SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN BIDAN DALAM
NEGERI
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan
pelayanan kebidanan. Keduanya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan
tuntutan masyarakat akan pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dengan pendidikan
ini adalah pendidikan formal dan non formal.
Tahun 1851
Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan hindia belanda. Seorang
dokter militer Belanda (DR. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita
pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnya
peserta didik karena adanya larangan bagi wanita untuk keluar rumah.
Tahun 1902
Pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di Rumah Sakit
militer di Batavia dan tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita Indo dibuka di Makasar. Lulusan dari pendidikan ini harus
bersedia ditempatkan dimana saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong
msyarakat yang tidak/kurang mampu secara cuma-cuma. Lulusan
ini mendapat tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan. Kemudian dinaikkan menjadi 40
Gulden perbulan (tahun 1922).
Tahun
1911/1912
Dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ (RSUP)
Semarang dan Batavia. Calon yang diterima dari HIS ( SD 7 Tahun) dengan
pendidikan keperawatan 4 tahun dan pada awalnya hanya menerima peserta didik
pria pada tahun 1914 telah diterima juga peserta didik wanita pertama , bagi
perawat wanita yang lulus bisa melanjutkan kependidikan bidan selama 2 tahun.
Untuk perawat pria dapat meneruskan pendidikan keperawatan lanjutan selama dua
tahun juga.
Tahun 1935-1938
Pemerintah colonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan Mulo
(setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan di buka sekolah bidan di
beberapa kota besar antara lain : di Jakarta di Rumah Sakit BersalinBudi
Kemulyaan, RSB Palang Dua, dan RSB mardi Waluyo di Semarang. Pada tahun itu dikeluarkan
peraturan yang membedakan lulusan bidan berdasarkan latar belakang pendidikan.
-
Bidan dengan latar pendidikannya Mulo dan pendidikan
kebidanan selam 3 tahun disebut bidan kelas satu.
-
Bidan dari lulusan perawat (mantri) disebut bidan
kelas dua
Perbedaan ini menyangkut gaji pokok dan tunjangan bagi bidan.
Tahun
1550-1953
Dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17
tahun dan lama pendidikan 3 tahun. Mengingat tenaga untuk menolong persalinan
cukup banyak maka dibuka pendidikan pembantu bidan disebut penjenang kesehatan
E atau pembantu bidan. Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan sekolah
itu ditutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan
dasar. Lulusan PK/E sebagian besar melanjutkan ke pendidikan bidan selam 2
tahun.
Tahun 1953
Dibuka kursus tambahan bidan (KTB) di Yogya karta. Lamanya kursus
antara7-12 minggu. Tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta. Tujuan TKB adalah
untuk memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program KIA
dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagi
bidan terutama menjadi bidan di BKIA. Tahun
1967 KTB ditutup.
Tahun
1954
Dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat
dan perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan ini
berlangsung satu tahun kemudian menjadi 2 tahun dan terakhir berkembang menjadi
3 tahun. Pada awal tahun 1972, institusi pendidikan ini dilebur menjadi Sekolah
Guru Perawat (SGP). Pendidikan ini menerima calon dari lulusan sekolah perawat
dan sekolah bidan.
Tahun 1970
program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari sekolah pengatur
rawat (SPR) ditambah dengan 2 tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah
Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK) pendidikan ini tidak dilaksanakan
merata di seluruh provinsi.
Tahun 1974
Mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24
katergori), Depkes melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non
sarjana. Setalah bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK)
dengan tujuan adanya tenaga muti porpose dilapangan dimana salah satu tugasnya
adalah menolong persalinan normal. Namun
karena adanya perbedaan falsafah dan kurikulum terutama yang berkaitan dengan
kemampuan seorang bidan , maka tujuan pemerintah agar SPK dapat menolong
perasalinan tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil.
Tahun 1975-1984
Institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga dalan 10 tahun tidak
menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup
secara wajar
Tahun 1981
Untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam pelayanan
ibu dan anak termasuk kebidanan, dibuka pendidikan diploma I Kesehatan Ibu dan
Anak. ini hanya berlangsung 1 tahun dan tidak
diberlakukan oleh seluruh institusi.
Tahun
1985
Dibuka lagi program pendidikan
bidan yang disebut dengan PPB yang menerima lulusan dari SPR dan SPK. Pada saat
itu dibutuhkan bidan yang memiliki kewenangan dalam meningkatkan pelayanan
kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana di masyarakat. Lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya dikembalikan kepada institusi
yang mengirim.
Tahun
1989
Dibuka crash program pendidikan
bidan secara nasional yang memperbolehkan lulusan SPK untuk langsung masuk
program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai program pendidikan bidan
A (PPB/A). lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya ditempatkan di desa-desa,
dengan tujuan untuk menberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan
terhadap ibu dan anak di daerah pedesaan dalam rangka meningkatkan
sesejahteraan keluarga dan menurunkan angka kematian ibu dan anak, untuk itu
pemerintah menempatkan bidan di setiap desa sebagai PNS golongan II. Mulai
tahun 1996 status bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap (bidan PTT) dengan
kontrak selama 3 tahun dengan pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang dua
kali tiga tahun lagi.
Penempatan bidan ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan
berubah. Bidan harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan
klinik sebagai bidan tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan
kemampuan untuk menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan
ibu dan anak. Program Pendidikan Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik
cukup besar. Diharapkan tahun 1996 sebagian besar desa sudah memiliki minimal
seorang bidan. Lulusan pendidikan ini kenyataannya juga tidak memiliki
kemampuan dan keterampilan yang diharapkan seorang bidan profesional, karena
pendidikan terlalu singkat dan jumlah peserta didik terlalu besar dalam kurun
waktu satu tahun akademik, sehingga kesempatan peserta didik untuk praktik
klinik kebidanan sangat kurang, sehingga tingkat kemampuan yang dimiliki
seorang bidan juga kurang.
