Patofisiologi Parkinson
Secara patofisiologi diketahui bahwa
pada penyakit parkinson terjadi gangguan keseimbangan neuro-humoral di ganglia
basal, khususnya traktur nigrostriatum dalam sistem ekstrapiramidal5.
Ehringer dan Hornykiewiez mengungkapkan bahwa kemusnahan neuron di pars
kompakta substansia nigra yang dopaminergik itu merupakan lesi utama yang
mendasari penyaki parkinson. Korpus striatum sebagian terdiri dari
kolinergik. Komponen kolinergik yang merangsang dan komponen dopaminergik yang
menghambat terdapat dalam suatu keseimbangan yang dinamis. Bilamana kondisi
dopaminergik striatal lebih unggul daripada kondisi kolinergik striatal, yang
berarti bahwa dalam striatum terdapat jumlah dopamin yang jauh lebih banyak
dari asetilkolin, maka timbul sindrom yang menyerupai Korea Huntington, suatu
gerak berlebihan dan tak bertujuan yang tidak dapat dikendalikan. Sebaliknya,
bilamana terjadi disproporsi fungsional antara kedua komponen tersebut dengan
meningkatnya fungsi komponen kolinergik akan menimbulkan sindrom Parkinson.
Pada penyakit parkinson, baik yang idiopatik maupun yang simptomatik,
konsentrasi dopamin di dalam korpus striatum dan substansia nigra sangat kurang
sehingga kondisi di korpus striatum lebih kolinergik daripada dopaminergik.
Menurunnya jumlah dopamin dan zat metabolitnya yang dinamakan Homovanilic Acid
(HVA) di kedua bangunan itu berkolerasi secara relevan dengan derajat
kemusnahan nneeeeuron di substansia nigra pars kompakta.5,13
MPTP
(N-metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahidropiridin), suatu senyawa komersial untuk
sintesis organik, secara eksperimental pada primata menyebabkan sindrom serupa
penyakit Parkinson. Parkinsonisme akibat MPTP serupa dengan parkinsonisme
idiopatik dari segi patologi maupun biokimiawi dan memberikan espon baik
terhadap levodopa. Diduga zat mirip MPTP tersebar luas di lingkungan dan
pajanan berulang terhadap zat tersebut dalam jumlah kecil ditambah proses
ketuaan menyebabkan terjadinya parkinsonisme. Kemudian diketahui bahwa yang
bersifat toksik bukan MPTPsendiri melainkan metabolitnya ion
1-meti-4-fenil-piperidin (MPP+). Reaksi ini membutuhkan aktivasi
oleh MAO-B (Mono-aminooksidase).5
Hipotesis lain adalah mengenai
radikal bebas yang di duga mendasari banyak penyakit degeneratif termasuk
penyakit Parkinson. Hal ini disokong dengan ditemukannya penimbunan Fe di
substansia nigra (ferum meningkatkan produksi radikal hidroksil).5
Pemeriksaan Penunjang
-EEG (biasanya terjadi perlambatan
yang progresif)
-CT Scan kepala (biasanya terjadi
atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo)
Terapi Obat
Beberapa obat yang diberikan pada
penderita penyakit parkinson:
a.Antikolinergik
Benzotropine ( Cogentin),
trihexyphenidyl ( Artane). Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit
parkinson. Untuk mengaluskan pergerakan.
b.Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama
untuk penyakit parkinson. Di dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine.
L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik
asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5%
dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang
tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan
terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah
dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum
mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor,
kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa
kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama
carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Sejak diperkenalkan akhir tahun
1960an, levodopa dianggap merupakan obat yang paling banyak dipakai sampai saat
ini. Levodopa dianggap merupakan tulang punggung pengobatan penyakit parkinson.
Berkat levodopa, seorang penderita parkinson dapat kembali beraktivitas secara normal.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai memang
dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya
terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas
levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya.Levodopa melintasi
sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan
ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia
basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1)Neusea, muntah, distress abdominal
2)Hipotensi postural
3)Sesekali akan didapatkan aritmia
jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh
efek beta-adrenergik dopamine pada system konduksi jantung. Ini bias diatasi
dengan obat beta blocker seperti propanolol.
