BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dilihat dari segi penduduk
73,4% sebagian penduduk di dunia adalah remaja.Indonesia menempati urutan
nomor 5 di dunia dalam hal jumlah penduduk, dengan remaja sebagai bagian dari
penduduk yang ada. Propinsi Jawa Timur pada tahun 2004 dihuni oleh 6,654
juta jiwa dengan jumlah remaja usia 16-19 tahun sebanyak 652.322 jiwa (Hasil
Sensus BPS Surabaya, 2004).
Masa
remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia yang sering disebut
sebagai masa pubertas yaitu masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Pada tahap ini remaja akan mengalami suatu perubahan
fisik, emosional dan sosial sebagai ciri dalam masa pubertas. Tetapi umumnya
proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan
(psikososial).
Masa
permulaan pubertas pada anak perempuan biasanya terjadi antara usia 10 sampai
14 tetapi bisa lebih awal (pubertas dini) atau terlambat, tergantung dengan
faktor-faktor genetik individu. Masa pubertas berlangsung selama kira-kira lima
tahun dan sebagaimana terjadi pada anak laki-laki, diawali dengan pelepasan
hormon-hormon dari kelenjar pituitary yang kemudian bertindak
secara langsung pada organ-organ seksual. Kejadian yang paling dramatis bagi
para anak perempuan adalah masa awal menstruasi (menarche) sebagai
respon untuk produksi dan pelepasan hormon-hormon perempuan tersebut, estrogen
dan progesteron. Indung telur matang dan mulai melepaskan telur-telur dan
uterus membesar, bersamaan dengan perkembangan dan kedewasaan organ-organ
kemaluan. Masa pertumbuhan yang cepat yang menghasilkan tinggi dan berat
menyertai perubahan-perubahan tersebut. Kedua pinggul melebar dan pola
pendistribusian lemak berubah untuk memproduksi bentuk tubuh perempuan yang
karakteristik. Juga karakteristik-karakteristik seksual sekunder berkembang
sebagai kelanjutan-kelanjutan pubertas, terutama pembesaran kedua payudara,
pertumbuhan bulu-bulu kelamin dan ketiak serta perkembangan kelenjar-kelenjar
keringat.
Berdasarkan
fenomena di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui
sejauh mana pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual di SMA Negeri 1
Glenmore. Oleh karena minimnya pengetahuan atau edukasi tentang seks baik
secara formal ataupun secara non formal sehingga peneliti mengambil topik
tentang “Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang Pendidikan
Seksual di SMA Negeri 1 Glenmore”.
B. Pembatasan dan Rumusan
Masalah
Batasan peneliti dalam
penelitian pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual di SMA Negeri 1
Glenmore yaitu mengenai pengetahuan remaja putri tentang pemahaman pendidikan
seksual dan hasilnya banyak yang belum memahami masalah pendidikan seksual.
Berdasarkan batasan
masalah dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada umumnya remaja
putri belajar tentang pendidikan seksual dari ibunya, tetapi tidak semua ibu
memberikan informasi yang jelas tentang pendidikan seksual, sehingga remaja
putri dapat mengembangkan sikap negatif tentang pendidikan seksual.
Dari latar belakang diatas
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :“Bagaimana pengetahuan remaja
putri tentang pendidikan seksual di SMA Negeri 1 Glenmore Kabupaten
Banyuwangi?”.
C. Tujuan Penelitian
Untuk
mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual
di SMA Negeri 1 Glenmore.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi tempat penelitian
Sebagai masukan informasi bagi sekolah mengenai
pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual.
2.
Bagi
Institusi
Diharapkan
hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan mahasiswi
jurusan kebidanan.
3.
Bagi
Peneliti, praktis dan teoritis.
Dapat
memberikan masukan hal-hal apa saja yang telah diteliti sehingga digunakan
sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
4. Bagi Responden
Agar remaja putri di SMA Negeri 1 Glenmore mendapat
tambahan pengetahuan tentang pendidikan seksual .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1.
Pengertian Pengetahuan.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia, yaitu : penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2003).
“Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia,
yang sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa
alam dan sebagainya (Notoatmodjo, 2002).
1) Awareness (kesadaran) dimana
orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap
stimulus (objek).
2) Interest (merasa tertarik)
terhadap stimulus / objek tertentu di sini sikap subjek sudah mulai timbul.
3) Evaluation (menimbang-nimbang)
terhadap baik dan tidaknya terhadap stimulus tersebut bagi dirinya. Hal
ini berarti sikap responden sudah tidak baik lagi.
4) Trial, dimana subjek sudah mulai
melakukan sesuatu dengan apa yang dikehendaki.
5) Adopsi, dimana subjek telah
berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap
stimulus.
2.
