut, tes-tes alergi
mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila urtikaria muncul sebagai
bagian dari reaksi anafilaksis. Untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif
seperti histamine-releasing autoantibodies, tes injeksi intradermal
menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat
dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana. (7, 12)
Tes Provokasi
Tes
provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes
alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes
provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin
keamanannya. Adanya alergen kontak terhadap karet sarung tangan atau
buah-buahan, dapat dilakukan tes pada lengan bawah, pada kasus urtikaria
kontak. Tes provokasi oral mungkin diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan urtikaria akibat obat atau makanan tertentu. (1,7)
Tes
eleminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai
untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu. Pada
urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.(12)
Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik.(12)
Tes fisik lainnya bisa dengan es atau air hangat apabila dicurigai adanya alergi pada suhu tertentu.(12)
B. Pemeriksaan Histopatologik
Perubahan
histopatologik tidak terlalu nampak dan tidak selalu diperlukan tetapi
dapat membantu diagnosis (1,2). Epidermis pada umumnya normal.
Ikatan-ikatan kolagen di retikular dermis terpisah oleh edema dan ada
infiltrat inflamasi limfositik perivaskular. Biasanya juga terdapat
peningkatan jumlah sel mast.(2)
Infiltrat limfositik ini biasanya
ditemukan pada lesi urtikaria akut dan kronik. Beberapa lesi urtikaria
mengandung infiltrat seluler campuran, antara lain limfosit, PMN, dan
sel inflamasi lainnya. Tipe infiltrat campuran biasanya merupakan
karakteristik dari bentuk refraktur dari urtikaria kronik seperti
urtikaria mediasi-autoimun.(7)
Biasanya terdapat kelainan berupa
pelebaran kapiler di papila dermis, geligi epidermis mendatar, dan serat
kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi
selular dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama
disekitar pembuluh darah. (1)
Punch biopsy dengan ukuran 4 mm dapat
digunakan membantu diagnosis. Urtikaria dapat juga mencakup kelainan
histopatologis yang luas, mulai infiltrasi berbagai macam sel radang
yang agak jarang dengan edema dermis yang menonjol disertai infiltrasi
sel-sel radang yang relatif banyak. Sel-sel infiltrat tersebut terdiri
dari neutrofil, limfosit dan eosinofil. Adanya infiltrat eosinofil,
lebih mengarah pada urtikaria alergi.(1)
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, gejala, dan pemeriksaan fisik.
1. Anamnesa
Berdasarkan
dari anamnesa pasien, keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar,
atau tertusuk pada daerah lesi. Selain itu, pasien memiliki alergi
terhadap obat dan makanan tertentu, atau pernah mengalami suatu
pengalaman yang merupakan salah satu penyebab urtikaria, misalnya pernah
mengalami suatu penyakit sistemik atau mengalami trauma psikis kejiwaan
atau fisik yang berhubungan dengan suhu maupun tekanan. (1,3,6)
2. Pemeriksaan klinik
Pada pemeriksaan kulit ditemukan
a. Lokalisasi : Pada badan, tapi dapat juga mengenai ekstremitas, kepala dan leher. (11)
b.
Efloresensi : Eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang
bagian tengah tampak pucat. Bentuknya dapat papular. Epidermis di
sekitar urtikaria normal. (1,6,8)
c. Ukurannya dari beberapa
milimeter hingga sentimeter, dapat berbentuk dari lentikular, numular,
sampai plakat. Karakteristik lesi berwarna kemerahan dan terasa gatal.
(1,8)
Dalam membantu diagnosis, perlu pula dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan penyebab urtikaria, misalnya: (1,8,12)
- Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada organ dalam.
- Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok serta usapan vagina perlu untuk menyingkirkan adanya infeksi lokal.
- Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil, dan komplemen.
-
Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk
membantu diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test)
serta tes intradermal.
- Tes eliminasi makanan
- Pemeriksaan histopatologik
- Tes dengan es (ice cube test) dan air hangat.
- Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
- Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada urtikaria antara lain adalah :
1. Pitiriasis Rosea
Gambar 5. Makula eritema pada Pitiriasis Rosea*
Pitiriasis
rosea merupakan suatu penyakit ringan yang menyebabkan peradangan kulit
disertai pembentukan sisik berwarna kemerahan. Seperti pada urtikaria,
pitiriasis rosea juga sering terjadi pada golongan dewasa muda dan
adanya eritema dengan peninggian dan berbatas tegas serta gatal.
Bentuknya bisa bulat atau lonjong. Untuk membedakan pitiriasis rosea
dari urtikaria, pada urtikaria tidak mempunyai sisik. (1,3)
2. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis
kontak alergi adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan ulang
dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama,
atau mempunyai struktur kimia serupa, pada kulit seseorang yang
sebelumnya telah tersensitasi. Persamaan dermatitis kontak alergi dengan
urtikaria adalah pada gambaran kliniknya yaitu terjadi eritema dengan
peninggian atau pembengkakan. Untuk membedakan dermatitis kontak alergi
dari urtikaria, pada anamnesis diketahui adanya kontak dengan alergen
seperti nikel, lateks, dan sebagainya beberapa menit atau beberapa jam
sebelum timbul gejala eritema tersebut.(1,14)
TERAPI
Terapi terbaik untuk urtikaria adalah mengobati penyebabnya dan jika memungkinkan menghindari penyebab yang dicurigai.(3,4,12)
Obat
lini pertama untuk urtikaria adalah antihistamin antagonis reseptor H1.