4)Diskinesia.
Diskinesia yang paling sering
ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau muka. Diskinesia sering terjadi
pada penderita yang berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita
menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita tidak
tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku, sulit. Jadi
gerakannya terinterupsi sejenak.
5)Abnormalitas laboratorium.
Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah yang meningkat merupakan
komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa. Efek samping levodopa pada
pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu gerakan motorik tidak
terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi
levodopa juga semakin lama semakin berkurang.
Untuk menghilangkan efek samping
levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan
memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti
dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor. Jika kombinasi obat-obatan
tersebut juga tidak membantu disini dipertimbangkan pengobatan operasi. Operasi
bukan merupakan pengobatan standar untuk penyakit parkinson juga bukan sebagai
terapi pengganti terhadap obat-obatan yang diminum.
c.COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone
(Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi motor pada pasien yang menggunakan obat
levodopa. Tolcapone adalah penghambat enzim COMT, memperpanjang efek L-Dopa.
Tapi karena efek samping yang berlebihan seperti liver toksik, maka jarang digunakan.
Jenis yang sama, entacapone, tidak menimbulkan penurunan fungsi liver.
d.Agonis dopamine
Agonis dopamin seperti bromokriptin
(Parlodel), pergolid (Permax), pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin,
apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson.
Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan
menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.Obat ini dapat berguna untuk mengobati
pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai
akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis
rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.
e.MAO-B inhibitors
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline
(Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit Parkinson karena
neuotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah perusakannya.
Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan
demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna
untuk mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Yaitu untuk mengaluskan
pergerakan.Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang
dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin and
L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan L-dopa
dapat meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa diterangkan
secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.
f.Amantadine (Symmetrel)
Berguna untuk perawatan akinesia,
dyskinesia, kekakuan, gemetaran.
g.Inhibitor dopa dekarboksilasi dan
levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak
diubah menjadi dopamin di luar otak, maka levodopa dikombinasikan dengan
inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk maksud ini dapat digunakan karbidopa
atau benserazide ( madopar ). Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus
sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus
sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek
sampingnya umunya hampir sama dengan efek samping yang ditimbulkan oleh
levodopa.
Deep Brain Stimulation (DBS)
Pada tahun 1987, diperkenalkan
pengobatan dengan cara memasukkan elektroda yang memancarkan impuls listrik
frekuensi tinggi terus-menerus ke dalam otak. Terapi ini disebut deep brain
stimulation (DBS). DBS adalah tindakan minimal invasif yang dioperasikan
melalui panduan komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan
alat medis yang disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik
pada wilayah target di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi
elektrik rendah pada thalamus. Stimulasi ini digerakkan oleh alat medis implant
yang menekan tremor. Terapi ini memberikan kemungkinan penekanan pada semua
gejala dan efek samping, dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus
(STN) dan globus pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi elektris.
Pilihan wilayah target tergantung pada penilaian klinis.DBS kini menawarkan
harapan baru bagi hidup yang lebih baik dengan kemajuan pembedahan terkini
kepada para pasien dengan penyakit parkinson. DBS direkomendasikan bagi pasien
dengan penyakit parkinson tahap lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih memberikan
respon terhadap levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi
DBS menunjukkan keberhasilan 90%. Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9
dari 10 orang yang menggunakan terapi DBS mencapai peningkatan kemampuan untuk
melakukan akltivitas normal sehari-hari. Selain terapi obat yang diberikan,
pemberian makanan harus benar-benar diperhatikan, karena kekakuan otot bisa
menyebabkan penderita mengalami kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi
kekurangan gizi (malnutrisi) pada penderita. Makanan berserat akan membantu
mengurangi ganguan pencernaan yang disebabkan kurangnya aktivitas, cairan dan
beberapa obat.