Tahun 1993
Dibuka program pendidikan bidan B (PBB/B) yang peserta didiknya
lulusan AKPER dengan lama pendidkan 1 tahun. Tujuan penidikan ini dalah untuk
mempersiapkan tenaga pengajaran pada PPB A. berdasarkan penelitian terhadap
kamapuan klinik kebidanan dari lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang
diharapkan karena lama pendidikan yang hanya 1 tahun. Pendidikan ini hanya
berlangsung 2 angkatan (1995 dan 1996) kemudian ditutup.
Tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan program C
(PPB/C) yang menerima masukan dari lulusan SMP. Pendidikan
ini dilakukan di 11 provinsi yaitu Aceh, Bengkulu, Lampung dan Riau (untuk
wilayah Sumatra) Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan
(wilayah selatan) Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya.
Pendidikan ini
memerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan dalam 6 semester.
Selain pendidikan bidan diatas
sejak tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelnggarakan uji coba pendidkan bidan
jarak jauh (Distance Laerning) di tiga provinsi yaitu Jawa barat, Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Kebijakan ini dilakukan untuk memperluas cakupan upaya
peningkatan mutu tenaga kesehatan yang
sangat diperlukan dalam pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Pengaturan penyelenggaraan ini telah diatur dalam SK Menkes No.
1247/Menkes/SK/XII/1994
Diklat jarah Jauh bidan (DJJ)
adalah DJJ kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan bidan agar mampu melaksanakan tugasnya dan diharapkan berdampak
pada penurunan AKI dan AKB. DJJ bidan dilaksanakan dengan menggunakan modul
sebanyak 22 buah. Pendidikan ini dikoordinasikan oleh Pusdiklat Depkes dan
dilaksanakan oleh bapelkes di propinsi.
·
DJJ
I (1995-1996) dilaksanakan di 15 propinsi
·
DJJ
II (1996-1997) dilaksnakan di 16 propinsi
·
DJJ
III (1997-1998) dilaksnakan di 26 propinsi
Secara komulatif dari tahap
I-III diikuti oleh 6.306 dan 3.439 (55%) dinyatakan lulus.
·
DJJ
tahap IV (1998-1999) dilaksanakan di 26 propinsi dengan jumlah setiap
propinsinya adalah 60 orang kecuali Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi Tengah
masing-masing hanya 40 orangdan propinsi
Jambi 50 orang.
Selain pelatihan DJJ tahun 1994
juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawat daruratan maternal dan neonatal
(LSS; Life Saving Skill) dengan materi pembelajaran berbentuk 10 modul.
Ditinjau dari proses penyelenggaraan ini dinilai tidak efektif.
Tahun
1996
IBI bekerjasama dengan Depkes
dan American College of Nursing Midwife (ANCM) dan Rumah Sakit swasta
mengadakan training of trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang untuk LSS
yang kemudian menjadi ti pelatihan inti LSS di PP IBI. Tom peltihan LSS ini mengadakan TOT dan pelatihan baik untuk bidan di
desa maupun bidan praktek swasta. Pelathan praktek dilaksanakan di 14 propinsi
dan selanjutnya melatih BPS secara swadaya, begitu juga guru atau dosen dari D3
kebidanan.
Tahun 1995-1998
IBI bekerja langsung dengan Mother Caremelakukan peltihan dan peer review
bagi bidan RS, bidan Puskesmas, dan bidan di desa di propinsi Kalimantan
selatan.
Tahun 2000
Telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang
dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal Health (MNH) yang sampai saat ini telah
melatih APN di beberapa propinsi/kabupaten. Peltihan LSS dan APN tidak hanya
untuk pelatohan pelayanan, tetapi juga guru, dosen-dosen dari Akademi
Kebidanan.
Selain melaui pendidikan formal dan pelatihan, untuk meningkatkan kualitas
pelayanan juga diadakan seminar dan lokakarya organisasi (Organization
Development : OD) dilaksanakan setiap tahun sebanyak 2 kali mulai tahin 1996
sampai dengan 200 dengan baiaya dari UNICEF.
Perkembangan
Pendidikan Bidan Sekarang
Mengingat besarnya tanggung
jawab dan beban kerja bidan dalam melayani masyarakat, pemerintah bersama
dengan IBI telah mengupayakan pendidikan bagi bidan agar dapat menghasilkan
lulusan yang mampu memberikan pelayanan yang berkualitas dan dapat berperan
sebagai tenaga kesehatan professional.
Berdasarkan hal tersebut maka
mulai tahun 1996 telah dibuka pendidikan diploma III kebidanan dengan
menggunakan kurikulum nasional yang telah ditetapkan melalui surat keputusan
menteri pendidikan dan kebudayaan RI No. 009/U/1996 di enam provinsi dengan
menerima calon peserta didik dari SMA. Saat ini kurikulum D III Kebidanan telah
direvisi mengacu pada Kep Mendiknas 232 tahun 2000 tentang pedoman penyusunan
kurikulum pendidikan tinggi dan hasil revisi tersebut telah disahkan dengan
keputusan menteri kesehatan RI No. HK.006.06.2.4.1583.