Tingkatan Pengetahuan
a. Tahu (know) diartikan sebagai
kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk diantaranya adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima.
b. Memahami (comprehension) diartikan
sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Menerapkan (application) diartikan
sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
atau kondisi riil (sebenarnya)
d. Analisis (analysis) diartikan sebagai
kemampuan untuk menyebarkan materi untuk suatu objek ke dalam komponen-komponen
tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya
satu sama lain.
e. Sintesa (synthesis), yaitu kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation) yaitu kemampuan
untuk melakukan penelitian ini menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada,
misalnya dapat membandingkan, menanggapi pendapat, dan menafsirkan sebab-sebab
suatu kejadian (Notoatmodjo, 2003).
3.
Definisi Remaja
Remaja
merupakan usia muda atau mulai dewasa (Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Ahmad
& Santoso, 2000). Remaja merupakan masa peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan
sosial budaya setempat (www.bkkbn. go.
id, 2005).
Remaja
adalah usia transisi, seorang individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang
lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat dan
penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun masyarakat. Semakin
maju masyarakat semakin panjang usia remaja karena ia harus mempersiapkan diri
untuk menyesuaikan dirinya dengan masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya
(Drajat & Willis, 2004).
Remaja
dalam mengalami perubahan-perubahannya akan melewati perubahan fisik, perubahan
emosi dan perubahan sosial. Yang dimaksud dengan perubahan fisik adalah
pada masa puber berakhir, pertumbuhan fisik masih jauh dari sempurna dan akan
sepenuhnya sempurna pada akhir masa awal remaja.
Perubahan
emosi pada masa remaja terlihat dari ketegangan emosi dan tekanan, tetapi
remaja mengalami kestabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha
penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Sedangkan
perubahan sosial pada masa remaja merupakan salah satu tugas perkembangan masa
remaja yang tersulit, yaitu berhubungan dengan penyesuaian sosial pada
perubahan sosial ini, remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam
hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang
dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah (Willis, 1994).
Ciri remaja pada anak wanita biasanya ditandai dengan
tubuh yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejak lahir. Perubahan
yang cukup menyolok terjadi ketika remaja memasuki usia antara 9-15 tahun, pada
saat itu mereka tidak hanya tubuh menjadi lebih tinggi dan besar saja, tetapi
terjadi juga perubahan-perubahan di dalam tubuh yang memungkinkan untuk
bereproduksi atau keturunan. Perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa atau sering dikenal dengan istilah masa pubertas ditandai dengan
datangnya pendidikan seksual pada anak perempuan. Datangnya pendidikan seksual
pertama tidak sama pada setiap orang. Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan
tersebut salah satunya adalah karena gizi. Saat ini ada seorang anak
perempuan yang mendapatkan pendidikan seksual pertama di usia 8-9 tahun. Namun
pada umumnya adalah sekitar 12 tahun. Remaja perempuan, sebelum pendidikan
seksual akan menjadi sangat sensitif, emosional, dan khawatir tanpa alasan yang
jelas (www.bkkbn.go.id.2005).
4.
Pendidikan seksual
Ilmu biologi menyebutkan
bahwa seks merupakan proses pemaduan dan penggabungan sifat-sifat genetik untuk
mewariskan ciri-ciri suatu spesies supaya tetap langgeng atau disebut juga
dengan reproduksi. Proses ini seringkali menghasilkan dimorfisme di dalam suatu
spesies sehingga dikenal adanya tipe jantan dan tipe betina (disebut juga
sebagai seks atau kelamin). Karena dalam perkembangan terbentuk pula
sel-sel yang terspesialisasi berdasarkan tipe seksual, dikenallah sel
kelamin (gametosit, gametocyte), yang untuk jantan biasanya disebut sel
sperma (spermatozoid) dan untuk betina disebut sebagai sel telur (ovum).
Reproduksi yang memerlukan
proses seks dikatakan sebagai reproduksi seksual, sedangkan yang tidak
memerlukan proses ini disebut sebagai reproduksi aseksual, reproduksi somatik,
atau reproduksi vegetatif.
Berbagai definisi telah
diberikan untuk pengertian pendidikan seksual (sex education). Pada
waktu ini cara-cara pendidikan seksual didasari oleh dua pandangan dan
pendekatan yang sangat berbeda, yaitu:
a. Pendekatan psikoanalitik, yang hanya mengakui
bahwa perkembangan psiko-seksual ditentukan oleh pembawaan yang untuk sebagian
besar sifatnya autonom; dan
b. Pendekatan sosiologik, yang mengakui adanya
pengaruh dari lingkungan. Yang mempunyai banyak pengikut ialah pandangan
pendekatan kedua.
Pendidikan seksual
sebaiknya sudah dimulai sedini-dininya, dalam masa kanak-kanak dengan peranan
utama dipegang oleh para orang tua, sedang penyuluhan seksual sangat baik dan
bermanfaat bagi remaja, bagi pasangan yang menginjak jenjang pernikahan, bagi
wanita hamil, pasangan yang mengingini keturunan, orang-orang yang mengalami
gangguan seksual, dll.
Dalam penyuluhan remaja
perlu dibahas secara singkat anatomi dan fisiologi alat kelamin, fisiologi
hubungan seksual, variasi dan penyimpangannya yang masih dianggap dalam
batas-batas normal perlu dikemukakan. Semua itu dilakukan dengan latar belakang
norma-norma yang sedang berlaku, termasuk agama dan pandangan masyarakat.
5.
Anatomi dan Fisiologi Alat Kelamin
Organ reproduksi pria yang
penting dalam proses reproduksi terdiri atas beberapa organ yaitu penis,
skrotum, testis, vas deferens, epididimis, vesikula seminalis dan kelenjar
prostat. Di antara organ ini ada yang terletak di dalam tubuh sehingga tidak
bisa kita lihat.
Penis adalah organ seks
utama yang letaknya di antara kedua pangkal paha. Penis mulai dari arcus
pubis menonjol ke depan berbentuk bulat panjang. Dari pangkal ke ujung
berbentuk cendawan dengan kepala penis seperti kepala cendawan tetapi bagian
ujungnya agak meruncing ke depan.
Panjang penis orang
Indonesia waktu lembek dengan mengukur dari pangkal dan ditarik sampai
ujung sekitar 9 sampai 12 cm. Sebagian ada yang lebih pendek dan sebagian lagi
ada yang lebih panjang. Pada saat ereksi yang penuh, penis akan memanjang dan
membesar sehingga menjadi sekitar 10 cm sampai 14 cm. Pada orang barat
(caucasian) atau orang Timur Tengah lebih panjang dan lebih besar yakni sekitar
12,2 cm sampai 15,4 cm.
Bagian utama daripada penis
adalah bagian erektil atau bagian yang bisa mengecil atau melembek
dan bisa membesar sampai keras. Bila dilihat dari penampang horizontal, penis
terdiri dari 3 rongga yakni 2 batang korpus kavernosa di kiri dan kanan atas,
sedangkan di tengah bawah disebut korpus spongiosa. Kedua korpus
kara kavernosa ini diliputi oleh jaringan ikat yang disebut tunica
albuginea, satu lapisan jaringan kolagen yang padat dan di luarnya ada
jaringan yang kurang padat yang disebut fascia buck.
Saat dilahirkan seorang
anak wanita telah mempunyai organ reproduksi yang lengkap tetapi belum
berfungsi sepenuhnya. Organ reproduksi akan berfungsi sepenuhnya saat seorang
wanita telah memasuki masa pubertas. Anatomi organ reproduksi wanita terdiri
atas vulva, vagina, serviks, rahim, saluran telur dan indung telur.
Vagina
merupakan saluran yang elastis, panjangnya sekitar 8-10 cm, dan berakhir pada
rahim. Vagina dilalui oleh darah pada saat menstruasi dan
merupakan jalan lahir. Karena terbentuk dari otot, vagina bisa melebar dan
menyempit.
Pada bagian ujung yang terbuka, vagina ditutupi oleh sebuah selaput tipis yang dikenal dengan istilah selaput dara. Bentuknya bisa berbeda-beda antara tiap wanita. Selaput ini akan robek pada saat bersanggama, kecelakaan, masturbasi/ onani yang terlalu dalam, olah raga dsb.
Pada bagian ujung yang terbuka, vagina ditutupi oleh sebuah selaput tipis yang dikenal dengan istilah selaput dara. Bentuknya bisa berbeda-beda antara tiap wanita. Selaput ini akan robek pada saat bersanggama, kecelakaan, masturbasi/ onani yang terlalu dalam, olah raga dsb.
6.
Fisiologi Hubungan Seksual.
Di dunia ini manusia dan
hewan akan lenyap dari permukaan bumi apabila mereka oleh alam tidak dibekali
dengan naluri untuk berkembang biak (vita sexualis) demi untuk
meneruskan keturunan. Dorongan atau keinginan untuk bersetubuh (koitus) disebut
libido seksualis (nafsu birahi, nafsu syahwat). Ini dapat disamakan dengan
keinginan untuk makan dan minum. Apabila lapar dan haus mempunyai arti dalam
mempertahankan kelangsungan kehidupan genus homo sapiens (manusia). Di samping
itu hubungan kelamin disertai kenikmatan, yang memuncak pada orgasme. Semua ini
merupakan kenyataan biologik, yang tidak dapat dipungkiri dan dihindari.
Frekuensi hubungan kelamin
(koitus) sangat bervariasi, rata-rata 1-4 kali seminggu bagi orang-orang yang
berumur 30-40 tahun. Koitus menjadi makin jarang dengan meningkatnya umur. Pada
wanita libido meningkat dalam masa reproduksi sampai dicapai umur 35 tahun,
kemudian menetap sampai umur 45 tahun, dan dapat bertahan sampai jauh setelah
menopause. Pada pria puncak libido dicapai pada umur 20-30 tahun dan libido
bertahan sampai umur 50 tahun, kemudian berangsur kurang dan tetap ada sampai
usia lanjut.
