anatomi dan fisiologi apendik

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Teoritis Medis.
2.1.1. Defenisi
Apendisitis adalah      Peradangan apendik vesipormis yang timbul akibat obstruksi apendiks atau invasi agen virus. (Suratun, 95)
Apendisitis adalah      Peradangan dari apendiks vesipormis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering

2.1.2. Anatomi dan Fisiologi.
a.       Anatomi



b.      Fisiologi
6
       Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
       Immunoglobulin sekretoar yang di hasilkan oleh GALT (Gut Associated Limfoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfe sangat kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

2.1.3. Etiologi.
Apendisitis disebabkan oleh hal-hal dibawah ini :
  1. Obstruksi lumen apendiks yang dapat disebabkan oleh fekalit, hiperplasi jaringan limfoit, benda asing, cacing atau parasit lain, tumor atau karsinoma
  2. Infeksi bakteri atau parasit.
  3. Striktura karena vibrosis pada dinding usus
2.1.4. Patofisiologi :
Benda asing  seperti  fekolitf dan cacing

Striktura

Karsinoma, karsinoid

Obstruksi apendiks

Bendungan mucus

Penekanan dinding apendiks

Aliran limfe terhambat

Gangguan aliran arteri

Infeksi bakteri dan ulserasi

Berisi nanah

Gangguan aliran vena

Aliran limfe terhambat

Merangsang tunika serosa peritoneal viceral

Peradangan ke peritoneum setempat

Suplai O2 dalam App menurun

Merangsang nervus x

Nyeri perut kanan bawah

Gangguan perfusi App

Hipersekresi gaster

App supuratif

App gangrenosa

Mual, muntah

Kekurangan volume cairan : nutrisi

Omentum dan usus mengelilingi App

Pecah

Massa lokal

App infiltrat

App. perforasi

Peritonitis

Kekurangan volume cairan

Hiperplasi folikel limfoid

Nyeri
  2.1.5. Tanda dan Gejala.
            Manifestasi klinis yang muncul pada pasien apendisitis adalah :
  1. Nyeri bermula di daerah umbilicus atau peri umbilicus bersamaan dengan mual muntah dan anoreksia. Dalam 2 sampai 12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan di perberat bila berjalan atau batuk.
  2.  Demam yang tidak terlalu tinggi, suhu antara 37,5 oC sampai 38,5 oC, tetapi bila suhu lebih tinggi diduga ada perforasi.
  3. Biasanya terdapat konstipasi karena pasien takut mengejan, tetapi kadang-kadang terjadi diare.
  4. Nyeri tekan pada titik Mc. Burney
  5. Rebound tenderness (nyeri lepas)  yaitu rasa nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah (Mc. Burney) saat tekanan tiba-tiba dilepas.
  6. Defens muscular positif pada rangsang muskulus rectum abdominalis. Defens muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
  7. Rovsing sign positif, pada penekanan perut sebelah kiri, maka nyeri dirasakan pada sebelah kanan.
  8. Psoas sign positif, cara memeriksan ada dua cara :
a.       Aktif : posisi klien terlentang tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, klien memfleksikan artikulatio koksa kanan sehingga timbul nyeri perut kanan bawah.
b.      Pasif : posisi pasien miring ke kiri, paha kanan di hiperekstensikan pemeriksa, terjadi nyeri perut kanan bawah.
  1. Obsturator sign positif, poisisi pasien terlentang lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif maka dinyatakan posistif bila terdapat nyeri. Hal tersebut menandakan terjadi peradangan apendiks pada daerah hipogastrium.
  2. Dapat ditemui peristaltic tidak ada bila terjadi ileus paralitik karena peritonitis.
  3. Pada rectal tuse terdapat nyeri tekan pada arah jarum 9 sampai 12.

2.1.6. Klasifikasi
              Klasifikasi apendisitis terbagi atas dua yakni :
1.           Apendisitis akut, dibagi atas : apendisitis akut vokalis atau segmentalis yaitu setelah sembuh akan tumbuh struktur lokal dan apendiksitis furulenta difusi yaitu sudah bertumpuk nanah.
2.           Apendisitis kronis, dibagi atas : apendisitis kronis vokalis atau farsial setelah sembuh akan tumbuh striktur lokal, apendisitis kronis obliteritiva yaitu apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang
              Dalam mengevaluasi adanya apendisitis atau untuk penegakan diagnosis sering sekali mengalami hal yang rumit karena banyak gangguan lain yang juga memberikan gambaran klinis abdomen akut hampir sama seperti apendisitis, oleh karena itu perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain :
1.        Pemeriksaan laboratorium : biasanya ditemukan leukositosis (biasanya antara 10.000/ml sampai 20.000/ml dengan peningkatan jumlah netrofil.
2.        Pemeriksaan urine : bisa terjadi piuria atau hematuria
3.        Pada pemeriksaan USG dapat menunjukkan kadar aliran udara terlokalisasi.
4.        Photo polos abdomen dapat memperlihatkan distensi sekum, satu atau dua lingkaran usus yang berdistensi atau fekalit pada kuadran kanan bawah.

2.1.8.      Penatalaksanaan
            Pasien dengan diagnosis apendisitis, maka apendiktomi merupakan tindakan pilihan. Pembedahan dilakukan segera untuk mencegah komplikasi perforasi.
1.      Sebelum pembedahan maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a.       Observasi, dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah diulang secara periodic.
b.      Pemberian antibiotic.
c.       Pemberian cairan parenteral.
d.      Pemberian analgetik.
2.      Operasi apendiktomi
3.      Pasca operasi, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a.       Observasi tanda-tanda vital
b.      Observasi perdarahan dan syock
c.       Observasi gangguan pernafasan
d.      Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar untuk mencegah aspirasi cairan lambung, baringkan pasien dalam posisi fowler
e.       Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
f.       Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 sampai 5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam
g.      Keesokan harinya berikan makanan saring dan berikutnya makanan lunak.
h.      Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan duduk tegak di tempat tidur 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
i.        Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

2.1.9.      Kompklikasi.
1.      Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis dan abses. Insiden perforasi sekitar 10% - 32%, insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu lebih tinggi penampilan toksit nyeri tekan abdomen yang kontiniu.
2.      Peritonitis umum dapat terjadi akibat perforasi apendiks.
3.      Terbentuknya abses apendiks ditandai dengan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung kea rah rectum atau vagina.
4.      Trombo flebitis sufuratif dari system fertal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Tandanya seperti demam sepsis, menggigil, hepatomegalli dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks.
5.      Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses supfrenikus dan vocal sepsis intra abdominal.
6.      Obstruksi intestinal dapat juga terjadi akibat perlengketan
 2.1.10.  Apendiktomi
Untuk mencapai apendiks ada 3 cara yaitu secara terhnik operatif mempunyai keuntungan dan kerugian; yaitu
1.      Insisi menurut  Mc. Burney (great incision and muscle splitting incision). Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral (titik Mc. Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya setelah itu akan tampak peritoneum parietal (mengkilap dan berwarna biru keabu-abuan) yang disayat secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenali dari ukkurannya yang besar, mengkilat, lebih kelabu/putih mempunyai haustrae dan taeniakoli, sedangkan ileum lebih kecil, lebih merah, dan tidak mempunyai haustrae atau taeniakoli. Basis apendiks dicari pada pertemuan ketiga taeniakoli.
Tehnik inilah yang paling sering dikerjakan karena keuntungannya tidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alat-alat tubuh dan masa istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas, sulit ddiperluas, dan waktu operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas dengan memotong otot secara tajam.
2.       Insisi menurut roux (muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatan sama dengan Mc. Burney, hanya sayatannya langsung menembus otot dinding perut tanpa memperdulikan arah serabut sampai tampak peritoneum. Keuntungannya adalah lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas, sederhana dan mudah.
Sedangkan kerugiannya adalah diagnosis yang harus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan, lebih banyak memotong syaraf dan pembuluh darah sehingga pendarahan menjadi lebih banyak, masa istirahat pasca bedah lebih lama karena adanya benjolan yang menganggu pasien, nyeri pasca operasi lebih sering terjadi, kadang-kadang ada hematoma yang terinfeksi, dan masa penyembuhan lebih lama.
3.      Insisi pararectal. Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m. Rectus abdominis dextra secara vertical dari cranial ke kaudal sepanjang 10 cm. Keuntungannya, tehnik ini dipakai pada kasus-kasus apendiks yang belum pasti dan kalau perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah. Sedangkan kerugiannya, sayatan ini tidak secara langsung mengarah ke apendiks atau sekum, kemungkinan memotong syaraf dan pembuluh darah lebih besar dan untuk menutup luka operasi diperlukan jahitan penunjang.
Setelah peritoneum dibuka dengan retractor, maka basis apendiks dapat dicari pada pertemuan 3 taeniakoli. Untuk membebaskan dari meso-apendiks, ada dua cara yang dapat dipakai sesuai dengan situasi dan kondisi, yaitu :
1.      Apendiktomi secara biasa; bila kita mulai dari apeks ke basis apendiks untuk memotong mesoapendiks. Ini dilakukan pada apendiks yang tergantung bebas pada sekum atau bila puncak apendiks mudah ditemukan
2.      Apendiktomi secara regtograt : bila kita memotong mesoapendiks dari basis kea rah puncak. Ini dilakukan pada apendiks yang letaknya sulit, misalnya retrosekal, ataupun puncaknya sukar dicapai karena tersembunyi, misalnya karena telah terjadi perlengketan dengan sekitarnya.
 Tehnik apendiktomi Mc. Burney :
1.      Pasien berbaring terlentang dalam anastesi umum atau regional. Kemudian dilakukan tindakan asebsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah.
2.      Dibuat sayatan menurut Mc. Burney sepanjang kurang lebih 10 cm dan otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, berturu-turut. Oblikus abdominis ekstemus, m. abdominus internus, m. transfersus abdominis. Sampai akhirnya tampak peritoneum.
3.      Peritonium disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi
4.      Sekum beserta apendik diluksasi keluar.
5.      Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa, dari puncak ke arah basis.
6.      Semua perdarahan dirawat.
7.      Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks kemudian dijahit dengan catgut
8.      Dilakukan pemotongan apendisk apical dari jahitan tersebut
9.      Puntung apendiks diolesi betadine
10.  Jahitan tabac sac disimpulkan dan punting dikuburkan dalam simpul tersebut. Mesoapendiks diikat dengan sutra.
11.  Lakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat di dalamnya semua perdarahan dirawat.
12.  Sekum dikembalikan kedalam abdomen
13.  Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum ini dijahit jelujur dengan chromic catgut dan otot-otot dikembalikan
14.  Dinding perut ditutup atau dijahit lapis demi lapis, fasia dengan sutra, subkutis dengan catgut dan akhirnya kulit dengan sutra.
15.  Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.
 2.2.      Tinjauan Teoritis Keperawatan.
              Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan bedasarkan ilmu dan kiat keperawatan bio, psiko, sosio spiritual yang komprehensif di tujukan kepada individu keluarga dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
              Proses keperawatan adalah suatu system dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, tahap diagnosa keperawatan, tahap diagnosa keperawatan tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi.

2.2.1. Tahap Pengkajian Keperawatan.
       Pengkajian data pada pasien post apendiktomy adalah sebagai berikut :
a.    Aktivitas istirahat
     Gejala :       Malaise
b.    Sirkulasi
    Tanda :        Tacikardia
c.       Integritas ego
Gejala :       Perasaan cemas, takut, apatis berhubung dengan krisis situasional, faktor-faktor, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda :       Tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang
d.   Eliminasi
Gejala :       Konstipasi kemungkinan karena immobilisasi
Tanda :       Penurunan atau tak ada bising usus
e.    Makanan/cairan.
Gejala :       Anoreksia, mual/muntah
Tanda :       Membrane mukosa kering (pembatasan pemasukan periode puasa/periode puasa pra operasi)
f.     Nyeri/kenyamanan
Gejala :       Nyeri abdomen pada insisi pembedahan meningkat karena berjalan, bersin, batuk
Tanda :       Perilaku berhati-hati, melindungi daerah insisi pembedahan (area nyeri)
g.      Keamanan
Tanda :      Demam (biasa rendah) karena pembatasan pemasukan oral dan infasi bakteri pathogen.        

h.      Pernafasan
Gejala  :     Takipnea, pernafasan dangkal
i.        Penyuluhan pembelajan
Gejala :      Penggunaan alangetik, antiinflamasi dan antibiotic.

2.2.2. Tahap Diagnosa Keperawatan.
              Adapun diagnosa keperawatan yang terjadi keperawatan dan diagnosa keperawatan yang dijumpai pada pasien dengan gangguan system pencernaan post apendiktomy.
1.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive, insisi bedah
2.      Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah pra operasi, pembatasan pasca operasi, contoh puasa, status hipermetabolik, contoh demam, proses penyembuhan.
3.      Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah ditandai dengan laporan nyeri, wajah mengkerut, otot tegang, perilaku distraksi, respons otomatis.
4.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi, informasi, tidak mengenal sumber informasi ditandai dengan pertanyaan meminta informasi, menyatakan masalah/perhatian, menyatakan salah konsepsi, tidak tepat mengikuti instruksi, terjadi konflikasi yang dapat dicegah.


2.2.3.      Perencanaan Keperawatan.
              Rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan system pencernaan post apendiktomy disesuaikan dengan diagnosa keperawatan adalah :
DK : 1 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive, insisi bedah.
Tujuan :
1.      Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar
2.      Bebas tanda infeksi/inflamasi
3.      Bebas dari drainase purulen
Intervensi – Rasional           
I :         Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
R :       Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
I :         Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic. Berikan perawatan paripurna.
R :       Menurunkan resiko penyebaran infeksi.
I :         Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drein (bila dimasukkan), adanya eritema.
R :       Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/atau pengawsan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
I :         Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien atau orang terdekat.
R :       Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.
Kolaborasi :
I :         Ambil contoh drainase bila diindikasikan
R :       Kultur pewarnaan gram dan sensitivitas berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan pilihan terapi.
I :         Berikan antibiotic sesuai indikasi.
R :       Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen.
I :         Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.
R :       Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.

DK : 2 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah pra operasi, pembatasan pasca operasi, contoh puasa, status hipermetabolik, contoh demam, proses penyembuhan.
Tujuan :
1.      Kelembaban membrane mukosa
2.      Turgor kulit baik
3.      Tanda vital stabil
4.      Haluaran urine adekuat
Intervensi – Rasional
I :         Awasi TD dan nadi
R :       Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler.
I :         Lihat membran mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.
R :       Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
I :         Awasi masukan dan haluaran; catat warna urine/konsentrasi, berat jenis.
R :       Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
I :         Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus.
R :       Indikator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral.
I :         Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per oral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
R :       Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.
I :         Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir.
R :       Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah.
Kolaborasi :
I :         Pertahankan penghisapan gaster/usus
R :       Selang NG biasanya dimasukkan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera pascaoperasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus mencegah muntah.
I :         Berikan cairan IV dan elektrolit.
R :       Peritonium bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.
DK : 3 Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah ditandai dengan laporan nyeri, wajah mengkerut, otot tegang, perilaku distraksi, respons otomatis.
Tujuan :
1.      Nyeri hilang/terkontrol
2.      Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi – Rasional
I :         Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
R :       Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karekteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medic dan intervensi.
I :         Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.
R :       Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
I :         Dorong ambulasi dini
R :       Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltic dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
I :         Berikan aktivitas hiburan.
R :       Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.


Kolaborasi :
I :         Pertahankan puasa/penghisapan NG pada awal.
R :       Menurunkan ketidaknyaman pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/muntah.
I :         Berikan analgesic sesuai indikasi
R :       Menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain, contoh ambulasi, batuk.
I :         Berikan kantong es pada abdomen.
R :       Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.

DK : 4 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi, informasi, tidak mengenal sumber informasi ditandai dengan pertanyaan meminta informasi, menyatakan masalah/perhatian, menyatakan salah konsepsi, tidak tepat mengikuti instruksi, terjadi konflikasi yang dapat dicegah.
Tujuan :
1.      Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial komplikasi
2.      Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi – Rasional
I :         Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi.
R :       Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.
I :         Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat.
R :    Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat dan mempermudah kembali ke aktivitas normal.
I :         Anjurkan penggunaan laksatif/pelembek feces ringan bila perlu dan hindari enema.
R :       Membantu kembali ke fungsi usus semula; mencegah mengejan saat defekasi.
I :       Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat.
R :    Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan prosess perbaikan.
I :     Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, danya drainase, demam.
R :       Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius, contoh lambatnya penyembuhan.

 

Link Kesehatan Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger