Definisi
Pterigium adalah suatu timbunan atau
benjolan pada selaput lendir atau konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga
dengan puncak berada di arah kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat
penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin
membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa menjadi menutup kornea
dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil maka penglihatan
kita akan terganggu. Suatu pterygium merupakan massa ocular eksternal
superficial yang mengalami elevasi yang sering kali terbentuk diatas
konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea. Pterygia ini bisa
sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas
sampai yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat
cepat yang bisa merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut,
jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.2,5
Kondisi pterygium akan terlihat dengan
pembesaran bagian putih mata, menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus,
pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye
syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila
kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan si
penderita. Evakuasi medis dari dokter mata akan menentukan tindakan medis yang
maksimal dari setiap kasus, tergantung dari banyaknya pembesaran pterygium.
Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek samping dari pengobatan dan
perawatan yang diberikan.
2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kasus pterygium
sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya. Di daratan Amerika
serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas 400 lintang
utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 280-360. Hubungan ini terjadi
untuk tempat-tempat yang prevalensinya meningkat dan daerah-daerah elevasi yang
terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini.
Di dunia, hubungan antara menurunnya
insidensi pada daerah atas lintang utara dan relative terjadi peningkatan untuk
daerah di bawah garis balik lintang utara.
3. Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan
yang sangat berarti dalam fungsi visual atau penglihatan bila kasusnya telah
lanjut. Mata ini bisa menjadi inflamasi sehingga menyebabkan irritasi okuler
dan mata merah.
Berdasarkan beberapa faktor diantaranya
:
- Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada
golongan laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan wanita.
- Umur
Jarang sekali orang menderita pterygia
umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien umurnya diatas 40 tahun mempunyai
prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang berumur 20-40 tahun dilaporkan
mempunyai insidensi pterygia yang paling tinggi.
Pasien yang menderita pterygia sering
mempunyai berbagai macam keluhan, yang mulai dari tidak ada gejala yang berarti
sampai mata menjadi merah sekali, pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan
pandangan kabur disertai dengan jejas pada konjungtiva yang membesar dan kedua
mata terserang penyakit ini.
4. Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami
secara jelas, diduga merupakan suatu neoplasma radang dan degenerasi. Namun,
pterigium banyak terjadi pada mereka yang banyak menghabiskan waktu di luar
rumah dan banyak terkena panas terik matahari. Faktor resiko terjadinya
pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak terkena sinar matahari, daerah
yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab paling umum adalah
exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata.
Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas) yang mengenai
konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula
dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia dan zat pengiritasi
lainnya. Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang
tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak.
5. Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan
degenerasi elastotik kolagen dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan
yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi
elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin.
Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi
bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa
dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel
konjungtiva irrekuler kadang-kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak
pteregium, epitel kornea menarik dan pada daerah ini membran bauman menghilang.
Terdapat degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang
penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta merusak
membran bauman dan stoma kornea bagian atas.
6. Manifestasi Klinis
· Mata irritatatif, merah
dan mungkin menimbulkan astigmatisme
· Kemunduran tajam
penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone Optic)
· Dapat diserati keratitis
Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis besi yang terletak
di ujung pteregium.
7. Klasifikasi dan Grade
- Klasifikasi Pterygium:
1. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/
temporal saja.
2. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan
temporal.
- Grade pada Pterygium :
· Grade
1
- tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva sklera masih dapat dibedakan), pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
· Grade
2
- pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
· Grade
- resiko kambuh, ngganjel, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun), mudah kambuh.
8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari pterygium adalah pseudopterygium,
pannus dan kista dermoid.
9. Diagnosis
- Pemeriksaan Fisik
Pterygium bisa berupa berbagai macam
perubahan fibrofaskular pada permukaan konjungtiva dan pada kornea. Penyakit
ini lebih sering menyerang pada konjungtiva nasal dan akan meluas ke kornea
nasal meskipun bersifat sementara dan juga pada lokasi yang lain.
Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2
katagori umum, sebagai berikut :
- Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa ploriferasi minimal dan penyakitnya lebih bersifat atrofi. Pterygium pada kelompok ini cenderung lebih pipih dan pertumbuhannya lambat mempunyai insidensi yang lebih rendah untuk kambuh setelah dilakukan eksisi.
- Pada kelompok kedua pterygium mempunyai riwayat penyakit tumbuh cepat dan terdapat komponen elevasi jaringan fibrovaskular. Ptrerygium dalam grup ini mempunyai perkembangan klinis yang lebih cepat dan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi untuk setelah dilakukan eksisi.
10. Faktor Resiko
Yang pasti belum di ketahui dengan
jelas, namun banyak di jumpai di daerah pantai sehingga kemungkinan pencetusnya
adalah adanya rangsangan dari udara panas, juga bagi orang yang sering
berkendara motor tapa helm penutup atau kacamata pelindung, sehingga adanya
rangsangan debu jalanan yang kotor bisa mengakibatkan timbunan lemak tersebut.