Obat ini berfungsi untuk mengurangi rasa gatal, serta memendekkan
durasi terjadinya eritema dan pembengkakan.(4)
Pengobatan dengan
antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin
telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamin pada
reseptor-reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat, antihistamin
dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H1 dan H2.
Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria difokuskan pada efek
antagonis terhadap histamin pada reseptor H1 namun efektivitas tersebut
acapkali berkaitan dengan efek samping farmakologik, yaitu sedasi. Dalam
perkembangannya terdapat antihistamin baru yang berkhasiat terhadap
reseptor H1 tetapi nonsedatif, golongan ini disebut antihistamin
nonklasik.(4)
Antihistamin Klasik sebaiknya tidak digunakan sebagai
monoterapi tetapi sebaiknya dikombinasikan dengan antihistamin
nonklasik. Biasanya antihistamin nonklasik diberikan pada siang hari dan
klasik antihistamin diberikan pada malam hari. Antihistamin antagonis
reseptor H1 klasik dengan kerja singkat seperti hidroksizina
dihidroklorida, terdapat dalam bentuk tablet dan sirup diberikan dengan
dosis 50-100 mg per hari pada dewasa, sedangkan untuk anak berumur di
bawah 6 tahun dengan dosis 50 mg perhari, anak diatas umur 6 tahun
dengan dosis 50-100 mg per hari dengan dosis terbagi. Penggunaan obat
ini sebaiknya dihindari pada kehamilan trimester pertama. Disamping itu
dapat diberikan antihistamin antagonis reseptor H1 kerja panjang (long
acting) seperti difenhidramina diberikan dengan dosis 25-50 mg perhari
dan dosis pada anak 5 mg/kgBB perhari dengan dosis maksimal 300 mg
perhari.(4,7)
Berikut adalah bagan manajemen terapi untuk kronik urtikaria.
PROGNOSIS
Urtikaria
akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi.
Kebanyakan kasus dapat disembuhkan dalam 1-4 hari. Urtikaria kronik
lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari. Hal ini juga
tergantung dari penyebab dari urtikaria itu sendiri. (1,7,15)
KESIMPULAN
Urtikaria
adalah reaksi vaskuler di kulit akibat faktor imunologik dan
non-imunologik, biasanya ditandai dengan edema setempat yang timbul
mendadak dan menghilang perlahan-lahan. Urtikaria dapat terjadi pada
semua umur. Penyebabnya yaitu faktor imunologik (reaksi
hipersensitivitas tipe I, II, III, IV, dan genetik) dan faktor
non-imunologik (bahan kimia pelepas mediator, faktor fisik, efek
kolinergik, alkohol, emosi, demam). Gejala yang timbul biasanya berupa
edema setempat yang eritem, kemudian biasanya disertai gatal. Pengobatan
yang selama ini diberikan sesuai dengan kausa dan diberikan juga anti
histamin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aishah S. Urtikaria.
ln:Djuanda A, Hamzah Mochtar, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Tempat. Indonesia: Balai Penerbit FKUI Jakarta; 2007.p.169-81
2.
Arnold H L, Odom R B, James W D. Urticaria in : Andrew’s Disease of the
Skin Clinical Dermatology. USA: WB Saunders; 1990.p.1147-57
3.
Moschella S L, Hurley H J. Disorder of immunity hypersensitivity and
inflammation in : Dermatology 3rd Edition. USA: W.B.Saunders Company;
1992.p.286-301.
4. Grattan C, Black A. Urticaria and Angioedema.
ln:Horn D, Mascaro J, Saurat J, Mancini A, Salasche S, Stingl G,eds.
Dermatology Volume One. Inggris: Mosby; 2003.p. 287-302
5. Habif T P.
Urticaria and Angioedema in : Clinical Dermatology 4th Edition A color
Guide To diagnosis and therapy . London: Mosby; 2004.p.129-59.
6.
Soter N A . Urticaria and Angioedema in : Fitzpatrick Dermatology in
General Medicine 5th Edition Volume One . New York: McGraw
Hill;1999.p.1409-19.
7. Sheikh J. Urticaria . ( Online ). (2007 ). (
22 screens ). Available from : URL:http://www.emedicine.com. Accessed on
: 05/06/2008.
8. Orkin M, Maibach H I, Dahl M V. Urticaria and
Angioedema in : Dermatology 1st Edition . Minessota. Prentice Hall
Intternational Inc. 1991 : 417-21.
9. Baratawidjaja K. Imunologi Dasar. Indonesia: Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.p.46-48
10.
Linscott M S. Urticaria. ( Online ). ( 2008 ). ( 19 screens ),
Available from : URL:http://www.emedicine.com . Accessed on :
05/06/2008.
11. Siregar R S. Urtikaria dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi 2. Jakarta: EGC; 2003.p.124-26.
12.
Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. Urtikaria dan Angioedema
dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 2006.p.257-61.
13.
Stulberg D L, Wolfrey J. Pityriasis Rosea. ( Online ).( 2004 ) ( 17
screens ) . Available from : www.american familyphysician.com. Accessed
on : 05/06/2008.
14. Anonymous. Allergic Contact Dermatitis ( Online
). (2008).(4 screens ). Available from : URL:http://www.dermnetNZ.com.
Accessed on ; 05/06/2008.
15. Brown R G, Burns T. Berbagai Kelainan
Eritematous dan Papuloskuamosa serta Penyakit Kulit akibat Sinar
Matahari dalam : Lecture notes dermatologi edisi 8 terjemahan. Jakarta:
Penerbit Erlangga;2006.p.151-53