PENGKAJIAN KEPERAWATAN SISTEM PERKEMIHAN
Pendahuluan
Pengkajian
keperawatan merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh perawat untuk
mendapatkan data subjektif dan objektif yang dilakukan secara sistematis.
Proses
pengkajian meliputi tiga fase, yaitu wawancara, pemeriksaan fisik, dan
dokumentasi.
Adapun
ketiga fase tersebutadalah sebagai berikut :
I.
WAWANCARA
Tujuan wawancara adalah mendapatkan informasi yang diperlukan dalam mengidentifikasi dan merencanakan tindakan keperawatan, dan memberi kesempatan pada perawat untuk mulai mengembangkan hubungan saling percaya dengan pasien.
Adapun data-data yang dikumpulkan selama fase wawancara terkait pengkajiankep kerawatan system perkemihan adalah sebagai berikut :
Tujuan wawancara adalah mendapatkan informasi yang diperlukan dalam mengidentifikasi dan merencanakan tindakan keperawatan, dan memberi kesempatan pada perawat untuk mulai mengembangkan hubungan saling percaya dengan pasien.
Adapun data-data yang dikumpulkan selama fase wawancara terkait pengkajiankep kerawatan system perkemihan adalah sebagai berikut :
A.
Riwayat
kesehatan sekarang
Disfungsi ginjal dapat
menimbulkan serangkaian gejala yang kompleks dan tampak di seluruh tubuh.
Riwayat sakit harus mencakup informasi berikut yang berhubungan dengan fungsi
renal dan urinarius.
1.
Keluhan
utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke rumah sakit.
2.
Adanya
rasa nyeri: kaji lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya dengan urinasi;
faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang meringankannya.
3.
Adanya
gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat badan, perubahan
nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit kepala, pruritus, dan
penglihatan kabur.
4.
Pola
eliminasi
a.
Kaji
frekuensi, urgensi, dan jumlah urine output.
b.
Kaji
perubahan warna urin.
c.
Kaji
adanya darah dalam urin.
d.
Disuria;
kapan keluhan ini terjadi : pada saat urinasi, pada awal urinasi, atau akhir
urinasi.
e.
Hesitancy;
mengejan : nyeri selama atau sesudah urinasi.
f.
Inkontinensia
(stress inkontinensia; urge incontinence; overflow incontinence; inkontinensia
fungsional). Adanya inkontinensia fekal menunjukkan tanda neurologik yang
disebabkan oleh gangguan kandungkemih.
g.
Konstipasi
dapat menyumbat sebagian urethra, menyebabkan tidak adekuatnya pengosongan
kandung kemih.
5.
Pola
nutrisi – metabolic
a.
Kaji
jumlah dan jenis cairan yang biasa diminum pasien : kopi, alkohol, minuman
berkarbonat. Minuman tersebut sering memperburuk keadaan inflamasi system
perkemihan.
b.
Kaji
adanya dehidrasi ; dapat berkontribusi terjadinya infeksi saluran kemih,
pembentukkan batu ginjal, dan gagal ginjal.
c.
Kaji jenis
makanan yang sering dikonsumsi pasien. Makanan yang mengandung tinggi protein
dapat menyebabkan pembentukkan batu saluran kemih. Makanan pedas memperburuk
keadaan inflamasi system perkemihan.
d.
Kaji
adanya anoreksia, mual, dan muntah. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi status
cairan.
e.
Kaji
kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin, mineral, dan terapi herbal.
B.
Riwayat
kesehatan masa lalu
1.
Riwayat
infeksi traktur urinarius
a.
Terapi
atau perawatan rumah sakit yang pernah dialami untuk menanggani infeksi traktus
urinarius, berapa lama dirawat.
b.
Adanya gejala
panas atau menggigil.
c.
Sistoskopi
sebelumnya, riwayat penggunaan kateter urine dan hasil-hasil pemeriksaan diagnostik
renal atau urinarius
2.
Riwayat
keadaan berikut ini :
a.
Hematuria,
perubahan warna, atau volume urin.
b.
Nokturia
dan sejak kapan dimulainya.
c.
Penyakit
pada usia kanak-kanak (“strep throat”, impetigo, sindrom nefrotik).
d.
Batu
ginjal (kalkuli renal), ekskresi batu kemih ke dalam urin.
e.
Kelainan
yang mempengaruhi fungsi ginjal atau traktus urinarius (diabetes mellitus,
hipertensi, trauma abdomen, cedera medula spinalis, kelainan neurologi lain,
lupus eritematosus sistemik, scleroderma, infeksi streptococcus pada kulit dan
saluran napas atas, tuberculosis, hepatitis virus,
gangguan kongenital, kanker, dan hyperplasia prostate jinak).
gangguan kongenital, kanker, dan hyperplasia prostate jinak).
3.
Untuk
pasien wanita : kaji jumlah dan tipe persalinan (persalinan pervaginan, sectio
caesarea); persalinan dengan forseps; infeksi vagina, keputihan atau iritasi;
penggunaan kontrasepsi.
4.
Adanya
atau riwayat lesi genital atau penyakit menular seksual.
5.
Pernahkah
mengalami pembedahan ; pelvis atau saluran perkemihan.
6.
Pernahkah
menjalani terapi radiasi atau kemoterapi.
7.
Kaji
riwayat merokok. Merokok dapat mengakibatkan risiko kanker kandung kemih. Angka
kejadian tumor kandung kemih empat kali lebih tinggi pada perokok daripada
bukan perokok.
C.
Riwayat
kesehatan keluarga
1.
Kaji adanya
riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih dalam keluarga (polisistik renal,
abnormalitas kongenital saluran kemih, sindrom Alport’s / nephritis herediter).
