Industri Farmasi Di Indonesia
1.1
Sekilas
Perkembangan Industri Farmasi
Selama dekade tahun 1990 sampai dengan tahun 2000 pengeluaran untuk
kesehatan setiap tahunnya masih sedikit yaitu rata-rata masih dibawah 2% dari
GDP. Hal ini lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia dan
Singapura dimana rata-rata pengeluarannya 2%-3%. Dari data empiris tersebut terlihat bahwa semakin maju atau sejahtera
suatu negara maka tingkat perhatian pemerintahnya terhadap kesehatan semakin baik/besar.
Untuk tahun-tahun mendatang pengeluaran untuk pelayanan kesehatan di Indonesia diharapkan
akan semakin besar. Tuntutan pelayanan kesehatan yang lebih baik tentu saja
harus didukung oleh perkembangan industri farmasi yang baik pula.
Industri farmasi di Indonesia, sampai dengan saat ini, masih sangat
tergantung dari industri farmasi di luar negeri. Perusahaan produsen obat di
Indonesia pada umumnya masih mengandalkan formula atau racikan obat yang
dihasilkan oleh peneliti dari luar negeri. Masih sedikit jumlah obat yang
dihasilkan oleh produsen obat di Indonesia yang merupakan hasil dari penelitian
putra-putri Indonesia sendiri. Dengan demikian produsen obat di Indonesia pada umumnya
adalah kepanjangan tangan dari perusahaan induk di luar negeri. Konsekuensinya,
kebutuhan bahan baku, proses produksi, dan harga jual produk farmasi juga masih
ditentukan oleh principal di luar negeri.
1.2
Profil
Perusahaan Farmasi Di Indonesia
Dilihat dari kepemilikan modalnya, perusahaan farmasi di Indonesia
terdiri dari:
- Perusahaan Farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) yaitu joint-venture antara modal asing dan pihak Indonesia,
- Perusahaan Farmasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), baik yang berupa perusahaan swasta nasional maupun perusahaan BUMN/BUMD yang modalnya dimiliki oleh Negara.
Perusahaan yang didirikan dengan PMA biasanya merupakan anak perusahaan
dari perusahaan farmasi di luar negeri yang mempunyai hak paten/royalty
terhadap produk-produk tertentu, atau yang secara langsung dan tidak langsung
sangat tergantung dengan induknya baik secara manajemen maupun ikatan-ikatan
tertentu. Dalam hal ini unsur hubungan istimewa menjadi dominan dan sangat berpengaruh
terhadap setiap aspek kegiatan perusahaan mulai dari manajerial sampai dengan kebijakan
penentuan harga obat dan pemasarannya.
Untuk perusahaan yang didirikan dengan Penanaman Modal Dalam Negeri,
sampai dengan saat ini belum ada BUMD yang bergerak di bidang industri farmasi
khususnya pembuatan (produsen) obat. Sedangkan perusahaan swasta murni maupun
BUMN dalam memproduksi obat atau produknya pada umumnya dilaksanakan
berdasarkan pembelian royalty/hak.
Perusahaan membeli hak dari pihak lain (biasanya perusahaan luar negeri) untuk
memproduksi obat/produk kesehatan tertentu dan memasarkannya untuk wilayah tertentu
pula. Pembelian hak ini diikat dengan suatu kontrak yang mensyaratkan
kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dalam memproduksi dan memasarkan
produk-produk tersebut.
Suatu perusahaan farmasi dapat membeli hak untuk memproduksi dan
memasarkan obat-obatan dari beberapa perusahaan farmasi di luar negeri.
Misalnya untuk obat sakit flu dari perusahaan A, untuk obat sakit kepala dari
perusahaan B, dan untuk obat sakit lambung dari perusahaan C. Masing-masing
pembelian hak tersebut diikat dengan kontrak sendiri-sendiri.
2.
Gambaran Umum Produk Industri
Farmasi
Produk utama dari industri farmasi di Indonesia adalah obat-obatan. Namun
demikian beberapa perusahaan farmasi juga memproduksi produk-produk lainnya
seperti makanan/minuman suplemen kesehatan, makanan pendamping air susu ibu,
makanan bayi, barang-barang kosmetik, serta alat-alat kesehatan.
Jenis obat-obatan yang diproduksi oleh perusahaan farmasi di Indonesia
meliputi obat generik, obat nama dagang (branded
generic), obat lisensi , dan obat tradisional/jamu (Herbal Medicine). Sedang menurut cara distribusi atau ijin
peredarannya, obat-obatan di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kategori sebagai berikut:
- Daftar Obat G : dimana pemakaian obat harus dengan resep dokter
- Daftar Obat W : pemakaian umum tetapi peredarannya terbatas, dan
- Daftar Obat Umum : penjualan dan pemakaian secara umum.
Beberapa
perusahaan farmasi di Indonesia mengelompokkan jenis obat dengan istilah yang
berbeda ke dalam dua kolompok yaitu obat ethical
dan obat Over the Counter (OTC). Obat ethical adalah obat-obatan yang hanya dapat dibeli dengan
menggunakan resep dokter yaitu meliputi obat generik, obat lisensi, dan obat
nama dagang. Sedangkan obat OTC merupakan produk farmasi yang dapat dibeli
bebas tanpa resep dokter yaitu meliputi obat bebas, obat tradisional, makanan
kesehatan, serta obat untuk hewan.
Perusahaan farmasi di Indonesia ada yang mengkhususkan untuk memproduksi
obat-obatan Daftar G saja, tetapi ada pula yang memproduksi secara campuran baik
obat-obatan daftar G, daftar W, maupun obat Umum.
Keunikan dari produk obat yang termasuk daftar G adalah bahwa produk
tersebut tidak boleh dipromosikan secara langsung kepada konsumen.
3. Potensi Hasil Industri Farmasi Lainnya
Sebagaimana disebutkan dimuka, disamping memproduksi obat-obatan,
industri farmasi juga menghasilkan beberapa produk lainnya serta menyediakan
jasa-jasa di bidang pengolahan obat, distribusi penjualan/pemasaran, penelitian,
dan lain sebagainya.
Kegiatan
pengembangan penelitian dan pengembangan dapat dilaksanakan sendiri oleh
perusahaan farmasi yang bersangkutan atau dilaksanakan secara bekerja sama
dengan perusahaan lain ataupun lembaga penelitian perguruan tinggi. Hasil
penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan penghasilan bagi perusahaan farmasi
yang bersangkutan dan dapat juga dimanfaatkan untuk kepentingan umum.
4. Perijinan Dan Industri Terkait
Sebagaimana perusahaan lain pada umumnya, pada industri farmasi juga
diberlakukan ketentuan hukum mengenai kegiatan berusaha dan investasi di
Indonesia, seperti ketentuan mengenai tata cara pendirian perusahaan, lokasi
usaha, ketentuan penanaman modal asing, dan lain sebagainya. Disamping
ketentuan berusaha tersebut, pada industri farmasi juga diberlakukan ketentuan
mengenai tata cara produksi obat-obatan (quality
control) dan aturan pemasarannya, serta pengawasan peredaran produk
obat-obatan dari Departemen Kesehatan dan Departemen terkait lainnya.
Ketentuan yang mengatur mata rantai peredaran obat-obatan baik obat yang
penggunaannya dengan resep dokter (daftar G) , penggunaannya bebas terbatas
(daftar W) serta obat yang penggunaannya bebas diantaranya adalah:
- Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 90/Kab/B.VII/71 Tanggal 24 April 1971;
- Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2819/A/SK/71 Tanggal 26 April 1971;
- Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 125/Kab/B.VII/71 Tanggal 9 Juni 1971;
- Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 389/MEN. KES/PER/X/80 Tanggal 9 Oktober 1980.
Disamping
itu terdapat Paket Kebijaksanaan Deregulasi tanggal 28 Mei 1990 berupa
Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No.
242/Men.Kes/SK/V/1990 dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 245/Men.Kes/SK/V/1990.
Terhadap
beberapa perusahaan farmasi tertentu diberlakukan ketentuan terbatas yaitu perusahaan
hanya diijinkan untuk memproduksi obat-obat
tertentu saja sesuai surat izinnya. Misalnya, perusahaan farmasi yang
memproduksi Obat Keras Tertentu, diberikan izin khusus untuk itu sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor :
213/Men.Kes/Per/IV/ 1985 Tanggal 22 April 1985.