ASUHAN KEPERAWATAN POLIP
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap manusia normalnya memiliki organ sensori, yaitu organ pembau,
pendengaran, pengecapan, dan penglihatan. Organ- organ tersebut tidak
jarang atau bahkan rawan sekali mengalami gangguan, sehingga terjadi
gangguan sensori persepsi pada penderitanya.
Hidung adalah salah satu organ sensori yang fungsinya sebagai organ
penghidu. Jika hidung mengalami gangguan, maka akan berpengaruh pada
beberapa sistem tubuh, seperti pernapasan dan penciuman.
Salah satu gangguan pada hidung adalah polip nasi. Polip nasi ialah
massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat
inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-abuan dan
agak bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat bulat atau
lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral.
Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari
usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak dibawah usia
2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau
meningoensefalokel. Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah
adanya rinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak
penelitian yang tidak mendukung teori ini dan para ahli sampai saat ini
menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.
Polip nasi lebih banyak ditemukan pada penderita asma nonalergi (13%)
dibanding penderita asma alergi (5%). Polip nasi terutama ditemukan pada
usia dewasa dan lebih sering pada laki – laki, dimana rasio antara laki
– laki dan perempuan 2:1 atau 3:1. Penyakit ini ditemukan pada seluruh
kelompok ras. Prevalensi polip hidung dilaporkan 1-2% pada orang dewasa
di Eropa (Hosemann, 1994) dan 4,3% di Finlandia (Hedman, 1999). Jarang
ditemukan pada anak- anak. biasanya polip hidung ditemukan pada umur 20
tahun.
Oleh karena itu, penting bagi perawat dan mahasiswa perawat untuk
mendalami segala hal tentang polip. Sehingga nantinya bisa ditegakkan
diagnosa yang tepat, beserta asuhan keperawatan yang akan diberikan.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana konsep polip?
1.2.2. Bagaimana asuhan keperawatan untuk klien yang menderita polip?
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada penderita polip.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.1. Mengidentifikasikan definisi dari polip
1.3.2. Mengidentifikasikan anatomi dan fisiologi organ penghidu
1.3.3 Mengidentifikasikan etiologi, patofisiologi,
dan manifestasi polip serta segala hal yang berkaitan dengan penyakit
tersebut.
1.3.4 Mengidentifikasikan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien penderita polip.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Polip hidung adalah massa lunak, berwarna putih atau keabu-abuan yang
terdapat dalam rongga gidung. Paling sering berasal dari sinus etmoid,
multiple, dan bilateral. Biasanya pada orang dewasa. Pada anak mungkin
merupakan gejala kistik fibrosis.
Polip konka adalah polip hidung yang berasal dari sinus maksila yang
keluar melalui rongga hibung dan membesar di konka dan nasofaring. ( Mansoer ,1999)
Ada suatu tumbuhan di rongga hidung yang disebut polip hidung. Polip
ialah suatu sumbatan, tetapi sifatnya lain dari tumor. (Iskandar, 1993)
Polip hidung ialah masa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi
mukosa.(Endang, 2003)
Polip nasi ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung
yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih
keabu-abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya
dapat bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau
bilateral. (Anonim, 2010)
2.2. Etiologi
Terjadi akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa
hidung. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan,
dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak di
bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau
meningoensefalokel.
Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis
alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak
mendukung teori ini dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa
etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.
Polip disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang. Bentuknya
bertangkai, tidak mengandung pembuluh darah. Di hidung polip dapat
tumbuh banyak, apalagi bila asalnya dari sinus etmoid. Bila asalnya dari
sinus maksila, maka polip itu tumbuh hanya satu, dan berada di lubang
hidung yang menghadap ke nasofaring (konka). Keadaan ini disebut polip
konka. Polip konka biasanya lebih besar dari polip hidung. Polip itu
harus dikeluarkan, oleh karena bila tidak, sebagai komplikasinya dapat
terjadi sinusitis. Polip itu dapat tumbuh banyak, sehingga kadang-kadang
tampak hidung penderita membesar, dan apabila penyebarannya tidak
diobati setelah polip dikeluarkan, ia dapat tumbuh kembali. Oleh karena
itu janganlah bosan berobat, oleh karena seringkali seseorang dioperasi
untuk menegluarkan polipnya berulang-ulang.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
a) Alergi terutama rinitis alergi.
b) Sinusitis kronik.
c) Iritasi.
d) Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.
2.3. Patofisiologi
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik,
disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori
Bemstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran
udara yang bertubulensi, terutama di daerah sempit di kompleks
ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi
dan pembentukan kelanjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan
natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga
terbentuk polip.
Teori lain mengatakan karena ketidak seimbangan saraf vasomotor
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular
yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan
menyebabkan edema dan lama-lama menjadi polip.
Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar
menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk
tangkai.
Histopatologi polip nasi Secara makroskopik polip
merupakan massa dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong,
berwarna pucat keabu-abuan, lobular, dapat tunggal atau multipel dan
tidak sensitif (bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip
yang pucat tersebut disebabkan oleh sedikitnya aliran darah ke polip.
Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat
berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya
dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang sempit di
bagian atas hidung, di bagian lateral konka media dan sekitar muara
sinus maksila dan sinus etmoid. Di tempat-tempat ini mukosa hidung
saling berdekatan. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop,
mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat. Dari penelitian
Stammberger didapati 80% polip nasi berasal dari celah antara prosesus
unsinatus, konka media dan infundibulum.
Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring,
disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus
maksila dan disebut juga polip antro-koana. Menurut Stammberger polip
antrokoana biasanya berasal dari kista yang terdapat pada dinding sinus
maksila. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus
etmoid posterior atau resesus sfenoetmoid.
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa
dengan mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia denagn
submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma,
eosinofil, netrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet.
Pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama
dapat mengalami metaplasia epitel karena sering transisional, kubik
atau gepeng berlapis keratinisasi.
Berdasarkan jenis sel peradanganya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.
2.4. Manifestasi Klinis
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung
tersumbat. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama makin
memberat. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan timbulnya gejala
hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, akan
timbul sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rhinore. Bila
penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin dan iritasi
di hidung.
Sumbatan hidung yang menetap dan semakin berat dan rinorea. Dapat
terjadi sumbatan hiposmia atau anosmia. Bila menyumbat ostium, dapat
terjadi sinusitis dengan ingus purulen. Karena disebabkan alergi, gejala
utama adalah bersin dan iritasi di hidung.
Pada pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning
kemerah-merahan dalam kavum nasi. Polip bertangkai sehingga mudah
digerakkan, konsistensinya lunak, tidak nyeri bila ditekan, mudah
berdarah, dan tidak mengecil pada pemakaian vasokontriktor.
Pada rhinoskopi anterior polip nasi sering harus dibedakan dari konka
hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaannya:
Polip | Konka polipoid |
Bertangkai | Tidak bertangkai |
Mudah digerakkan | Sukar digerakkan |
Tidak nyeri tekan | Nyeri bila ditekan dengan pinset |
Tidak mudah berdarah | Mudah berdarah |
Pada pemakaian vasokonstriktor tidak mengecil | Dapat mengecil dengan vasokonstriktor |
Polip pada hidung dengan warna keabu- abuan
Gambar masa polip
2.5. Pemeriksaan Fisik
Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar
sehingga hidung tampak mekar karena pelebar batang hidung. Pada
pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna
pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997),
Stadium 1 : polip masi terbatas di meatus medius
Stadium2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
Stadium 3 : polip yang massif
2.6. Pemeriksaan Diagnostik
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters,AP, Caldwell dan lateral)
dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di
dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan
tomografi computer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan
jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang,
kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK
terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi
medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan
tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
2.5.1. Naso-endoskopi
Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis
kasus polip yang baru. Polip stadium 2 kadang-kadang tidak terlihat pada
pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan
nasoendoskopi.Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai
polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila
2.5.2. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral)
dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di
dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermafaat pada kasus polip nasi
karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negatif palsu, dan
tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung
dan variasi anatomis di daerah kompleks ostio-meatal. Pemeriksaan
tomografi komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat
untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah
ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks
ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal
diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis
dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal, sedangkan pada polip yang rekuren diperlukan juga potongan aksial
2.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan
keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga
polipektomi medika mentosa. Dapat diberikan topical atau sistemik. Polip
tipe eosinofilik memberikan respons yang lebih baik terhadap pengobatan
kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe neurotrofilik.
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip
yang sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan
ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cumin dengan
analgesic local, etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal
untuk polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang
terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan
tindakan BSEF (bedah Sinus Endoskopi Fungsional).
Bila polip masih kecil, dapat diobati secara konservatif dengan
kortikosteroid sistemik atau oral, misalnya prednisone 50mg/hari atau
deksamentosa selama 10 hari kemudian diturunkan perlahan. Secar local
dapat disuntikkan ke dalam polip, misalnya triamsinolon asetonid atau
predsinolon 0,5 ml tiap 5-7 hari sekali sampai hilang. Dapat dipakai
secara topical sebagai semprot hidung, misalnya beklometason
dipropionat. Bila sudah besar, dilakukan ekstraksi polip dengan senar.
Bila berualang dapat dirujuk untuk operasi etmoidektomi intranasal atau
ekstranasal
Pengobatan juga perlu ditunjukkan pada penyebabnya, dengan menghindari allergen penyebab.
Ada tiga macam penanganan polip nasi yaitu :
a) Cara konservatif
b) Cara operatif
c) Kombinasi keduanya.
Cara konservatif atau menggunakan obat- obatan yaitu menggunakan
glukokortikoid yang merupakan satu- satunya kortikosteroid yang efektif,
terbagi atas kortikosteroid topical dan kortikosteroid sistemik.
Kortikosteroid topical (long term topical treatment) diberikan dalam
bentuk tetes atau semprot hidung tiak lebih dari 2 minggu.
Kortikosteroid sistemik (short term systemic treatment) dapat diberikan
secara oral maupun suntikan depot. Untuk preparat oral dapat diberikan
prednisolon atau prednisone dengan dosis 60 mg untuk empat hari pertama,
selanjutnya ditappering off 5 mg/hr sampai hari ke-15 dengan dosis
total 570 mg. Suntikan depot yang dapat diberikan adalah
methylprednisolon 80 mg atau betamethasone 14 mg setiap 3 bulan.
Cara operatif dapat berupa polipektomi intranasal, polipektomi
intranasal dengan ethmoidektomi, transantral ethomiodektomi dan
sublabial approach (Caldweel-luc operation), frontho-ethmoido-
sphenoidektomi eksternal dan endoskopik polipektomi dan bedah sinus
2.7. Komplikasi
Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi, tapi dalam ukuran
besar atau dalam jumlah banyak (polyposis) dapat mengarah pada akut atau
infeksi sinusitis kronis, mengorok dan bahkan sleep apnea - kondisi
serius nafas dimana akan stop dan start bernafas beberapa kali selama
tidur. Dalam kondisi parah, akan mengubah bentuk wajah dan penyebab
penglihatan ganda/berbayang.
2.8. Prognosis
Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan.
Terapi medis untuk polip nasi biasanya diberikan pada pasien yang tidak
memerlukan tindakan operasi atau yang membutuhkan waktu lama untuk
mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa, jarang polip hilang
sempurna. Tetapi hanya mengalami pengecilan yang cukup sehingga dapat
mengurangi keluhan. Polip yang rekuren biasanya terjadi setelah
pengobatan dengan terapi medikamentosa maupun pembedahan.