Pada tahun 2001 tercatat ada 65 institusi yang menyelenggarakan
pendidikan diploma III kebidanan di seluruh Indonesia. Dalam tiga tahun
terakhir minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan diploma III
Kebidanan sangat tinggi. Hal ini terlihat sampai saat ini jumlah institusi
penyelenggara D III Kebidanan sudah mencapai 147 dengan 44 milik Depkes dan
sisanya kepemilikan pemerintah daerah, TNI dan swasta. Hal ini perlu kita
cermati bersama bahwa apabila peluang seperti akan tetap dipertahankan maka
tidak ditutup kemungkinan jumlah
institusi DIII kebidanan sulit untuk dibendung karena adanya aturan yang
memungkinkan untuk itu. Sekaitan dengan hal tersebut sebaiknya pihak- pihak
terkait seperti IBI melakukan studi tentang hal ini dan menyampaikan kepada
pihak terkait dan berwenang sebagai masukan untuk membatasi izin pendirian
Diploma kebidanan dan DIV Bidan pendidik.Dengan jumlah institusi yang cukup
besar tersebut dihadapi berbagai masalah antara lain jumlah dosen serta sarana
lahan praktik dan kasus yang terbatas. Untuk mengatasi kendala ini mulai tahun
2000 dibuka program diploma IV bidan pendidik yang diselenggarakan di fakultas
kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Pendidikan ini lamanya dua
semester (satu tahun) dan saat ini telah berkembang program yang sama pada
UNPAD(2001), USU(2004) dan STIKES Ngudi Waluyo Semarang, serta STIKIM Jakarta
(2003).Akhir- akhir ini minat masyarakat untuk membuka program DIV bidan
pendidik juga sudah mulai banyak seperti adanya beberapa usulan yang sudah
masuk ke Pusdiknakes dari pemprakarsa program DIV bidan pendidik pada awalnya
dilaksanankan dalam masa transisi dalam upaya pemenuhan kebutuhan dosen.
Apabila dianalisa lebih lanjut aturan yang berlaku pada Depdiknas
adalah kualifikasi dosen minimal satu tingkat program yang dilaksanakan dengan
program studi yang sesuai. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa DIV bidan
pendidik dengan masa studi satu tahun terdiri dari beban materi profesi
kebidanan kurang lebih 60 % dan 40 % beban materi kependidikan. Hal ini
sebenarnya belum belum memenuhi ketentuan yang ditetapkan Depdiknas bahwa
kualifikasi dosen minimal DIV dan S1 Kebidanan dan untuk menjadi pendidik perlu
ditambah dengan kemampuan kependidikan. Dengan memperhatikan permasalahan
tersebut mungkin sudah waktunya untuk memikirkan dan membuat rancangan
pendidikan DIV Kebidanan kilinis dan S1 Kebidanan. Tidak tertutup kemungkinan
pula untuk mengembangkan pendidikan pada jenjang S2 maupun SP1 dan SP2, apabila
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dosen, peneliti dan menejer dalam bidang
midwifery/ kebidanan disamping tetap melaksanakan pemenuhan kebutuhan tenaga
pelaksana pelayanan kebidanan oleh setiap tatanan pelayanan kesehatan. Tapi hal
ini terlebih dahulu harus disusun dan ditetapkan kompetensi untuk masing-masing
level/ jenjang pendidikan agar tidak terjadi kebingungan dikemudian hari.
Penyusunan kompetensi ini dilakukan oleh IBI bersama-sama dengan unsure terkait
lainnya seperti Depkes, organisasi profesi (POGI, IDAI, PERNASIA, dll ). Adapun
pembinaan dan pengawasan yang telah
diupayakan oleh Pusdiknakes antara lain mulai dari penyusunan dan penetapan
standar kompetensi bidan, penilaian ijin institusi baru, seleksi mahasiswa
baru, penyusunan kurikulum, akreditasi dan ujian akhir program. Serta
pengembangan beberapa standar pendidikan. Sampai saat ini dari 147 institusi
telah terakreditasi sebanyak 26 dengan status sebagai berikut : A= 4, B = 18
dan C= 4. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, ke depan kita sudah waktunya
untuk meninjau ulang dan menata kembali pola pendidikan berjenjang dan
berkelanjutan bagi bidan.
Sejarah Dan Perkembangan Pelayanan Kebidanan Dalam
Negeri
Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di Indonesia tidak terlepas dari masa penjajahan
Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan pemerintah dalam pelayanan dan
pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu dan
teknologi.
Pada
tahun 1907 (Zaman Gubernur Jendaral Hendrik William Deandels)
Pada zaman pemerintah Hindia Belanda. AKI dan AKB sangat tinggi, Tenaga
penolong persalinan adalah dukun . Para dukun dilatih dalam pertolongan
persalinan tapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih
kebidanan. Pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan kebidanan hanya diperuntukan bagi orang Belanda yang ada di
Indonesia.
Tahun 1849
Dibuka pendidikan dokter Jawa di Batavia (di RS Militer Belanda
sekarang RSPAD Gatot Subroto), seiring dengan dibukanya pendidikan dokter
tersebut pada tahun 1851 dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia
oleh seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) lulusan ini kemudian bekerja
di RS dan di masyarakat. Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak
dilakukan oleh dukun dan bidan.
Tahun
1952
Mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan
kualitas pertolongan persalinan. Kursus untuk dukun masih berlangsung sampai
dengan sekarang yang memberikan kursus adalah bidan. Perubahan pengetahuan dan
keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di
msyarakat dilakukan dengan kursus tambahan yang dikenal dengan istilah kursus
tambahan bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula
di kota-kota besar lain. Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai
Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dimana bidan sebagai penanggung jawab pelayanan
kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan mencakup palayanan antenatal.
Postnatal dan pemeriksaan bayi dan anak termasuk imunisasi dan penyuluhan gizi.
Sedangkan diluar BKIA, bidan memberikan portolongan persalinan di rumah
keluarga dan pergi melakukan kunjungan rumah sebagai upaya tindak lanjut dari
pasca persalinan.
Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan yang
terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Puskesmas pada tahun 1957.
Puskesmas memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang
bertugas di puskesmas barfungsi memberikan pelayan KIA termasuk pelayanan KB
baik diluar gedung maupun didalam gedung.Pelayanan kebidanan yang diberikan di
luar gedung adalah pelayanan kesehatan keluarga dan pelayanan di Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu). Pelayanan di Posyandu mencakup empat kegiatan yaitu :
pemeriksaan kehamilan, pelayanan KB, imunisasi, gizi dan kesehatan lingkungan.
Mulai
tahun 1990
Mulai tahun 1990 Pelayanan kebidanan diberikan secra merata dan dekat
masyarakat. Kebijakan ini melalui Inpres secara lisan pada sidang Kabinet tahun
1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa. Adapun
tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana KIA kususnya dalam palayanan
kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas serta pelayanan kesehatan BBL, termasuk
pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan didesa
melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan
pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan pondok bersalin
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di
desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda
dengan halnya bidan yang bekerja di RS dimana pelayanan yang diberikan
berorientasi pada individu. Bidan di RS memberikan pelayanan poliklinik
antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di klinik KB, senam hamil, pendidikan
perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang
perinatal.
Bertitik tolak dari konferensi kependudukan dunia di Kairo pada tahun
1994 yang menekankan pada kespro, memerlukan area garapan pelayanan bidan. Area
tersebut melipuiti :
·
Family
Planning
·
PMS
termasuk infeksi saluran reproduksi
·
Safe
Motherhood termasuk bayi baru lahir dan
perawatan abortus
·
Kesehatan
Reproduksi pada remaja
·
Kesehatan
Reproduksi pada orang tua
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada
kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui
Permenkes. Permenkes yang menyangkut wewanang bidan selalu mengalami perubahan
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Permenkes tersebut dimulai
dari ;
Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas hanya pada
pertolongan persalinan normal secara mandiri didampingi tugas lain
Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes
623/1989.
Wewenang bidan dibagi dua yaitu wewenang umum dan wewenang khusus.
Dalam wewenang khusus ditetapkan bila bidan melaksanakan tindakan khusus
dibawah pengawasan dokter. Hai ini berarti bahwa bidan dalam melaksanakan
tugasnya tidak bertanggung jawab dan
bertanggung gugat atas tidakan yang dilakukan. Pelaksanaan dari Permenkes ini ,
bidan dalam melaksanakan praktek perorangan dibawah pengawasan dokter.
Permenkes
No. 572/VI/1996
Wewenang ini mengatur tentang
registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi
kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam
melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup : pelayanan kebidananan
yang meliputi :pelayanan ibu dana anak, pelayanan KB, pelayanan kesehatan
masyarakat.
Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
registasi dan praktek bidan revisi dari Permenkes 572/VI/1996
Dalam
melakukan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai
dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya. Dalam keadaan keadaan
darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk
penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam
menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan,
pengalamam berdasarkan standar profesi. Pencapaian kemampuan bidan sesuai
dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah karena kewenangan yang diberikan
oleh Depkes ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga
profesional dan mandiri.
SEJARAH PELAYANAN KEBIDANAN DI LUAR NEGERI
Yunani
Hipocrates
yang hidup antara tahun 460-370 sebelum masehi. Beliau mendapat sebutan Bapak Pengobatan karena selama hidupnya
menaruh perhatian
besar terhadap perawatan dan pengobatan serta kebidanan. Beliau menganjurkan
ibu bersalin ditolong dengan perikemanusiaan dan mengurangi penderitaan ibu.
Beliau menganjurkan agar ibu bersalin dirawat dengan selayaknya. Sehubungan
dengan anjuran itu maka di negeri Yinani dan romawi terlebih dahulu merawat
wanita nifas.
Roma
Soranus yang hidup pada tahun
98-138 sesudah masehi. Beliau disebut Bapak Kebidanan karena dari beliaulah pertama kali menaruh perhatian
terhadap kebidanan setelah masa Hipocrates dan berpendapat bahwa seorang bidan
hendaklah seorang ibu yang telah mengalami kelahiran bayi, ibu yang tidak takut
akan hantu, setan, serta menjauhkan tahayul.
Disamping itu beliau pertama
kali menemukan dan menulis tentang Versi
Podali, tapi sayang tidak disertai keterangan yang lengkap. Setelah Soranus
meninggal usahanya diteruskan oleh muridnya Moscion. Ia menulis buku yang merupakan pengajaran bagi
bidan-bidan. Bidan-bidan dahulu seringkali tidak mendapatkan
pengajaran, hanya bekerja berdasarkan pengalaman dan keberanian. Buku yang
ditulisnya itu diberi judul Katekismus
bagi bidan-bidan Roma. Dengan adanya buku itu majulah pengetahuan bidan.
Galen (129-201 Masehi) menulis beberapa teks tentang pengobatan
termasuk Obstetri dan Gynekologi. Dia
juga mengambarkan bagaimana bidan melakukan Dilatasi Servik.
Italia
Zaman setelah Moscion meninggal sampai abAd pertengahan merupakan
zaman yang galau bagi bidang perawatan, dimana perawatan pada umumnya menjadi
mundur. Pengobatan menjadi mundur sekali. Di Eropa ilmu pengobatan kuno menjadi
satu dengan astrologi sedangkan yang mesih berusaha menpertahankan perkembangan
pengobatan kebanyakan hanya tabib-tabib bangsa Arab, karena pada waktu itu
pengobatan dan perawatan diabaikan tidak heranlah jika kebidanan juga
dilalaikan, umumnya orang menganggap bahwa kebidanan adalah satu hal yang
biasa.
Pada abad ke XV waktu sekolah Italia sudah banyak dan besar,
pengobatan mulai maju lagi, terutama menganai antomi dan fisiologi tubuh
menusia. Diantara guru-guru besar Itali yang terkenal dan berjasa adalah :
1. Vesalius
2. Febricus
3. Eustachius yang menemukan tuba
Eustachius (saluran yang menghubungkan hidung, telinga dan tenggorokan).
4.
Fallopius menemukan Tuba Fallopii (saluran yang
menghubungkan ovarium dan uterus)
5.
Arantius menemukan Ductus Arantii (pembuluh darah
sementara pada janin)
Perancis
Perkembangan yang diperoleh oleh guru besar Italia kemudian mempengaruhi
pengobatan, perawatan dan kebidanan di Perancis. Setelah kebidanan dikenal, para wanita bangsawan
mempeloporinya. Apabila wanita bangsawan itu akan bersalin, terutama yang
tinggal di istana, mereka selalu memanggil Dokter atau Bidan, dicontoh oleh kaum
terpelajar dan kemudian berkembang pula diantara wanita-wanita biasa.
Tokoh yang
terkenal membawa perkembangan kebidanan di Perancis adalah :
1.
Amroise Pare (1510-1590)beliau dikenal sebagai seorang
ahli bedah, tetepi juga memberikan kontribusi dalam bidang Obstetri dan
Gynekologi. Beliau menemukan Versi
Podali < sebagai mana yang dikemukakan oleh Soranus dahulu, tetapi
beliau memberikan cara-cara dengan lengkap. Perasad
ini dikenal dengan Versi Ekstaksi (diputar) kemudian ditarik keluar.
2.
Grullemau, beliau adalah murid dari Amroise Pare
yang membantu dan meneruskan minat gurunya.
3.
Louise Bourgeois/ Boursie (1563-1636)ia dalah
seorang bidan yang cakap, juga murid dari Amroise Pare. Turut memperkenalkan
versi ektraksi pada persalinan sukar. Ia pertama kali menerbitkan buku tentang
kebidanan
4.
Francois
Mauriceau
Menemukan suatu cara untuk melahirkan kepala pada
letak sungsang agar lebih mudah yaitu dengan memasukkan dua jari ke dalam mulut
bayi agar kepala bertambah fleksi. Cara ini hingga sekarang terkanal dengan
istilah Cara Mauriceau atau Perasad Mauriceau.
Inggris
1. William Smellie, ( 1697-1763)
Beliau mengubah
bentuk cunam, serta menulis buku tentang pemasangan cunam dengan karangan yang
lengkap, ukuran-ukuran panggul dan perbedaan panggul sempit dan biasa
2. William Hunter (1718-1783)
Murid dari Willian
Smellie, yang memeruskan usahanya.
Amerika
Serikat
Zaman dahulu kala di AS
persalinan ditolong oleh dukun beranak yang tidak berpendidikan. Biasanya bila
wanita sukar melahirkan, ahli obat menganjurkan agar wanita itu diusir serta
ditakuti agar ras sakit bertambah dan kelahiran menjadi mudah karena kesakitan
dan keseduhannya. Menurut catatan Thimas yang pertama kali praktek di AS adalah
Samuel Fuller dan Istrinya. Kemudian menyusul Anne Hutchinson, ia menjadi bidan
pada tahun 1634, pergi ke Boston dan melaporkan disana ia telah menolong
persalinan dengan baik dan menghilangkan kepercayaan lama.
Kemudian nasib malang menimpa
Anne Hutchinson ketika ia menolong sahabatnya bernama Marry Dyer, melahirkan
anak dengan Anencephalus. Orang- orang mengecam Anne sebagai seorang ahli shir
wanita. Akibat kecaman tu ia meninggalkan Boston dan pergi ke Long Island,
kemudian ke Pelham, New York. Disana ia terbunuh waktu ada pemberontakan
orang-orang Indian. Karena ia dianggap sebagai orang yang berjasa maka ia
diperingati dengan nama Hutchinson River
Parkway
Setelah orang Amerika mendengar
perkembangan di Inggris beberapa orang Amerika terpengaruh dengan kemajuan di
Inggris dan pergi kesana untuk memperdalam ilmunya. Antara lain :
1. Dr, James Lloyd (1728-1810.
Beliau berasal dari
Boston, belajar di London di RS Guy dan RS Saint Thimas.
2. Dr. Willian Shippen (1736-1808)
Beliau berasal dari
Philadelphia, belajar di Eropa selama lima tahun kemudian belajar pada Willian
Smellie dan Jhon, William Hunter dan Mackanzie. Sekembalinya di AS
mengembangkan kebidanan di Amerika. Pada tahun 1762 Dr. W. Shippen diizinkan
mendirikan kursus kebidanan di Philadelphia Gazette. Masyarakat banyak menaruh
minat, pria maupun wanitanya , sehingga kursusnya terdiri dari dari murid-murid
pria dan wanita. Dalam praktek kebidanan murid-murid dipisahkan,
murid pria berpraktek pada praktek pratikulirnya sendiri. Kemudian didirikan
rumah sakit bersalin yang khusus untuk latihan muridnya. Kursus ini berlangsung
terus sampai tahun 1765, kemudian ditutup karena adanya sekolah kedokteran dari
Collage Philadelpjia. Dr. William Shippen diangkat menjadi professor Anatomi.
Pembedahan dan kebidanan diajarkan bersama-sama pada tahun 1810 setelah ada
pangangkatan dokter Thomas Chalkley James sebagai professor kebidanan. Ia
menganjurkan partus buatan pada bayi premature bila pinggul ibu nya sempit.
3.
Dr. Samuel Brad yang hidup pada tahun 1742-1821.
setelah menamatkan pelajarannya beliau pergi ke Eropa belajar di Edenburgh
hingga tamat. Kemudian meneruskan lagi ke London hingga pada tahun 1768 kembali
ke Amerika Serikat pada umur 26 tahun.
Beliau terkenal dengan memajukan berdirinya bagian
kedokteran di King College yang sekarang menjadi Universitas Columbia Dr.
J.V.L. Tennet yang bekerja juga pada universitas itu menyebutnya sebagai
professor kebidanan yang pertama di King College. Kemudian Dr Samuel Bard
menulis buku kebidanan yang lain dan memuat pelajaran bagi dokter dan bidan.
Isi buku tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Cara pengukuran Conyungata
diagonalis
b. Kelainan-kelainan panggul
c.
Melarang pemeriksaan dalam bila tidak ada indikasi
4.
kala I, dari permulaan persalinan sampai pembukaan
lengkap
5.
kala II, dari pembukaan lengkap sampai kepala
kelihatan di atas perineum
6.
kala III, dari tampaknya kepala bayi diatas perineum
sampai lahirnya seluruh tubuh
7.
Kala IV, dari lahirnya anak sampai lahirnya
plasenta.
a.
Menasehatkan jangan menarik tali pusat untuk mencegah
terjadinya inversion uteri.
b.
Mengajarkan bahwa letak muka dapat lahir spontan
c.
Melarang pemakaian cunam yang berulan-ulang karena banyak
menimbulkan kerugian.
8. Dr. Walter Channing (1786-1876)
Walter Channing
mula-mula belajar kedokteran di universitas Pensylvania, kemudian meneruskan ke
Edenburgh dan London. Sekembalinya di Amerika Serikat beliau diangkat sebagai
Profesor kebidanan di Sekolah Kedokteran Harvard, di mana sebelumnya diajarkan
subjek kebidanan sebagai subjek tersendiri. Dr. Walter Channing juga seorang
dokter yang pertama kali memperhatikan keadaan nifas di RSU Boston, Amerika
Serikat.
Perkembangan Pendidikan Kebidanan Di Luar Negeri
Malaysia
Perkembangan kebidanan di Malaysia bertujuan untuk menurunkan MMR dan
IMR dengan menempatkan bidan desa. Mereka memiliki basic SMP + juru rawat + 1
tahun sekolah bidan.
Jepang
Sekolah bidan di Jepang dimulai
pada tahun 1912 pendidikan bidan disini dengan basic sekolah perawat selama 3
tahun + 6 bulan pendidikan bidan. Tujuan pelaksanaan pendidikan ini adalah
untuk meningkaTkan pelayanan kebidanan dan neonatus tapi pada masa itu timbul masalah
karena masih kurangnya tenaga bidan dan bidan hanya mampu melakukan pertolongan
persalinan yang normal saja, tidak siap jika terdapat kegawat daruratan
sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas bidan masih kurang memuaskan. Pada tahun 1987 ada upaya untuk meningkatkan pelayanan dan pendidikan
bidan, menata dan mulai merubah situasi.
Belanda
Negara Belanda merupakan Negara Eropa yang teguh berpendapat bahwa
pendidikan bidan harus dilakukan secara terpisah dari pendidikan perawat.
Menurut Belanda disiplin kedua bidang ini memerlukan sikap dan keterampilan
yang berbeda. Perawatan umumnya bekerja secara hirarki di RS dibawah pengawasan
sedangkan bidan diharapkan dapat bekerja secara mandiri di tengah masyarakat.
Akademi pendidikan bidan yang pertama pada tahun 1861 di RS Universitas
Amsterdam. Akademi ke dua dibuka pada tahun 1882 di Rotterdam dan yang ketiga
pada tahun 1913 di Heerlen. Pada awalnya pendidikan bidan adalah 2 tahun,
kemudian menjadi 3 tahun dan sejak 1994 menjadi 4 tahun. Pendidikannya dengan
dasar SMA. Tugas pokok bidan di belanda adalah keadaan normal dan merujuk
keadaan yang abnormal ke dokter ahli kebidanan.
Inggris
Pada tahun 1902 pelatihan dan registrasi bidan mulai
diteraturkan. Selama tahun 1930 banyak
perawat yang teregistrasi masuk kebidanan karena dari tahun 1916 mereka
melaksanakan kursus-kursus kebidanan lebih singkat dari pada perempuan tanpa
kualifikasi keperawatan. Tahun 1936 kebanyakan siswa-siswa kebidanan
teregistrasi sebagai perawat. Pelayanan
kebidanan di Inggris banyak dilakukan oleh bidan praktek swasta. Semenjak
pertengahan 1980 kurang lebih 10 orang bidan melaksanakan praktek mandiri.
Tahin 1990 bertambah sekitar 32 bidan, 1991 menjadi 44 bidan, dan 1994 sekitar
100 orang bidan dengan 80 bidan masuk dalam independent Midwives Assosiation.
Alasan
bidan di Inggris melakukan praktek mandiri :
·
Penolakan terhadap model medis dalam kelahiran (
Medicalisasi)
·
Ketidakmampuan
menyediakan perawatan yang memuaskan dalam NHS ( National Health Servis )
·
Untuk
mengurus status bidan sebagai praktisi
·
Untuk memberikan kelangsungan perawatan dan kemampuan
bidan dalam memberikan pertolongan persalinan di rumah sebagai pilihan mereka.
Pendidikan
kebidanan di inggris :
·
High
School + 3 tahun
·
Nurse
+ 18 bulan
Mayoritas bidan di Inggris adalah lulusan diploma. Sejak tahun 1995
sudah ada lulusan S1 kebidanan dengan dasar SMU + 3-4 tahun.
Australia
Australia sedang pada titik perubahan terbesar dalam pendidikan
kebidanan. System ini menunjukkan bahwa seorang bidan adalah seorang perawat
yang terlegislasi dengan kualifikasi kebidanan.
Konsekwensinya banyak bidan-bidan yang telah mengikuti pelatihan di
Amerika dan Eropa tidak dapat mendaftar tanpa pelatihan perawatan. Siswa-siswa
yang mengikuti pelatihan kebidanan pertama kali harus terdaftar sebagai
perawat. Kebidanan swasta di Australia berada pada poin kritis pada awal tahun
1990, berjuang untuk bertahan pada waktu perubahan besar.
3 faktor yang bekerja melawan kebidanan
- Medical yang dominan
- Berlawanan dengan profesi keperawatan
- Tidak mengabaikan komunitas peran bidan
Medicalisasi telah dibawa sebagian oleh dokter, melalui pelatihan
melebihi dari yang diperlukan ini adalah gambaran dari pejuangan bidan-bidan di
Negara lain. Profesi keperawatan di Australia menolak hak bidan sebagai identitas
profesi yang terpisah. Dengan kekuatan penuh bidan-bidan yang sedikit militant
tersupport untuk mencapai kembali hak-hak dan kewenangan mereka dalam menolong
persalinan
Pendidikan bidan dengan basic perawat + 2 tahun. Sejak tahin 2000
telah dibuka University of Teknology of Sydney yaitu S2 ( Doctor Of Midwifery )
Spanyol
Spanyol merupakan salah satu Negara di benua Eropa yang telah lama
mengenal profesi bidan. Dalam tahun 1752 persyaratan bahwa bidan harus lulus
ujian, dimana materi ujiannya adalah dari sebuah buku kebidanan “ A Short
Treatise on the Art Of Midwifery) pendidikan bidan di ibu kota Madrid dimulai
pada thain 1789. Bidan disiapkan untuk bekerja secara mandiri di masyarakat
terutama dikalangan petani dan buruh tingkat menengah kebawah. Bidan tidak
boleh mandiri memberikan obat-obatan , melakukan tindakan yang menggunakan
alat-alat kedokteran.
Pada tahun 1942 sebuah RS Santa Cristina menerima ibu-ibu yang hendak
bersalin. Untuk itu dibutuhkan tenaga bidan lebih banyak. Pada tahun 1932
pendidikan bidan disini secara resmi menjadi School of Midwife. Antara tahun
1987-1988 pendidikan bidan untuk sementara ditutup karena diadakan penyesuaian
kurikulum bidan menurut ketentuan Negara-negara masyarakat Eropa, bagi mereka
yang telah lulus sebelum itu, penyesuaian pada akhir 1992.
Ontario
Canada
Mulai
tahun 1978 wanita dan keluarga tidak puas dengan system perawatan maternity di
Ontario. Bidan di Ontario memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda
yang terbanyak adalah berasal dari pendidikan kebidanan di Britain, beberapa
memiliki pendidikan bidan formal di Belanda, Jerman dan beberapa memiliki latar
belakang perawat. Selain itu di canada pada umumnya tenaga bidan
datang dari luar. Mereka datang sebagai tenaga perawat dan pelayanan
kebidanannya disebut Maternity Nursing.
Di Canada tidak ada peraturan atau izin praktek bidan, pada tahun 1991
keberadaan bidan diakui di Canada. Di Ontario dimulai secara resmi pendidikan
di university Based, Direc Entry dan lama pendidikan 3 tahun. Dan mereka telah
menpunyai ijazah bidan diberi kesempatan untuk registrasi dan di beri izin
praktek.
Denmark
Merupakan Negara Eropa lainnya yang berpendapat bahwa profesi bidan
tersendiri. Pendidikan bidan disini mulai pada tahun 1787 dan pada tahun 1987
yang lalu merayakan 200 tahun berdirinya sekolah bidan. Kini ada 2 pendidikan
bidan di Denmark.
Setiap tahun menerima 40 siswa dengan lama pendidikan 3 tahun direct
entry. Mereka yang menjadi perawat maka pendidikan ditempuh 2 tahun. Hal ini
menimbulkan berbagai kontroversi dikalangan bidan sendiri, apakah tidak
sebaiknya pendidikan bidan didirikan atas dasar perawat sebagian besar
berpendapat tidak.
Pendidikan post gradua terbagi bidan selama 9 bulan dalam bidang pendidikan dan pengelola. Tahun
1973 disusun rangkaian pedoman bagi bidan yang mengelompokkan klien dari
berbagai resiko yang terjadi. Hal ini menimbulkan masalah kerena tidak jelas
batasan mana yang resiko rendah dan tinggi. Pada tahun 1990 diadakan perubahan
pedoman baru yang isinya sama sekali tidak menyinggung masalah resiko.
Penekanan pelayanan adalah pada kesehatan non invansi care.
New Zealand
Selama 50 tahun masalah kebidanan hanya terpaku pada medicalisasi
kelahiran bayi yang progresif. Wanita tukang sihir telah dikenal sebagai bagian
dari maternal sejak tahun 1904. Tindakan keperawatan mulai dari tahun 1971
mulai diterapkan pada setiap ibu hamil, hal ini menjadikan bidan sebagai
perawat spesialis kandungan.
Pada tahun 1970 Selandia Baru telah menerapkan medicalisasi kehamilan.
Ini didasarkan pada pendekatan mehasiswa pasca sarjana ilmu kebidanan dari
universitas Aukland untuk terjun ke rumah sakit pemerintah khusus wanita. Salah
satu konsekuensi dari pendekatan ini dalah regional jasa. Inia dalah efek dari
sentralisasi yang mengakibatkan penutupan runah sakit pedesaan dan wilayah
kota.
Dengan adanya dukungan yang kuat terhadap gerakan feminis, banyak
wanita yang berjuang untuk meningkatkan medicalisasi dan memilih persalinan di
rumah. Dengan adnya dukungan yang kuat terhadap gerakan feminis, banyak wanita
yang berjuang untuk meningkatkan medicalisasi dan memilih persalinan di rumah.
Kumpulan Homebirth di Aukland dibentuk tahun 1978. dimulai dengan keanggotaan
150 orang dan menjadi organisasi nasional selama 2 tahun yaitu NZNA ( New
Zaeland Nurses Association). Perkumpulan ini didukung oleh para langganan,
donator dan tenaga kerja suka rela atau fakultatif yang bertanggung jawab
atas banyaknya perubahan positif dalan
system RS. Tahun 1986 homebirth sangat berpengatruh dalam kemajuan melawan
penetapan yang dibuat oleh medis, akhirnya menteri pelayanan kesehatan secara
resmi mengakui homebirth tanuh 1986.