2.
Kaji
adanya masalah eliminasi yang dikaitkan dengan kebiasaan keluarga
D.
Riwayat
kesehatan social
1.
Kaji
riwayat pekerjaan, apakah terpapar oleh bahan-bahan kimia seperti phenol dan
ethylene glycol. Bau ammonia dan kimia organic dapat meningkatkan risiko kanker
kandung kemih. Pekerja tekstil, pelukis, peƱata rambut, dan pekerja industri
mengalami risiko tinggi terkena tumor kandung kemih. Seseorang yang lebih
sering duduk cenderung mengalami statis urin sehingga dapat menimbulkan infeksi
dan batu ginjal.
2.
Seseorang
yang mengalami demineralisasi tulang dengan keterbatasan aktivitas fisik
menyebabkan peningkatan kalsium dalam urin.
3.
Laki-laki
cenderung mengalami inflamasi prostat kronik atau epididimis setelah mengangkat
barang berat atau mengendarai mobil dengan jarak jauh.
4.
Perlu juga
informasi tempat tinggal pasien. Dataran tinggi lebih berisiko terjadi batu
saluran kemih karena kandungan mineral meningkat dalam tanah dan air di daerah
dataran tinggi.
E.
Pengobatan
1.
Diuretik
dapat mengubah kuantitas dan karakter output urin.
2.
Phenazopyridine
(pyridium) dan nitrofurantoin (macrodantin) dapat mengubah warna urin.
3.
Anticoagulant
dapat menyebabkan hematuria.
4.
Antidepresant,
antihistamin, dan obat-obatan untuk mengatasi gangguan neurology dan
musculoskeletal, dapat mempengaruhi kemampuan kandung kemih atau sphinter untuk
berkontraksi atau relaksasi secara normal.
F.
Pola persepsi
– kognitif
1.
Apakah
gangguan eliminasi urin mempengaruhi perasaan dan kehidupan normal pasien.
2.
Bagaimana
perasaan pasien saat menggunakan kateter, kantung urin.
II.
PEMERIKSAAN
A.
Pemeriksaan
Fisik
1.
Umum :
Status kesehatan secara umum : lemah, letarghi
2.
Tanda-tanda
vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
3.
Pemeriksaan
fisik sistem perkemihan
Teknik pemeriksaan fisik Kemungkinan kelainan yang
ditemukan
Teknik pemeriksaan fisik Kemungkinan kelainan yang
ditemukan
1.
Inspeksi
a.
Kulit dan
membran mukosa. Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat.
b.
Mulut
c.
Wajah
d.
Abdomen
Pasien posisi terlentang, catat
ukuran, kesimetrisan, adanya massa atau pembengkakan, kembung, Kulit dan
membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang menyebabkan anemia.
Tampak ekskoriasi, memar, tekstur kulit kasar atau kering. Penurunan turgor
kulit merupakan indikasi dehidrasi.
Edema, indikasi retensi dan
penumpukkan cairan.
Stomatitis, napas bau ammonia
Stomatitis, napas bau ammonia
Moon face
Pembesaran atau tidak simetris,
indikasi hernia atau adanya massa. Nyeri permukaan indikasi disfungsi renal.
Distensi atau perut yang nyeri menetap, distensi, kulit mengkilap atau tegang.
e.
Meatus
urinary
Laki-laki/nyoman posisi duduk atau
berdiri, tekan ujung gland penis dengan memakai sarung tangan untuk membuka
meatus urinary.
Pada wanita : posisi dorsal litotomi,
buka labia dengan memakai sarung tangan. Perhatikan meatus urinary
2.
Palpasi
a.
Ginjal
1)
Ginjal
kiri jarang dapat teraba, meskipun demikian usahakan untuk mempalpasi ginjal
untuk mengetahui ukuran dan sensasi.
Jangan lakukan palpasi bila ragu
karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
2)
Posisi
pasien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan.
3)
Letakkan
tangan kiri dibawah abdomen diantara tulang iga dan lengkung iliaka. Tangan
kanan dibagian atas. mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan atau ascites.
Distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Kemerahan, ulserasi, bengkak, atau
adanya cairan, indikasi infeksi. Pada laki-laki biasanya terdapat deviasi
meatus urinary seperti defek kongenital.
Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang serius.
Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal.
Tenderness/lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal kronik.
Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang serius.
Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal.
Tenderness/lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal kronik.
Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
4)
Anjurkan
pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara tangan kiri mendorong ke
atas.
5)
Lakukan
hal yang sama untuk ginjal kanan
b.
Kandung
kemih
Secara normal, kandung kemih tidak
dapat dipalpasi, kecuali terjadi distensi urin maka palpasi dilakukan di daerah
simphysis pubis dan umbilicus.
3.
Perkusi
a.
Ginjal
1)
Atur
posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.
2)
Letakkan
telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostovertebral (CVA), lakukan perkusi
atau tumbukan di atas telapak tangan dengan menggunakan kepalan tangan dominan.
3)
Ulangi
prosedur untuk ginjal kanan
Jika kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
Tenderness dan nyeri pada perkusi CVA merupakan indikasi glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
Jika kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
Tenderness dan nyeri pada perkusi CVA merupakan indikasi glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
b.
Kandung
kemih
1)
Secara
normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin di atas 150
ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi sampai setinggi
umbilicus.
2)
Sebelum
melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk mengetahui fundus
kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas region suprapubic.
Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin 500 ml, maka akan terdengar bunyi dullness (redup) di atas simphysis pubis.
Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin 500 ml, maka akan terdengar bunyi dullness (redup) di atas simphysis pubis.
4.
Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas
sudut kostovertebral dan kuadran atasabdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal)