ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) SINKOP
I.1 Latar
Belakang
Terminologi
sinkop berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata “syn” dan “koptein”
yang berarti memutuskan. Secara medis, definisi dari sinkop adalah kehilangan
kesadaran dan kekuatan postural tubuh serta kemampuan untuk berdiri karena
pengurangan aliran darah ke otak. Prognosis dari sinkop sangat bervariasi
bergantung dari diagnosis dan etiologinya. Individu yang mengalami sinkop
termasuk sinkop yang tidak diketahui penyebabnya memiliki tingkat mortalitas
yang lebih tinggi dibanding mereka yang tidak pernah sinkop.
Di Amerika diperkirakan 3% dari kunjungan pasien digawat darurat disebabkan
oleh sinkop dan merupakan 6% alasan seseorang datang kerumah sakit. Angka
rekurensi dalam 3 tahun diperkirakan 34%. Sinkop sering terjadi pada orang
dewasa, insiden sinkop meningkat dengan meningkatnya umur. Hamilton mendapatkan
sinkop sering pada umur 15-19 tahun, lebih sering pada wanita dari pada
laki-laki, sedangkan pada penelitian Framingham mendapatkan kejadian sinkop 3%
pada laki-laki dan 3,5% pada wanita, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
wanita.
1.2 Rumusan
masalah
Apa yang
dimaksud dengan sinkop?
Apa
etiologi dari sinkop ?
Apa saja
manifestasi klinis dari sinkop?
Apa saja
pemeriksaan diagnostik pada sinkop?
Bagaimanakah
algoritma dan WOC pada sinkop?
1.3 Tujuan
Untuk
menegetahui definisi sinkop
Untuk mengetahui
etiologi dari sinkop
Untuk
mengetahui faktor resiko pada klien dengan sinkop
Untuk
mengetahui manifestasi klinis dari sinkop
Untuk
mengetahui macam-macam pemeriksaaan diagnostik pada sinkop
Untuk
mengetahui penatalaksanaan pada sinkop
1.4
Manfaat
Manfaat
yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:
1.4.1
Mendapatkan pengetahuan tentang sinkop
1.4.2
Mendapatkan pengetahuan tentang penatalaksanaan pada sinkop
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Terminologi
sinkop berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata “syn” dan “koptein”
yang berarti memutuskan. Secara medis, definisi dari sinkop adalah kehilangan
kesadaran dan kekuatan postural tubuh serta kemampuan untuk berdiri karena
pengurangan aliran darah ke otak (Padmosantjojo,2000). Prognosis dari sinkop
sangat bervariasi bergantung dari diagnosis dan etiologinya. Individu yang
mengalami sinkop termasuk sinkop yang tidak diketahui penyebabnya memiliki
tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibanding mereka yang tidak pernah sinkop.
Sinkop
kardiak merupakan penyebab kedua tersering dari sinkop meliputi 10-20 % atau
seperlima dari seluruh kejadian. Sinkop kardiakini akan menyebabkan mortalitas
yang lebih tinggi dibandingkan kasus yang tidak mempunyai dasar kelainan jantung.
Pasien dengan sinkop kardiak ini mempunyai resiko kematian tertinggi dalam 1
sampai 6 bulan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama 18-33 %, dibandingkan
dengan sinkop yang bukan disebabkan kelainan kardiak yaitu 0-12%, bahkan pada
sinkop tanpa sebab yang jelas hanya kira-kira 6%.
2.2
Etiologi Sinkop
a) SINKOP KARENA KELAINAN IRAMA JANTUNG
Secara
umum sinkop kardiak dapat dibagi atas sinkop kardiak karena kelainan irama
jantung dan sinkop karena kelainan struktural jantung. Sinkop akibat kelainan
irama jantung paling sering disebabkan oleh keadaan takikardia (Ventrikular
atau supraventrikular), atau bradiaritmia.
b) SINKOP KARENA KELAINAN STUKTUR JANTUNG
Kelainan
struktur jantung yang dapat menyebabkan sinkop termasuk stenosis valvular
(aorta,
mitral, pulmonal), disfungsi katup protesa atau trombosis, kardiomiopati
hipertropik,
emboli
paru, hipertensi pulmonal, tamponade jantung dan anomali dari arteri koroner.
2.3
Patofisiologi
Hilangnya
pada setiap jenis sinkop disebabkan oleh penurunan oksigenasi pada
bagian-bagian otak yang merupakan bagian kesadaran. Terdapat penurunan aliran
darah, penggunaan oksigen serebral, resistensi serebrovaskuler yang dapat
ditunjukkan. Jika iskemia hanya berakhir beberapa menit, tidak terdapat efek otak.
Iskemia yang lama mengakibatkan nekrosis jaringn otak pada daerah perbatasan
dari perfusi anatara daerah vaskuler dari arteri serebralis mayor.
Pada
pasien dengan kelemahan atau sinkop yang ditandai dengan bradikardia, seseorang
harus membedakan yang disebabkan oleh kegagagalan reflex neurologenaik dari
seranagn kardiogenaik (Stokes-adam). EKG bersifat menentukan, tapi meskipun
tanpa EKG, seranagn stokes. Adam dapat diketahui secara klinis dengan durasinya
yang lebih lama, dan sifat denyut jantung lambat yang menetap, adanya bunyi
sinkron yang dapat didengar dangan kontraksi atrial, dengan gelombang kontraksi
antrial (A) pada pulsasi vena jugularis, dan dengan berbagai intensitas bunyi
jantung pertama yang nyata walaupun ritme teratur
2.4
Manifestasi Klinis Sinkop
1.
adapun
tanda dan gejala orang pingsan yaitu:
2.
Kesadaran
menurun / hilang
3.
Muka
pucat, kulit basah, keringat dingin, dan gelisah
4.
Nafas
dangkal, nadi cepat
5.
Mengeluh
mual, kadang muntah, pusing, haus dan bibir rasa baal
2.5
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Laboratorium
: leukosit, LED, limfosit, LDH.
2.
Elektrokardiografi.
3.
Pemeriksaan
elektroensefalografi.
4.
Ekokardiografi.
Diagnosa
dan Intervensi Keperawatan
1.
Penurunan curah jantung b/d adanya Gangguan aliran darah ke otot jantung
Tujuan :
Kriteria
hasil :
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
2.
Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian
aliran arteri-vena
Tujuan :
Kriteria
Hasil :
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
3.
gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran oksigen ke serebral
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatn 2×24 jam klien diharapkan menunjukan
perfusi jaringan yang efektif
Kriteria
Hasil : Tekanan darah sistolik dan diastolic stabil
Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan usia dan kemampuan
Intervensi
|
Rasional
|
|
dipengaruhi
oleh perfusi oksigen ke otak
|
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1.
KESIMPULAN
1. Insiden
sinkop kardiak lebih kecil dari sinkop vasovagal, tapi angka kematiannya lebih
tinggi dari sinkop kardiak.
2.
Penyebab sinkop kardiak dapat dibagi dua yaitu kelainan irama jantung dan
kelainan struktur jantung.
3.
Diagnosis sinkop kardiak memang agak sulit karena belum ada pemeriksaan yang
merupakan gold standar.
4.
Penatalaksanaan pasien dengan sinkop kardiak terdiri dari terapi farmakologi,
pemasangan alat pacu jantung dan terapi bedah.
3.2. SARAN
Diperlukan
diagnosis yang tepat tentang penyebab sinkop kardiak agar penatalaksanaan lebih
optimal, sehingga angka kematian dapat diturunkan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Padmosantjojo. Keperawatan Bedah Saraf. Jakarta: Bagian Bedah Saraf FKUI.
2000
2.
Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: FKUI.
2008. h.7
3. Rasjidi
K, Nasution SA. Sinkop. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati
S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. h. 210-212
4. Brown
HB, Ropper AH. Adams & Victor’s Principles of Neurology. Edisi ke-8.
Mc-Graw Hill. 2006. p.321-328
5. Morag
R. Syncope. Oktober 2010. http://emedicine.medscape.com/article/811669-overview
Diunduh pada 2 Desember 2010. 6. Darrof RB. Carlson MD. Dizziness, Syncope, And
Vertigo. In Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. McGraw-Hill. 2006.
p.115-119