Pada tahun 1980 NZNA membuat garig besar mengenai statemen kebijakan
atas pembatasan rumah hal ini disampaikan olah penasehat panitia meternal jasa
kepada jawatan kesehatan. Panitia meternal jasa adalah suatu panitia dimana
dokter kandungan menyatakan peraturan mengenai survey maternal terutama dalam
hal memperdulikan rumah
Sekarang NZNA telah membuat kemajuan yang patut dipertimbangkan dalam
menetapkan konsep general perawat kesehatan keluarga secara berkesinambungan
menyediakan pelayanan mulai dari kelahiran sampai meninggal. Sejak tahun 1904
RS St. Hellen mengadakan pelatihan kebidanan selama 6 bulan dan ditutup tahun
1979. sebagi penggantinya sejak tahun 1978 beberapa politeknik keperawatan
berdiri, selain itu ada yang melanjutkan pendidikan di Australia untuk
memperoleh keahlian kebidanan. Tercatat 177 (86 %) bidan telah memperolah
pendidikan kebidanan di luar negeri pada tahun 1986 dari 206 bidan yang ada,
dan hanya 29 orang lulusan kebidanan Selandia Baru tahun 1987.
Tahun 1981 sebagian besar RS memasukkan bidan keperkumpulan perawat,
para bidan mengalami krisis untuk membentuk organisasi dan pemimpin dari
mereka. Kemudian muncul perkumpulan bidan yang menentang NZNA untuk mendapatkan
rekomendasi lebih lanjut langsung di bawah RS atau dibawah dokter kandungan.
Amerika Serikat
Mengenai kemajuan kebidanan dapat diceritakan sebagai berikut. Setelah
Amerika Serikat mengalami kamajuan maka Negara-negara lain menyusulnya terutama
setelah buku tentang kebidanan dicetak dan diedarkan. Yang memajukan kebidanan
itu antara lain ialah mereka yang di sebut dibawah ini :
William Harley (1578-1657)
Menyelidiki fisiologi dari
plasenta dan selaput janin, sehingga ditemukan fungus plasenta dan selaput
janin seperti yang kita ketahui sekarang ini.
Arantius
Seorang guru besar dari Italia menemukan suatu ductus/pembuluh darah
sementara pada janin yang menghubungkan vena umbilicalis dan vena cava
inferior. Ductus itu tertutup bila anak sudah lahir dan kemidian menjadi
jaringan. Ductus itru bernama sesuai dengan yang menemukannya yaitu Ductus Arabtii/ ductus yang ditemukan oleh
Arantius
Fallopius
Juga seorang guru besar dari Italia. Menemukan saluran sel telur yang
terletak antara uterus dan ovarium. Saluran
itu dinamakan Tuba Fallopii
Boudelocque
dar Perancis (1745-1810)
Beliau mempelajari mengenai panggul dan menemukan ukuran-ukuran
panggul, serta memberi banyak sekali pelajaran tentang panggul. Salah seorang
muridnya adalah William Potts Dewees yang hidup antara tahun 1768-1841.
mula-mula beliau mengikuti James Llyod sebagai professor Kebidanan di
Universitas Pensylvania Amerika Serikat, kemudian balajar ke Perancis kepada
Boudelocque, terutama mempelajari panggul. Sekembalinya di Amerika Serikat beliau
memberikan pelajaran tentang panggul, hingga mendapat sebutan Boudelocque
Amerika.
Kecuali itu beliau menerbitkan buku pada tahun 1824, denan pelajaran
antara lain sebagai berikut :
a.
pengertian tentang panggul sebagai basis dalam
kebidanan
b.
persalinan dapat diperlakukan dengan tidur telentang
dan kaki dibengkokkan / sikap dorsal
recumbent, kecuali tidur miring yang biasa dilakukan.
c.
Pemasangan forcep bila perlu jangan di tunda karena
dapat membahayakan ibu dan anak. Ketentuan pemasangan forcep : kepala jangan
lebih 6 jam di dasar panggul.
Hugh
L. Hodge
Menemukan bidang-bidang dalam
panggul untuk mengetahui sampai dimana turunnya kepala anak, bidang itu juga
dinamkan bidang Hodge, kecuali itu beliau juga memberikan pelajaran kebidanan
yang antara lain sebagai berikut :
a. letak vertex/ belakang kepala
anak, di belakang bisa disebabkan kerena putaran yang salah
b. mekanisme letak sungsang sesuai
dengan yang diajarkan sekarang
c. pemasangan forcep harus
disamping kepala anak, kecuali bila kepala masih tinggi atau bila anak
melintang
d.
mengubah letak kepala dengan tangan (Inwendige
Correctie) sebelum memasang cunam
e.
membagi turunnya kepala dengan bidang-bidang dalam
panggul.
Sasaran kebidanan komunitas
Sasaran pelayanan kebidanan komunitas
adalah Individu, Keluarga, dan Kelompok Masyarakat ( komuniti ). Individu yang
dilayani adalah bagian dari keluarga
atau komunitas. Menurut UU No. 23 tahun 1992 yang dimaksud dengan keluarga
adalah suami istri, anak dan anggota keluarga lainnya Kelompok di masyarakat
adalah kelompok bayi, balita, remaja, ibu hamil, ibu nifas, ibu meneteki. Pelayanan
ini mencakup upaya pencegahan penyakit, pemeliharaan dan peningkatan,
penyembuhan serta pemulihan kesehatan.
Sasaran utama kebidanan komunitas
adalah ibu dan anak balita yang berada didalam keluarga dan masyarakat. Bidan
memandang pasiennya sebagai mahluk social yang memiliki budaya tertentu dan
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, politik, social budaya dan lingkungan
sekitarnya.
Unsur-unsur yang tercakup dalam kebidanan komunitas
adalah bidan, pelayanan kebidanan, sasaran pelayanan, lingkungan dan
pengetahuan serta teknologi.