Peran apoteker telah
berubah dari peracik dan penyedia obat menjadi manajer terapi obat yang
Mencakup tanggung jawab untuk menjamin bahwa dimanapun obat diproduksi,
disediakan/diperoleh, digunakan, disimpan, didistribusikan, dibagikan dan
diberikan sehingga obat tersebut berkonstribusi terhadap kesehatan pasien dan
mengurangi efek samping yang mungkin muncul. Ruang lingkup praktek kefarmasian saat ini termasuk pelayanan- berorientasi pasien dengan segala fungsi kognitif konseling,
menyediakan informasi obat dan memantau terapi obat, sebagaimana halnya aspek
teknis pelayanan kefarmasian yang termasuk manajemen pengadaan obat. Hal ini merupakan peranan
tambahan seorang apoteker bahwa apoteker sekarang dapat memberikan konstribusi yang vital
terhadap perawatan pasien.
Pekerjaan
kefarmasian pada zamannya akan selalu berkembang mengikuti tuntutan masyarakat
sehingga paradigma Asuhan Kefarmasian sudah harus dipertimbangkan untuk
penerapannya pada Pekerjaan Kefarmasian, berikut adalah rangkuman dari berbagai
sumber terkait dengan Asuhan Kefarmasian.
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan
informasi obat merupakan salah satu kewajiban Apoteker seperti yang dicantumkan
dalam PerMenKes No.922/MenKes/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Ijin Apotek yaitu Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan
dengan penggunaan obat yang diserahkan pada pasien dan informasi mengenai penggunaan
obat secara tepat, aman dan rasional (Anonim, 1993)
PIO
merupakan salah satu kewajiban Apoteker yaitu apoteker wajib
memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan
kepada pasien dan informasi mengenai penggunaan obat secara tepat, aman dan
rasional. Kegiatan Apoteker dalam memberikan pelayanan informasi obat
Konseling
Konseling
dapat dilakukan secara langsung pada saat penyerahan obat pada pasien atau
melalui telepon bila ada pertanyaan dari dokter, perawat, pasien atau keluarga
pasien dan instansi manapun. Informasi yang diberikan dicatat pada lembar PIO
sebagai dokumentasi terhadap kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan di
apotek. Dokumentasi tersebut dapat dijadikan bahan acuan pemberian informasi
untuk kasus yang serupa, sebagai bahan penelusuran bila terjadi kesalahan
pemberian informasi, dan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi penggunaan obat
di apotek.
Pengobatan
mandiri bertujuan agar masyarakat mampu membuat keputusan dalam mengobati
gejala penyakit yang ringan secara aman dan efektif serta mampu mencegah,
mengantisipasi dan mengambil tindakan jika terjadi masalah dalam pengobatan.
Dalam
rangka meningkatkan pelaksanaan pengobatan mandiri secara tepat, aman dan
rasional maka telah disediakan seperti:
1. Penjualan
Obat Bebas/HV (Tanpa Resep Dokter)
2. Penjualan Obat Wajib Apotek
(OWA)
Pelayanan
Obat Atas Resep
Resep
adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada APA
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan resep menjadi tanggung jawab APA.
Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggungjawab dan keahlian
profesinya serta dilandasi pada kepentingan masyarakat. Selain itu Apoteker
wajib memberikan informasi tentang penggunan obat secara tepat, aman, dan
rasional kepada pasien. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 922/MENKES/Per/X/1993 pasal 14, 15, 16, dan 17
Monitoring
Efek Samping Obat (MESO)
Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MenKes/SK/ IX/2004 tentang standar
pelayanan kefarmasian di apotek, Apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan obat, termasuk tentang efek samping obat (MESO).
Evaluasi
penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien maka perlu
dilakukan evaluasi penggunaan obat, meliputi :
1. Menentukan
skala prioritas evaluasi penggunaan obat berdasarkan obat yang paling banyak
digunakan, obat dengan indeks terapetik sempit, obat yang sering menimbulkan
efek samping, obat yang mahal, obat yang digunakan untuk penyakit-penyakit
kardiovaskuler.
2. Menyusun
indikator dan kriteria evaluasi serta menetapkan standar pembanding yang
digunakan.
3. .... Coretan Lengkap Link Download
ada pada Facebook Page kami Klik Disini
Pengelolaan
Obat Rusak dan Kadaluarsa
Obat
yang dalam keadaan rusak dan sudah atau hampir kadaluwarsa, dipisahkan dari sediaan obat lainnya. Hal ini untuk memudahkan
penukaran atau pengembalian kepada distributor. Ada beberapa barang yang dapat
ditukar ke PBF minimal 3 bulan sebelum ED, hal ini tergantung dari ketentuan
PBF bersangkutan. Untuk jumlah barang yang dapat ditukar bermacam-macam pula
ketentuan dari PBF, ada yang harus dalam kemasan utuh, tapi ada juga yang
tidak. Obat yang sudah terlanjur
ED harus dimusnahkan agar tidak disalah gunakan oleh orang lain. Pemusnahan dilakukan oleh APA dan salah satu petugas apotek
lainnya.
Pemusnahan
Resep
Pasal
7 kepMenKes No. 280/MENKES/SK/V/1981 tentang penyimpanan dan pemusnahan resep
menyebutkan bahwa :
1. Apoteker pengelola Apotek
mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urut
penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya selama 3 tahun.
2. Resep yang mengandung narkotika
harus dipisahkan dari resep lainnya.
Sumber
: Lihat Daftar Pustaka
Aji Wibowo,S.Farm.,Apt
Aji Wibowo,S.Farm.,Apt