Secara umum faktor resiko pterygium meliputi:
· Meningkatnya
terkena sinar ultraviolet, termasuk tinggal di daerah yang beriklim subtropis
dan tropis. Melakukan pekerjaan dan memerlukan kegiatan di luar rumah.
· Faktor predisposisi
genetika timbulnya pterygia cenderung pada keluarga tertentu. Kecenderungan
laki-laki mengalami kasus ini lebih banyak dibandingkan dengan perempuan,
meskipun disini hasil temuan demikian ini lebih banyak disebabkan oleh
peningkatan terkena sinar ultraviolet dalam kelompok populasi tertentu.
Gangguan yang lain yang mungkin ikut
berperan yaitu berupa Pseudopterygia (misalnya disebabkan oleh bahan kimia atau
luka bakar, trauma, penyakit kornea marginal). Neoplasma (misalnya karsinoma in
situ yang menyebabkan konjungtiva perilimbal yang tidak meluas sampai ke
kornea).
11. Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren,
terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterygium meradang dapat diberikan
steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Pengobatan pterygium adalah dengan
sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan
akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterygium yang telah menutupi
media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari
sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat
tanda radang berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila
terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi
vasokontriktor maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka
pengobatan dihentikan.
- Tindakan Operatif
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak
bedah plastik yang dilakukan bila pterygium telah mengganggu penglihatan.
Pterygium dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah
kosmetik, akan dilakukan untuk mengangkat pterygium yang membesar ini apabila
mengganggu fungsi penglihatan atau secara tetap meradang dan teriritasi. Paska
operasi biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti penggunaan sinar radiasi
B atau terapi lainnya.
Jenis Operasi pada Pterygium antara
lain :
1 Bare Sklera
Pterygium diambil, lalu dibiarkan,
tidak diapa-apakan. Tidak dilakukan untuk pterygium progresif karena dapat
terjadi granuloma → granuloma diambil kemudian digraph dari amnion.
2 Subkonjungtiva
Pterygium setelah diambil kemudian
sisanya dimasukkan/disisipkan di bawah konjungtiva bulbi → jika residif tidak
masuk kornea.
3 Graf
Pterygium setelah diambil lalu di-graf
dari amnion/selaput mukosa mulut/konjungtiva forniks.
Tindakan pembedahan untuk eksisi
pterygium biasanya bisa dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan
anastesi topikal ataupun lokal, bila diperlukan dengan memakai sedasi.
Perawatan pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada malam hari, dan
dirawat memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotika atau antiinflamasi.
- Kategori Terapi Medikamentosa
- Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata) untuk membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata.
Nama obat
|
Merupakan
obat tetes mata topikal atau air mata artifisial (air mata penyegar, Gen Teal
(OTC)—air mata artifisial akan memberikan pelumasan pada permukaan mata pada
pasien dengan permukaan kornea yang tak teratur dan lapisan permukaan air
mata yang tak teratur. Keadaan ini banyak terjadi pada keadaan pterygium.
|
Dosis dewasa
|
1
gtt empat kali sehari dan prn untuk irritasi
|
Dosis anak-anak
|
Berikan
seperti pada orang dewasa
|
Kontra indikasi
|
Bisa
menyebabkan hipersensitivitas
|
Interaksi
|
Tak
ada (tak pernah dilaporkan ada interaksi )
|
Untuk ibu hamil
|
Derajat
keamanan A untuk ibu hamil
|
Perhatian
|
Bila
gejala masih ada dan terus berlanjut pemakaiannya
|
b. Salep untuk pelumas topikal –
suatu pelumas yang lebih kental pada permukaan okular
Nama obat
|
Salep
untuk pelumas mata topikal (hypotears,P.M penyegar (OTC). Suatu pelumas yang
lebih kental untuk permukaan mata. Sediaan ini cenderung menyebabkan kaburnya
penglihatan sementara; oleh karena itu bahan ini sering dipergunakan pada
malam hari.
|
Dosis obatnya
|
Pergunakan
pada cul de sac inferior pada mata yang terserang. Hs
|
Dosis anak-anak
|
Sama
dengan dewasa
|
Kontra indikasi
|
Bisa
menyebabkan terjadinya hipersensitivitas
|
Interaksi
|
Tidak
ada
|
Untuk ibu hamil
|
Tingkat
keamanan A untuk ibu hamil
|
Perhatian
|
Karena
menyebabkan kabur penglihatan sementara dan harus menghindari aktivitas yang
memerlukan penglihatan jelas sampai kaburnya hilang.
|
c. Obat tetes mata anti – inflamasi
– untuk mengurangi inflamasi pada permukaan mata dan jaringan okular lainnya.