7.
Variasi, Gangguan dan
Kelainan Seksualitas.
Penyimpangan
reaksi dan tingkah laku seksual dari yang lazim dianggap normal dibedakan
menjadi 3 kelompok, yaitu a) variasi yang masih dianggap dalam batas-batas
normal; b) gangguan yang bersifat ringan dan mudah dipengaruhi; c) kelainan
yang sifatnya lebih berat dan tidak mudah dipengaruhi. Terbanyak diantara
berbagai gangguan dan kelainan seksual itu didasari oleh gangguan psikis,
sangat jarang gangguan/ kelainan organik yang menyebabkannya.
a. Variasi seksual dalam batas-batas normal.
1) Manipulasi klitoris dengan jari
Rangsangan klitoris dengan jari-jari pria sebelum dan
sesudah wanita mencapai orgasme dianggap normal.
2) Manipulasi urogenital
Ada beberapa pria yang suka dan merasa lebih terangsang
apabila wanita pasangannya mempermainkan alat kelaminnya dengan mulut, bibir
dan lidah, disertai dengan gigitan-gigitan ringan. Manipulasi ini dinamakan fellasio.
Sebaliknya si pria dapat merangsang alat kelamin
pasangannya dengan bibir dan lidah, yang disebut kunnilinksio. Kedua cara manipulasi urogenital ini dapat dilakukan
serentak oleh kedua pasangan membentuk angka 69.
3) Masturbasi (onani)
Pemuasan sendiri secara seksual tanpa koitus, biasanya
dengan tangan atau benda lain, sering dilakukan oleh anak-anak dan remaja dalam
perkembangan fisik dan psikoseksualnya. Frekuensi
masturbasi kira-kira 60% diantara para wanita dan 95% diantara para pria.
4) Homoseksualitas
Istilah ini dipakai untuk hubungan seksual antara dua
orang pria.
5) Lesbianisme
Lesbianisme dipakai untuk hubungan seksual antara dua
orang wanita, lesbianisme dalam batas-batas tertentu tidak dianggap sebagai
deviasi seksual, misalnya yang dilakukan di asrama-asrama putri atau di rumah
penjara, karena keadaan yang mendorong pelaku-pelakunya untuk berbuat demikian.
b. Gangguan seksualitas (sexual inadequacy).
1) Gangguan seksual wanita
a) Frigiditas
Istilah frigiditas berarti tidak ada libido seksualitas
pada wanita (true frigidity), akan tetapi secara kurang tepat dipakai
juga untuk kegagalan wanita dalam mencapai orgasme.
b) Anorgasme
Kemampuan untuk mencapai orgasme kadang-kadang terganggu,
bahkan orgasme tidak dicapai sama sekali dalam siklus seksual.
c) Dispareunia
Bahwa koitus sukar atau nyeri, atau penetrasi penis tidak
lengkap. Ini sering disebabkan oleh kelainan organik, misalnya penyempitan
vagina karena atrofi dan jaringan parut, oleh peradangan vulva dan vagina, dan
oleh proses penyakit di dalam pinggul.
d) Vaginisme.
Seluruh otot dasar panggul mengejang. Introitus vaginae
menyempit dan immissio penis dihalangi, atau dipersulit dan dirasakan nyeri.
e) Nimfomania
Lawan dari frigiditas, yaitu keinginan bersetubuh yang
berlebihan, yang dapat mengakibatkan penyelewengan seksual atau pelarian ke
prostitusi.
2) Gangguan seksual pria
a) Impotensia koeundi
b) Gangguan seksual pada pria, yang tidak mampu bersetubuh
karena kemampuan ereksi penis kurang atau tidak ada, disebut impotensia koeundi
walaupun libido tetap ada.
c) Impotensia ejakulandi
Seorang pria memiliki libido, dapat bereaksi dan
bersetubuh, akan tetapi tidak dapat mencapai ejakulasi dan orgasme.
d) Ejakulasio prekoks
Pengeluaran sperma yang terlampau cepat, yaitu sebelum
atau segera setelah penetrasi penis. Apabila peristiwa ini sifatnya sementara,
misalnya pada koitus pertama atau pada koitus setelah absistensi lama, maka ini
dianggap dalam batas-batas normal dan bisa hilang dengan sendirinya.
c. Kelainan seksualitas.
1) Sadisme
Istilah sadisme berasal dari seorang bangsawan Prancis,
Marquis de Sade (1740-1814) yang melakukan kebiasaan itu, dan berarti suatu
perversi seksual dimana seseorang memperoleh kepuasan/ kenikmatan seksual
dengan menyiksa atau menganiaya pasangannya.
2) Masochisme
Masochisme (Leopold von Sacher-Masoch, seorang ahli
sejarah dan penulis Austria, 1836-1895) ialah sebaliknya dari sadisme, seorang
yang mencapai kepuasan/ kenikmatan seksual apabila ia disiksa/ dianiaya oleh
pasangannya.
3) Ekshibisionisme
Suatu kecenderungan abnormal yang tidak terkuasai untuk
menunjukkan alat kelaminnya secara sadar atau tidak sadar, untuk menarik
perhatian. Perversitas ini hanya dijumpai pada pria.
4) Voyeurisme
Ada orang-orang yang mempunyai keinginan abnormal untuk
melihat alat kelamin orang lain, atau mengintip orang bersetubuh, yang dapat
memberinya kepuasan seksual.
5) Bestialisme
Apabila seseorang berhubungan kelamin dengan binatang.
6) Sodomi
Sodomi tidak mempunyai pengertian yang tegas,
kadang-kadang dipakai untuk hubungan kelamin yang tidak normal antara 2 orang
yang sejenis kelaminnya, misalnya melalui anus.
7) Fetikhisme
Pemujaan atau mencintai suatu benda bekas milik seseorang
yang dicintainya, misalnya: rambut, saputangan, pakaian, dan lain-lain. Seorang
fetish dapat memperoleh kenikmatan seksual dari suatu benda tersebut.
8) Nekrofilia
Kecenderungan yang abnormal untuk berhubungan seksual
dengan mayat.
9) Insestus
Hubungan kelamin antara orang-orang yang sangat dekat
hubungan keluarganya, misalnya: antar saudara sekandung dan antara ayah dan
anaknya.
10) Transvestisme
Kebiasaan untuk mengenakan pakaian dari lawan jenis kelaminnya.
Suami yang transvestit akan memakai pakaian isterinya untuk mendapat kepuasan
seksual.
11) Transeksualisme
Seorang transeksual merasa bahwa mentalnya tidak sesuai
dengan jenis kelaminnya, seorang pria merasa wanita, seorang wanita merasa
pria.
12) Pedofilia erotika
Kesuakaan untuk melampiaskan nafsu birahi dengan
anak-anak.
13) Perkosaan
Penetrasi alat kelamin wanita oleh penis dengan paksaan,
baik oleh satu maupun oleh beberapa orang pria, atau dengan ancaman.
14) Last murder
Perkosaan yang disertai dengan pembunuhan. Biasanya
perkosaan dilakukan lebih dahulu dan pembunuhannya terjadi selama atau sesudah
perkosaan.
B. Kerangka Konsep
Pentingnya pengetahuan
remaja putri tentang pendidikan seksual karena masih banyak remaja putri yang
belum mendapat informasi yang jelas tentang pendidikan seksual dan mereka belum
mengerti tentang arti pendidikan seksual, siklus pendidikan seksual dan gejala
yang menyertainya.
Untuk lebih jelasnya
kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
|
Keterangan
:
: diteliti
:
tidak diteliti
Sumber : Arikunto (2006)
Gambar
1. Kerangka
Konsep Penelitian
BAB
III
METODE PENELITIAN
A. Jenis
dan Rancang Bangun Penelitian
Desain atau rencana
penelitian merupakan suatu strategi untuk mengatur latar (setting)
penelitian agar memperoleh data yang dapat sesuai dengan karakteristik variabel
dan tujuan penelitian. Rencana penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif dimana penelitian hanya untuk mengetahui gambaran tentang
pengetahuan remaja putri terhadap pendidikan seksual secara objektif
tanpa menganalisis lebih lanjut.
Penelitian deskriptif
adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama membuat
gambaran tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 1997).
B. Variabel
Istilah “variabel”
merupakan istilah yang tidak pernah ketinggalan dalam setiap jenis penelitian.
Variabel dalam penelitian
ini adalah tingkat pengetahuan remaja putri tentangpendidikan seksual.
Tabel B.1 Definisi
Operasional
VARIABEL
|
DEFINISI OPERASIONAL
|
KRITERIA
|
SKALA
|
Tingkat Pengetahuan
Remaja putri tentang pendidikan seksual
|
Segala sesuatu yang
diketahui oleh remaja putri tentang pendidikan seksual, meliputi:
1. Pengertian
2. Pendidikan
seksual
3. Anatomi
dan fisiologi alat kelamin
4. Fisiologi
hubungan seksual
5. Variasi,
gangguan dan kelainan seksual
|
a. Baik >66%
b. Cukup 50-65%
c. Kurang <44%
|
Ordinal
|
Sumber : Arikunto (2003)
C. Populasi
Populasi
adalah subjek yang hendak diteliti dan memiliki sifat-sifat yang sama.Populasi
adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo,
2002).
Populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Arikunto, 2000). Adapun
yang menjadi populasi adalah seluruh remaja putri siswi kelas X.1, kelas X.2,
kelas X.3, dan X.4 SMA Negeri 1 Glenmore yaitu berjumlah 30 remaja putri
yang dipilih secara random.
D. Sampel
Sampel
adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut ( Notoatmodjo, 1999). Sampel adalah sebagian atau wakil dari
populasi yang diteliti. Dalam menentukan sampel apabila populasinya kurang dari
100 maka lebih baik diambil semuanya sehingga penelitian ini merupakan
penelitian populasi.Total sampling yaitu 30 remaja putri yang terdiri dari
siswa kelas X.1,
kelas X.2, kelas X.3, dan X.4 SMA Negeri 1
Glenmore.
Dari
kelas diatas jumlah remaja putri secara keseluruhan adalah X.1 = 34 : 5 = 7.8,
X.2 = 34 : 5 = 7.8, X.3 = 34 : 5 = 7.8 dan X.4 = 33 : 5 = 6.6. Maka jumlah
total siswi adalah 30.0, yang dilakukan dengan pemilihan siswi secara acak.
E. Lokasi
dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan
di SMA Negeri 1 Glenmore, karena dari hasil prasurvey pada 30 remaja putri
Kelas X.1, kelas X.2, kelas X.3, dan X.4, terdapat
banyak siswi yang belum mengerti dengan jelas tentang pendidikan seksual.
F. Teknik
dan Instrumen Pengumpulan Data
Langkah-langkah yang
ditempuh dalam pengumpulan data, meliputi :
1. Tahap persiapan
Dalam
tahap persiapan ini berisikan beberapa kegiatan data meliputi :
a. Memberikan penjelasan
tentang pendidikan seksual
b. Membagikan kuesioner kepada
responden
c. Membuat kerangka konsep
2. Tahap Pelaksanaan
Pengumpulan
data dengan menggunakan metode kuesioner dengan melalui tahapan sebagai
berikut:
a. Menggunakan surat izin meneliti pada tempat yang telah
ditentukan
b. Pengumpulan data dengan metode wawancara dilanjutkan
dengan pembagian kuesioner.
c. Memproses dan menganalisis
data jawaban kuesioner yang telah terkumpul.
Di mana instrumen yang dibuat adalah kuesioner dengan 20
pertanyaan dengan nilai maksimal 60 dan nilai minimal 20.
3. Tahap pengolahan data
a. Editing
Pada tahap ini, penulis melakukan penilaian terhadap data
yang diperoleh kemudian diteliti apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam
pengisiannya.
b. Coding
Setelah dilakukan editing, selanjutnya penulis memberikan
kode tertentu pada tiap-tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan analisis
data.
c. Scoring (Membuat skor)
Peneliti memberikan skor untuk tiap-tiap pertanyaan, bila
pertanyaan favorable nilai 2 untuk jawaban (ya), nilai 1 untuk jawaban (tidak),
dan apabila pertanyaan unfavorable nilai 1 untuk jawaban (ya), nilai 2 untuk
jawaban (tidak).
d. Pengolahan Data
Setelah dilakukan pengkodean dan skoring pada semua data
selanjutnya data diolah secara manual (Arikunto, 2000).
Instrumen
penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data, dapat
berupa kuisioner. Angket adalah suatu cara pengumpulan data atau
penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya menyangkut kepentingan umum.
Angket berbentuk formulir yang berisikan pertanyaan-pertanyaan suatu masalah
yang diajukan kepada responden, maka angket sering juga disebut kuisioner.
Kuisioner
adalah metode pengumpulan data dengan jalan mengajukan pertanyaan tertulis
kepada sejumlah individu dan individu yang diberikan pertanyaan tersebut
memberikan jawaban secara tertulis (Notoatmodjo, 2002).
G. Teknik
Analisis Data
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah analisis univariat, dimana secara menyeluruh data yang
sejenis atau mendeteksi digabungkan, yang kemudian dibuat tabel distribusi
frekuensi untuk dipresentasikan.
Sedangkan penetapan
kategori penilaian sebagai berikut :
1. Baik apabila skor responden di atas skor rata-rata
2. Kurang apabila skor respon di bawah skor rata-rata
Untuk
menghitung distribusi frekuensi digunakan rumus:
N =
Keterangan:
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat
kepercayaan (Arikunto, 2006).
Selanjutnya
dimasukkan pada kriteria objektif sebagai berikut :
Positif :
50 – 100%
Negatif
: <>
Sedangkan
kriteria untuk menilai kecemasan saat menarche diantaranya
sebagai berikut :
Baik :
76 – 100 %
Cukup :
56 – 75 %
Kurang :
40% - 55%
Tidak
baik : <>
(Arikunto, 2006)
H. Etika
Penelitian
Sebelum peneliti melakukan
penelitian, terlebih dahulu peneliti melakukan pendekatan secara administratif
kepada pihak pendidikan dalam hal ini SMA Negeri 1 Glenmore yaitu dengan
berbekal surat ijin pengambilan data awal untuk mengadakan penelitian dari Politeknik
Kesehatan Majapahit Mojokerto yang disampaikan pada Kepala Sekolah SMA Negeri 1
Glenmore.
Setelah
mendapat persetujuan, penelitian dilakukan dengan menekankan pada masalah etika
yang meliputi :
1.
Informent Consent
Lembar persetujuan akan
diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan kepada seluruh klien yang memenuhi
kriteria untuk diteliti, dengan tujuan agar sampel penelitian mengerti dan
memahami maksud dan tujuan penelitian serta bisa bekerjasama dengan peneliti. Klien yang bersedia diteliti harus menandatangani lembar
persetujuan menjadi responden. Jika klien tidak bersedia diteliti maka peneliti
menghormati hak klien.
2.
Anomity (Tanpa Nama)
Pada
pengisian check list nama klien tidak dicantumkan pada lembar pengumpulan data,
tetapi cukup mencantumkan tanda tangan pada lembar persetujuan menjadi
responden. Dan untuk mengetahui keikut sertaan klien, peneliti cukup memberikan
atau mencantumkan kode tertentu pada lembar check list.
3.
Kerahasiaan
Informasi yang berhasil
dikumpulkan dari sampel penelitian dijaga dan dijamin kerahasiannya oleh
peneliti dan hanya kelompok tertentu saja yang mengetahui hasil penelitian atau
riset.
I. Keterbatasan Penelitian
(Nursalam
@ Siti Pariani, 2001, 16) menyatakan bahwa keterbatasan adalah kelemahan atau
hambatan dalam penelitian. Keterbatasan yang dialami oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah :
1.
Instrument
Penelitian, dalam hal ini check list dibuat sendiri oleh
peneliti sehingga validitasnya masih perlu diuji coba.
2.
Keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman, karena baru pertama kali mengadakan penelitian sehingga
peneliti masih banyak kekurangan baik dalam penyusunan dan pengolahan data
sehingga hasil penelitian ini jauh dari sempurna.
Pengolahan
data melalui prosentase harus direduksi kembali karena banyaknya faktor yang
mempengaruhi keterbatasan dalam ilmu statistik yang lebih luas.
BAB IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dalam
bab ini akan disajikan hasil penelitian tentang studi deskriptif tingkat
pengetahuan remaja putri tentan pendidikan seksual di SMA Negeri 1 Glenmore
Kabupaten Banyuwangi pada bulan Juli 2009.
SMA
Negeri 1 Glenmore terletak di desa Tegalharjo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten
Banyuwangi. Sekolah yang luasnya 5.000.000 m dengan
jumlah siswa 408 siswa, dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai, sekolah
ini juga termasuk dalam sekolah standar nasional (SSN).
Hasil
penelitian mengenai pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual di SMA
Negeri 1 Glenmore Kabupaten Banyuwangi diperoleh melalui kuesioner yang
berisikan 20 pertanyaan mengenai pengetahuan remaja putri tentang pendidikan
seksual secara random terhadap kelas X.1, kelas X.2, kelas X.3, dan X.4 SMA
Negeri 1 Glenmore yang berjumlah 30 siswa.
Setelah kuesioner yang
terdiri dari 20 pertanyaan disebarkan kepada siswa yang berjumlah 30 remaja
putri, maka didapatkan hasil jawaban pada masing-masing item pertanyaan.
Seluruh jawaban tersebut kemudian dikumpulkan dan diolah, sehingga didapat data
yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (Lampiran 1) yang
menggambarkan tentang pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual di
SMA Negeri 1 Glenmore Kabupaten Banyuwangi.
Adapun
hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.1 Distribusi
frekuensi tentang pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual di SMA
Negeri 1 Glenmore Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 15 Juli 2009.
No
|
Variabel
|
Σ
Nilai
|
Σ
Siswa
|
Kategori
|
1
|
Pengetahuan
tentang pendidikan seksual.
|
75-100
56-75
40-46
<>
|
0
10
11
9
|
Baik
Cukup
Kurang
Tidak baik
|
Jumlah
|
30
|
Sumber : Data Primer Penelitian 2009
Berdasarkan tabel dari data diatas diketahui
bahwa ada 0 siswa yang mendapatkan nilai 75-100, ada 10 siswa yang mendapatkan
nilai 56-75, 11 siswa yang mendapatkan nilai 40-46 dan yang mendapatkan nilai
<>
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi tentang
pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual di SMA Negeri 1 Glenmore
Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 16 Juli 2009.
No.
|
Kategori
|
S Siswa
|
%
|
1
2
3
4
|
Baik
Cukup
Kurang
Tidak Baik
|
0
10
11
9
|
0
33,33
36,67
30
|
Jumlah
|
30
|
100
|
Sumber : Data Primer Penelitian 2009
Berdasarkan pada tabel diatas dapat diketahui
bahwa ada 0 (0 %) siswa yang mempunyai kategori baik, ada 10 (33,33 %) siswa
yang mempunyai ketegori cukup, ada 11 (36,67 %) siswa yang mempunyai kategori
kurang dan 9 (30 %) siswa yang mempunyai kategori tidak baik.
Berdasarkan
data pada tabel di atas, maka dapat diagambarkan pada diagram dibawah ini.
Gambar 1. Distribusi
Frekuensi pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual di SMA Negeri 1
Glenmore Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 16 Juli 2009.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan bahwa pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual
di SMA Negeri 1 Glenmore Kabupaten Banyuwangi secara umum adalah kurang baik.
Pendidikan seksual merupakan hal yang perlu di berikan dan normal yang akan dialami
oleh setiap remaja putri pada masa pubertas (12-15 tahun).
Sesuai dengan pernyataan Notoatmodjo
(2003), “Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga”.
Dan juga sesuai dengan
pendapat Anwar (2004), “Media massa seperti televisi, radio, surat
kabar dan majalah mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan
kepercayaan seseorang”, maka pengetahuan siswa tentang pendidikan seksual di
SMA Negeri 1 Glenmore Kabupaten Banyuwangi dikategorikan cukup baik dapat
dikarenakan oleh banyak faktor diantaranya yaitu banyaknya sumber pengetahuan
mengenai pendidikan seksual seperti dari orang tua, guru di sekolah khususnya
guru bidang studi biologi, melalui media massa dan media elektronik (koran,
majalah, televisi dan internet) maupun dari teman. Selain itu ada beberapa
faktor juga yang mempengaruhi seperti faktor predisposisi, yaitu faktor yang
meliputi sikap dan kepercayaan siswa mengenai suatu hal yang sangat menentukan
mereka dalam memilih sesuatu yang dianggap paling baik juga faktor pendukung
seperti lingkungan fisik, fasilitas kesehatan dan sarana kesehatan juga sangat
berperan dalam memberikan masukan. Sikap dan perilaku petugas kesehatan atau
sebagai faktor pendorong juga memiliki peran yang sangat penting dalam masalah
kesehatan.
Keseluruhan faktor tersebut
di atas sangat berperan dalam menentukan tingkat pengetahuan siswa tentang
pendidikan seksual, karena pengetahuan selain didapatkan melalui pendidikan
formal/ informal juga bisa dapat melalui lingkungan dan pengalaman.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian mengenai pengetahuan remaja puteri kelas X tentang pendidikan
seksual di SMA Negeri 1 Glenmore Kabupaten Banyuwangi, maka dapat disimpulkan
adalah tingkat pengetahuan yang termasuk dalam kategori cukup sebanyak 10 orang
(33,33 %), kategori kurang sebanyak 11 orang (36,67 %), dan kategori tidak baik
sebanyak 9 orang (30 %).
B. Saran
1. Bagi Tempat Penelitian
Agar pihak sekolah dapat memasukkan materi mengenai
pendidikan seksual dalam mata pelajaran yang diajarkan di sekolah seperti dalam
pelajaran biologi atau melalui kegiatan ekstra kulikuler lain guna memberikan
tambahan pengetahuan dan informasi mengenai pendidikan seksual bagi
siswa-siswinya terutama remaja putri dalam masa pubertas serta melakukan
pembinaan secara periodik pada siswa tentang pengetahuan kesehatan reproduksi.
2. Bagi AKBID Poltekkes
Mojopahit Mojokerto.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
referensi dan bacaan di perpustakaan.
3. Bagi Siswa
Agar para remaja putri khususnya remaja putri kelas X di
SMA Negeri 1 Glenmore Kabupaten Banyuwangi untuk lebih berperan aktif dalam
menggali pengetahuan tentang pendidikan seksual.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2000. Statistika
Untuk Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2002. Prosedur
Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2006. Statistika
Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Ahmad & Santoso.
2000. Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Jakarta : Intan Pariwara
Drajat & Wilis.
2005. Pendidikan Seksual Remaja. Jakarta : Puspa
Swara.
Dorland. 2000. Kamus
Kedokteran. Jakarta : EGC
Hadi, Sutrisno. 2002. Metodologi
Research Jilid 2. Yogyakarta : Andi Offset
Notoadmodjo. 2002. Konsep
dan Penerapan Metode Penelitian Ihnu Keperawatan Edisi I. Jakarta
: Salemba Medika
Notoadmodjo. 2003. Konsep
dan Penerapan Metode Penelitian Ihnu Keperawatan Edisi II. Jakarta
: Salemba Medika
Nursalam @ Siti Pariani.
2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta:
CV. Agung Seto
Nursalam. 2003. Panduan
Kesehatan Seksual. Jakarta : Widya Medika
Wilis, 2004. Psikologi
Remaja, Jakarta : EGC