ASKEP PADA PASIEN DENGAN LABIO PALATOSHCIZIS
A. Landasan Teori
1. Pengertian
Labio palatoshcizis atau sumbing bibir langitan adalah
cacat bawaan berupa celah pada bibir atas, gusi, rahang dan langit-langit
(Fitri Purwanto, 2001).
Labio palatoshcizis merupakan suatu kelainan yang dapat
terjadi pada daerah mulut palato shcizis (sumbing palatum) labio shcizis
(sumbing pada bibir) yang terjadi akibat gagalnya perkembangan embrio
(Hidayat, 2005).
Labio palatoschizis adalah merupakan congenital anomaly
yang berupa adanya kelainan bentuk pada wajah ( Suryadi SKP, 2001).
Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa labio palatoschizis adalah suatu kelainan congenital berupa
celah pada bibir atas, gusi, rahang dan langit-langit yang terjadi akibat
gagalnya perkembangan embrio.
2. Patofisiologi
Penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng dan
karena menikah/kawin dengan saudara/kerabat. Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan
enzim tubuh. Walau yang diperlukan sedikit, tapi jika kekurangan berbahaya.
Sumber makanan yang mengandung seng antara lain : daging, sayur sayuran dan
air. Di NTT airnya bahkan tidak mengandung seng sama sekali. Soal kawin antara
kerabat atau saudara memang menjadi pemicu munculnya penyakit generatif,
(keterununan) yang sebelumnya resesif. Kekurangan gizi lainya seperti kekurangan
vit B6 dan B complek. Infeksi pada janin pada usia kehamilan muda, dan salah
minum obat obatan/jamu juga bisa menyebabkan bibir sumbing.
Proses terjadinya labio palatoshcizis yaitu ketika
kehamilan trimester I dimana terjadinya gangguan oleh karena beberapa penyakit
seperti virus. Pada trimester I terjadi proses perkembangan pembentukan
berbagai organ tubuh dan pada saat itu terjadi kegagalan dalam penyatuan atau
pembentukan jaringan lunak atau tulang selama fase embrio.
Apabila terjadinya kegagalan dalam penyatuan proses nasal
medical dan maxilaris maka dapat mengalami labio shcizis (sumbing bibir) dan
proses penyatuan tersebut akan terjadi pada usia 6-8 minggu. Kemudian apabila
terjadi kegagalan penyatuan pada susunan palato selama masa kehamilan 7-12
minggu, maka dapat mengakibatkan sumbing pada palato (palato shcizis).
3. Pemeriksaan Penunjang
- Tes pendengaran, bicara dan evaluasi.
- Laboratorium untuk persiapan operasi; Hb, Ht, leuko, BT, CT.
- Evaluasi ortodental dan prostontal dari mulai posisi gigi dan perubahan struktur dari orkumaxilaris.
- Konsultasi bedah plastik, ahli anak, ahli THT, ortodentisist, spech therapi.
- MRI
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung pada kecacatan. Prioritas
pertama antara lain pada tekhnik pemberian nutrisi yang adekuat untuk mencegah
komplikasi, fasilitas pertumbuhan dan perkembangan.
Penanganan : bedah plastik yang bertujuan menutupi
kelainan, mencegah kelainan, meningkatkan tumbuh kembang anak. Labio plasty
dilakukan apabila sudah tercapai ”rules of overten” yaitu : umur diatas 10
minggu, BB diatas 10 ponds (± 5 kg), tidak ada infeksi mulut, saluran
pernafasan unutk mendapatkan bibir dan hidung yang baik, koreksi hidung
dilakukan pada operasi yang pertama. Palato plasty dilakukan pada umur 12-18
bulan, pada usia 15 tahun dilakukan terapi dengan koreksi-koreksi bedah
plastik. Pada usia 7-8 tahun dilakukan ”bone skingraft”, dan koreksi dengan
flap pharing. Bila terlalu awal sulit karena rongga mulut kecil.
Terlambat, proses bicara terganggu, tidak lanjutnya adalah pengaturan diet.
Diet minum susu sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Konsep Tumbuh Kembang, Bermain,
Nutrisi dan Dampak Hospitalisasi.
Dibawah ini akan diuraikan mengenai
konsep tumbuh kembang, bermain, nutrisi dan dampak hospitalisasi pada anak yang
berumur 5 tahun.
1. Pertumbuhan, menurut
Whalley dan Wong (2000), mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu peningkatan
jumlah dan ukuran, hal ini merupakan suatu proses yang alamiah yang terjadi
pada setiap individu, sedangkan Marlow (1998) mengemukakan pertumbuhan sebagai
suatu peningkatan ukuran tubuh yang dapat diukur dengan meter atau sentimeter
untuk tinggi badan dan kilogram atau gram untuk berat badan. Pertumbuhan pada
anak usia 5 tahun pertumbuhan fisik khususnya berat badan mengalami kenaikan
rata-rata per tahunnya adalah 2 Kg, kelihatan kurus akan tetapi aktifitas
motorik tinggi, dimana sistem tubuh mencapai kematangan seperti berjalan,
melompat, dan lain-lain. Pada pertumbuhan khususnya ukuran tinggi badan anak
akan bertambah rata-rata 6,75 sampai 7,5 cm setiap tahunnya (Hidayat, 2006).
2. Perkembangan, perkembangan
menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang
paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks yang melalui maturasi
dan pembelajaran. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak
diantaranya faktor herediter, faktor lingkungan, dan faktor internal.
Perkembangan psikoseksual, anak pada fase falik (3-6 tahun), selama fase ini
genitalia menjadi area yang menarik dan area tubuh yang sensitif. Anak mulai
mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin, seringkali anak merasa penasaran
dengan pertanyaan yang diajukannya. Dengan perbedaan ini anak sering meniru ibu
atau bapaknya untuk memahami identitas gender (Freud). Pada masa ini anak
mengalami proses perubahan dalam pola makan dimana anak pada umumnya mengalami
kesulitan untuk makan. Proses eliminasi pada anak sudah menunjukkan proses
kemandirian dan masa ini adalah masa dimana perkembangan kognitif sudah mulai
menunjukkan perkembangan dan anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki
sekolah yang terlihat sekali kemampuan anak belum mampu menilai sesuatu
berdasarkan apa yang mereka lihat dan anak membutuhkan pengalaman belajar dengan
lingkungan dan orang tuanya (Hidayat, 2006).
3. Nutrisi, nutrisi
sangat penting untuk tumbuh dan berembang, anak membutuhkan zat gizi yang
esensial mencakup protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air yang
harus dikonsumsi secara seimbang, dengan jumlah yang sesuai kebutuhan pada
tahapan usianya. Kebutuhan cairan pada anak usia 5 tahun yaitu
1600-1800cc/24 jam (Hidayat, 2006). Kebutuhan kalorinya adalah 85 kkal per kg
BB, Pada masa prasekolah kemampuan kemandirian dalam pemenuha kebutuhan
nutrisi sudah mulai muncul, sehingga segala peralatan yang berhubungan dengan
makanan seperti garpu, piring, sendok dan gelas semuanya harus dijalaskan pada
anak atau doperkenalkan dan dilatih dalam penggunaannya, sehingga dapat
mengikuti aturan yang ada. Dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada usia ini
sebaiknya penyediaan bervariasi menunya untuk mencegah kebosanan, berikan susu
dan makanan yang dianjurkan antara lain daging, sup, sayuran dan buah-buahan.
4. Bermain, bermain
merupakan suatu aktifitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikkan
keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif,
mempersiapkan diri untuk berperan dan berprilaku dewasa. Pada usia 3-6 tahun
anak sudah mulai mampu mengembangkan kreatifitas dan sosialisasi sehingga
sangat diperlukan permainan yang dapat mengembangakan kemampuan menyamakan dan
membedakan, kemampuan berbahasa, mengembangkan kecerdasan, menumbuhkan
sportifitas, mengembangkan koordinasi motorik, mengembangkan dalam mengontrol
emosi, motorik kasar dan halus, memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu
pengetahuan dan memperkenalkan suasana kompetisi serta gotong royong. Sehingga
jenis permainan yang dapat digunakan pada anak usia ini seperti benda-benda sekitar
rumah, buku gambar, majalah anak-anak, alat-alat gambar, kertas untuk belajar
melipat, gunting dan air.
5. Dampak Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu poroses yang karena suatu
alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya sampai kembali
kerumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai
kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang
sangat traumatik dan penuh dengan sterss. Perawatan anak dirumah sakit memaksa
anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakan amat, penuh kasih sayang,
dan menanyakan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya.
Reaksi terhadap perpisahan dengan menolak makan, sering bertanya, menangis
walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Perawatan dirumah sakit juga membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya,
anak merasa kehilangan kekuatan diri, malu, bersalah, atau takut.anak akan
bereaksi agresif dengan marah dan berontak, tidak mau bekerjasama dengan
perawat.
B.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada klien dengan labio palato schiziz diperoleh data
sebagai berikut (post op labio plasty) : perdarahan berlebihan akibat dari
peregangan pada sisi insisi atau tanda infeksi. Pernafasan stridor, distres
atau obstruksi, iritasi kulit dibawah restrein siku. Kemampuan terhadap tekhnik
makanan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien labio palatoschizis
menurut Fitri purwanto SKp adalah sebagai berikut :
- Perubahan nutrisi kurang dari kebetuhan tubuh atau tidak efektip dalam meneteki ASI, berhubungan dengan ketidak mampuan menelan/kesukaran dalam makan, sekunder dari kecacatan dan pembedahan.
- Risiko aspirasi, berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palato schizis.
- Risiko infeksi berhubungan dengan kecacatan (sebelum operasi) dan atau insisi pembedahan.
- Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan tehnik pemberian makan, dan perawatan di rumah.
- Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
- Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan efek anastesi, edema setelah pembedahan, sekresi yang meningkat.
- Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan.
- Perubahan proses keluarga berhubungan dengan tampak kecacatan pada anak.
3. Perencanaan Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, maka perencanaan
pada klien dengan labio palatoschizis menurut Fitri purwanto SKp Fitri purwanto
SKp adalah sebagai berikut:
- Nutrisi yang adekuat dapat di pertahankan yang ditandai dengan adanya peningkatan berat badan dan adaptasi dengan metode makan yang sesuai.
- Anak akan bebas dari aspirasi
- Anak tidak menunjukan tanda tanda infeksi sebelum dan setelah operasi, luka tampak bersih, kering dan tidak edema.
- Orang tua dapat memahami dan dapat mendemonstrasikan dengan metode pemberian makan pada anak, pengobatan setelah pembedahan dan harapan perawatan sebelum dan setelah operasi
- Rasa nyaman anak dapat di pertahankan yang ditandai dengan anak tidak menangis, tidak labil dan tidak gelisah.
- Pada anak tidak ditemukan komplikasi sistem pernafasan yang ditandai dengan jalan nafas bersih dan pernafasan teratur dan bunyi paru vesikuler.
- Anak tidak memperlihatkan kerusakan pada kulit yang ditandai dengan insisi tetap utuh, tidak ada tanda infeksi dan terdapat tanda tanda penyembuhan.
- Orang tua sering melakukan bonding dengan anak yang ditandai dengan keinginan untuk merawat anak, dan mampu untuk mengidentifikasi aspek positif pada anak.
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan menurut Potter (2005), merupakan
tindakan mandiri berdasarkan ilmiah, masuk akal dalam melaksanakan yang
bermanfaat bagi klien yang diantisipasi berhubungan dengan diagnosa keperawatan
dan tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Tindakan keperawatan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun tindakan
kolaborasi. Dalam pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah
mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan
kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan yang
dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan tindakan, semua tindakan yang
dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan keperawatan
didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan
keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan,
tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari
dokumentasi yang dilakukan.
5. Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi menurut Hidayat (2007), merupakan
tahap akhir dari proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang
telah ditetapkan dapat tercapai, berdasarkan standar atau kriteria yang telah
ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan, karena
menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau
kembali atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip obyektifitas, reabilitas dan
validitas dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat. Evaluasi
proses keperawatan ada dua arah yaitu evaluasi proses (evaluasi formatif) dan
evaluasi hasil (evaluasi sumatif). Evaluasi proses adalah evaluasi yang
dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada catatan
keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan untuk
mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir
keperawatan