Bahan kortikosteroid akan sangat membantu dalam penatalaksanaan pterygium yang
inflamasi dengan mengurangi pembengkakan jaringan yang inflamasi pada permukaan
okular di dekat jejasnya.
Nama obat
|
Prednisolon
asetat (Pred Forte 1%) – suatu suspensi kortikosteroid topikal yang
dipergunakan untuk mengu-rangi inflamasi mata. Pemakaian obat ini harus
dibatasi untuk mata dengan inflamasi yang sudah berat yang tak bisa disembuhkan
dengan pelumas topikal lain.
|
Dosis dewasa
|
1
gtt empat kali sehari pada mata yang terserang, biasanya hanya 1- 2 minggu
dengan terapi yang terus menerus.
|
Dosis anak-anak
|
Tidak
boleh dipergunakan untuk anak-anak oleh karena kasus pterygia sangat jarang
pada anak-anak
|
Kontra indikasi
|
Pasien
dengan riwayat kasus herpes simpleks keratitis dentritis atau glaukoma
steroid yang responsif.
|
Interaksi
|
Tak
ada laporan interaksi
|
Kehamilan
|
Tingkat
keamanan B, biasanya aman akan tetapi kegunaannya harus di perhitungkan
dengan resiko yang di akibatkan
|
Perhatian
|
Bisa
diserap secara sistemik akan tetapi efek samping sistemik biasanya tak diketemukan
pada pasien yang mempergunakan obat tetes mataprednisolon asetat topikal ,
yang bisa diekskresi pada ASI yang sedang menyusui.
|
- Perawatan Lanjut pada Pasien Rawat
Jalan
Sesudah operasi, eksisi pterygium,
steroid topikal pemberiannya lebih di tingkatkan secara perlahan-lahan. Pasien
pada steroid topikal perlu untuk diamati, untuk menghindari permasalahan
tekanan intraocular dan katarak.
- Pencegahan Kekambuhan Pterygium
Secara teoritis, memperkecil terpapar
radiasi ultraviolet untuk mengurangi resiko berkembangnya pterygia pada
individu yang mempunyai resiko lebih tinggi. Pasien di sarankan untuk
menggunakan topi yang memiliki pinggiran, sebagai tambahan terhadap radiasi
ultraviolet sebaiknya menggunakan kacamata pelindung dari cahaya matahari.
Tindakan pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di
daerah subtropis atau tropis, atau pada pasien yang memiliki aktifitas di luar,
dengan suatu resiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet (misalnya, memancing,
ski, berkebun, pekerja bangunan). Untuk mencegah berulangnya pterigium,
sebaiknya para pekerja lapangan menggunakan kacamata atau topi pelindung.
12. Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi
sebagai berikut:
- Penyimpangan
atau pengurangan pusat penglihatan
- Kemerahan
- Iritasi
- Bekas luka
yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular
dapat membatasi penglihatan dan memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas
luka yang berada ditengah otot rektus umumnya menyebabkan diplopia pada pasien
dengan pterygium yang belum dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan pterygia
yang sudah diangkat, terjadi pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat
jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium
meliputi:
- Infeksi
- Reaksi
material jahitan
- Diplopia
- Conjungtival
graft dehiscence
- Corneal
scarring
- Komplikasi
yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous, atau
retinal detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan
operasi dengan radiasi beta pada pterygium adalah terjadinya pengenceran sclera
dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat memiliki tingkat kesulitan untuk
mengatur.
13. Prognosis
Eksisi pada pterygia pada penglihatan
dan kosmetik adalah baik. Prosedur baik saat dipahami oleh pasien dan pada awal
operasi pasien akan merasa terganggu setelah 48 jam pasca perawatan pasien bisa
memulai aktivitasnya. Pasien dengan pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi
pembedahan eksisi dan pencangkokan, kedua-duanya dengan konjungtival limbal
autografts atau selaput amniotic, pada pasien yang telah ditentukan. Pasien
yang ada memiliki resiko tinggi pengembangan pterygia atau karena di perluas
ekspose radiasi sinar ultraviolet, perlu untuk dididik penggunaan kacamata dan
mengurangi ekspose mata dengan ultraviolet.
Daftar Pustaka
- Junqueira, L Carlos. 1998. Histologi Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Coroneo MT, Di Girolamo N, Wakefield D: The Pathogenesis of Pterygium. Curr Opin Ophthalmol 1999 Aug; 10(4): 282-8 [Medline].
- Whitcher J.P., Pterygium, 2007, http://www.emedicine.com/EMERG/topic284.htm
- Ferrer F.J.G., Schwab I.R., Shetlar D.J., 2000. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology (16th edition), Mc Graw-Hill Companies, Inc., United States
- Ilyas S., 2005, Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
- Misbach J., 1999. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
- Hartono, 2005. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. Jogjakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada